Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KELOMPOK 2

BAHASA DAN KAIDAH HUKUM


Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis dan Argumentasi Hukum
Dosen Pengampu: Dr. Abdurrahman Rahim, S.H.I, M.H.

Disusun Oleh:

Athirah Camisha 11210440000011


Iara Rahma Dira 11210440000029
Afiantri Marliansyah 11210440000031

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2024
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat

dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Bahasa

dan Kaidah Hukum”. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Abdurrahman

Rahim, S.H.I, M.H. selaku dosen mata kuliah Analisis dan Argumentasi Hukum yang telah

memberikan kepercayaan kepada penyusun untuk menyelesaikan makalah ini.

Penyusun berharap agar dengan adanya makalah ini mahasiswa dapat mengetahui

dan memahami materi perkuliahan tentang Bahasa dan Kaidah Hukum. Penyusun juga

menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu,

penyusun mengharapkan adanya saran dan kritik demi perbaikan makalah yang akan datang.

Semoga makalah ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya bagi para pembaca.

Penyusun memohon maaf apabila terdapat kata yang kurang berkenan.

Ciputat, Maret 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................i


DAFTAR ISI..................................................................................................................0
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN .........................................................................................................1
A. Latar Belakang ....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................1
C. Tujuan Penulis ....................................................................................................2
BAB II ...........................................................................................................................2
PEMBAHASAN............................................................................................................3
A. Pengertian Bahasa Hukum dan Kaidah Hukum .................................................3
B. Urgensi Memahami Kaidah Hukum dan Bahasa Hukum ..................................4
C. Jenis-Jenis Kaidah Hukum dan Bahasa Hukum .................................................9
D. Hubungan Kaidah Hukum dan Bahasa Hukum ..................................................9
E. Contoh-Contoh Kaidah Hukum dan Bahasa Hukum .......................................11
BAB III ........................................................................................................................13
PENUTUP ...................................................................................................................13
A. Kesimpulan ...................................................................................................13
B. Saran .............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa tidak lepas dengan kehidupan manusia sehari-harinya karena bahasa
merupakan kunci dari komunikasi. Dengan bahasa manusia dapat menyuarakan ide
serta pendapatnya sehingga dapat menghasilkan perkembangan teknologi maupun
ilmu pengetahuan. Dalam hukum sendiri bahasa sangatlah penting karena bahasa
merupakan perangkat kerja dasar para praktisi hukum. Dalam hukum dikenal dengan
bahasa hukum yang merupakan topik interdisiplin antara ilmu hukum dan ilmu
linguistik. lmu hukum adalah disiplin ilmu yang bertengger di atas kepribadian
ilmunya sendiri (sui generis), oleh karenanya ilmu hukum memiliki logikanya sendiri,
yaitu logika hukum dan untuk kebutuhan, kepentingan keberfungsian keilmuannya
baik bidang akademik maupun bidang praktis.1

Bahasa hukum sendiri erat kaitannya dengan kaidah hukum karena mereka
bekerja mengatur, membentuk, dan menyusun kehidupan masyarakat. Kaidah hukum
sendiri ialah aturan yang dibuat oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara yang
aturan tersebut mempengaruhi sikap atau perbuatan yang dilakukan manusia. Bahasa
dan kaidah hukum juga mempunyai fungsi untuk mencapai keadilan. Oleh karena itu
bahasa dan kaidah hukum saling melengkapi satu sama lain.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bahasa hukum dan kaidah hukum?
2. Apa saja urgensi dari memahami bahasa hukum dan kaidah hukum?
3. Apa saja jenis-jenis dari bahasa hukum dan kaidah hukum?
4. Bagaimana hubungan antara bahasa hukum dan kaidah hukum?
5. Bagaimana contoh dari bahasa hukum dan kaidah hukum?

1
Nurul Qamar and Hardianto Djanggih, “Peranan Bahasa Hukum Dalam Perumusan Norma Perundang-
Undangan,” Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 11, no. 3 (2017): 337–47.

1
C. Tujuan Penulis
1. Untuk mengetahui pengertian dari bahasa hukum dan kaidah hukum.
2. Untuk mengetahui urgensi pentingnya memahami bahasa hukum dan kaidah
hukum.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis bahasa hukum dan kaidah hukum.
4. Untuk mengetahui hubungan antara bahasa hukum dan kaidah hukum.
5. Untuk mengetahui contoh dari bahasa hukum dan kaidah hukum.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bahasa Hukum dan Kaidah Hukum


Bahasa menjadi unsur paling penting bagi manusia, sebab bahasa merupakan alat
komunikasi yang digunakan untuk mengakomodasi maksud atau tujuan ke sesama manusia.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, bahasa merupakan rangkaian kata atau gabungan kata
yang disampaikan secara cernat untuk mengungkapkan makna dari apa yang dimaksud.2
Dalam disiplin ilmu bahasa merupakan media berpikir sehingga dengan bahasa manusia
dapat mengkomunikasikan gagasan atau pendapatnya sehingga mampu mengembangkan
penemuan-penemuan ilmiah dan teknologi di kehidupan manusia.

Dalam hukum sendiri bahasa sangatlah penting karena bahasa merupakan perangkat
kerja dasar para praktisi hukum. Dalam hukum dikenal dengan bahasa hukum yang
merupakan topik interdisiplin antara ilmu hukum dan ilmu linguistik. Bahasa hukum adalah
bahasa aturan dan peraturan yang memiliki tujuan untuk mewujudkan ketertiban dan
keadilan, guna mempertahankan kepentingan umum dan kepentingan pribadi dalam
masyarakat.3 Menurut Heikki Eero Sakari Mattila (profesor bahasa hukum & perbandingan
hukum asal Finlandia) dalam bukunya Comparative Legal Linguistics, fungsi bahasa hukum
ada 4 yaitu:4

1. Mencapai keadilan
2. Menyampaikan pesan hukum
3. Memperkuat otoritas hukum
4. Mempererat ikatan profesi hukum

2
Kudrat Abdillah and Lian Fawahan, “Peran Bahasa Dalam Konstruksi Hukum Di Indonesia” 1, no. 2 (2022):
117–33.
3
Qamar and Djanggih, “Peranan Bahasa Hukum Dalam Perumusan Norma Perundang-Undangan.”
4
Heikki E.S. Mattila, Comparative Legal Linguistics, Comparative Legal Linguistics, 2016,
https://doi.org/10.4324/9781315573106.

3
Mengenai pengertian kaidah, kaidah atau tata adalah aturan-aturan yang menjadi
pedoman bagi tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup. Dari beberapa pendapat para
peneliti terdapat beberapa kaidah yang menjadi pedoman hidup masyarakat salah satunya
kaidah hukum. Menurut R. Soeroso kaidah hukum adalah aturan-aturan yang mempunyai
sifat adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas mempertahankan, dan
membina tata tertib masyarakat dengan perantaraan alat-alatnya. Dapat dipahami juga kaidah
hukum merupakan peraturan hidup yang berisi perintah-perintah larangan-larangan, dan
asas-asas yang dibuat oleh badan-badan resmi negara dengan tujuan untuk mewujudkan
keadilan dan ketertiban dalam lingkungan masyarakat, yang apabila dilanggar akan
menimbulkan sanksi yang tegas serta nyata.5 Kaidah hukum ditinjau dari sudut isinya ada
tiga macam, yaitu kaidah hukum yang berisikan suruhan, kaidah hukum yang berisikan
larangan, dan kaidah hukum yang berisikan kebolehan. 6

B. Urgensi Memahami Kaidah Hukum dan Bahasa Hukum


1) Urgensi memahami bahasa hukum
Urgensi memahami bahasa hukum adalah untuk peningkatan integritas
masyarakat. Untuk itu dipahami bahwa hukum hanyalah suatu peraturan yang bersifat
pasif saja (das sollen). Hukum memerlukan masyarakat dalam keberlakuannya,
memerlukan dukungan dan pengakuan untuk penegakannya, memerlukan suatu
peristiwa konkret yang apabila dikenai olehnya akan menjadi suatu peristiwa hukum.
Dengan kata lain peristiwa konkret (das sein) disini memerlukan hukum agar bisa
menjadi suatu peristiwa hukum. Semuanya ini diwakili oleh bahasa hukum dan atas
dasar pengkajian itu, maka manusia yang menjalankan penegakan hukum benar-
benar menempati kedudukan yang penting dan menentukan dalam proses penegakan
hukum tersebut. Penegakan hukum selalu akan melibatkan manusia termasuk di
dalamnya adalah tingkah laku manusia. Disini proses penegakan hukum dikaitkan

5
Cecep Cahya Supena, “Tinjauan Tentang Kaidah Hukum Dan Kaidah-Kaidah Bukan Hukum Dalam Kehidupan
Manusia,” Moderat 7, no. 2 (2021): 211–24.
6
Abdullah Sulaiman, Penghantar Ilmu Hukum, UIN Jakarta Bersama Yayasan Pendidikan Dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia (YPPSDM Jakarta, 2019,
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/57878/1/PROF ABDULLAH Buku Pengantar Ilmu
Hukum.pdf.

4
pada tingkah laku orang yang menjalankannya, yaitu tingkah laku sosial yang
merupakan gerakan-gerakan badaniah yang dituntut oleh kemauan yang tak
terkendali dari orang-orang yang saling berinteraksi di dalam masyarakat, sarana
untuk ini adalah bahasa hukum. Kebutuhan akan keterampilan profesional hukum,
seperti akademisi hukum, praktisi hukum, maupun kosnultan hukum dihadapkan
pada hukum yang harus diselesaikan secara efektif.
Harus diakui bahwa bahasa merupakan salah satu sarana utama dalam
penegakan hukum dan kepastian hukum karena hukum dibangun di atas bahasa.
Dapat dikatakan tanpa bahasa, hukum tidak akan ada. Maka tidak dapat dipungkiri
bahwa hukum merupakan produk pemikiran. Pikiran akan stabil bila ditunjang
dengan bahasa. Kenyataannya, masih sedikit sekali perhatian terhadap peran bahasa
dalam bidang hukum. Instrumen hukum dalam bahasa Belanda masih banyak dipakai
dan tidak pernah diterjemahkan secara resmi, padahal sebagian besar penegak hukum
tidak lagi berbahasa Belanda. Alat-alat bantu bahasa, seperti kamus hukum sangat
sedikit ragamnya dan tidak beredar luas, sehingga kesepakatan pemahaman terhadap
terminologi hukum tidak dapat tercapai. Peran profesi hukum seperti hakim, jaksa,
advokat, notaris, dan konsultan hukum sangat besar. Mereka dituntut untuk membuka
diri dan membebaskan diri dari kebiasaan tertentu demi penegakan dan kepastian
hukum.
Bahasa hukum sebagai alat komunikasi mempunyai beberapa fungsi yaitu
fungsi simbolik, Fungsi emotif, dan fungsi afektif. Fungsi simbolik dari bahasa
hukum memungkinkan kita untuk memikirkan segala sesuatu yang berkaitan dengan
hukum, karena bahasa memberikan kemampuan perpikir secara teratur dan
sistematis. Perubahan bentuk objek faktual menjadi simbol hukum yang bersifat
abstrak diwujudkan melalui perbendaharaan kata. Kata-kata ini dirangkai menjadi
kalimat untuk mengungkapkan jalan pikiran maupun ekspresi hukum. Manusia hidup
dalam dunia pengalaman dan dunia simbolik yang dinyatakan dengan. Fungsi
simbolik dapat berupa bahasa yang mencerminkan bahasa isyarat. Ini merupakan
salah satu keistimewaan dari bahasa hukum. Contoh nyata yang sering kita temui
dalam kehidupan sehari-hari adalah pada simbol yang dipergunakan dalam aturan

5
berlalu lintas. Bahasa Hukum sebagai sarana komunikasi ilmiah hukum harus bersifat
jelas dan objektif serta harus terbebas dari unsur-unsur emotif. Bersifat emotif artinya
berusaha untuk memaksa dengan menggunakan bahasa sebagai sarana
komunikasinya dan dilakukan secara rasional. Adanya unsur emotif dalam
komunikasi ilmiah hukum, akan menjadikan komunikasi kurang sempurna, bahkan
hukum yang dikomunikasikan tidak sesuai dengan tujuan hukum itu sendiri.7
2) Urgensi memahami kaidah hukum
Dalam teori ilmu hukum, dapat dibedakan antara tiga hal mengenai
berlakunya hukum sebagai kaidah, yakni sebagai berikut:
a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada
kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas`dasar yang telah
ditetapkan.
b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif. Artinya,
kaidah itu dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima
oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaidah ini berlaku karena adanya
pengakuan masyarakat.
c. Kaidah hukum berlaku secara filosofis, apabila sesuai dengan cita hukum sebagai
nilai positif tertinggi.8

Agar hukum itu berfungsi, maka setiap kaidah hukum harus memenuhi ketiga
unsur kaidah di atas. Sebab apabila kaidah hukum itu hanya berlaku yuridis, ada
kemungkinan kaidah itu merupakan kaidah mati; kalau hanya berlaku secara
sosiologis dalam arti teori kekuasaan, maka kaidah itu menjadi aturan pemaksa;
apabila hanya berlaku secara filosofis, kemungkinannya kaidah itu hanya merupakan
hukum yang dicitacitakan (ius constituen-dum).9

Kaidah hukum diharapkan dapat melindungi dan memenuhi segala


kepentingan hidup manusia dalam hidup bermasyarakat. Kaidah hukum ini pada

7
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2009).
8
Zainuddin Ali, Filsafat Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2006). Hal 94
9
Satjipto S.H. Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat (Bandung: Penerbit Angkasa Bandung, 1982). Hal. 137

6
hakekatnya untuk memperkokoh dan untuk melengkapi pemberian perlindungan
terhadap kepentingan manusia yang telah dilakukan oleh ketiga kaidah sosial yang
lain. Bagi siapa yang melanggar kaidah hukum akan mendapat sanksi yang tegas dan
dapat dipaksakan oleh suatu instansi resmi. Perlindungan terhadap kepentingan
manusia dalam hidup bermasyarakat yang diberikan oleh kaidah agama, kaidah
kesusilaan dan kaidah kesopanan, ternyata belum cukup atau dirasakan masih kurang
memuaskan, sebab:
a. Jika terjadi pelanggaran terhadap kaidah agama, kesusilaan dan kesopanan,
sanksinya dianggap masih kurang tegas atau kurang dirasakan. Contoh:
Ketiga kaidah tersebut mewajibkan atau memuat larangan agar orang jangan
membunuh, jangan mencuri, jangan berzinah. Namun sanksinya kurang tegas
dan kurang dirasakan secara langsung. Jika itu berkaitan dengan kaidah
agama, sanksinya nanti di akhirat, padahal sanksi akhirat sangat tergantung
pada kadar keimanan seseorang. Kalau itu berkaitan dengan kaidah
kesusilaan, sanksinya datang dari dirinya sendiri, yang tentunya tergantung
pada hati nurani atau berbudi luhur tidaknya seseorang. Sedangkan kalau
berkaitan dengan kaidah kesopanan, memang sudah ada sanksi dari
masyarakat, namun hanya berupa cemoohan, gunjingan atau si pelanggar
tersebut dikucilkan.
b. Ternyata masih banyak kepentingan-kepentingan manusia yang belum
dilindungi oleh kaidah agama, kesusilaan dan kesopanan. Contoh: Ketiga
kaidah sosial tersebut tidak mengatur, bagaimana cara masuk di perguruan
tinggi, bagaimana cara melangsungkan perkawinan yang menjamin kepastian
hukum, bagaimana cara mengendarai kendaraan bermotor di jalan umum, dan
lain sebagainya. Dapat dianggap kedua hal tersebut di atas sebagai kelemahan,
dan sekaligus juga sebagai bukti bahwa ketiga kaidah sosial yang
bersangkutan dalam memberikan perlindungan terhadap kepentingan
manusia dalam hidup bermasyarakat masih kurang memuaskan. Oleh sebab
itu diperlukan kaidah hukum. Fungsi khusus kaidah hukum dalam
hubungannya dengan ketiga kaidah sosial yang lain ada dua, yaitu: pertama

7
untuk memberikan perlindungan secara lebih tegas terhadap kepentingan-
kepentingan manusia yang telah dilindungi oleh ketiga kaidah sosial yang
lain; kedua untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan-
kepentingan manusia yang belum dilindungi oleh ketiga kaidah sosial yang
lain Kaidah hukum memberikan perlindungan secara lebih tegas terhadap
kepentingan-kepentingan manusia yang telah dilindungi oleh ketiga kaidah
sosial yang lain. Adapun caranya dengan memberi perumusan yang jelas,
disertai dengan sanksi yang tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi yang
berwenang.10

Dengan demikian seseorang yang melanggar larangan-larangan tersebut di atas


dapat dikenakan dua macam sanksi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Antara Kaidah Hukum dan Kaidah Agama.


Sanksi sesuai dengan kaidah hukum, yaitu si pelanggar akan
dijatuhi pidana penjara dan atau denda akibat telah melakukan perbuatan
pidana. Sanksi sesuai dengan kaidah agama, yaitu bahwa si pelanggar
adalah berdosa dan nantinya akan mendapatkan hukuman dari Tuhan di
akhirat, disamping itu juga dapat terjadi akibat pelanggaran tersebut yang
bersangkutan mendapatkan penderitaan batin sewaktu hidup di dunia.
2. Antara Kaidah Hukum dan Kaidah Kesusilaan.
Dalam hal ini di samping dapat dikenai sanksi karena pelanggaran
kaidah hukum, si pelanggar dapat juga akan mendapatkan sanksi dari
dirinya sendiri, yaitu berupa tekanan batin. Bahkan dapat terjadi, sebagai
akibat tekanan batin yang terlalu berat seseorang terpaksa mengambil
jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
3. Antara Kaidah Hukum dan Kaidah Kesopanan.
Hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan itu
saling kait mengkait, bahkan sering terjadi geser-menggeser. Sebagai

10
Purnadi Purbacakara and Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, 6th ed. (Bandung: Citra Aditya
Bakrie, 1993).

8
contoh, soal pertunangan yang disertai pemberian hadiah pertunangan
dahulu adalah merupakan suatu lembaga hukum, tetapi sekarang
hanyalah sebagai lembaga kesopanan atau tatacara adat. Sebaliknya
banyak yang dahulu sebagai kesopanan atau sopan santun berlalu lintas,
sekarang banyak diantaranya yang sudah dijadikan ketentuan hukum lalu
lintas jalan. Menghina agama atau pemeluk agama lain yang sedang
beribadat, dahulu hanya dilarang oleh adat tetapi sekarang masuk
kedalam lapangan hukum
C. Jenis-Jenis Kaidah Hukum dan Bahasa Hukum
➢ Jenis Kaidah Hukum
a) Berdasarkan Substansinya atau Isinya
Kaidah hukum dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian. Pertama, kaidah
yang menginstruksikan tindakan yang harus dilakukan atau diikuti atau disebut
juga dengan kaidah hukum perintah. Kedua, kaidah hukum yang melarang
tindakan tertentu atau disebut dengan kaidah hukum larangan, dan ketiga, kaidah
hukum yang memberikan izin disebut juga dengan kaidah perkenan. Prinsip-
prinsip yang memberikan izin hanya berlaku jika pihak yang terlibat tidak
menetapkan ketentuan lain dalam perjanjian. Fungsi dari prinsip ini adalah untuk
mengisi celah dalam peraturan yang dibuat oleh pihak-pihak terkait.11
b) Berdasarkan Bentuknya
Dari bentuknya, kaidah hukum dapat berupa yang tidak tertulis maupun
tertulis. Pertama, kaidah hukum yang tidak tertulis tumbuh secara alami dan
bersama-sama dengan masyarakat, menyesuaikan diri dengan perkembangan
sosial. Karena tidak dicatat dalam bentuk tertulis, seringkali sulit untuk dipahami
dengan jelas. Kedua, kaidah hukum yang tertulis, seperti yang terdapat dalam
dokumen resmi seperti undang-undang, lebih mudah diakses dan memberikan
kepastian hukum yang lebih besar.12

11
Nimatul Huda and R. Nazriyah, Teori & Pengujian Peraturan Perundang-Undangan (Bandung: Nusa Media,
2011). Hal 16
12
Huda and Nazriyah. Hal. 17-18

9
c) Berdasarkan Sifatnya
Sifat kaidah hukum dapat dibedakan menjadi imperatif dan fakultatif.
Pertama, kaidah hukum yang bersifat imperatif berisi perintah dan larangan yang
harus diikuti secara mutlak. Ini berarti bahwa jika seseorang ingin melakukan
suatu tindakan, ia harus mematuhi kaidah hukum yang terkait dengan tindakan
tersebut; kaidah hukum tersebut adalah imperatif untuk tindakan tersebut. Kedua,
kaidah hukum yang bersifat fakultatif, di sisi lain, tidak mengikat secara mutlak.
Ini berarti bahwa seseorang dapat memilih untuk mematuhi atau tidak mematuhi
kaidah hukum yang terkait dengan suatu tindakan. Tidak mematuhi kaidah hukum
fakultatif berarti menciptakan kaidah hukum sendiri untuk mengatur tindakan
tersebut.13
➢ Jenis Bahasa Hukum
a) Bahasa Perundang-Undangan
Bahasa perundang-undangan merujuk pada bahasa yang digunakan dalam
dokumen-dokumen resmi yang dihasilkan oleh lembaga legislatif. Meskipun
memiliki kekhasan tersendiri, bahasa ini tetap harus mematuhi aturan tata bahasa
Indonesia, termasuk dalam pembentukan kata, penyusunan kalimat, dan
pengejaannya. Ragam bahasa perundang-undangan memiliki karakteristik yang
khas, seperti kejelasan, kelancaran, ketegasan, dan kesesuaian.
b) Bahasa Notaris
Istilah yang digunakan untuk mengacu pada bahasa yang digunakan dalam
dokumen hukum seperti akta notaris. Dalam akta notaris, terkadang penggunaan
bahasa yang ambigu dapat menimbulkan kebingungan bagi pembaca.
c) Bahasa Peradilan
Bahasa peradilan tercermin dalam keputusan hakim. Konten dari surat
keputusan pengadilan dimulai dengan frasa "demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa," yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1970 Pasal 4 ayat 1.14

13
Suadamara Ananda, “Tentang Kaidah Hukum,” Jurnal Hukum Pro Justitia 26, no. 1 (2008): 68–78. Hal. 77
14
Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar, Kertha Patrika Vol.30 No.2, Juli (2005). Hal 47-51

10
D. Hubungan Kaidah Hukum dan Bahasa Hukum
Kaidah hukum memiliki hubungan yang sangat erat dengan bahasa hukum.
Hubungan tersebut terletak pada bahasa hukum yang terdapat dalam aturan hukum, seperti
undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah, bahkan kebijakan-kebijakan
pemerintah. Bahasa hukum tentunya memiliki kekhasan yang sangat melekat pada bunyi dari
suatu kaidah hukum dalam peraturan perundang-undangan. Dalam menyusun rancangan
peraturan perundang-undangan tersebut, bahasa hukum merupakan suatu hal yang utama
karena bahasa hukum harus dapat memberikan kejelasan dari setiap pasal yang tercantum
dalam aturan tersebut. Kejelasan ini akan menimbulkan kepastian terhadap pengertian yang
diberikan oleh aturan tersebut. Dengan demikian, suatu aturan itu tidak menimbulkan banyak
penafsiran. Apalagi penafsiran yang jauh menyimpang dari yang dimaksudkan oleh aturan
tersebut. Sehingga dengan menggunakan bahasa hukum yang baik maka suatu aturan akan
dapat memberikan kepastian hukum terhadap masyarakat. Melalui pengertian atau proposisi
yang benar maka aturan hukum akan dapat dimengerti dengan mudah oleh masyarakat.
Proposisi adalah suatu pernyataan yang terdiri dari satu atau lebih dari satu konsep atau
variabel (hubungan yang logis antara dua konsep).15
E. Contoh-Contoh Kaidah Hukum dan Bahasa Hukum
Ada banyak istilah atau bahasa hukum yang ada dan berkembang hingga saat ini, contoh
bahasa hukum yaitu seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum perlindungan anak, dan
lain-lain. Terdapat pula beberapa istilah hukum seperti:
• Pro bono: pelayanan hukum yang dilakukan demi kepentingan umum atau
pelayanan hukum yang tidak dipungur biaya
• Tempus delicti: waktu terjadinya tindak pidana
• Locus delicti: tempat terjadinya peristiwa pidana
• Beslag: penyitaan/sita
• Causa: dasar hukum, sebab/alasan

Beberapa contoh dari kaidah hukum yakni:

15
I Dewa Gede Atmaja, Penalaran Hukum (Legal Reasoning), Pengertian, Jenis, Dan Penerapannya
(Denpasar: Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, 2006).

11
• Kaidah hukum yang berisikan suruhan/perintah:
Dalam Pasal 8 UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, kedua orang tua
wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya
• Kaidah hukum berisikan larangan:
Perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan saudara
sedarah maupun sepersusuan, berhubungan semenda, dan lain-lain.
• Kaidah hukum yang berisikan kebolehan:
Pada Pasal 29 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 disebutkan bawah pihak-pihak
yang menikah dapat mengadakan perjanjian tertulis pada waktu atau sebelum
perkawinan dilangsungkan, asal tidak melanggar batas-batas hukum, agama dan
kesusilaan.16

16
Supena, “Tinjauan Tentang Kaidah Hukum Dan Kaidah-Kaidah Bukan Hukum Dalam Kehidupan Manusia.”

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahasa hukum yang merupakan topik interdisiplin antara ilmu hukum dan
ilmu linguistik, sedangkan kaidah hukum adalah aturan-aturan yang menjadi
pedoman bagi tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup. Urgensi memahami
bahasa hukum adalah untuk peningkatan integritas masyarakat. Untuk itu dipahami
bahwa hukum hanyalah suatu peraturan yang bersifat pasif saja (das sollen). Hukum
memerlukan masyarakat dalam keberlakuannya, memerlukan dukungan dan
pengakuan untuk penegakannya, memerlukan suatu peristiwa konkret yang apabila
dikenai olehnya akan menjadi suatu peristiwa hukum. Kaidah hukum diharapkan
dapat melindungi dan memenuhi segala kepentingan hidup manusia dalam hidup
bermasyarakat.

Kaidah hukum ini pada hakekatnya untuk memperkokoh dan untuk


melengkapi pemberian perlindungan terhadap kepentingan manusia yang telah
dilakukan oleh ketiga kaidah sosial yang lain. Bagi siapa yang melanggar kaidah
hukum akan mendapat sanksi yang tegas dan dapat dipaksakan oleh suatu instansi
resmi. Jenis-jenis bahasa hukum dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu dari
substansi/isinya, bentuknya, hingga dari sifatnya. Untuk jenis-jenis bahasa hukum
sendiri ialah bahasa perundang-undangan, bahasa notaris, dan bahasa peradilan.
Contoh dari bahasa hukum yang umum didengar adalah pro bono, tempus delicti,
causa, dan lain-lain. Kaidah hukum memiliki hubungan yang sangat erat dengan
bahasa hukum. Hubungan tersebut terletak pada bahasa hukum yang terdapat dalam
aturan hukum, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah,
bahkan kebijakan-kebijakan pemerintah.

13
B. Saran
Kami menyadari bahwa di dalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan menambah wawasan dalam mempelajari materi
bahasa dan kaidah hukum dalam mata kuliah Analisis dan Argumentasi Hukum. Oleh
karna itu, kami memohon kritik dan saran dari pembaca, terkhusus Bapak dosen
pengampu dan teman-teman sekalian.

14
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Kudrat, and Lian Fawahan. “Peran Bahasa Dalam Konstruksi Hukum Di
Indonesia” 1, no. 2 (2022): 117–33.

Ali, Zainuddin. Filsafat Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Atmaja, I Dewa Gede. Penalaran Hukum (Legal Reasoning), Pengertian, Jenis, Dan
Penerapannya. Denpasar: Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, 2006.

Huda, Nimatul, and R. Nazriyah. Teori & Pengujian Peraturan Perundang-Undangan.


Bandung: Nusa Media, 2011.

Mattila, Heikki E.S. Comparative Legal Linguistics. Comparative Legal Linguistics, 2016.
https://doi.org/10.4324/9781315573106.

Patrika, Kertha. “Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar” 30 (2005).

Purbacakara, Purnadi, and Soerjono Soekanto. Perihal Kaedah Hukum. 6th ed. Bandung:
Citra Aditya Bakrie, 1993.

Qamar, Nurul, and Hardianto Djanggih. “Peranan Bahasa Hukum Dalam Perumusan Norma
Perundang-Undangan.” Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 11, no. 3 (2017): 337–47.

S.H. Rahardjo, Satjipto. Hukum Dan Masyarakat. Bandung: Penerbit Angkasa Bandung,
1982.

Suadamara Ananda. “Tentang Kaidah Hukum.” Jurnal Hukum Pro Justitia 26, no. 1 (2008):
68–78.

Sulaiman, Abdullah. Penghantar Ilmu Hukum. UIN Jakarta Bersama Yayasan Pendidikan
Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (YPPSDM Jakarta, 2019.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/57878/1/PROF
ABDULLAH Buku Pengantar Ilmu Hukum.pdf.

Supena, Cecep Cahya. “Tinjauan Tentang Kaidah Hukum Dan Kaidah-Kaidah Bukan
Hukum Dalam Kehidupan Manusia.” Moderat 7, no. 2 (2021): 211–24.

15
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2009.

16

Anda mungkin juga menyukai