Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

BAHASA HUKUM DALAM PERUNDANG- UNDANGAN

Dosen Pengampu : Siti Shafura,SH.I.,M.H

Di Susun Oleh : Kelompok 7

1. Anggi Putri Anisa : 106200015


2. Ulan Lestari Chaniago : 106200029
3. M. Al Fathoni : 106200037

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTHAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI

FAKULTAS SYARI’AH

PRODI HUKUM TATA NEGARA

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Bahasa Hukum
Dalam Peraturan Perundang- Undangan" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Perundang-


Undangan . Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang bahasa
hukum yang di gunakan dlam perundang- undangan indonesia.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Shafura,SH.I.,M.H


selaku dosen pengampu. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi,6 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan
Pembahasan...................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

A. Sejarah Singkat Bahasa Hukum


Indonesia..............................................3
B. Hubungan Bahasa Dengan Bahasa
Hukum.............................................4
C. Masalah Dalam
Bahasa .............................................................................6

BAB III
PENUTUP ..............................................................................................10

Kesimpulan ..........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa memgang peran pentinh dalam kehidupan manusia. Dalam
berkomunikasi dengan sesamnya manusia memrlukan bahasa, hanya
dengan bahasa dan melalui bahasa proses pengenalan dan proses
komunikasi dapat berlangsung. Dan dari komuniksi itulah maka manusia
dapat berinteraksi dengan sesamnya. Hal lain yang tidak dapat di pisahkan
dalam kehidupan manusia ialah hukum. Dalam negara hukum seprti
indonesia tentunya tentunya terdapat peraturan perundang- undangan.
Sautu aturan baik dalam bentuk tertlis maupun lisan tentunya akan di
gunakan bahasa.
pasal 36 UUD 1945 yang menyatakan bahwa bahsa negara ialah
bahasa indonesai, maka bahasa yang di gunakan dalam perundang-
undangan juga di gunakan bahasa indonesai.1
Pada prinsipnya menurut ketentuan undang- undang nomor 12
tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang- undanfan pada
dasrnya tunduk pada kaidah tata bahasa indonesai. Baik pembentukan
kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan maupun pengerjaannya.
Namun bahasa peraturan perundang- undangan mempunyai corak
tersendiri yang bercirikan kejrnihan atau kejelasan pengertian kelugasan,
kebaikan, keserasian, dan ketaan asas sesaui dengan kebutuhan hukum
baik dalam perumusan aupun cara penulisan.
Dan oleh karena itu dalam merumuskan ketentuan peraturan perundang-
undangan sebaiknya para perumus menggunakan kalimat yang singkat,
jelas dan mudah di mengerti agar tidak menimbulkan penafsiran ganda
maupun kekeliruan yang kerap terjadi di maasyrakat

B. Rumusan Masalah
1
Republik indonesia . undang undang Dasar 1946, i Bab xv Pasal 36

1
1. Bagaimana sejarah singkat bahasa hukum indonesia ?
2. Apa hubungan bahasa dan bahasa hukum ?
3. Apa masalah dalam bahasa ?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui sejarah bahasa hukum indonesia
2. Mengetahui hubungan bahasa dengan bahasa hukum
3. Mengetahui permasalahan dalam bahasa

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat Bahasa Hukum Indonesia

Berlangsung pada 25-27 Oktober 1974 Simposium Bahasa dan


Hukum menjadi forum perhatian kalangan bahasa dan hukum pada bahasa
hukum. Simposium menyepakati bahwa bahasa hukum adalah bahasa
Indonesia yang dipergunakan dalam bidang hukum, dan karena fungsinya
mempunyai karakters tersendiri. Karakter bahasa hukum terlepat pada
kekhususan istilah, komposisi, dan gaya bahasanya. Simposium juga
menyarankan untuk mengambil langkah-langkah. Pertama, melakukan
inventarisasi istilah hukum dan pepatah yang telah ada maupun yang
sedang dikumpulkan, baik oleh lembaga pemerintah maupun yang
dilakukan perorangan. Kedua, melakukan usaha pembakuan atau
standarisasi istilah-istilah hukum yang telah ada. Ketiga, melakukan
penciptaan istilah-istilah hukum baru.

Prof. Mahadi, Guru Besar Fakultas Hukum USU, termasuk yang


jadi pembicara dalam simposium itu. Mahadi menyampaikan bahwa
bahasa hukum sudah hidup dalam pepatah yang hidup dalam masyarakat,
khususnya di Sumatera Utara, sebagaimana dipakai dalam bidang waris,
perkawinan, perikatan, warisan, hukum tanah, hukum tata negara, dan
hukum perdata internasional. Mahadi adalah salah seorang tokoh hukum
yang ikut terlibat dalam pembuatan terjemahan resmi KUHP.

Setelah Simposium Bahasa dan Hukum di Medan, Badan


Pembinaan Hukum Nasional memulai program berkelanjutan untuk
mendukung pembinaan dan pengembangan bahasa hukum. Pada
pertengaha 1977, misalnya, BPHN menugaskan Mahadi dan seorang ahli
bahasa dari Medan, Sabaruddin Ahmad, untuk menuliskan karya ilmiah
tentang bahasa hukum. Hasil karya kedua akademisi ini adalah terbitnya
Pembinaan Bahasa Hukum Indonesia. Selain itu, untuk menopang
pengembangan bahasa hukum, disusunlah istilah-istilah hukum dan kamus

3
hukum, hasil kerjasama BPHN dan Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Seolah mengenang seminar bahasa dan hukum itu, pada 13 Maret


lalu, Komisi Yudisial menggelar sesi diskusi bahasa hukum dengan
wartawan lokal, terutama mendiskusikan kesalahan-kesalahan dalam
penulisan karya jurnalistik hukum. Meskipun diskusi sederhana dalam
rangka sinergitas Komisi Yudisial dengan media massa, langkah Komisi
Yudisial itu memompa kembali perhatian terhadap bahasa hukum yang
pernah begitu massif pada dekade 1980-an.

Pada dekade 1980-an puluhan karya tulis dihasilkan, berfokus pada


bahasa hukum baik secara teoritis maupun praktek di pengadilan, notaris,
dan bahasa perundang-undangan. Profesor Mardjono mengenang Badan
Pembinaan Hukum Nasional intensif melakukan kajian-kajian dengan
melibatkan akademisi. Salah satu yang dihasilkan ada kamus hukum.
Bahkan untuk mengisi kekosongan literatur bahasa hukum, penerbit
Binacipta Bandung menerjemahkan kamus hukum Fockema Andreae yang
terkenal. Ada juga penyusunan istilah-istilah hukum dalam bahasa
Belanda ke dalam bahasa Indonesia. “Seingat saya ada komisi khusus
untuk menerjemahkan,” ujarnya seraya menyebut BPHN masih bernama
LPHN dan berlokasi di gedung yang tak jauh dari gedung Bina Graha
Jakarta.2

B. Hubungan Bahasa Denagn Bahasa Hukum


bahwa bahasa Indonesia dan hukum merupakan sebuah kesatuan
yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan bahasa Indonesia dalam hukum
Indonesia sudah jelas sangat krusial. Mulai dari pembentukan perundang-
undangan atau aturan lainnya, pembuatan surat-surat perjanjian atau hal
lainnya yang berhubungan dengan hukum sudah pasti menggunakan
bahasa Indonesia yang pastinya baik dan benar.

2
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d5f6ff4d69ae/bahasa-hukum-indonesia--
setelah-45-tahun-simposium-medan-parapat/?page=2

4
Hal tersebut dijelaskan pada UU No. 24 tahun 2019 tentang
Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, menetapkan pada pasal 26 yang
berbunyi "Bahasa Indonesia wajib digunakan pada peraturan perundang-
undangan."3 Dengan pasal ini kita sudah bisa melihat hubungan antara
hukum dan bahasa Indonesia tidak dapat dipisahkan. Pasal 27 juga
menyebutkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen
resmi negara.4 Lalu pada Perpres No. 63 tahun 2019 tentang Penggunaan
Bahasa Indonesia pada pasal 4 ayat 2 dijelaskan lagi bahwa dokumen
resmi negara yang antara lain akta jual beli, surat perjanjian dan putusan
pengadilan wajib menggunakan bahasa Indonesia.

Dari situ, kita jadi tahu bahwa orang-orang yang berkecimpung


dalam dunia hukum harus memiliki kemampuan yang baik dalam
berbahasa Indonesia. Alasannya sudah cukup jelas, yang pertama untuk
menaati undang-undang, dan juga pastinya agar tidak terjadi kekeliruan
dalam pembentukan undang-undang atau aturan lainnya dan tidak terjadi
kesalahan terjemahan.

Dalam ilmu hukum, banyak sekali kita temukan istilah-istilah asing


seperti penggunaan bahasa Belanda Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie
atau sering disebut sebagai BW yang diterjemahkan ke dalam Indonesia
Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dengan banyaknya istilah asing
dalam ilmu hukum, terjemahan bahasa Indonesia tentu sangat diperlukan
agar dapat lebih mudah memahami ilmu-ilmu hukum.

Terjemahan hukum tak berhenti pada penerjemahan istilah asing


saja, dokumen-dokumen hukum dari bahasa asing juga harus
diterjemahkan. Namun menerjemahkan dokumen hukum ini tidak bisa
dilakukan secara sembarangan dan dengan sembarang orang, seorang
penerjemah hukum harus memiliki kemampuan bahasa yang baik dan
berpengalaman dalam sistem hukum.

3
Undang- Undang Dasar 2019 No 24 tahunPasal 26
4
Undang- Undang Dasar tahun 2019 No 24 Pasal 27

5
Indonesia memiliki bahasa yang khusus digunakan dalam berbagai
bidang hukum, yang disebut sebagai Bahasa Hukum Indonesia.
Karakteristik Bahasa Hukum Indonesia ini ada pada banyaknya istilah-
istilah, komposisi dan gaya bahasa nya yang khusus.

Namun walaupun memiliki karakteristik khusus, Bahasa Hukum


Indonesia tetaplah bahasa umum yang harus mengikuti sistem gramatika
atau tata bahasa serta kaidah-kaidah bahasa Indonesia pada umumnya.
Jadi, teks-teks hukum tidak boleh asal dibuat.

C. Msalah Dalam Bahasa

Sesuai dengan pokok persoalannya, ragam bahasa Indonesia yang


digunakan dalam bidang hukum disebut bahasa hukum Indonesia. Manurut
Mahadi, bahasa hukum Indonesia adalah bahasa Indonesia yang corak
penggunaan bahasanya khas dalam dunia hukum. Perhatian yang besar terhadap
pemakaian bahasa hukum Indonesia sudah dimulai sejak diadakan Kongres
Bahasa Indonesia II tanggal 28 Oktober –2 November 1954 di Medan. Bahkan,
dua puluh tahun kemudian, tahun 1974, Badan Pembinaan Hukum Nasional
(BPHN) menyelenggarakan simposium bahasa dan hukum di kota yang sama,

1. Bahasa hukum Indonesia (BHI) adalah bahasa Indonesia yang


dipergunakan dalam bidang hukum, yang mengingat fungsinya
mempunyai karakteristik tersendiri; oleh karena itu bahasa hukum
Indonesia haruslah memenuhi syarat-syarat dan kadiah-kaidah bahasa
Indonesia.
2. Karakteristik bahasa hukum terletak pada kekhususan istilah, komposisi,
serta gayanya.
3. BHI sebagai bahasa Indonesia merupakan bahasa modern yang
penggunaannya harus tetap, terang, monosemantik, dan memenuhi syarat
estetika.
4. Simposium melihat adanya kekurangsempurnaan di dalam bahasa hukum
yang sekarang dipergunakan, khususnya di dalam semantik kata, bentuk,
dan komposisi kalimat.

6
Terungkapnya kekurangsempurnaan di dalam bahasa hukum, seperti
terdapat dalam  konstatasi keempat di atas, yang  tercermin dalam penulisan
dokumen-dokumen hukum dapat ditelusuri dari sejarahnya. Sejarah membuktikan
bahwa bahasa hukum Indonesia, terutama bahasa undang-undang, merupakan
produk orang Belanda.

Menurut Mahadi , hukum mengandung aturan-aturan, konsepsi-konsepsi,


ukuran-ukuran yang telah ditetapkan oleh penguasa pembuat hukum untuk (a)
disampaikan kepada masyarakat (b) dipahami/disadari maksudnya, dan (c)
dipatuhi. Namun, kenyataannya sebagai sarana komunikasi, bahasa Indonesia di
dalam dokumen-dokumen hukum sulit dipahami oleh masyarakat awam.
Pemakaian bahasa Indonesia dalam bidang hukum masih perlu disempurnakan
Banyak istilah asing (Belanda atau Inggris) yang kurang dipahami maknanya dan
belum konsisten, diksinya belum tepat, kalimatnya panjang dan berbelit-belit

Senada dengan Mahadi, Harkrisnowo ,menambahkan bahwa kalangan


hukum cenderung (a) merumuskan atau menguraikan sesuatu dalam kalimat yang
panjang dengan anak kalimat; (b) menggunakan istilah khusus hukum tanpa
penjelasan; (c) menggunakan istilah ganda atau samar-samar; (d) menggunakan
istilah asing karena sulit mencari padanannya dalam bahasa Indonesia; (e) enggan
bergeser dari format yang ada (misalnya dalam akta notaris). Hal-hal tersebut
menempatkannya dalam dunia tersendiri seakan terlepas dari dunia bahasa
Indonesia umumnya. Tidak heran jika dokumen hukum, seperti peraturan
perundang-undangan, surat edaran lembaga, surat perjanjian, akta notaris, putusan
pengadilan, dan berita acara pemeriksaan, sulit dipahami masyarakat awam. 

Akan tetapi, sebagian orang menganggap semua itu merupakan


karakteristik bahasa hukum dalam hal kekhususan istilah, kekhususan komposisi,
dan kekhususan gaya bahasa. Meskipun diakui bahasa hukum Indonesia memiliki
karakteristik tersendiri dalam hal istilah, komposisi, dan gaya bahasanya, bukan
berarti hanya dapat dimengerti oleh ahli hukum atau orang-orang yang
berkecimpung di dalam hukum (Natabaya 2000:301). Bahkan, sebetulnya di
kalangan praktisi hukum sendiri masih timbul perbedaan penafsiran terhadap

7
bahasa hukum (lihat Murniah 2007). Begitu penting peran bahasa dalam
pembuatan dokumen hukum ditekankan pula oleh Suryomurcito (2009). Ia
mengatakan bahwa banyak layanan produk hukum yang berbasis bahasa, seperti
korespondensi dengan klien atau dengan ditjen HKI, surat teguran/somasi, iklan
peringatan, laporan polisi, gugatan, permohonan pendaftaran (merek, hak cipta,
paten, dan sebagainya), dan penerjemahan jenis barang/jasa, draf perjanjian.  

Jika bahasa hukum membingungkan masyarakat, tentu saja masyarakat


akan dirugikan padahal merekalah yang terikat dan terbebani kewajiban untuk
mematuhi dokumen hukum yang dihasilkan (Murniah 2007). Karena semua itu
ditujukan untuk dimanfaatkan dan diinformasikan kepada masyarakat umum,
sudah selayaknya penulisannya dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar
mendapat perhatian besar. Putusan simposium 1974 waktu itu sudah tepat:
memasukkan bahasa Indonesia dalam kurikulum di fakultas hukum dan
melibatkan ahli bahasa Indonesia di dalam penyusunan rancangan peraturan-
peraturan hukum. Dengan kata lain, dibutuhkan penulis dokumen hukum
yang memahami ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasannya, tetapi
juga yang memiliki keterampilan dan pengetahuan menulis dalam bahasa
Indonesia yang baik dan benar.

8
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Bahasa hukum indonesia adalah bahasa indonesia yang dipergunakan


dalam bidang hukum, yang mengingat fungsinya mempunyai karakteristik
tersendiri, oleh karena itu haruslah memenuhi syrata-syarat dan kaidah-kaidah
bahasa indonesia.

 karakteristik bahasa hukum terletak pada istilah-istilah komposisi serta


gaya bahasa yang khusus dan kandungan arti yang khusus. Bahasa hukum adalah
bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan
keadilan, untuk mempertahankan kepentingan umum dan kepentingan pribadi
dalam masyarakat. Dikarenakan  bahasa hukum adalah bagian dari bahasa
indonesia yang modern, maka dalam penggunaanya harus tetap,terang,
monosemantik, dan memenuhi syarat estetika bahasa indonesia.

Bahasa hukum yang kita pergunakan masih kurang sempurna semantik


kata, bentuk dan komposisi kalimatnya, terdapat istilah istilah yang kurang jelas
dan tidak tetap dikarenakan sarjana hukum dimasa yang lalu tidak mendapatkan
bahasa hukum khusus dan tidak memperhatikan dan mempelajari syarat-syarat
dan kaedah-kaedah bahasa indonesia.

Kelemahan-kelemahan makna dalam bahasa hukum  dikarenakan bahasa


hukum yang dipakai terpengaruh dengan istilah-istilah yang merupakan
terjemahan dari bahasa hukum belanda yang dibuat oleh sarjana hukum yang lebih
menguasai tahta bahasa belanda dari tahta bahasa indonesia.

Apabila dibandingkan dengan bahasa asing yang kaya dengan istilah,maka


bahasa kita masih kurang dalam peristilahan. Sehingga dalam menterjemahkan
istilah hukum belanda para sarjana hukum mmebuat istilah sendiri hal mana yang
menyebabkan sering terdapat pemakaian istilah yang tidak sesuai dengan maksud
sebenarnya.

9
Ada kalanya dua atau lebih istilah hukum asing kita terjemahkan hanya
dengan satu istilah saja atau satu istilah hukum asing kita terjemahkan menjadi
beberapa hukum indonesia untuk mengatasi kekeliruan pengertian maka sering
kali kita dapati dalam kepustakaan hukum penulisnya mencantumkan bahasa
asing lainnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Republik indonesia . undang undang Dasar 1946, i Bab xv Pasal 36

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d5f6ff4d69ae/bahasa-hukum-
indonesia--setelah-45-tahun-simposium-medan-parapat/?page=2
Undang- Undang Dasar 2019 No 24 tahunPasal 26
Undang- Undang Dasar tahun 2019 No 24 Pasal 27

11

Anda mungkin juga menyukai