Disusun Oleh :
UNIVERSITAS PAMULANG
2018
Kata Pengantar
Puji dan Syukur kami panjatkan Kepada Allah SWT. yang telah memberikan
kesempatan untuk menyelesaikan tugas ini sehingga berjalan dengan lancar. Tugas
ini berjudul “Bahasa Keilmuan Hukum”.
Makalah ini sifatnya hanya mengantar pelajaran Hukum Indonesia dalam batas-
batas tertentu. Oleh karena itu, kemungkinan terdapat kelemahan dan kekurangan
dalam penyajiannya tidak dapat dihindarkan. Kritik-kritik dan membangun untuk
perbaikan sistematika dan materi selalu akan diterima dengan besar hati.
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................. 1
BAB I ................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ............................................................................................. 4
D. Manfaat ................................................................................................. 5
BAB II ............................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ............................................................................................... 6
1. Semantik Hukum............................................................................... 8
PENUTUP ....................................................................................................... 28
A. Kesimpulan ......................................................................................... 28
2
B. Saran ................................................................................................... 28
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
B. Rumusan Masalah
D. Manfaat
5
BAB II
PEMBAHASAN
Bahasa Indonesia pada dasarnya berasal dari bahasa melayu, pada zaman
dahulu lebih tepatnya pada zaman kerajaan Sriwijaya bahasa melayu banyak
digunakan sebagai bahasa penghubung antar suku di pelosok nusantara. Selain
itu bahasa melayu juga di gunakan sebagai bahasa perdagangan antara pedagang
dalam nusantara maupun dari luar nusantara. Bahasa melayu menyebar ke
pelosok nusantara bersamaan dengan penyebaran agama Islam, serta makin
kokoh keberadaan nya karena bahasa melayu mudah diterima oleh masyarakat
nusantara karena bahasa melayu digunakan sebagai penghubung antar suku,
antar pulau, antar pedagang, dan antar kerajaan.
6
butir ketiga ikrar sumpah pemuda yaitu “Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Penggunaan bahasa Melayu
sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus,
sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di
Jakarta, Yamin mengatakan, “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa
yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa
diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari
dua bahasa itu, bahasa Melayu-lah yang lambat laun akan menjadi bahasa
pergaulan atau bahasa persatuan.”
B. Bahasa Hukum
Hukum dan bahasa merupakan dua hal yang saling berhubungan erat dan
saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam masyarakat manapun, hukum
sebagai salah satu sarana untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban sosial
selalu dirumuskan dalam bentuk bahasa, walaupun ada simbol-simbol lain yang
juga cukup penting untuk menetapkan hukum (Harkristuti Harkrisnowo,
Bahasa Indonesia Sebagai Sarana Pengembangan Hukum Nasional).
Bahasa hukum adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk
mewujudkan ketertiban dan keadilan untuk mempertahankan kepentingan
7
pribadi dalam masyarakat. Bahasa hukum sebagian bagian dari bahasa
Indonesia modern maka penggunaannya harus tetap.
1. Tenang
2. Mono semantik atau kesatuan makna (jangan memberikan penafsiran
berbeda-beda)
3. Harus memenuhi syarat-syarat SP3 bahasa Indonesia yaitu:
a. Sintaktik: ilmu tentang makna kata
b. Semantik: seluk beluk
c. Pragmatik: hubungan antara konteks dan makna
Dari paparan tersebut telah dilihat jelas bahwa hukum memiliki kaitan erat
dengan cara-cara berpikir hukum.
1. Semantik Hukum
8
dalam berbagai bahasa tertentu dan perhubungan-perhubungan antara arti
dan perubahan arti kata-kata itu dari zaman ke zaman.
Dari pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa semantik
hukum adalah ilmu pengetahuan hukum yang menyelidiki makna atau arti
kata-kata hukum, perhubungan dan perubahan arti kata-kata itu dari zaman
ke zaman menurut keadaan waktu, tempat, dan keadaan. Misalnya, istilah
“hukum perdata” terjemahan dari istilah hukum Belanda “privaatrecht”,
berasal dari bahasa Arab “hukum” dan istilah Jawa “pradata”.
2. Kaidah Hukum
Kaidah hukum merupakan segala peraturan yang ada yang telah dibuat
secara resmi oleh pemegang kekuasaan, yang sifatnya mengikat setiap
orang dan pemberlakuannya merupakan paksaan yang harus ditaati dan
apabila telah terjadi pelanggaran akan dikenakan sanksi tertentu.
3. Sistematik Hukum
9
4. Konstruksi Hukum
a. Analogi
10
hukum ini, selanjutnya hakim menyelesaikan kejadian itu menurut
peraturannya sendiri.
Misalnya, dalam Pasal 1365 KUHPerdata disebutkan, bahwa tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut. A pengendara mobil menabrak B
sehingga B luka-luka dan dirawat di rumah sakit dan karenanya
mengeluarkan biaya perawatan seluruhnya Rp 1.000.000,00 (satu juta
rupiah). Akan tetapi dalam peristiwa tabrakan ini A tidak sepenuhnya
bersalah, B pun mempunyai kesalahan, yang tidak menengok ke kiri dan
ke kanan sebelum menyeberang jalan, artinya B juga kurang hati-hati.
Sekiranya B bersikap jati-hati , tabrakan itu tidak akan terjadi. Oleh
karena itu, dengan penghalusan hukum, A tidak dihukum untuk
membayar seluruh kerugian B Rp 1.000.000,00, tetapi sebagian saja.
Dengan melakukan penghalusan hukum tersebut, berarti hakim
menyempurnakan sistem hukum yang bersangkutan. Jika sistem
undang-undang (sistem formil hukum) tidak dapat menyelesaikan
secara adil atau sesuai dengan werklijkheid (kenyataan) sosial semua
perkara yang bersangkutan, hal itu berarti bahwa di dalam sistem
undang-undang tersebut ada di ruang kosong.
c. Argumentum a contrario
11
5. Fiksi Hukum
Fiksi hukum adalah sesuatu yang khayal yang digunakan di dalam ilmu
hukum dalam bentuk kata-kata, istilah-istilah yang berdiri sendiri atau
dalam bentuk kalimat yang bermaksud untuk memberikan suatu pengertian
hukum.
6. Logika Hukum
Logika berasal dari kata Yunani Kuno logos yang berarti hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan bahasa. Dalam
bahasa Arab dikenal dengan kata mantiq yang artinya berucap atau berkata.
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia)
atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk
berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Logika merupakan suatu ilmu
pengetahuan di mana objek materialnya adalah berpikir (khususnya
penalaran/proses penalaran) dan objek formal logika adalah
berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya.
12
tidak ada keraguan terhadapnya, sedangkan ilmu menghendaki lebih jauh
dari itu. Poespoprojo dalam Strategi Belajar Argumentasi Hukum
merumuskan ilmu adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu bidang
tertentu yang merupakan satu kesatuan yang tersusun secara sistematis, serta
memberikan penjelasan yang dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan
sebab-sebabnya.
Jadi, logika merupakan suatu ilmu suatu ilmu tentang dasar dan metode
untuk berpikir secara benar digunakan untuk membedakan penalaran yang
betul atau salah yang dapat dipertanggungjawabkan.
Bahasa hukum, yang secara luas diuraikan sebagai bahasa dari profesi
hukum (legal profession), telah menjadi objek dari pelbagai studi, yang
sebagian besar dimaksudkan untuk membantu, sehingga lebih dapat dimengerti
oleh warga masyarakat biasa yang hidup dan nasibnya dapat dipengaruhi oleh
teks-teks itu. Banyak ungkapan-ungkapan buruk yang digunakan untuk
13
menggambarkan bahasa hukum, di antaranya “panjang lebar”, “tidak jelas”,
“muluk” (angkuh), dan sebagainya. Lebih spesifik lagi, literatur-literatur
bahasa hukum itu sendiri menyatakan bahwa bahasa hukum berbeda dari
ucapan-ucapan biasa/umum, di antaranya menyangkut terminologinya yang
teknis. Kenyataannya, dalam teks-teks hukum yang otoritatif tidak semuanya
mengandung gambaran sebagaimana bahasa hukum di atas. Namun, memang
sebagian besar dokumen-dokumen hukum masih menggunakan teks-teks yang
berbahasa hukum itu.
Para praktisi hukum acap kali membuat struktur kalimat yang tidak
lazim. Sering kali struktur yang tidak lazim itu berakibat memisahkan
14
subjek dari kata kerjanya, atau memisahkan kata kerja yang kompleks,
sehingga mereduksi pemahaman terhadap kalimat tersebut.
5. Peniadaan (Negasi)
2. Kreativitas linguistik;
15
Penilaian yang dikemukakan sehubungan dengan hal ini adalah bahwa
bahasa hukum bukan konservatif yang tanpa harapan, juga bukan sangat
inovatif. Seringkali terdapat alasan untuk tetap menggunakan kosa-kosa
kata lama atau terjadi keengganan untuk mengubah karena kekhawatiran
translasinya mempengaruhi maknanya.
Leksikon hukum juga mengandung kata atau frase yang ritualistis dan
formal. Salah satu fungsinya adalah untuk menegaskan bahwa bekerjanya
hukum berbeda dari kehidupan pada umumnya.
16
pembentuk peraturan perundang-undangan dapat menciptakan teks-teks yang
mungkin harus dapat diinterpretasikan beberapa tahun mendatang yang saat ini
tidak diketahui publik. Idealnya, minimal pembaca yang berpendidikan hukum,
dapat menginterpretasikan teks tanpa bantuan informasi lain, kendati beberapa
tahun kemudian.
17
undang, merupakan produk orang Belanda. Pakar hukum Indonesia saat itu
banyak belajar ke negeri Belanda karena hukum Indonesia mengacu pada
hukum Belanda. Para pakar banyak menerjemahkan langsung pengetahuan dari
bahasa Belanda ke dalam bahasa Indonesia tanpa mengindahkan struktur bahasa
Indonesia. Di samping itu, ahli hukum pada masa itu lebih mengenal bahasa
Belanda daripada bahasa asing lainnya (Inggris, Perancis, atau Jerman) karena
bahasa Belanda wajib dipelajari, sedangkan bahasa Indonesia tidak tercantum
di dalam kurikulum sekolah.
18
Akan tetapi, sebagian orang menganggap semua itu merupakan karakteristik
bahasa hukum dalam hal kekhususan istilah, kekhususan komposisi, dan
kekhususan gaya bahasa. Meskipun diakui bahasa hukum Indonesia memiliki
karakteristik tersendiri dalam hal istilah, komposisi, dan gaya bahasanya, bukan
berarti hanya dapat dimengerti oleh ahli hukum atau orang-orang yang
berkecimpung di dalam hukum. Bahkan, sebetulnya di kalangan praktisi hukum
sendiri masih timbul perbedaan penafsiran terhadap bahasa hukum. Begitu
penting peran bahasa dalam pembuatan dokumen hukum ditekankan pula oleh
Suryomurcito. Ia mengatakan bahwa banyak layanan produk hukum yang
berbasis bahasa, seperti korespondensi dengan klien atau dengan ditjen HKI,
surat teguran/somasi, iklan peringatan, laporan polisi, gugatan, permohonan
pendaftaran (merek, hak cipta, paten, dan sebagainya), dan penerjemahan jenis
barang/jasa, draf perjanjian.
Bahasa hukum adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk
mewujudkan ketertiban dan keadilan, untuk mempertahankan kepentingan
umum dan kepentingan pribadi di dalam masyarakat. Namun dikarenakan
bahasa hukum adalah bagian dari bahasa Indonesia yang modern, maka dalam
19
penggunaannya harus tetap, terang, monosemantik, dan memenuhi syarat
estetika dan etika bahasa Indonesia.
Kelemahan itu timbul karena bahasa hukum yang dipakai dalam seluruh
cakupan hukum, menggunakan istilah berasal dari hukum Belanda. Para
kalangan terpelajar dari Belanda yang pertama kali membuat peraturan-
peraturan di bumi pertiwi. Para ahli hukum Belanda ini tentu lebih menguasai
tata bahasa Belanda daripada tata bahasa pribumi saat itu.
Harus diakui, dibanding dengan bahasa asing yang kaya dengan istilah,
maka bahasa Indonesia masih miskin dalam istilah. Sehingga dalam
menerjemahkan istilah Belanda para sarjana hukum membuat istilah sendiri, hal
20
ini menyebabkan seringkali terdapat pemakaian istilah yang tidak sesuai dengan
maksud sebenarnya. Adakalanya dua atau lebih istilah hukum asing
diterjemahkan hanya dengan satu istilah atau satu istilah diterjemahkan menjadi
beberapa istilah hukum Indonesia. Untuk mengatasi kekeliruan pengertian,
maka seringkali didapati dalam kepustakaan hukum penulisnya mencantumkan
bahasa aslinya di dalam tanda kurung.
Contoh lain didalam istilah hukum perdata, dalam istilah hukum perdata
Belanda ada dikenal verbindtenis, ada yang menerjemahkan perikatan ada yang
menerjemahkan perjanjian. Ada juga istilah hukum Belanda overeenkomst, ada
yang menerjemahkan perjanjian, ada yang menerjemahkan persetujuan. Hal itu
tentu akan membingungkan orang awam dan bagi mereka yang baru belajar
hukum. Begitupula dalam hukum pidana terdapat istilah hukum Belanda yang
disebut straafbaarfeit, ada yang menerjemahkan peristiwa pidana, ada yang
menerjemahkan perbuatan pidana, dan ada pula yang menerjemahkan tindak
pidana. Sedangkan maksud sebenarnya adalah peristiwa yang dapat dihukum.
Kemudian ada istilah yang telah mendarah daging di kalangan hukum ialah
barangsiapa, terjemahan dari kata Hij die, yang dimaksud tentunya bukan
barang kepunyaan siapa, tetapi dia yang (berbuat) atau siapapun yang berbuat.
21
predikat dan “Tatang” adalah obyek. Tetapi didalam kalimat ilmu hukum
“Tatang itu tidak mungkin menjadi obyek, tetapi ia adalah subyek (hukum) oleh
karena ia adalah manusia. Di dalam ilmu hukum hanyalah benda atau yang
bukan subyek hukum yang menjadi obyek hukum.”
22
keduanya selanjutnya akan melahirkan istilah bahasa hukum. Penggunaan
istilah dalam konteks ini bukanlah secara linguistik, melainkan secara
sosiologis. Alasannya adalah bahasa hukum Indonesia adalah bahasa nasional
Indonesia yang dipergunakan dalam penyusunan perundang-undangan yang
dibentuk menurut acuan sistem yang berlaku dalam bahasa Indonesia baku.
Bahasa Hukum adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk
mewujudkan ketertiban dan keadilan, untuk mempertahankan kepentingan
umum dan kepentingan pribadi di dalam masyarakat. Namun dikarenakan
bahasa hukum adalah bagian dari bahasa Indonesia yang modern, maka dalam
penggunaannya harus tetap, terang, monosemantik, dan memenuhi syarat
estetika bahasa Indonesia.
Bahasa hukum yang bersumber dari bahasa lokal anak bangsa Indonesia,
misalnya “Rincik” (bukti hak kepemilikan tanah menurut sistem hukum
pertanahan adat di Sulawesi Selatan), “Tesang” di bidang perjanjian bagi hasil
dalam sistem hukum perjanjian adat di Sulawesi Selatan. Di daerah-daerah lain
di luar Sulawesi Selatan ada dikenal dengan sebutan antara lain “ketitir”,
“pekulen” “girik”, dll.
Bahasa hukum yang bersumber dari bahasa asing, misalnya dalam bidang
hukum pidana antara lain delik (delictum), eksepsi (ecsepsio), tuntutan
(requisitoir), pembelaan (pledoi).
23
(konstitusi/constitution), administratur negara (bestuur), jabatan (ambstdrager),
penjabat, pemangku jabatan (ambst) dll.
Syarat mutlak untuk memahami bahasa hukum dengan baik bagi ilmuan
hukum Indonesia, harus memahami bahasa Indonesia dengan baik sebagai
media bahasa hukum, seraya memperkaya diri dengan pemahaman terutama
bahasa- bahasa lokal anak bangsa Indonesia di Nusantara, dan bahasa asing
yang telah diserap sebagai bahasa hukum Indonesia, misalnya bahasa Belanda,
Perancis, Jerman, Inggeris dan bahasa Arab.
Bahasa Indonesia di bidang hukum masih jauh dari harapan. Hal ini tidak
memungkiri bahwa hal tersebut dilatarbelakangi sejarah panjang hukum
Indonesia yang mengadopsi hukum Belanda, yang tak lepas dari sistem hukum
Romawi. Akibatnya, muncul istilah-istilah hukum yang tidak ditemukan dalam
kosakata bahasa Indonesia. Istilah register dalam pidana kehutanan, tidak
dikenal dalam bahasa Indonesia. Demikian juga dengan kata merampas di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam bahasa Belanda,
merampas artinya merampok. Tetapi apa bisa dikatakan bahwa negara adalah
perampok saat hukum menentukan barang bukti dirampas untuk negara?
24
Belum lagi istilah bahasa asing, seperti bahasa Inggris, yang muncul
mengikuti perkembangan zaman. Istilah whistle blower yang muncul dalam
kasus mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duaji. ”Kalau diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia, arti whistle blower adalah meniup peluit. Tetapi dalam
hukum, tidak ada istilah begitu. Apa meniup peluit bisa dipenjara? Jadi banyak
istilah hukum asing yang tidak bisa diterjemahkan langsung ke dalam bahasa
Indonesia.
25
Belanda dan alam pikiran hukum Belanda. Bahasa hukum berlainan daripada
bahasa sehari-hari atau bahasa kesusasteraan. Karakteristik bahasa hukum
Indonesia selain terletak pada komposisi, dan gaya bahasa yang khusus dengan
kandungan arti yang khusus, juga terletak pada istilah-istilah yang dipakai.
(Kusumadi Pudjosewojo: 1997: 52).
Di dalam hukum perdata ditemukan pula berbagai istilah yang masih belum
dibakukan sebagai bahasa hukum Indonesia. Misalnya dalam istilah hukum
perdata Belanda kita mengenal istilah “verbintenis”. Istilah ini ada yang
menerjemahkannya dengan istilah “perikatan”. Selain itu ada pula yang
menerjemahkan dengan istilah “perjanjian”. Sedangkan di dalam istilah hukum
Belanda terdapat pula istilah yang kita kenal dengan “overeenkomst”. Istilah ini
ada yang menerjemahkan pula dengan “perjanjian” dan ada yang
menerjemahkan dengan istilah “persetujuan”.
26
perjanjian, dengan demikian pada dasarnya belum mempunyai kekuatan
mengikat layaknya perjanjian itu sendiri.
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa Hukum adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk
mewujudkan ketertiban dan keadilan, untuk mempertahankan kepentingan
umum dan kepentingan pribadi di dalam masyarakat. Bahasa hukum adalah
bagian dari bahasa Indonesia yang modern, maka dalam penggunaannya harus
tetap, terang, monosemantik, dan memenuhi syarat estetika bahasa Indonesia.
Karakteristik bahasa hukum Indonesia terletak pada istilah-istilah, komposisi
serta gaya bahasanya yang khusus dan kandungan artinya yang khusus.
Ragam bahasa hukum memiliki beberapa ciri, yaitu memiliki gaya bahasa
yang khusus, lugas dan eksak karena menghindari kesamaran dan ketaksaan,
objektif dan menekan prasangka pribadi, memberikan definisi yang cermat
tentang nama, sifat dan kategori yang diselidiki untuk menghindari
kesimpangsiuran, dan tidak beremosi dan menjauhi tafsiran bersensasi.
B. Saran
Beberapa saran yang dapat disampaikan adalah perlu adanya perhatian dari
pemerintah untuk meluruskan istilah yang dimaknai salah dalam praktik,
misalnya dengan membuat undang-undang sebagai pedoman. Di samping itu
peran serta masyarakat juga masih diperlukan, misalnya dari kalangan
akademisi dan profesional yang memang mengetahui makna istilah tersebut
untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat. Diharapkan kalangan praktisi
tidak turut melestarikan penggunaan istilah yang salah kaprah, hanya karena
28
dunia praktis sudah terlanjur terus menerus menggunakan suatu istilah dengan
tidak tepat.
29
DAFTAR REFERENSI
30