DI SUSUN OLEH :
FAKULTAS HUKUM
ILMU HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
2020
ABSTRAK
Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan
keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini adalah
Pengadilan Niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, harta debitur
dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat hukum putusan pailit terhadap karyawan
perusahaan menurut UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, kedudukan karyawan
perusahaan menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan apabila perusahaan pailit,
pelaksanaan putusan Pengadilan Niaga terhadap perusahaan yang dipailitkan beserta
hambatannya. Penelitian dilakukan di Pengadilan Niaga Semarang. Tipe penelitian bahan hukum
yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif, penulis melakukan penelitian
terhadap peraturan perundang-undangan yang ada beserta contoh kasus dan putusannya. Metode
pendekatan yuridis normatif yaitu sebuah metode penelitian dengan mencoba melihat kesesuaian
aturanaturan normatif yaitu Undang-Undang No.37 Tahun 2004. Akibat hukum putusan pailit
terhadap karyawan perusahaan menurut UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Adapun akibat hukum putusan pailit yaitu apabila telah dinyatakan oleh hakim atau Pengadilan
Niaga dengan suatu putusan, dalam hal pekerja mengundurkan diri baik status perusahaan
dinyatakan pailit maupun tidak, perlu meminta penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
perburuhan serta pekerja/buruh tidak mendapatkan uang pesangon melainkan hanya uang
penggantian hak dan uang pisah. Sedangkan, jika pekerja/buruh di PHK dengan alasan
perusahaan pailit, maka di samping perlu penetapan dari lembaga yang berwenang juga
pekerja/buruh memperoleh uang pesangon, uang penghargaan dan hak-hak lainnya. Kedudukan
karyawan perusahaan yang pailit termasuk dalam kreditor preferen atau yang didahulukan. Posisi
karyawan walaupun diutamakan, tetapi tetap berada dibawah pajak dan biaya-biaya perkara
lainnya. Pelaksanaan putusan Pengadilan Niaga terhadap perusahaan pailit yaitu dengan
menunjuk kurator dari Balai Harta Peninggalan (BHP) dengan dibawah pengawasan Hakim
Pengawas. Hambatan dalam kepailitan berasal dari debitor-debitor yang tidak kooperatif (debitor
nakal) yang menyembunyikan aset-aset perusahaan agar aset tersebut tidak masuk ke dalam
boedel pailit.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Hukum Hukum Peradilan Tata Usaha
Negara.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Terima kasih.
Putri Rismeywati
DAFTAR ISI
ABSTRAK..................................................................................................................................................2
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................3
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................4
BAB I..........................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................5
A. Latar Belakang.................................................................................................................................5
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................7
C. Tujuan..............................................................................................................................................7
BAB II.........................................................................................................................................................8
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................8
BAB III......................................................................................................................................................18
KESIMPULAN.........................................................................................................................................18
A. Kesimpulan....................................................................................................................................18
B. Saran..............................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan
keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini adalah
Pengadilan Niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, harta debitur
dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Beberapa definisi tentang kepailitan telah di terangkan didalam jurnal Penerapan Ketentuan
Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah yang ditulis oleh Ari Purwadi antara lain: Freed B.G
Tumbunan dalam tulisannya yang berjudul Pokok-Pokok Undang-Undang Tentang Kepailitan
sebagaimana diubah oleh Perpu No. 1 Tahun 1998 disebutkan bahwa “Kepailitan adalah sita
umum yang mencakup seluruh kekayaan debitur untuk kepentingan semua krediturnya. Tujuan
kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator kepada semua kreditur dengan
memperhatikan hak-hak mereka masing-masing”.1 Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU), “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana
diatur dalam undang-undang ini.
Yang dapat dinyatakan mengalami kepailitan adalah debitur yang sudah dinyataka tidak
mampu membayar utang-utangnya lagi. Pailit dapat dinyatakan atas:
1 Ari Purwandi, Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah, Jurnal tidak diterbitkan, Surabaya,
Fakultas Hukum Universitas Widjaya Kusuma Surabaya, 2011, hal 129.
d. Pailit bisa atas permintaan kejaksaan untuk kepentingan umum (pasal 2 ayat (2) UU
Kepailitan);
e. bila dibiturnya bank, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia (pasal
2 ayat (3) UU Kepailitan);
f. Bila debiturnya Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kriling dan Penjamin, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan
Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) (Pasal 2 ayat (4) UU Kepailitan);
g. dalam hal debiturnya Perusahaan Asuransi, perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau
Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan
pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan (Pasal 2 ayat (5) UU
Kepailitan). Sedangkan tujuan pernyataan pailit adalah untuk mendapatkan suatu
penyitaan umum atas kekayaan debitur (segala harta benda disita atau dibekukan) untuk
kepentingan semua orang yang menghutangkannya (kreditur).
Proses terjadinya kepailitan sangatlah perlu diketahui, karena hal ini dapat
menentukan keberlanjutan tindakan yang dapat dilakukan pada perseroan yang telah
dinyatakan pailit. Salah satu tahap penting dalam proses kepailitan adalah tahap insolvensi.2
Yaitu suatu perusahaan yang sudah tidak mampu membayar hutang-hutangnya lagi. 3 Padah
tahap insolvensi penting artinya karena pada tahap inilah nasib debitur pailit ditentukan.
Apakah harta debitur akan habis dibagi-bagi sampai menutup utangnya, ataupun debitur
masih dapat bernafas lega dengan diterimanya suatu rencana perdamaian atau rekunstruksi
utang. Apabila debitur sudah dinyatakan insolvensi, maka debitur sudah benar-benar pailit,
dan hartanya segera akan dibagi-bagi, meskipun hal-hal ini tidak berarti bahwa bisnis dari
perusahaan pailit tersebut tidak bisa dilanjutkan.
2 Adi Nugroho Setiarso, Analisis Yuridis terhadap Keadaan Insolvensi Dlam Kepailitan (Studi Normatif Pasal 2
ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kapilitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran), Jurnat tidak
diterbitkan, Malang, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2013, hlm. 3.
3 Zaeni Asyhdie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2005, hlm 1.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses terjadinya kepailitan?
2. Bagaimana tanggungjawab hukum bagi Pengurus terhadap Perseroan yang
dipailitkan?
3. Contoh kasus pailit batavia air dan bagaimana penyelesaiannya?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses terjadinya kepailitan.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan tanggungjawab hukum bagi Pengurus
terhadap Perseroan yang dipailitkan.
3. Untuk memaparkan dan menganalisis kasus pailit yang terjadi pada PT Batavia Air
dan penyelesaiannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Terjadinya Kepailitan
a. keseimbangan, tidak ada penyalahgunaan lembaga atau pranata dalam kepailitan yang
digunakan oleh debitor yang tidak jujur dan terdapat ketentuan yang dapat mencegah
kreditor melakukan itikad tidak baik.
b. asas kelangsungan usaha, debitor yang pada proses kepailitannya atau telah diputus
kepailitannya tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya
c. asas keadilan, pada asas ini kepailitan dapat memberikan rasa keadilan bagi para
pihak yang memiliki kepentingan sehingga tidak terjadi kesewenang-wenangan baik
yang dilakakan oleh salah satu pihak.
d. Asas integrasi, dalam hal ini kepailitan harus berdasarkan hukum formil dan materiil
yang berlaku di Indonesia.
Kepailitan diatur dalam suatu kaedah hukum memiliki tujuan untuk menuju
hukum kepailitan yang progresif. Untuk mencapai tujuan terdapat syarat yang harus
dipenuhi dalam mengajukan permohonan pailit, yaitu:6
a. Mempunyai dan diajukan oleh dua atau lebih kreditor, baik kreditor separatis,
preferen, dan konkurent. Kepailitan tersebut juga dapat diajukan oleh kejaksaan
4 Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, UMM Press, Malang, 2007, hlm 16.
5 Penulis menafisrkan tentang syarat-syarat yang ada pada pasal 2 UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan
PKPU.
6 Penulis menafisrkan tentang syarat-syarat yang ada pada pasal 2 UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan
PKPU.
apabila debitor melakukan tindak pidana, serta permohonan kepailit dapat diajukan
oleh Bank Indonesia ketika debitor adalah perbankan, permohonan dapat diajukan
oleh Badan Pengawas Pasar Modal apabila debitor adalah perusahaan efek, bursa
efek, lembaga miring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian.
Permohan dapat pula diajukan oleh menteri keuangan apabila debitornya adalah
perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pension, dan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN).
b. Kreditur-kreditur tersebut menyatakan debitor tidak membayar lunas sedikit pun
utang yang harus dibayar dalam jangka waktu jatuh tempo.
2. Prosedur Kepailitan
Syarat yang harus dilakukan oleh kreditur yang melakukan permohonan kepailitan
8
adalah:
a. Surat permohonan yang bermaterai yang ditanda tangani oleh Ketua Pengadilan
Niaga
b. Akta pendaftaran perusahaan yang dilegalisir oleh ketua perdagangan
c. Surat perjanjian utang yang ditanda tangani kedua belah pihak
d. Perincian utang yang tidak terbaya
e. Nama dan alamat masing-masing kreditur/debitur
Tahap putusan atas permohonan kepailitan dikabulkan atau diputus oleh hakim
apabila fakta atau keadaan secara sederhana terbukti memenuhi persyaratan pailit. Fakta
dua atau lebih kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar
sedangkan perbedaan besarnya utang didalihkan oleh permohonan pailit dan termohon
pailit tidak menghalangi jatuhnya putusan pailit. Putusan pailit harus diucapkan paling
lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan dimana
berdasarkan pada asas peradilan, cepat, sederhana, dan biaya murah, putusan tersebut
wajib diajukan kepada jurusita.9
Pada proses pengurusan harta pailit ada beberapa pihak yang melakukan
kepengurusan yaitu:10
Dalam hal kepailitan terdapat upaya yang dapat dilakukan yaitu perlawanan,
kasasi ke Mahkamah Agung, dan Peninjauan Kembali terhadap keputusan pailit yang
mempunyai kekuatan hukum tetap. Proses pengurusan kepailitan dianggap telah berakhir
apabila telah terjadi hal-hal seperti berikut:11
a. Akur atau perdamaian, terjadi ketika terdapat perjanjian antara debitur pailit dengan
para kreditur di mana debitur menawarkan pembayaran sebagian dari utangnya
dengan syarat bahwa ia setelah melakukan pembayaran tersebut dibebaskan dari sisa
utangnya.
b. Insolvensi atas pemberesan harta pailit, ketika terjadi insolvensi apabila kepailitan
tidak ditawarkan akur atau perdamaian atau tidak dipenuhinya suatu kesepakatan
sehingga terjadi keadaan tidak mampu membayar, sebagaimana diatur pada pasal 178
UU no 37 tahun 2004.
Akibat hukum secara umum yang terjadi yang disebabkan oleh putusan pailit
adalah terhadap harta debitur akan dilakukan sitaan umum, perikatan debitur yang dibuat
setelah putusan pailit tidak dapat dibayarkan oleh harta pailit, dan perbuatan hukum yang
dilakukan debitor sebelum putusan pailit diucapkan dapat dibatalkan oleh pengadilan
berdasarkan pada pasal 41 UU No 37 Tahun 2004.12
Pasal 97 ayat (1) UUPT mewajibkan setiap anggota direksi untuk wajib
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk melakukan pengawasan
perseroan untuk kepentingan dan usaha (tujuan perseroan). Sehingga Direksi
bertanggung jawab atas pengurusan dan perwakilan terhadap perseroan dalam rangka
untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Tanggung jawab direksi atas kepailitan PT
dijelaskan dalam ketentuan pasal 104 UUPT, antara lain:
Maka dapat diketahui bahwa berdasarkan pasal 104 ayat (2) dan ayat (3)
UUPT, setiap anggota direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas
kepailitan perseroan, jika kepailitan perseroan tersebut disebabkan oleh kesalahan
atau kelalaian anggota direksi dan juga bagi anggota direksi yang salah/lalai yang
pernah menjabat sebagai anggota direksi dalam jangka waktu lima tahun sebelum
putusan pailit diucapkan.
Pada ayat (4) memberikan kesempatan kepada anggota direksi untuk tidak
bertanggung jawab atas kepailitan perseroan, jika anggota direksi dapat
membuktikan. Dengan demikian beban pembuktian ada pada anggota direksi yang
bersangkutan. Pembuktian adanya unsur kesalahan atau kelalain menjadi kunci utama
dalam menuntut pertanggungjawaban anggota direksi. Menurut Schreuder, pengertian
kesalahan menurut hukum pidana menuntut adanya 3 (tiga) unsur berupa:13
Pengadilan dengan putusan pernyataan pailit atau setiap waktu setelah itu,
atas usul hakim pengawas, permintaan kurator, atau atas permintaan seorang
kreditor atau lebih dan setelah mendengar hakim pengawas, dapat melakukan
penahanan terhadap terhadap direksi selaku pengurus perseroan pailit baik di
rumah tahanan negara (rutan) maupun di rumah Direksi tersebut, dibawah
13 S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia Dan Penerapannya, Alumni Ahaem-Petehaem, Jakarta,
1996, hlm. 160-161.
14 Sofjan Sastrawidjaja, Hukum Pidana (Asas Hukum Pidana Sampai dengan Alasan Peniadaan Pidana), Armico,
Bandung, 1996, hlm. 214.
pengawasan jaksa yang ditunjuk oleh hakim pengawas. Masa penahanan yang
berlaku palin lama 30 hari terhitung sejak penahanan dilaksanakan dan dapat
diperpanjang selama 30 hari oleh pengadilan atas usul hakim pengawas atau atas
permintaan kurator atau seorang kreditor lebih setelah mendengar hakim
pengawas. Biaya penahanan dibebankan kepada harta pailit sebagai utang harta
pailit sebagai utang harta pailit
2) Meminta kehadiran Direksi pada sesuatu perbuatan yang berkaitan dengan harta
pailit (pasal 96 UU Kepailitan)
4) Direksi wajib menghadap hakim pengawas, kurator atau panitian kreditor apabila
dipanggil (pasal 110 ayat (1) UU Kepailitan)
5) Direksi wajib hadir dalam rapat pencocokan piutang (pasal 121 ayat (1) dan (2)
UU Kepailitan)
Syarat pembebasan tanggung jawab pribadi ini bersifat “kumulatif” bukan bersifat
“alternatif”. Oleh karena itu supaya dapat bebas dan lepas memikul tanggungjawab
kepailitan itu, anggota DK yang bersangkutan harus mampu membuktikan hal- hal yang
disebutkan pada a sampai dengan d.
Seiring palu majelis hakim, maka jelaslah status armada penerbangan berjadwal
Batavia Air. Status baru itu adalah Batavia Air dinyatakan pailit. Majelis hakim
mengamini permohonan pailit kreditor PT Metro Batavia, operator Batavia Air. Putusan
majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta melalui permohonan pailit yang mengabulkan
permohonan yang diajukan International Lease Finance Corporation, Rabu (30/1).
Keputusan untuk memailitkan maskapai yang dikenal dengan logo Trust Us to Fly ini
karena telah memenuhi syarat-syarat kepailitan yaitu adanya utang yang jatuh tempo dan
dapat ditagih serta adanya kreditor lain. Syarat ini merujuk Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8
ayat (4) UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.
ANALISIS KASUS
Penutupan Batavia Air pada tanggal 30 Januari ini merupakan salah satu kejadian
yang paling menyedihkan bagi industri penerbangan Indonesia. Di tengah pertumbuhan
transportasi udara yang cukup tinggi di Indonesia, Batavia Air malah menjadi terpuruk.
Permohonan pailit Batavia Air diajukan oleh International Lease Finance Corporation
(ILFC) kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Melihat kasus yang terjadi yang menimpa
batavia airlines adalah preseden buruk bagi konsumen penerbangan di Indonesia, belajar
dari kasus yang ada, Adam Air dan Mandala air penutupan operasi maskapai selalu
menempatkan konsumen sebagai korban.
Batavia Air telah dinyatakan pailit karena tak mempu melunasi utang-utang dalam
jutaan Dollar itu yang muncul akibat perjanjian perbaikan pesawat yang tertuang
dalam agreement on Overhaul and repair pada 19 April 2007 dan 12 Mei 2008.17
Memang tak dapat dipungkiri bahwa penggunaan utang sebagai modal operasional atau
pun ekspansi usaha merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan oleh lembaga atau
perusahaan. Menumpuknya utang oleh Batavia Air karena ketika jatuh tempo pelunasan
utang, yang terjadi adalah ketidakmampuan. Dalam hal ini, menumpuknya utang
mungkin saja disebabkan lemahnya aspek manajemen keuangan dalam tubuh Batavia
Air. Karena bagaimana pun kasus pailitnya Batavia Air diduga disebabkan oleh utang.
Apabila dikaji dari perspektif keuangan maka pailitnya Batavia Air mendeskripsikan
pengelolaan keuangan yang kurang bagus yang mana dapat terindikasi dari kemampuan
menghasilkan nilai lebih dari utang atau biasanya disebut sebagai cost lebih besar
dari benefit. Terlebih sebagai perusahaan swasta (private corporation) Batavia Air juga
tidak memiliki kewajiban untuk memberikan laporan keuangannya secara publik,
sehingga dalam hal ini juga sulit untuk memberikan dan menyimpulkan kondisi keuangan
Batavia Air.
Dari kasus pailitnya Batavia Air dapat dipahami bahwa ada celah pemasukan dan
pengeluaran potensi bisnis yang tidak pasti. Oleh karena itu, pemanfaatan celah pasar
yang diharapkan pihak manajemen Batavia Air tidak berjalan sesuai rencana.
Penyelesaian pailit Batavia Air telah diputuskan untuk diurus oleh empat kurator,
antara lain Turman M Panggabean, Permata Nauli Daulay, Andra Reinhard Pasaribu, dan
Namun untuk para pemegang tiket calon penumpang, salah satu Kurator Batavia
Air (Turman Panggabean) sudah menyatakan bawah penggantian tiket calon penumpang
dapat dilakukan dengan syarat ada investor baru. Jadi sepertinya sudah pupus harapan
bagi pemegang tiket untuk bisa mendapatkan uang refund atau pengembalian.19 Kreditur
separatis, apakah ada hal2 yg mnybabkan tdak trpenuhi hak2nya dalam
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka dalam hal ini dapat ditarik
kesimpulan intisari permasalahan, adalah sebagai berikut
1. Proses pengajuan permohonan pailit diajukan oleh pengadilan yang berwenang yaitu
pengadilan niaga yang berdomisili daerah tempat kedudukan debitur itu berada.
Pengajuan permohonan pailit diajukan oleh kreditur sebagaimana yang diatur pada
pasal 2 UU No 37 Tahun 2004. Permohonan pengajuan pailit diajukan kepada
pengadilan melalui panitera. Panitera mendaftarkan permohonan kepailitan kepada
ketua pengadilan niaga dalam jangka waktu paling lambat 1 hari terhitung sejak
tanggal permohonan didaftarkan. Dalam jangka waktu paling lambat 2 hari terhitung
sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan pengadilan mempelajari
permohonan dan menetapkan hari sidang. Sidang pemeriksaan atas permohonan
kepailitan diselenggarakan paling lambat 20 hari sejak permohonan. Tahap putusan
atas permohonan kepailitan dikabulkan atau diputus oleh hakim apabila fakta atau
keadaan secara sederhana terbukti memenuhi persyaratan pailit. Putusan pailit harus
diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit
didaftarkan dimana berdasarkan pada asas peradilan, cepat, sederhana, dan biaya
murah, putusan tersebut wajib diajukan kepada jurusita.
2. Pengurus perseroan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kepailitan
perseroan, jika kepailitan perseroan tersebut disebabkan oleh kesalahan atau
kelalaian dari pengurus perseroan. Namun pengurus tidak dapat dibebani tanggung
jawab apabila dapat membuktikan kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya; telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan
penuh tanggung jawab untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan perseroan; tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun
tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan telah mengambil
tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
B. Saran
1. Sebaiknya kementerian perhubungan menerapkan klasifikasi kesehatan perusahaan
penerbangan. Perlu ada kategori airline dalam kondisi pengawasan khusus dan
dilakukan pembatasan kegiatan usaha, sebelum airline ditutup atau berhenti
beroperasi. Dalam reformasi hukum kepailitan, perlu adanya pendekatan yang
berbeda dalam menangani perkara kepailitan untuk perusahaan yang bergerak di
bidang pelayangan publik. Sama halnya di sektor keuangan, dimana untuk
menyatakan pailit perlu ada persetujuan dari otoritas keuangan (kementerian
keuangan dan Bank Indonesia). Sudah waktunya prinsip yang sama di terapkan di
sektor perhubungan. Untuk menyatakan sebuah operator jasa transportasi dinyatakan
pailit perlu ada persetujuan dari Kementrian Perhubungan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Munir Fuady, 1999, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung.
UNDANG-UNDANG
Kamus
JURNAL
Adi Nugroho Setiarso, 2013, Analisis Yuridis terhadap Keadaan Insolvensi Dlam Kepailitan
(Studi Normatif Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kapilitan dan
Penundaan kewajiban Pembayaran), Jurnal tidak diterbitkan, Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya, Malang.
Ari Purwandi, 2011, Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah, Jurnal tidak
diterbitkan, Fakultas Hukum Universitas Widjaya Kusuma Surabaya, Surabaya.
INTERNET