Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

HUKUM PEMILU
SISTEM PEMILU LANGSUNG & MELALUI LEMBAGA PERWAKILAN
DALAM PEMILUKADA

KELOMPOK VI
Nama Anggota :
1.

Ayu Dyah Paramitha

1116051065

2.

Krisnadi Rahmanu

1116051070

3.

I Made Adi Dwi Pranatha

1116051087

4.

I Gede Bagus Yudhanegara

1116051091

5.

I.B Guntur

1116051094

6.

I Putu Adi Dana Pratama

1116051096

7.

I Made Juli Untung Pratama

1116051099

FAKULTAS HUKUM PROGRAM EKSTENSI


UNIVERSITAS UDAYANA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pemilihan umum merupakan manifestasi pelaksanaan kedaulatan rakyat

dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Rakyat sesuai dengan


nuraninya memilih calon-calon pemimpin bangsa yang akan mewujudkan cita-cita
nasional dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).
Oleh karena itu, pemilu harus dijalankan dengan demokratis dan berwibawa.1
Pemilihan umum sebagai sarana penyaluran aspirasi demokrasi memegang
peranan penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui pemilu, setiap
warga negara memiliki hak untuk menentukan orang-orang yang akan duduk di
kursi kepemimpinan. Secara historis, Indonesia telah mengalami 10 kali
pemilihan umum masing-masing tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
1997, 1999, 2004, 2009 dan 2014.2
Pemilu pertama yaitu pada tahun 1955 merupakan suatu perhelatan pesta
demokrasi pertama yang diselenggarakan bangsa ini dan juga merupakan satusatunya pemilu yang terjadi pada era orde lama. Saat itu Republik Indonesia baru
saja menginjak usia 10 tahun pasca merdeka pada tahun 1945. Pemilu tahun 1955
1

Ahmad Nadir, 2005, Pilkada Langsung dan Masa Depan Demokrasi, Averoes Press,
Malang, h. 4.
2

Ibid, h. 6.

dilakukan dua kali yaitu 29 September 1955 untuk memilih anggota-anggota DPR
dan 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante.3
Sebelum diadakannya pemilu tahun 1955, telah dibentuk undang-undang
untuk mengatur tentang pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 27 Tahun
1948 tentang Pemilu yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1949 tentang Pemilu. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1949
diamanatkan bahwa pemilihan umum yang akan dilakukan adalah bertingkat
(tidak langsung), untuk menghindari distorsi akibat banyaknya warga negara yang
buta huruf kala itu. Kemudian pada tahun 1950, pemerintah memutuskan untuk
menjadikan pemilu sebagai program dalam kabinet. Sejak itu pembahasan UU
Pemilu mulai dilakukan lagi, dan baru selesai dibahas pada tahun 1953, yang
melahirkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilu. UU inilah
yang kemudian menjadi payung hukum Pemilu 1955 yang diselenggarakan secara
langsung, umum, bebas dan rahasia .4
Dengan demikian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1948 tentang Pemilu
yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1949 yang mengadopsi
pemilihan bertingkat (tidak langsung) bagi anggota DPR otomatis tidak berlaku
lagi.
Pada masa reformasi, Pemilu era orde baru diselenggarakan antara lain pada
tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu pada era ini diawali
dengan masa-masa transisi kepemimpinan Presiden Soekarno. Diangkatnya
3

Ibid, h. 7.

Ibid, h. 10.

Jenderal Soeharto menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung Karno dalam


Sidang Istimewa MPRS 1967, tidak membuatnya melegitimasi kekuasaannya
pada masa transisi. Bahkan ketetapan MPRS XI Tahun 1966 mengamanatkan agar
pemilu baru diselenggarakan dalam tahun 1968, dan kemudian diubah lagi pada
SI MPR 1967 oleh Jenderal Soeharto bahwa Pemilu akan diselenggarakan dalam
tahun 1971. Pada praktiknya pemilu kedua baru bisa diselenggarakan 5 Juli 1971,
yang berarti setelah empat tahun Soeharto berada di kursi kepresidenan.5
Pada masa tersebut ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih
sama dengan yang diterapkan era Soekarno, di mana UU yang diadakan adalah
UU tentang pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Menjelang pemilu 1971, pemerintah bersama DPR menyelesaikan UndangUndang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 16
tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Penyelesaian UU itu
sendiri memakan waktu hampir tiga tahun.
Dalam UU itu pejabat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral,
tidak seperti Pemilu 1955 yang memperbolehkan pejabat negara, termasuk
perdana menteri dari partai untuk ikut menjadi calon partai secara formal. Tetapi
pada praktiknya Pemilu 1971 para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu
peserta Pemilu, yaitu Golkar. Jadi sesungguhnya pemerintah pun merekayasa
ketentuan-ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan seluruh

Miriam Budiardjo, 2000, Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan


Demokrasi Pancasila, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 5.

pegawai negeri sipil harus menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta
pemilu itu.6
Setelah tahun 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai
terlaksana. Enam tahun berikutnya yakni tahun 1977, pemilu ketiga dilaksanakan.
Setelahnya pemilu selalu berlangsung setiap lima tahun sekali. Berbeda dengan
pemilu-pemilu sebelumnya, sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit,
hanya terdiri atas dua parpol dan satu Golkar. Hal tersebut imbas penyederhanaan
jumlah partai yang dilakukan pemerintah bersama DPR, dengan membuat UU No.
3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar.
Puncaknya Soeharto dilengserkan rakyat pada 21 Mei 1998 karena
ketidakadilan sistem pemerintahan yang diterapkan Soeharto selama masa orde
baru. Setelah Presiden Soeharto dilengserkan oleh gerakan mahasiswa pada
tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan Wakil Presiden B.J. Habibie. Pada
masa ini pemilu kembali dilaksanakan pada 7 Juni 1999 yang mana saat itu diikuti
oleh banyak partai politik yaitu berjumlah 48 partai.7
Pemilu 2004, merupakan pemilu kedua dengan dua agenda. Pertama,
memilih anggota legislatif dan kedua memilih presiden. Pemilihan presiden dan
wakil presiden yang sebelumnya dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat. Sehingga semenjak itu
pemilihan presiden pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Sedangkan pada

Ibid, h. 8.

Ibid, h. 12.

2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah


Daerah PILKADA dilakukan oleh rakyat.
DPR telah mengesahkan Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada). Dimana kesimpulan isi dari Undang-undang pilkada itu adalah
pertama, pilkada hanya memimilih gubernur dan bupati/walikota, sementara
wakil gubernur dan wakil bupati/wakil walikota ditunjuk dari lingkungan PNS;
kedua, gubernur dipilih tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat, meliankan oleh
DPRD provinsi. Kesimpulan tersebut telah membuat pemilihan kepala daerah di
Indonesia menjadi tidak langsung dan secara otomatis telah menghilangkan hak
rakyat untuk memilih.
Pada tahun 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengembalikan
sistem pilkada langsung melalui penerbitan dua Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu) yaitu Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
Perppu Nomor 1 Tahun 2014 berisi aturan mengenai pelaksanaan pemilu
kepala daerah oleh rakyat dan mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Adapun Perppu Nomor 2
Tahun 2014 merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah yang menghapus wewenang DPRD memilih kepala
daerah.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka judul yang
kami angkat dalam tugas ini adalah SISTEM PEMILU LANGSUNG &
MELALUI LEMBAGA PERWAKILAN DALAM PEMILUKADA.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan beberapa

permasalahan, yaitu :
1. Bagaimana sistem pemilu langsung di Indonesia ?
2. Bagaimana sistem pemilu melalui lembaga perwakilan dalam
PEMILUKADA?

BAB II
LANDASAN TEORI
Landasan teori dalam menjawab rumusan masalah pada tugas ini adalah
teori kedaulatan rakyat. Kedaukatan rakyat berasal dari dua suku kata. Yaitu
kedaulatan dan rakyat. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi pada suatu wilayah
dan rakyat pada Negara tertentu. Sedangkan rakyat suatu Negara adalah semua
orang yang berada pada suatu Negara dan tunduk pada kekuasaan Negara. 8 Teori
kedaulatan rakyat menurut Immanuel kant adalah dimana kekuasaan tertinggi
berada di tangan rakyat.9
Teori kedaulatan rakyat muncul dari ajaran Johanes Althusius, diteruskan
oleh para sarjana dari aliran hukum alam, tetapi yang terakhir mencapai
kesimpulan baru bahwa semula individu-individu itu dengan melalui perjanjian
masyarakat membentuk masyarakat, dan kepada masyarakat inilah para individu
menyerahkan

kekuasaannya,

yang

menyerahkan

kekuasaan tersebut

selanjutnya
kepada

masyarakat

inilah

raja. Jadi sesungguhnya

yang
raja

mendapatkan kekuasaan dari individu-individu tersebut.10


Indonesia juga menganut paham kedaulatan rakyat. Pemilik kekuasaan
tertinggi yang sesungguhnya dalam negara Indonesia adalah rakyat. Kekuasaan itu

Sudarsono, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Rineka Cipta, Jakarta, h. 109.

Busroh, 2010, Ilmu Negara, PT Bumi Aksara, Jakarta, h. 74.

10

Ibid, h. 75

harus disadari berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam sistem
konstitusional berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
pasal 1 ayat (2) yang meyatakan kedaulatan berada di tangan rakyat adan
dilaksanakan menurut undang-undang dasar. Salah satu bentuk nyata dari
implementasi Kedaulatan rakyat dalam suatu Negara adalah adanya pemilihan
umum. Pemilihan umum baik untuk memilih pihak eksekutif dan legislatif. Di
Indonesia pemilihan pihak eksekutif telah diatur pada pasal 22E ayat (2) Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan
pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pemilu yang pertama yang terjadi di Indonesia adalah pemilu tahun 1955
yang diatur pada Undang-undang No. 7 Tahun 1953. Undang-undang No. 7 tahun
1953 bertujuan memilih DPR dan anggota Konstiuante. Pada masa orde baru,
pemilu terjadi pada tahun 1971 dengan didasarkan oleh Undang-undang Nomor
15 Tahun 1969. Pada undang-undang ini bertujuan untuk memilih anggota
legislatif saja. Sedangkan anggota eksekutif dipilih oleh legislatif. Pada masa
reformasi, undang-undang yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 12 Tahun
2003 untuk pemilu legislatif. Sedangkan untuk pemilu Presiden dan Wakil
Presiden digunakan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003. Pemilihan legislatif
dan eksekutif dilakukan dengan sistem pemilihan langsung.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1.

SISTEM PEMILU LANGSUNG


Dalam Pasal 6A Undang-undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945

menyatakan Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat.
Pasal 6A menyebutkan bahwa Presiden Dan Wakil Presiden dipilih oleh
rakyat. Pernyataan ini sesuai dengan isi dari pasal 1 ayat (2) yang menyatakan
kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang
dasar. Bentuk

dari kedaulatan rakyat salah satunya diwujudkan dengan

memberikan kepada rakyat untuk memilih Presiden dan Wakil Presidennya secara
langsung.
Dalam pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 mengenai
pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden menyatakan Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden, selanjutnya disebut Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden, adalah pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pada pasal ini

menyatakan pemilihan Presiden dan wakil Presiden berdasarkan Undang-undang


Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945. Diamana pada Undang-undang

10

dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden dipilih langsung oleh rakyat . Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008
tidak ada pertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara republik Indonesia
tahun 1945.

11

SISTEM PEMILUKADA LANGSUNG


Pasal 18 (4) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia menyatakan
Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Daerah Provinsi,
Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis
Proses pemilihan dalam PEMILUKADA langsung dilaksanakan melalui
beberapa tahapan yaitu:
1. Persiapan pemilihan;
2. Penyelenggara pemilihan;
3. Penetapan pemilih;
4. Pendaftaran dan penetapan pasangan calon;
5. Kampanye;
6. Pemungutan dan penghitungan suara;
7. Penetapan pasangan calon terpilih;
8. Pengesahan; dan
9. Pelantikan.
Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, maka dimulailah babak baru dalam rentang Pemilihan
Kepala Daerah yang secara langsung dipilih oleh rakyat. Hal ini dapat kita lihat
pada penjelasan umum pada bagian 4 mengenai pemerintahan daerah menyatakan

12

bahwa pemilihan Kepala Daerah sudah tidak lagi melalui Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). Maka pemilihan Kepala Daerah dalam yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dilakukan secara langsung oleh rakyat.

13

3.2

SISTEM PEMILUKADA TAK LANGSUNG DALAM KONTEKS


PILKADA
Sistem pemilukada tidak langsung sudah pernah diterapkan di Indonesia

sebelumnya. Saat era reformasi sistempun dirubah menjadi pemilihan langsung.


Sistem pemilukada tak langsung diatur dalam rancangan undang-undang dimana
sistem pemilihan kepala daerah tidak lagi dipilih secara langsung oleh rakyat
melainkan ditentukan melalui voting kursi DPRD.11
Undang-undang yang mengakomodir pemilihan Kepala Daerah melalui
DPRD atau secara tidak langsung adalah Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004
tentang Pemilihan, Gubernur, Bupati dan Walikota. Undang-undang tersebut
intinya mengatur tentang pemilihan kepala daerah dimana pada intinya mengubah
sistem pemilihan kepala derah yang awalnya dipilih langsung oleh rakyat menjadi
tak langsung melalui DPRD. Hal tersebut dapat dilihat pada ketentuan Bagian
Kedua Prinsip Pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang
Pemilihan, Gubernur, Bupati dan Walikota yang menyatakan:

11

Ibid, h. 29.

14

Pasal 3
(1) Gubernur dipilih oleh anggota DPRD Provinsi secara demokratis berdasar
asas bebas, terbuka, jujur, dan adil.
(2) Bupati dan walikota dipilih oleh anggota DPRD kabupaten/kota secara
demokratis berdasar asas bebas, terbuka, jujur, dan adil.

15

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
1. Undang-undang yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 12 Tahun
2003 untuk pemilu legislatif. Sedangkan untuk pemilu Presiden dan Wakil
Presiden digunakan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003. Pemilihan
legislatif dan eksekutif dilakukan dengan sistem pemilihan langsung.
2. Sistem pemilui tidak langsung dapat dilihat pada ketentuan pasal 3 UU
22 Th 2014 yang pada intinya pemilihan kepala daerah dilakukan oleh
DPRD.

4.2

Saran
1. Pemilihan kepala daerah harus langsung melalui warga Negara.
Pemilihan kepala daerah di indonesia seharusnya tidak lagi dipilih oleh
DPRD. Karena hal tersebut telah melanggar ketentuan pasal 43 UU 39
Tahun 199 tentang Hak asasi manusia yang pada intinya menyatakan
pemilihan kepala daerah merupakan hak dari warga Negara.

16

Daftar Pustaka
Budiardjo, Miriam. 2000. Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan
Demokrasi Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Busro. 2010. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Prihatmoko, Joko. 2005. Pemilihan Kepala Daerah Langsung: Filosofi, Sistem
dan Problema Penerapan di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Pelajar.
Sudarsono. 2001. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.
Daftar Perundang-undangan
Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
22 Tahun 2014 tentang Pemilihan, Gubernur, Bupati dan Walikota

17

Anda mungkin juga menyukai