Anda di halaman 1dari 18

LINGUISTIK FORENSIK

LINGUISTIK DALAM BAHASA HUKUM

Makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah linguistik forensik

Dosen pengampu : Embang Logita, M. Pd.

Disusun oleh :

Dimas Alif Rafi’atsal (742010121009)

Muhammad Isamirul (742010121120)

Nizar Fauzi Elyantino (742010121163)

Rangga Jordan Rifaldi (742010121053)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS PERGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS WIRALODRA INDRAMAYU 2022/2023

Jl. Ir. H Juanda KM. 03, Karanganyar, Indramayu, Kec. Indramayu, Kab. Indramayu,
Jawa Barat 45213
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Identifakasi Masalah.............................................................................................3
1.3 Tujuan dan manfaat..............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................4
2.1 Hal-hal yang mencangkup linguistik forensik dalam Bahasa
hukum..........................................................................................................4
2.2 Aspek dari linguistik dalam bahasa hukum........................................................6
BAB III PENUTUP........................................................................................................13
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................13
3.2 Saran....................................................................................................................14

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kesehatan serta
kekuatan bagi penulis untuk melangsungkan penulisan proposal usulan penelitian
ini. Penulis berprinsip bahwa belajar merupakan sebagian dari keimanan, karena
dengan belajar penulis dapat menyadari kebesaran ciptaan-Nya. Tak ada sesuatu
di dalam langit dan bumi yang luput dari perhatian-Nya. Penulis menyadari atas
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal usulan penelitian ini dengan
judul. “LINGUISTIK DALAM BAHASA HUKUM”.

Dalam penyusunan makalah ini, Penulis mendapatkan dukungan serta bimbingan


dari lingkungan penulis. Penulis mengucapkan terimabkasih Kepada Ibu Embang
Logita, M. Pd. selaku dosen mata kuliah linguistik forensik yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis hingga saat ini.

Penulis menyadari bahwa tidak ada kesempurnaan di dunia, Termasuk Makalah


ini. Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki di dalam makalah. Maka
penulis mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini dapat menjadi lebih
layak, Serta penulis bisa lebih baik untuk melakukan penulisan kedepan. Penulis
berharap semoga denganadanya makalah ini, Dapat memberikan manfaat
keilmuan di bidang hukum serta menjadi motivasi bagi penulis untuk membuat
karya tulis yang selanjutnya.

Kamis, 26 Oktober 2023

Penulis

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Linguistik Forensik merupakan cabang ilmu liguistik yang mempelajari dan


mengkaji ilmu bahasa dalam ranah hukum. Cabang linguistik ini mengkaji secara
lebih dalam tentang penggunaan bahasa yang digunakan oleh seseorang yang
terlibat dalam suatu kasus.

Tujuan ilmu lingustik forensik adalah penggunaan bahasa sebagai bukti dalam
kasus peradilan seperti merek dagang, persengketaan kontrak (perjanjian),
defamasi (fitnah, pencemaran nama baik, penhinaan/penistaan), hasutan,
konspirasi, penyuapan, sumpah palsu (keterangan/kesaksian palsu), pengancaman,
praktik-praktik penipuan perdagangan, dan pelanggaran hak cipta.

linguistik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kajian linguistik murni dan
kajian linguistik yang dikaitkan dengan disiplin ilmu lain. Kajian linguistik murni
dapat dilakukan secara fonologis, morfologis, sintaksis, dan semantis (Verhaar,
210: 9—16). Kajian linguistik yang dikaitkan dengan disiplin ilmu lain, antara
lain, kajian sosiologis, kajian linguistik antropologis, dan linguistik forensik.

Tidak ada ranah hidup manusia yang tidak disentuh oleh komunikasi. Dalam
pada itu, tidak ada ranah hidup manusia yang tidak disentuh oleh bahasa, yang
merupakan alat komunikasi dalam arti luas. Logika inilah yang membuat ilmu
bahasa, linguistik, dapat punya peran/andil dalam ranah hukum dan peradilan.
Linguistik forensik berperan sebagai sebuah pisau-kaji yang mengupas dan
menjabarkan secara linguistik interaksi bahasawi yang terjadi antara „orang-orang
legal‟ dan „orang-orang awam‟. Yang dimaksud dengan „orang-orang legal‟ di
sini mencakup pembuat undangundang, pembuat kitab hukum, pembuat
peraturan, sampai pada petugas kepolisian. Sementara itu, „orang-orang awam‟
adalah siapa saja yang menjadi „lawan-bicara‟ dari orang-orang legal.

Linguistik forensik juga berurusan dengan masalah identifikasi penutur


berdasarkan dialek, gaya bicara, atau aksennya, bahkan kadang kala menganalisis
tulisan tangan tersangka untuk mendapatkan profilnya, mencocokkan rekaman
suara tertuduh dengan sejumlah tersangka, menganalisis ciri-ciri sidik suara

1
seseorang, memastikan bahwa rekaman suara yang ada adalah asli dan bukan
merupakan rekayasa, serta menyaring dan memilah berbagai kebisingan yang ikut
terekam untuk mengetahui latar di mana rekaman itu dibuat. Semua analisis ahli
linguistik forensik itu menjadi bahan pertimbangan di pengadilan. Ahli linguistik
forensik sering kali dimintai pendapat sebagai saksi ahli.

Bahasa sudah menjadi dasar dalam mengungkapkan berbagai kasus-kasus


dalam ranah hukum. Adanya penggunaan kaidah-kaidah kebahasaan dalam ranah
hukum, menjadikan ilmu linguistik berperan ganda (interdisipliner) sehingga
muncul sebuah kajian bahasa hukum yang disebut juga dengan linguistik forensik.
Segala peristiwa yang berkaitan dengan ranah hukum selalu menggunakan kaidah
kebahasaan untuk menjadikan pondasi hukum yang kuat atau sebagai alat untuk
memecahkan sebuah masalah. Bahasa yang digunakan dalam hukum merupakan
suatu bentuk penulisan yang berdasarkan suatu kebiasaan yang terus-menerus
dipergunakan oleh orang yang berkecimpung dalam bidang hukum. Kenyataan
yang terjadi saat ini terkadang bahasa hukum hanya dapat dimengerti oleh orang-
orang yang berkecimpung di dunia hukum dan orang-orang awam hanya
mengikut atau dengan kata lain seolah-olah mengerti.

Padahal, bahasa yang digunakan dalam bidang hukum adalah bahasa


Indonesia umum. Berkaitan dengan hal tersebut, tentu penggunaan bahasa hukum
bersifat tertulis dan lisan. Adapun proses hukum yang bersifat lisan tetap
dikonstruksikan ke dalam transkripsi teks, mengingat sebagai dasar acuan dan
bukti secara sah. Bahasa hukum yang bersifat lisan biasanya digunakan dalam
proses kepolisian dan persidangan.

2
1.2 Identifakasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis mengidentifikasi


masalah sebagai berikut:

1. Hal-hal apa saja yang mencakup linguistik dalam Bahasa Hukum?

2. Apa aspek dari linguistik dalam bahasa hukum?

1.3 Tujuan dan manfaat

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah diuraikan
diatas, Maka tujuan penulis ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hal-hal yang mencakup linguistik forensik dalam bahasa


Hukum.

2. Untuk mengtahui aspek dari linguitik dalam bahasa hukum.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hal-hal yang mencangkup linguistik forensik dalam Bahasa hukum

Bahasa sebagai salah satu aspek kognitif dalam diri manusia tidak dapat
dilepaskan dari konspirasi para pelanggar hukum maupun para penegak
hukumnya. Di sinilah peran ahli bahasa (linguis) menyumbangkan pemikiran
dalam menganalisis aspek-aspek kebahasaan dalam konteks penanganan kasus-
kasus pelanggaran hukum. Para linguis hendaknya tidak terlena dengan rimba
kebahasaannya saja, tetapi juga menyumbangkan pemikiran analisis
kebahasaannya dalam kasus-kasus hukum mengingat segala peristiwa komunikasi
dari pelanggaran hingga penanganan dan keputusan hukum terhadap
pelanggarannya tidak dapat dilepaskan dari aspek kebahasaan baik lisan maupun
tulisan. Inilah keterkaitan bahasa dan hukum.
Jadi, sudah selayaknyalah jika para linguis merambah ranah hukum
dengan analisis kebahasaannya. Metode linguistik kiranya dapat membedah segala
aspek kebahasaan dalam setiap peristiwa pelanggaran maupun penanganan hingga
keputusan hukumnya. Untuk itu, dalam artikel ini penulis mencoba merangsang
para linguis atau pemerhati maupun penggiat bahasa untuk mendiskusikan perihal
linguistik forensik. Istilah linguistik forensik merujuk pada pengertian kajian ilmu
bahasa dalam ranah hukum.
Hal-hal yang mencakup linguistik forensikl dalam bahasa hukum :
(1) Bahasa dalam Teks-Teks Hukum
Studi bahasa terhadap teks-teks hukum mengarahkan kajian bahasa lebih
lanjut terhadap teks-teks forensik. Studi ini dapat diawali dengan mengkaji atau
menganalisis tipe-tipe dan bentuk teks. Teks tulis maupun bahasa lisan dapat
menjadi teks forensik jika teks-teks tersebut digunakan dalam konteks kasus
hukum dan kriminal. Analisis linguistik forensik juga menyentuh ranah dokumen
kebijakan hukum yang dibuat oleh pemerintah hingga keputusan hukum di
pengadilan. teks hukum sudah semestinya mudah dipahami oleh orang umum
karena pemahaman teks hukum yang baik akan membuahkan rasa keadilan bagi

4
orang-orang yang terlibat dalam suatu permasalahan. Bahasa, dengan demikian,
dapat dikatakan “terlibat” dalam suatu produk hukum dalam hal unsur. Penyusun
produk hukum tersebut. Oleh karena itu, sering ahli bahasa juga dilibatkan untuk
memberikan pendampingan aspek kebahasaan dalam proses penyusunan suatu
produk hukum sehingga keterbacaan produk hukum tersebut lebih baik. Inilah
kontribusi pertama ahli bahasa terhadap suatu produk hukum, yakni memberikan
pendampingan aspek kebahasaan pada saat penyusunan produk hukum.
Keterlibatan ahli bahasa dalam produk hukum tidak hanya sampai pada tahap
penyusunan suatu produk hukum, tetapi juga pada tahap kedua, yakni pemahaman
terhadap produk hukum itu sendiri. Ahli bahasa melalui ilmu bahasanya dapat
menjadi jembatan untuk membantu memahami suatu produk hukum yang untuk
memahaminya diperlukan upaya penafsiran (Tiersma, 2010). Hal ini, lanjut
Tiersma, disebabkan penafsiran bahasa produk hukum berbeda dengan bahasa
dalam teks lain. Teks hukum bersifat silent sehingga tidak dapat dikonfirmasi
pemaknaannya. Salah satu upaya penafsiran adalah dengan melakukan analisis
terhadap isi teks hukum yang akan sangat membantu keterpahaman teks tersebut.
Analisis. struktur teks hukum meliputi topik atau ide teks, pihak yang diatur
dalam teks hukum tersebut, dan sistematika teks akan membantu memetakan
konsep teks hukum sehingga diharapkan lebih mudah dipahami.
(2) Bahasa dalam Proses Hukum
Kajian bahasa dalam proses hukum mencakup pengujian kebahasaan terhadap
presentasi pembuktian oleh saksi, pernyataan dan pertanyaan hakim maupun
pembela dan penuntut, pengakuan pihak kepolisian, keputusan hakim, teknik
interogasi pihak penegak hukum, maupun proses sidang di pengadilan.
Contoh :
1. Proses pemeriksaan di kepolisian.
2. Proses persidangan di penngadilan.
Bahasa juga digunakan dalam bidang-bidang tertentu, salah satunya adalah
bidang hukum. Bahasa dalam bidang hukum memiliki ciri khas dan karakteristik
tersendiri. Bahasa hukum tidak dapat disamakan dengan bahasa yang digunakan
sehari-hari karena ada beberapa istilah-istilah yang berbeda pada penggunaannya.
Karakteristik bahasa hukum Indonesia terletak pada komposisi dan gaya bahasa
yang khusus dengan kandungan arti yang khusus. Hal ini disebabkan dalam

5
merumuskan, menyusun, menjabarkan ketentuan-ketentuan hukum, para ahli
hukum demi kepentingan hukum itu sendiri perlu menggunakan kata, istilah atau
ungkapan-ungkapan yang jelas, teliti, pasti, seragam, dan bersistem. Penggunaan
bahasa hukum akan banyak dijumpai dalam proses persidangan.
Persidangan merupakan situasi formal dalam suatu pengadilan yang
membahas masalah tertentu dalam upaya menghasilkan keputusan. Keputusan
dari persidangan ini akan mengikat seluruh elemen organisasi selama belum
diadakan perubahan. Keputusan ini sifatnya final, sehingga berlaku bagi pihak
yang setuju maupun tidak setuju, hadir atau tidak hadir dalam persidangan. Dalam
persidangan akan melibatkan berbagai partisipan seperti Hakim, Jaksa, Saksi, dan
Terdakwa.
Penggunaan bahasa non-formal dalam proses persidangan tanpa disadari
seringkali ditemui. Selain itu, pencampuran bahasa daerah dan bahasa asing juga
sering ditemui dalam suatu proses persidangan hukum pidana. Pencampuran
variasi bahasa itulah yang menarik dikaji dalam proses persidangan, yaitu faktor
yang memengaruhi penggunaan bahasa dalam proses persidangan.
2.2 Aspek dari linguistik dalam bahasa hukum
Peristiwa komunikasi dalam peradilan maupun ranah hukum lainnya baik lisan
maupun tulisan memberikan indikasi adanya bentuk wacana (teks) khusus. Di
sinilah peran ahli bahasa (linguis) ditantang untuk membedah peristiwa
komunikasi dalam ranah hukum secara deskriptif.
Linguistik dalam bahasa hukum merupakan cabang studi yang mengeksplorasi
penggunaan bahasa dalam konteks hukum. Ini mencakup analisis teks hukum,
interpretasi dokumen hukum, serta peran bahasa dalam proses peradilan. Beberapa
aspek penting dari linguistik dalam bahasa hukum melibatkan:
1). Semantik Hukum
Semantik adalah cabang linguistik yang mempelajari arti/makna yang
terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Dengan kata lain,
semantik adalah pembelajaran tentang makna. Biasanya dikaitkan dengan dua
aspek lain: sintaksis, pembentukan symbol kompleks dari symbol yang lebih
sederhana, serta pragmatic, penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada
konteks tertentu.

6
Semantik hukum adalah ilmu pengetahuan hukum yang menyelidiki
makna atau arti kata-kata hukum. Dalam konteks ini, semantik hukum bukanlah
secara linguistik, melainkan secara sosiologis, karena hukum menggunakan
bahasa sebagai medianya. Semantik hukum merupakan sub bahasan yang biasa
diajarkan dalam semester pertama dan merupakan sub materi dari bahasa hukum
Indonesia. Dalam praktik hukum di Indonesia, bahasa Indonesia digunakan
sebagai bahasa hukum yang tertulis. Semantik hukum dapat dikaitkan dengan dua
aspek lain, yaitu sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih
sederhana, serta pragmatik, penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada
konteks tertentu. Dalam semantik hukum, terdapat tiga tataran analisis bahasa,
yaitu fonologi, gramatikal, dan semantik.
Menurut Ferdinand de Saussure (1996)
Mengemukakan semantik yaitu yang terdiri dari :
Komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan
Komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu.
Kedua komponen ini adalah merupakan tanda atau lambang, sedangkan yang
ditandai atau yang dilambanginya adalah sesuatu yang berbeda diluar bahasa yang
lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk.
Menurut Tarigan (1985:2)
Mengatakan bahwa semantik dapat dipakai dalam pengertian luas dan dalam
pergertian sempit. Semantik dalam arti sempit dapat diartikan sebagai telaah
hubungan tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-
tanda tersebut.
Studi tentang makna kata dan frasa dalam konteks hukum. Penting untuk
memahami bagaimana frasa hukum dapat diartikan dan diinterpretasikan.
Semantik hukum, dalam konteks linguistik dalam bahasa hukum, fokus pada arti
kata dan frasa dalam teks-teks hukum. Ini melibatkan analisis tentang bagaimana
istilah-istilah hukum digunakan, didefinisikan, dan diinterpretasikan dalam suatu
sistem hukum.
Aspek semantik hukum mencakup:
1. Arti Tertentu Istilah Hukum: Studi tentang bagaimana istilah-istilah hukum
memiliki makna spesifik dalam konteks hukum, yang mungkin berbeda dari
makna umumnya. Ini memastikan kejelasan dan konsistensi interpretasi.

7
2. Penggunaan Kata dan Frasa: Analisis terhadap cara kata dan frasa digunakan
dalam dokumen hukum untuk memastikan bahwa teks tersebut dapat dipahami
dan diartikan dengan benar oleh pihak yang terlibat.
3. Ketelitian dalam Penyusunan Hukum: Memastikan bahwa setiap istilah hukum
yang digunakan dalam dokumen hukum didefinisikan dengan jelas dan diterapkan
secara konsisten untuk menghindari ambiguitas.
4. Peran Semantik dalam Interpretasi Hukum: Bagaimana arti kata dan frasa dapat
memengaruhi proses interpretasi hukum, terutama di pengadilan. Pemahaman
yang tepat tentang semantik hukum penting untuk menghindari kesalahpahaman
atau penafsiran yang keliru.
Semantik hukum membantu menciptakan ketepatan dan kejelasan dalam
bahasa hukum, mengurangi risiko ambiguitas atau interpretasi yang salah, dan
memastikan bahwa teks-teks hukum dapat diterapkan dan dipahami dengan
konsisten di dalam sistem hukum.

2). Pragmatik Hukum


Menyelidiki cara di mana bahasa digunakan dalam praktek hukum sehari-
hari, termasuk percakapan di pengadilan, dokumen hukum, dan komunikasi antara
pihak-pihak hukum.
pragmatics (n) – pragmatik – pragmatika
pragmatis (adj) : melihat sesuatu dari kegunaan
pragmatisme: aliran yang melihat sesuatu dari kegunaan
Dalam komunikasi, satu maksud atau satu fungsi dapat diungkapkan dengan
berbagai bentuk/struktur. Untuk maksud “menyuruh” orang lain, penutur dapat
mengungkapkannya dengan kalimat imperatif, kalimat deklaratif, atau bahkan
dengan kalimat interogatif. Dengan demikian, pragmatik lebih cenderung ke
fungsionalisme daripada ke formalisme. Pragmatik berbeda dengan semantik
dalam hal pragmatik mengkaji maksud ujaran dengan satuan analisisnya berupa
tindak tutur (speech act), sedangkan semantik menelaah makna satuan lingual
(kata atau kalimat) dengan satuan analisisnya berupa arti atau makna.
Pragmatik dalam Linguistik Forensik Sebagaimana sosiolinguistik,
pragmatik juga memainkan peran yang penting dalam kajian linguistik forensik.
Levinson (2008: 9) menjelaskan bahwa pragmatik merupakan studi mengenai

8
hubungan antara bahasa dan konteks yang digramatikalisasi dalam rangka
memahami pengguanaan bahasa. Pemahaman mengenai konteks, seperti
hubungan spasial, temporal, dan sosial dari partisipan dalam konteks hukum,
menjadi sangat penting. Pemahaman terhadap konsep-konsep tersebut akan
menuntun pada inferensi/penarikan kesimpulan yang tepat karena bahasa kerap
kali menyimpan maksud yang tidak sesuai dengan bentuk penggunaannya
sebagaimana yang tersaji dalam contoh berikut. A : “Bisakah Anda menemui saya
sekarang?” B : “Saya harus ke Jakarta pagi ini.” A : “Bagaimana jika besok
pagi?” Dari contoh percakapan di atas, B tidak menjawab bahwa ia tidak
bisa menemui A saat itu. Ia menggunakan bentuk yang lain yang menyatakan
bahwa ia tidak bisa menemui A dengan ungkapan Saya harus ke Jakarta pagi ini.
A memiliki pemahaman yang baik terhadap konsep hubungan spasial, temporal,
dan sosial sehingga ia mampu melakukan inferensi bahwa B tidak bisa
menemuinya saat itu sehingga ia menawarkan waktu lain untuk bertemu dengan
B. Selain itu, konsep-konsep lain tentang pragmatik yang perlu dipahami
berkaitan dengan kajian linguistik forensik adalah tentang maksim-maksim.
Levinson (2008: 101).

3). Analisis Kontrastif


Analisis kontrastif adalah cara untuk mendeskripsikan kesulitan atau kemudahan
pembelajar bahasa dalam belajar bahasa kedua dan bahasa asing, bukan saja
membandingkan unsur-unsur kebahasaan dan sistem kebahasaan dalam bahasa
pertama (B1) dengan bahasa kedua (B2), tetapi sekaligus untuk membandingkan
dan mendeskripsikan latar belakang budaya dari kedua bahasa tersebut sehingga
hasilnya dapat digunakan dalam pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing.
Hal yang melatarbelakangi lahirnya kajian ini bermula pada abad ke-18 pada saat
itu kaum intelektual bebandingkan berbagai bahasa secara sistematis dan
terperinci, namun tujuannya pada saat sangat sederhana yakni hanya ingin
mengungkap bukti suatu kelompok atau rumpun melalui pendekatan bahasa nenek
moyang.
1. Pengertian Analisis Kontrastif
Komparasi sistem – sistem linguistik dua bahasa, misalnya sistem bunyi atau
sistem gramatikal. Analisis kontrastif berupa prosedur kerja adalah aktivitas atau

9
kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1 (Bahasa ibu) dengan struktur
bahasa kedua (B2) untuk mengidentifikasi perbedaan – perbedaan diantara kedua
bahasa tersebut. Perbedaan – perbedaan antar dua bahasa yang diperoleh dan
dihasilkan melalui anakon, dapat digunakan sebagai landasan dalam meramalkan
atau memprediksi kesulitan – kesulitan atau kendala – kendala belajar berbahasa
yang akan dihadapi oleh para siswa disekolah terutama dalam mempelajari bahasa
kedua.
2. Hakikat Linguistik Kontrastif
Analisis kontrastif muncul akibat berkembangnya linguistik kontrastif, yakni
linguistik yang membandingkan dua bahasa atau lebih, berikut kebudayaan
pemakai bahasa yang dipelajari. Baradja (1981:5) berpendapat bahwa ada dua
alasan yang mendasari lahirnya analisis kontrastif, yakni : majunya linguistik
deskriptif-sinkronik dan majunya kajian-kajian teori pemindahan belajar (transfer
of learning).
Para ahli bahasa deskriptifsinkronik membanding-bandingkan bahasa dengan
tujuan menemukan persamaan dan perbedaan antara bahasa pertama yang telah
dikuasai siswa (B1) dengan bahasa target, bahasa yang sedang dipelajari siswa
(B2) guna keperluan pembelajaran bahasa kedua (B2) atau bahasa asing (BA).
Lebih lanjut, Fries (1945) (dalam Baradja, 1981:18) yang disebut sebagai Bapak
Analisis Kontrastif berpendapat bahwa bahan pembelajaran yang paling efektif
untuk pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing adalah bahan yang disusun
berdasarkan deskripsi ilmiah B2 yang dibandingkan secara teliti dengan deskripsi
B1. Hal ini berkembang secara pesat pada sekitar tahun 50-an hingga 60-an.
3. Analisis Linguistik Kontrastif
Linguistik Kontrastif (contransive linguistics) atau disebut juga dengan analisis
kontrastif (contransive analysis) termasuk mikrolinguistik. Kata contransive
terambil dari verba contrast yang artinya to set in opposition in order to show
unlikeness compare by observing differences ‘menempatkan secara berhadap-
hadapan dengan tujuan memperlihatkan ketidaksamaan dan membandingkan
dengan cara mengamati perbedaan-perbedaan’ (Richards, 1989). Jadi, Linguistik
kontrastif adalah salah satu model analisis bahasa dengan asumsi bahwa bahasa-
bahasa dapat dibandingkan secara sinkronis. Dengan kata lain, lingusitik
kontransif bersifat sinkronis, yaitu telaah bahasa didasarkan pada

10
kesejamanan/kesewaktuan dengan menggunakan data yang nyata pada saat itu.
Oleh karena itu, aspek kesejarahan dalam pendekatan sinkronis ini diabaikan atau
tidak terungkapnya latar belakang penggunaan bahasa yang dianalisis.
4. Tujuan Analisis Kontrastif
Menurut Sutedi (2000:117) tujuan dari analisis kontransif yaitu mendeskripsikan
berbagai persamaan dan perbedaan tentang struktur bahasa (obyek-obyek
kebahasaan) yang terdapat dalam dua bahasa yang berbeda atau lebih. Jadi,
analisis kontrastif bertujuan untuk mengidentifikasi segi-segi perbedaan atau
ketidaksamaan yang kontras (mencolok) antara dua bahasa atau lebih yang
diperbandingkan.
5. Ruang Lingkup Analisis Kontrastif
James dalam Putraidi mengkategorikan ruang lingkup analisis kontrastif menjadi
dua, yaitu analisis kontrastif linguistik mikro dan analisis kontrastif linguistik
makro.
Membandingkan bahasa dalam dokumen hukum dari berbagai yurisdiksi untuk
menyoroti perbedaan dan persamaan yang dapat mempengaruhi interpretasi
hukum.

4). Ketetapan Bahasa


Fokus pada kejelasan dan ketepatan dalam penyusunan dokumen hukum, agar
tidak ada ambiguitas yang dapat menyebabkan interpretasi yang keliru.

5). Retorika Hukum


Retorika hukum adalah penerapan teknik retorika dalam konteks hukum.
Retorika, sebagai seni berbicara, berkomunikasi, dan merangkai kata, digunakan
dalam hukum untuk melakukan proses persuasi atau mempengaruhi orang lain.
Dalam retorika hukum, terdapat lima hukum retorika yang digagas oleh Cicero,
yaitu:
1. Penemuan (Inventio): Pembicara menggali topik dan meneliti khalayak untuk
mengetahui argumen yang paling efektif.
2. Penyusunan (Dispositio): Menyusun pidato atau mengorganisasikan pesan
dengan cara yang logis dan efektif.

11
3. Gaya (Elocutio): Memilih kata-kata, gaya bahasa, dan gaya berbicara yang
tepat untuk mempengaruhi pendengar.
4. Memori (Memoria): Kemampuan pembicara untuk mengingat apa yang akan
disampaikan kepada khalayak atau mengingat hal-hal yang relevan di tengah
masyarakat.
5. Penyampaian (Pronuntiatio): Bagaimana cara pembicara menyampaikan pesan
secara lisan kepada khalayak, termasuk penggunaan intonasi, gestur, dan ekspresi
wajah yang tepat.
Dalam konteks hukum, retorika hukum digunakan oleh pengacara, jaksa, dan
hakim untuk mempengaruhi pendapat dan keputusan yang berkaitan dengan
hukum. Teknik retorika yang efektif dapat membantu dalam menyusun argumen
yang kuat, mempengaruhi pendengar, dan mencapai hasil yang diinginkan dalam
konteks hukum.

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Linguistik Forensik merupakan cabang ilmu liguistik yang mempelajari dan


mengkaji ilmu bahasa dalam ranah hukum. Cabang linguistik ini mengkaji secara
lebih dalam tentang penggunaan bahasa yang digunakan oleh seseorang yang
terlibat dalam suatu kasus.

Bahasa sudah menjadi dasar dalam mengungkapkan berbagai kasus-kasus dalam


ranah hukum. Adanya penggunaan kaidah-kaidah kebahasaan dalam ranah
hukum, menjadikan ilmu linguistik berperan ganda (interdisipliner) sehingga
muncul sebuah kajian bahasa hukum yang disebut juga dengan linguistik forensik.
Segala peristiwa yang berkaitan dengan ranah hukum selalu menggunakan kaidah
kebahasaan untuk menjadikan pondasi hukum yang kuat atau sebagai alat untuk
memecahkan sebuah masalah. Bahasa yang digunakan dalam hukum merupakan
suatu bentuk penulisan yang berdasarkan suatu kebiasaan yang terus-menerus
dipergunakan oleh orang yang berkecimpung dalam bidang hukum. Kenyataan
yang terjadi saat ini terkadang bahasa hukum hanya dapat dimengerti oleh orang-
orang yang berkecimpung di dunia hukum dan orang-orang awam hanya
mengikut atau dengan kata lain seolah-olah mengerti.

Penggunaan bahasa hukum dalam linguistik forensik

Linguistik dalam bahasa hukum merupakan cabang studi yang mengeksplorasi


penggunaan bahasa dalam konteks hukum. Ini mencakup analisis teks hukum,
interpretasi dokumen hukum, serta peran bahasa dalam proses peradilan. Beberapa
aspek penting dari linguistik dalam bahasa hukum melibatkan

1. Semantik Hukum

2. Pragmatik HUkum

3. Analisis Kontrasif

4. Ketetapan Bahasa

5. Retorika Hukum

13
3.2 Saran

Berdasarkan pemaparan dari makalah ini kita untuk menyempurnakan malakah ini
perlu kritik dan saran dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki yang kurang
dalam penyusunan makalah ini.atas kritik,saran,dan ide-ide yang di berikan sangat
membantu penulis dalam penyampaian makalah ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Asmayanti, Astri. “Linguistik Forensik: Linguis sebagai Saksi Ahli di


Persidangan”. (Online)
https://repositori.kemdikbud.go.id/20235/89/63.%20LINGUISTIK
%20FORENSIK_sunting.pdf. (Diakses tanggal 25 September 2023).

Hima, Rofiatul. "RAGAM BAHASA HUKUM DI INDONESIA: KAJIAN


LINGUISTIK FORENSIK". Dalam
http://repository.unmuhjember.ac.id/13197/. (diakses tanggal 26 Oktober
2023).

Ola, S. S. (2009). Bahasa Indonesia Ragam Hukum. Leksika, 3(1), 37–43.

Nuthihar & Mursyidin, 2020; Wijaya & Iqbal, 2017). Nuthihar, R., & Mursyidin.
(2020). Karakteristik Ragam Bahasa Hukum dalam Persidangan di
Pengadilan Negeri Banda Aceh. Metamorfosa, 8(1), 90–104.

Kristianto, Yohanes. "LINGUISTIK FORENSIK SEBUAH TINJAUAN


BAHASA DALAM RANAH HUKUM". dalam
https://jurnal.undhirabali.ac.id/index.php/litera/article/view/36
jurnal.undhirabali.ac.id. (diakses tanggal 26 Oktober 2023 ).

Hadikusuma, Hilman. 2013. "Semantik Hukum Bahasa Hukum Indonesia". dalam


https://www.pengacaraperceraianbalikpapan.com/2021/12/semantik-
hukum.html?m=1. (diakses 28 Oktober 2023)

Suwanto, Yohanes. 2009. "Pragmatik". dalam


https://yswan.staff.uns.ac.id/2009/04/08/pragmatik/. (diakses 28 Oktober
2023).
Hutto, David. 2002. "Buku Rhetorical, Journal of Historic Rhetoric" dalam
https://ilmusaku.com/retorika-adalah-5-hukum-retorika/. (diakses 28
oktober 2023).

15

Anda mungkin juga menyukai