Anda di halaman 1dari 11

LINGUISTIK FORENSIK

RUANG LINGKUP KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK

Dosen Pengampu:
Dr. Wisman Hadi, M.Hum.

Disusun Oleh :

Muna haddad Al Ansori Tanjung NIM: 2192510014


Ednes Margareth Sihaloho NIM: 2191210003
Sandi Reviani Pasaribu NIM: 2191210002
Annisa Salwa Nasution NIM: 2192210001

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI-UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
SEPTEMBER 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penyusun ucapkan terhadap kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih
lagi Maha Baik yang telah memberikan nikmat, karunia, dan kemudahan kepada penyusun dalam
menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu dan tanpa kendala sedikit pun.

Makalah ini membahas tentang ruang lingkup kajian lingusitik forensic yang akan dibahas
melalui lingusitik forensik.

Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna,
namun penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semua kritik dan saran
yang bersifat membangun bagi penulis sangat penulis terima dengan senang hati sebagai tolok
ukur untuk penyusunan karya tulis berikutnya.

Medan, September 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan 4
D. Manfaat 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat Lingustik Forensik 6
B. Pengertian Lingustik Forensik 7
C. Linguistik Forensik Membuka Makna Tersembunyi

D. Ruang Lingkup Linguistik Forensik 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan 10

3
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Linguistik forensik merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari dan mengkaji ilmu
bahasa dalam ranah hukum. Saletovic dan Kisicek (Santoso, 2013) menyatakan bahwa ilmu
linguistik forensik adalah cabang dari linguistik terapan yang mengkaji antara interaksi, bahasa,
kriminalitas, dan hukum.
Linguistik forensik dapat didefinisikan sebagai penerapan ilmu linguistik dalam bidang
hukum, (Coulthard & Johnson, 2010; Gibbons & Turell, 2008; Olsson, 2004). Sehingga dapat
dipahami bahwa linguistik forensik adalah penerapan ilmu linguistik yang dapat meliputi teori,
metode dan analisis bahasa untuk keperluan di bidang hukum, misalnya hukum pidana, hukum
perdata, hukum tata negara, hukum adat, hukum lingkungan, dan lain-lain.
Penerapan ilmu linguistik di bidang hukum terus berkembang misalnya dalam penyelesaian
kasus pencemaran nama baik, pengancaman, pemerasan, pembunuhan, persengketaan,
plagiarisme, korupsi dan lain sebagainya (Shuy, 1993; Solan & Tiersma, 2005; Susanto, 2017).
Selain dimanfaatkan untuk membantu penyelesaian kasus hukum, linguistik forensic juga
digunakan dalam upaya kontra-terorisme dan intelijen, misalnya dalam melakukan identifikasi
dan verifikasi data suara yang disadap.
Sebagai pengembangan dalam penerapan ilmu linguistik di bidang hukum, dimensi analisis
bahasa yang digunakan untuk linguistic forensik merupakan hal penting untuk dibahas. Maka
penelitian ini betujuan untuk membahas potensi dimensi analisis bahasa yang digunakan untuk
linguistik forensik yang dikaitkan dengan 2 (dua) ragam utama yaitu ragam lisan dan ragam tulis.
Dalam kedua ragam tersebut, pembahasan melibatkan 3 (tiga) bidang kajian yaitu bahasa dalam
proses hukum, bahasa dalam produk hukum dan bahasa dalam alat bukti hukum. Contoh dari
rujukan penelitian dan kasus hukum ditampilkan untuk pendalaman potensi yang terkait dengan
analisis bahasa dalam linguistic forensic.
Adapun hal yang menjadi perhatian utama dalam linguistik forensik menurut Coulthard dan
Johson (2007) menyatakan bahwa perhatian utama dari linguistik forensik, yaitu (1) bahasa dari
dokumen legal; (2) bahasa dari polisi pengegak hukum; (3) interview dengan anak-anak atau
saksi- saksi yang rentan dalam sistem hukum; (4) interaksi dalam ruang sidang; (5) bukti-bukti
linguistik dan kesaksian ahli dalam persidangan; (6) kepengarangan dan plagiarisme; dan (7)

4
fonetik forensik dan identifikasi penutur (hlm. 5). Jadi, hal yang menjadi perhatian utama dalam
linguistik forensik ada tujuh hal. Ketujuh hal tersebut saling berhubungan satu sama lain dan
tidak bisa terpisahkan.

2.1 Rumusan Masalah


Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini ialah:
1. Apa yang dimaksud dengan lingusitik forensik?
2. Bagaimana sejarah singkat linguistic forensik?
3. Bagaimana peran linguistic dalam membuka makna tersembunyi?
4. Bagaimana ruang lingkup linguistic forensik?

5
BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Linguistik Forensik


Istilah linguistik forensik pertama kali digunakan pada tahun 1968 di Inggris.
Pada saat itu, istilah tersebut dipakai dalam laporan hasil kerja seorang ahli bahasa yang
bernama Jan Startvik dalam sebuah kasus pembunuhan (Startvik, 1968). Kasus
pembunuhan tersebut terjadi tahun 1949 dan Timothy John Evans, sebagai terdakwa,
dihukum gantung tahun 1950. Dalam kasus tersebut, yang menjadi korban pembunuhan
adalah Beryl Susan Evans, istri Timothy John Evans sendiri, dan Geraldine, bayi
perempuanya yang masih berumur 14 bulan. Dalam laporannya, Startvik menganalisis 4
(empat) dokumen pernyataan tertulis Evans untuk polisi yang diindikasikan berisi
pengakuannya.
Hasil analisis yang dilakukan Startvik menunjukkan bahwa kalimat-kalimat
pernyataan tertulis Evans itu tidak semuanya berasal dari dirinya. Kemudian hasil temuan
Svartvik tersebut diajukan untuk penyelidikan publik dan akhirnya Evans secara
anumerta diampuni. Linguistik forensik semakin berkembang dan menjadi sebuah
disiplin ilmu. Banyak ahli bahasa yang secara khusus memperkenalkan dan mengajarkan
lingustik forensik di lembaga akademi. Penelitian-penelitian di bidang ini juga ikut
berkembang ditandai dengan adanya beragam tulisan mengenai laporan hasil-hasil
penelitian. Selain itu, para ahli bahasa juga membentuk organisasi-organisasi profesi.
Diantaranya adalah Asosiasi Internasional untuk Ahli Linguistik Forensik dan Asosiasi
Internasional untuk Ahli Fonetik dan Akustik Forensik.

B. Linguistik Forensik
McMenamin mendefinisikan linguistik forensik sebagai studi ilmiah mengenai
bahasa yang diterapkan untuk keperluan forensik dan pernyataan hukum. Adapun
menurut Olsson linguistik forensik adalah hubungan Antara bahasa, tindak kriminal, dan
hukum yang di dalamnya termasuk penegak hukum, masalah hukum, perundang-
undangan, perselisihan atau proses hukum, bahkan perselisihan yang berpotensi
melibatkan beberapa pelanggaran hukum yang ditujukan untuk mendapatkan penyelesain
hukum.

6
Linguistik forensik mengaplikasikan teori-teori linguistik dalam suatu peristiwa
kebahasaan yang terlibat dalam proses hukum, baik dalam bentuk produk hukum,
interaksi dalam proses peradilan, dan dalam interaksi antarperorangan yang
mengakibatkan timbulnya dampak hukum tertentu. Dalam hal ini, menurut Coulthard dan
Johnson bahwa teori-teori linguistik yang diaplikasikan meliputi teori tata bahasa,
percakapan, analisis wacana, linguistic kognitif, tindak tutur, teori dan teknik linguistik
deskriptif, seperti fonetik dan fonologi, leksis, sintaksis, semantik, pragmatik, wacana,
dan analisis teks
Hal-hal yang dikaji dalam linguistik forensik meliputi: 1) analisis penggunaan
bahasa dalam ranah hokum, 2) penyelidikan unsur terdalam dalam penggunaan bahasa,
yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bukti dalam proses hukum dan 3) menelaah
penggunaan bahasa para aparat penegak hukum dalam proses peradilan, baik penyidikan
maupun persidangan.

C. Peran Linguistik Dalam Membuka Makna Tersembunyi


Linguistik forensik melibatkan topik-topik atau isu bahasa hukum, saksi, terduga
pelaku tindak kejahatan, dan kasus perdata. Dengan bahasa sederhana, linguistik forensik
mencakup analisis bahasa tertulis dan lisan untuk tujuan hukum. Dalam beberapa kasus
yang ada di Indonesia, beberapa bentuk bukti linguistik forensik digunakan di
pengadilan, seperti bukti teks, email dan analisis percakapan melalui media telah
digunakan dan disajikan sebagai bukti yang jelas dalam pengadilan (Lisina, 2013). Oleh
karenanya, dalam menafsirkan suatu teks harus memahami konstruksi bahasa secara
menyeluruh. Lebih jauh lagi karena setiap jenis dokumen memiliki struktur dan konteks
yang berbeda.
Prinsip-prinsip linguistik seperti analisis wacana dan teori bahasa akan digunakan
oleh ahli bahasa forensik untuk memberikan pendapat mereka di pengadilan. Kontribusi
ahli bahasa sangat membantu bagi para penyidik dalam menafsirkan pernyataan yang
bias dan ambigu. Dalam beberapa studi, ahli bahasa dan penyidik kepolisian memiliki
tujuan yang sama, yaitu untuk mendapatkan kejelasan informasi dalam sebuah
komunikasi. Namun wewenang untuk memutuskan suatu kasus adalah hak polisi,

7
tanggung jawab ahli bahasa hanya memberikan pendapat tentang hal-hal penting yang
berkaitan dengan analisis bahasa.

Linguis sebagai Saksi Ahli


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), saksi ahli adalah orang yang
dijadikan saksi karena keahliannya, bukan karena terlibat dengan suatu perkara yang
sedang disidangkan. Artinya, seorang saksi ahli haruslah memahami ilmu hukum dan
ilmu bahasa juga. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, linguis dapat dikatakan atau
dikategorikan sebagai saksi ahli jika ia benar-benar ahli di bidang bahasa dan hukum,
memiliki pengatahuan yang terkait dengan isu-isu tertentu, dan memiliki pengalaman
yang mumpuni di bidang tersebut.
Olsson (Santoso, 2013) mengatakan bahwa seorang saksi dapat memberikan
keterangan ahli jika kesaksiannya berdasarkan fakta atau data yang cukup, kesaksian
tersebut merupakan produk dari prinsip atau metode yang reliabel, dan saksi telah
menerapkan prinsip dan metode yang reliabel pada fakta-fakta yang ada dalam sebuah
kasus.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat ditarik simpulan, seseorang bisa menjadi
saksi
ahli dan memberikan kesaksiannya di pengadilan jika ia memiliki fakta atau data yang
cukup
terhadap isu yang dipermasalahkan, memiliki kesaksian yang merupakan produk dari
prinsip
atau metode yang reliabel, serta menerapkan prinsip reliabel tersebut pada fakta-fakta
yang
diperoleh dari isu yang dipermasalahkannya.

Kriteria Saksi Ahli


Seorang saksi ahli haruslah orang yang benar-benar ahli di bidangnya. Keahlian
tersebut dapat diperoleh dari pendidikan formal atau pun pendidikan nonformal. Dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), kriteria menjadi seorang saksi ahli
tidak diatur lebih lanjut. Shinder (Sudyana, 2015) memaparkan beberapa faktor dan

8
kriteria
yang harus dimiliki oleh seorang saksi ahli:
1) gelar pendidikan tinggi atau pelatihan lanjutan di bidang tertentu;
2) mempunyai spesialisasi tertentu;
3) pengakuan sebagai guru, dosen, atau pelatihan di bidang tertentu;
4) literasi professional jika masih berlaku
5) ikut sebagai keanggotaan dalam suatu organisasi profesi: posisi
kepemimpinan dalam organisasi tersebut lebih bagus
6) publikasi artikel, buku, atau publikasi lainnya dan bisa juga sebagai
reviewer.
Ini akan menjadi salah satu pendukung bahwa saksi ahli mempunyai pengalaman yang
panjang
7) spesifikasi teknis
8) penghargaan atau pengakuan dari industri.
Berdasarkan pendapat tersebut, seseorang dapat dikatan sebagai saksi ahli jika ia
mempunyai pendidikan yang tinggi atau pelatihan tertentu yang relevan di bidangnya,
mempunyai spesialisasi, mengikuti organisasi profesi yang relevan, mempublikasikan
tulisannya baik berupa artikel, buku, atau publikasi lainnya, memiliki spesifikasi teknis
dan pernah mendapatkan penghargaan atau pengakuan dari suatu industri atau lembaga.
Seorang saksi ahli jika kehadirannya dalam persidangan kapabilitasnya diragukan oleh
salah satu pihak, maka pihak tersebut bisa mengajukan keberatan dan hakim akan
memberikan penilaian selanjutnya untuk menerima atau menolak keberatan tersebut. Jika
keberatan diterima, saksi ahli tersebut akan digantikan oleh saksi ahli yang lain. Oleh
karena itu, seorang saksi ahli haruslah selektif agar kesaksiannya akuntabel dan kredibel.

Kriteria Keilmiahan Bukti Linguistik


Fenomena kebahasaan dapat dijadikan bukti di suatu persidangan. Dalam hal ini,
linguis sebagai saksi ahli pun memiliki peranan yang penting dalam memaparkan
pembuktiannya. Bukti- bukti linguistik sebelum dipaparkan di persidangan harus
dianalisis
terlebih dahulu sejauh mana bukti-bukti tersebut dapat diterima, relevan dengan isu, dan

9
valid. Bukti-bukti linguistik meliputi transkripsi, leksikal, morfologi, sintaksis, semantik,
wacana, dan sosiolinguistik. Gibbons (2007) memaparkan kriteria keilmiahan bukti
linguistik dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang berisi tentang bukti-
bukti
yang berkaitan dengan peristiwa komunikasi dan kelompok yang berisi tentang bukti
yang
berkaitan dengan kepengarangan.

D. Ruang Lingkup Linguistik Forensik


Tataran linguistic yang berkaitan dengan linguistic forensik adalah fonetik
akustik, analisis wacana, dan semantic serta berkaitan juga dengan pragmatik dan
psikolinguistik. Aplikasi linguistik mencakup pada identifikasi suara atau rekaman,
interpretasi makna yang diungkapkan dalam hukum dan tulisan hukum, analisis wacana
yang dimaksudkan dalam pernyataan lisan dan tertulis seperti pengakuan, identifikasi
penulisan, bahasa hukum, analisis bahasa ruang sidang yang digunakan oleh peserta
siding misalnya hakim, pengacara, dan saksi, serta interpretasi dan terjemahan yang bias
lebih dari satu bahasa harus digunakan dalam konteks hukum. Adapun ruang lingkup
kajian linguistik forensik antara lain 1) bahasa dari dokumen legal; 2) bahasa dari polisi
dan penegak hukum; 3) interview dengan saksi yang rentan dalam sistem hukum; 4)
interaksi dalam ruang siding; 5) bukti-bukti linguistic dan kesaksian ahli dalam
persidangan; 10) kepengarangan dan plagiarism; 7) fonetik forensik dan identifikasi
penutur.
Adapun masalah-masalah dalam ruang lingkup kajian linguistik forensik adalah:
1) Identifikasi penutur berdasarkan dialek, gaya bicara, aksen, hingga kadangkala
menganalisis tulisan tangan tersangka untuk mendapatkan profilnya; dan 2) melakukan
analisis isi dan makna dalam tuturan yang berkaitan dengan konteks kebahasaan yang
dapat digunakan sebagai bukti peradilan.

10
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
McMenamin mendefinisikan linguistik forensik sebagai studi ilmiah mengenai
bahasa yang diterapkan untuk keperluan forensik dan pernyataan hukum. Adapun
menurut Olsson linguistik forensik adalah hubungan Antara bahasa, tindak kriminal, dan
hukum yang di dalamnya termasuk penegak hukum, masalah hukum, perundang-
undangan, perselisihan atau proses hukum, bahkan perselisihan yang berpotensi
melibatkan beberapa pelanggaran hukum yang ditujukan untuk mendapatkan penyelesain
hukum.
Linguistik forensik melibatkan topik-topik atau isu bahasa hukum, saksi, terduga
pelaku tindak kejahatan, dan kasus perdata. Dengan bahasa sederhana, linguistik forensik
mencakup analisis bahasa tertulis dan lisan untuk tujuan hukum.

Adapun ruang lingkup kajian linguistik forensik antara lain 1) bahasa dari
dokumen legal; 2) bahasa dari polisi dan penegak hukum; 3) interview dengan saksi
yang rentan dalam sistem hukum; 4) interaksi dalam ruang siding; 5) bukti-bukti
linguistic dan kesaksian ahli dalam persidangan; 11) kepengarangan dan plagiarism; 7)
fonetik forensik dan identifikasi penutur. Adapun masalah-masalah dalam ruang lingkup
kajian linguistik forensik adalah: 1) Identifikasi penutur berdasarkan dialek, gaya bicara,
aksen, hingga kadangkala menganalisis tulisan tangan tersangka untuk mendapatkan
profilnya; dan 2) melakukan analisis isi dan makna dalam tuturan yang berkaitan dengan
konteks kebahasaan yang dapat digunakan sebagai bukti peradilan.

11

Anda mungkin juga menyukai