Anda di halaman 1dari 11

HUKUM ADAT LANJUTAN

( KESATUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT )

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 1 :

NI PUTU TRISNIARI MULIARSI (1116051034)


MADE VERA ANGLILA DEWI (1116051066)
I MADE JULI UNTUNG PRATAMA (1116051099)
KADEK PUSPITA RATNADEWI (1116051103)
I GEDE GANDI ARIE KRISHNA (1116051115)

FAKULTAS HUKUM PROGRAM EKSTENSI


UNIVERSITAS UDAYANA

2015

Pertanyaan :

1. Apakah yang dimaksud dengan kesatuan masyarakat hukum adat ?


2. Unsur-unsur apakah yang harus dipenuhi jika persekutuan tersebut dapat
dikatakan kesatuan masyarakat hukum adat ?
3. Faktor faktor apakah yang mempengaruhi terbentuknya KMHA?
4. Apakah KMHA mempunyai hukum tertulis dan apakah KMHA
mendapatkan perlindungan secara hukum?
5. Apakah dapat KMHA menyelesaikan kasus tersebut dan bagaimana proses
penyelesaian kasus dalam wacana diatas?

Jawaban :

1. Yang dimaksud dengan kesatuan masyarakat hukum adat :


Istilah masyarakat hukum adat sering juga disebut dengan persekutuan
hukum adat yang pada hakikatnya

merupakan terjemahan dari

rechtsgemeenchap. Masyarakat indonesia terdiri dari perbagai corak dan


struktur ke masyarakatannya beraneka ragam dan sebagaian terbesar
penduduknya bermukim di pedesaan.
Seperti yang diungkapkan oleh Van Vollenhoven yang dikutip dari
bukunya soepomo : bab bab tentang hukum adat menyatakan bahwa
untuk mengetahui hukum, maka adalah terutama perlu diselidi buat waktu
apabila pun dan daerah manapun, sifat dan susunan badan-badan
persekutuan hukum dimana orang-orang yang dikuasai oleh hukum itu
hidup sehari-hari(soepomo,1976:49).
Menurut Jimly Asshidiqqie dalam buku Menuju Negara Hukum
yang Demokratis menyatakan bahwa salah satu bentuk pengakuan
terhadap masyarakat hukum adat sebagai subyek hukum adalah
ditentukannya masyarakat hukum adat sebagai pihak yang dapat
mengajukan permohonan pengkajian undang-undang terhadap UUD 1945.
Namun, konsep masyarakat hukum adat adalah konsep yang masih terlalu
umum, yang memerlukan penjelasan lebih lanjut. Lebih lanjut pengaturan
mengenai masyarakat hukum adat ditemui dalam Pasal 51 ayat (1) huruf b
UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang
merumuskan salah satu kategori pemohon adalah : Kesatuan masyarakat
hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur
dalam undang-undang. Jimly kemudian berpendapat bahwa harus pula
dibedakan dengan jelas antara kesatuan masyarakat hukum adat dengan
masyarakat hukum adat itu sendiri. Masyarakat adalah kumpulan individu
yang hidup dalam lingkungan pergaulan bersama sebagai suatu
community atau society, sedangkan kesatuan masyarakat menunjuk

kepada pengertian masyarakat organik, yang tersusun dalam kerangka


kehidupan

berorganisasi

dengan

saling

mengikatkan

diri

untuk

kepentingan mencapai tujuan bersama. Dengan kata lain, kesatuan


masyarakat hukum adat sebagai unit organisasi masyarakat hukum adat itu
haruslah dibedakan dari masyarakat hukum adatnya sendiri sebagai isi dari
kesatuan organisasinya itu.
MK juga berpendapat bahwa kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya dipandang sesuai dengan perkembangan
masyarakat apabila kesatuan masyarakat hukum adat tersebut :
1. Keberadaannya telah diakui berdasarkan undang-undang yang berlaku
sebagai pencerminan perkembangan nilai-nilai yang dianggap ideal
dalam masyarakat dewasa ini, baik undang-undang yang bersifat
umum maupun bersifat sektoral, seperti bidang agraria, kehutanan,
perikanan, dan lain-lain maupun dalam peraturan daerah.
2. Substansi hak-hak tradisional tersebut diakui dan dihormati oleh warga
kesatuan masyarakat yang bersangkutan maupun masyarakat yang
lebih luas, serta tidak bertentangan dengan hak-hak asasi manusia.
MK kemudian menyatakan bahwa suatu kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia apabila kesatuan masyarakat hukum adat tersebut
tidak mengganggu eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
sebuah kesatuan politik dan kesatuan hukum, yaitu keberadaannya tidak
mengancam kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan substansi norma hukum adatnya sesuai dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa masyarakat hukum itu sebagai
kelompok-kelompok

teratur yang sinfatnya ajeg dengan pemerintahan

sendiri yang sifatnya materiil maupun inmateriil, berada dalam suatu

pergaulan hidup yang sama dengan kontinitas hubungan dengan pola


berulang tetap.
2. Unsur-unsur

yang harus dipenuhi jika persekutuan tersebut dapat

dikatakan kesatuan masyarakat hukum adat :


Dari pengertian persekutuan atau masyarakat hukum seperti tersebut maka
dapat ditarik beberapa unsure agar suatu kelompok itu disebut dengan
KMHA atau persekutuan hukum antara lain :
a. Terdiri dari orang-orang sebagai suatu kelompok atau kesatuan
terhadap dunia luar, lahir dan batin.
b. Kelompok tersebut mempunyai tata susunan yang tetap dan kekal.
c. Adanya kekuasaan sendiri sebagai kelompok yang otonom dan
mempunyai pengurus sendiri.
d. Mempunyai harta kekayaan baik milik keduniawian dan milik gaib
(materiil dan sprirituil) yang terpisah antara harta kekayaan milik
kelompok dengan harta kekayaan anggota.
e. Tidak ada seorangpun dari anggota kelompok yang mempunyai
keinginan untuk melepaskan diri dari kelompoknya atau ingin
membubarkan kelompoknya.
Dari unsure-unsur diatas sebetulnya belum dapat diyatakan suatu
kelompok untuk sebagai suatu persekutuan hukum atau masyarakat hukum
karena perlu ada faktor lain sebagai penentunya untuk membedakannya
dengan kelompok-kelompok lain seperti kelompok-kelompok sosial biasa.

3. Faktor faktor yang mempengaruhi terbentuknya KMHA :


Adapun faktor-foktor penentu itu adalah faktor territorial dan faktor
genealogis.
Agar suatu kreteria jelas dapat menunjukkan unsur-unsur dari suatu
masyarakat hukum dan dapat membedakannya dengan kelompokkelompok sosial yang lain yang bukan merupakan masyarakat hukum adat,
perlu dicarikan kreteria lain sebagai identifikasi diluar unsur-unsur yang
teralah disebutkan diatas yang akan mewujudkan kelompok tersebut
sebagai persatuan hukum atau masyarakat hukum adat. Sebagai kreterial

tambahan yang akan dapat membedakannya dengan kelompok sosial yang


lain berupa faktor-faktor pembentuknya yaitu :
a. Faktor territorial
Apabila dilihat dari dasar territorial semata sebagai dasar
pembentukan suatu masyarakat hukum adat, yaitu karena adanya
kesamaan wilayah atau tempat tinggal maka kelompok tsb telah
dapat diartikan sebagai suatu masyarakat hukum.
b. Faktor genealogis
Yaitu karena danya hubungan darah. Artinya bahwa kelompok
dalam masyarakat hukum itu terbentuk karena anggotanya berasal
dari adanya hubungan darah antara orang yang satu dengan orang
yang lainnya.
Adapun menurut Soepomo dalam bukunya bab-bab tentang hukum
adat juga menyebutkan bahwa masyarakat hukum adat terbentuk karena
factor genelogis, maksudnya adalah karena orang-orang tsb termasuk
dalam suatu keturunan yang sama yaitu :
a. Pertalian darah menurut garis bapak (patrilinial) seperti : orangorang batak, nias, sumba dan bali
b. Pertalian darah menurut garis ibu (matrilineal) seperti : family
diminangkabau.
c. Pertalian darah menurut ibu dan bapak (tata susunan parentil)
seperti : orang-orang jawa, sunda, aceh dan Kalimantan.
Sedangkan persekutuan hukum atau masyarakat hukum yang terbentuk
atas dasar faktor territorial atau berdasar lingkungan daerah dapat dibagi
dalam 3 jenis yaitu :
1. Persekutuan desa (dorp)
2. Persekutuan daerah (streek)
3. Persekutuan dari beberapa desa
4. masyarakat hukum adat mempunyai hukum tertulis dan ada hukum yang
tidak tertulis :
Adapun hukum yang tertulis dan tidak tertulis, seperti awig-awig yang
dimiliki desa adat di bali. Awig-awig adalah patokan-patokan tingkah laku

tertulis maupun tidak tertulis yang dibuat oleh masyarakat yang


bersangkutan berdasarkan rasa keadilan dan keputusan yang hidup dalam
masyarakat dalam pelaksanaan tri hita karana (hubungan karma dengan
tuhan, hubungan karma dengan sesama karma, dan hubungan karma
dengan lingkungannya. Tidak tertulis karena dulu keputusan-keputusan
awig-awig dibuat pada keputusan pengsangkepan.
Perlindungan terhadap masyarakat hukum adat secara nasional:
UUD 1945.

Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 menyatakan Negara

mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat


beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang
Pada pasal 5 undang-undang nomor 5 tahun 1960 UUPA menyatakan
dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan
hak ulayat dan hak-hak serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum
adat, sepanjang menurut kenyataannya. Masih ada, harus sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
Undang-

Hak Asasi Pasal 1)

Undang No Manusia
39
1999

Tahun

Dalam

Rangka

penegakan

hak

asasi

manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam


masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan
dilindungi

oleh

hukum,

masyarakat,

dan

Pemerintah.
2) Identitas masyarakat hukum adat, termasuk
hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan
perkembangan zaman.

Penjelasan:
ayat (1)
Hak adat yang secara nyata masih berlaku dan
dijunjung

tinggi

di

dalam

lingkungan

masyarakat hukum adat harus dihormati dan


dilindungi dalam rangka perlindungan dan
penegakan hak asasi manusia dalam masyarakat
yang

bersangkutan

dengan

memperhatikan

hukum dan peraturan perundang-undangan.


ayat (2)
Dalam rangka penegakan hak asasi manusia,
identitas budaya nasional masyarakat hukum
adat, hak-hak adat yang masih secara nyata
dipegang teguh oleh masyarakat hukum adat
setempat,

tetap

dihormati

dan

dilindungi

sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas


negara hukum yang berintikan keadilan dan
kesejahteraan rakyat.

Pada UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup, keberadaan dan pengakuan atas hak ulayat dari masyarakat hukum adat
semakin semakin mendapat perlindungan hukum dan pengakuan. Hal ini dapat
dilihat dari Pasal 63 Ayat (1) huruf (t), ayat (2) huruf (n) dan ayat (3) huruf (k)
yang menerangkan wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat, provinsi dan
kabupaten/kota.
Pasal 63 huruf t UU No 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Dan
Perlindungan Lingkungan Hidup menyebutkan menetapkan kebijakan

mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal,
dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 63 (2) huruf n UU No 32 Tahun 2009 menyebutkan menetapkan
kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat,
kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat provinsi.
Pasal 63 (2) huruf n UU No 32 Tahun 2009 menyebutkan melaksanakan
kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat,
kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota.
Perlindungan menurut hukum internasional:
a. Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (deklarasi hak
asasi masyarakat adat).

5. KMHA menyelesaikan kasus tersebut dan bagaimana proses penyelesaian


kasus dalam wacana diatas:
Dapat, karena dari kekuasaan dan kewenangan menyelesaikan persoalanpersoalan hukum. Persoalan hukum yang di hadapi desa adat dapat berupa
pelanggaran hukum (awig-awig) dan dapat berupa sengketa. Kekuasaan
ini dapat di identikan dengan kekuasaan peradilan (yudikatif) dalam
lingkungan negara. Kekuasaan dan kewenangan tersebut telah diakui oleh
perundang-undangan yang dimiliki oleh indonesia. Namun kewenagan
penyelesaian persoalan-persoalan hukum yang menjadi kewenangan desa
adat adalah permasalahan adat saja.

Anda mungkin juga menyukai