Anda di halaman 1dari 22

TANGGUNG JAWAB TERHADAP PERSEROAN PAILIT.

DI SUSUN OLEH :

PUTRI RISMEYWATI (171010250317)

FAKULTAS HUKUM

ILMU HUKUM

UNIVERSITAS PAMULANG

2020
ABSTRAK

Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan
keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini adalah
Pengadilan Niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, harta debitur
dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat hukum putusan pailit terhadap karyawan
perusahaan menurut UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, kedudukan karyawan
perusahaan menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan apabila perusahaan pailit,
pelaksanaan putusan Pengadilan Niaga terhadap perusahaan yang dipailitkan beserta
hambatannya. Penelitian dilakukan di Pengadilan Niaga Semarang. Tipe penelitian bahan hukum
yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif, penulis melakukan penelitian
terhadap peraturan perundang-undangan yang ada beserta contoh kasus dan putusannya. Metode
pendekatan yuridis normatif yaitu sebuah metode penelitian dengan mencoba melihat kesesuaian
aturanaturan normatif yaitu Undang-Undang No.37 Tahun 2004. Akibat hukum putusan pailit
terhadap karyawan perusahaan menurut UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Adapun akibat hukum putusan pailit yaitu apabila telah dinyatakan oleh hakim atau Pengadilan
Niaga dengan suatu putusan, dalam hal pekerja mengundurkan diri baik status perusahaan
dinyatakan pailit maupun tidak, perlu meminta penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
perburuhan serta pekerja/buruh tidak mendapatkan uang pesangon melainkan hanya uang
penggantian hak dan uang pisah. Sedangkan, jika pekerja/buruh di PHK dengan alasan
perusahaan pailit, maka di samping perlu penetapan dari lembaga yang berwenang juga
pekerja/buruh memperoleh uang pesangon, uang penghargaan dan hak-hak lainnya. Kedudukan
karyawan perusahaan yang pailit termasuk dalam kreditor preferen atau yang didahulukan. Posisi
karyawan walaupun diutamakan, tetapi tetap berada dibawah pajak dan biaya-biaya perkara
lainnya. Pelaksanaan putusan Pengadilan Niaga terhadap perusahaan pailit yaitu dengan
menunjuk kurator dari Balai Harta Peninggalan (BHP) dengan dibawah pengawasan Hakim
Pengawas. Hambatan dalam kepailitan berasal dari debitor-debitor yang tidak kooperatif (debitor
nakal) yang menyembunyikan aset-aset perusahaan agar aset tersebut tidak masuk ke dalam
boedel pailit.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Hukum Hukum Peradilan Tata Usaha
Negara.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Terima kasih.

Tangerang, 15 Desember 2020

Putri Rismeywati
DAFTAR ISI
ABSTRAK..................................................................................................................................................2
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................3
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................4
BAB I..........................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................5
A. Latar Belakang.................................................................................................................................5
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................7
C. Tujuan..............................................................................................................................................7
BAB II.........................................................................................................................................................8
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................8
BAB III......................................................................................................................................................18
KESIMPULAN.........................................................................................................................................18
A. Kesimpulan....................................................................................................................................18
B. Saran..............................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan
keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini adalah
Pengadilan Niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, harta debitur
dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Beberapa definisi tentang kepailitan telah di terangkan didalam jurnal Penerapan Ketentuan
Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah yang ditulis oleh Ari Purwadi antara lain: Freed B.G
Tumbunan dalam tulisannya yang berjudul Pokok-Pokok Undang-Undang Tentang Kepailitan
sebagaimana diubah oleh Perpu No. 1 Tahun 1998 disebutkan bahwa “Kepailitan adalah sita
umum yang mencakup seluruh kekayaan debitur untuk kepentingan semua krediturnya. Tujuan
kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator kepada semua kreditur dengan
memperhatikan hak-hak mereka masing-masing”.1 Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU), “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana
diatur dalam undang-undang ini.

Yang dapat dinyatakan mengalami kepailitan adalah debitur yang sudah dinyataka tidak
mampu membayar utang-utangnya lagi. Pailit dapat dinyatakan atas:

a. permohonan dibitur sendiri (pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan);


b. permohonan satu atau lebih krediturnya (pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan Tahun);
c. pailit harus dengan putusan pengadilan (pasal 3 UU Kepailitan);

1 Ari Purwandi, Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah, Jurnal tidak diterbitkan, Surabaya,
Fakultas Hukum Universitas Widjaya Kusuma Surabaya, 2011, hal 129.
d. Pailit bisa atas permintaan kejaksaan untuk kepentingan umum (pasal 2 ayat (2) UU
Kepailitan);
e. bila dibiturnya bank, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia (pasal
2 ayat (3) UU Kepailitan);
f. Bila debiturnya Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kriling dan Penjamin, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan
Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) (Pasal 2 ayat (4) UU Kepailitan);
g. dalam hal debiturnya Perusahaan Asuransi, perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau
Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan
pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan (Pasal 2 ayat (5) UU
Kepailitan). Sedangkan tujuan pernyataan pailit adalah untuk mendapatkan suatu
penyitaan umum atas kekayaan debitur (segala harta benda disita atau dibekukan) untuk
kepentingan semua orang yang menghutangkannya (kreditur).

Proses terjadinya kepailitan sangatlah perlu diketahui, karena hal ini dapat
menentukan keberlanjutan tindakan yang dapat dilakukan pada perseroan yang telah
dinyatakan pailit. Salah satu tahap penting dalam proses kepailitan adalah tahap insolvensi.2
Yaitu suatu perusahaan yang sudah tidak mampu membayar hutang-hutangnya lagi. 3 Padah
tahap insolvensi penting artinya karena pada tahap inilah nasib debitur pailit ditentukan.
Apakah harta debitur akan habis dibagi-bagi sampai menutup utangnya, ataupun debitur
masih dapat bernafas lega dengan diterimanya suatu rencana perdamaian atau rekunstruksi
utang. Apabila debitur sudah dinyatakan insolvensi, maka debitur sudah benar-benar pailit,
dan hartanya segera akan dibagi-bagi, meskipun hal-hal ini tidak berarti bahwa bisnis dari
perusahaan pailit tersebut tidak bisa dilanjutkan.

2 Adi Nugroho Setiarso, Analisis Yuridis terhadap Keadaan Insolvensi Dlam Kepailitan (Studi Normatif Pasal 2
ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kapilitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran), Jurnat tidak
diterbitkan, Malang, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2013, hlm. 3.

3 Zaeni Asyhdie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2005, hlm 1.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses terjadinya kepailitan?
2. Bagaimana tanggungjawab hukum bagi Pengurus terhadap Perseroan yang
dipailitkan?
3. Contoh kasus pailit batavia air dan bagaimana penyelesaiannya?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses terjadinya kepailitan.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan tanggungjawab hukum bagi Pengurus
terhadap Perseroan yang dipailitkan.
3. Untuk memaparkan dan menganalisis kasus pailit yang terjadi pada PT Batavia Air
dan penyelesaiannya.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Proses Terjadinya Kepailitan

1. Prinsip-Prinsip umum dalam Proses terjadinya Kepailitan

Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang


Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), “Kepailitan adalah
sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini. Berdasarkan pengertian yang ada pada undang-undang kepailitan,
para ahli hukum memberikan makna atau pengertian yang jelas tentang kepailitan, salah
satunya menurut Adrian Sutedi yang meberikan pengertian “suatu sitaan dan eksekusi
atas seluruh kekayaan debitor untuk kepentingan kreditor-kreditornya”.4 Kepailitan harus
memenuhi dan berlandaskan pada asas:5

a. keseimbangan, tidak ada penyalahgunaan lembaga atau pranata dalam kepailitan yang
digunakan oleh debitor yang tidak jujur dan terdapat ketentuan yang dapat mencegah
kreditor melakukan itikad tidak baik.
b. asas kelangsungan usaha, debitor yang pada proses kepailitannya atau telah diputus
kepailitannya tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya
c. asas keadilan, pada asas ini kepailitan dapat memberikan rasa keadilan bagi para
pihak yang memiliki kepentingan sehingga tidak terjadi kesewenang-wenangan baik
yang dilakakan oleh salah satu pihak.
d. Asas integrasi, dalam hal ini kepailitan harus berdasarkan hukum formil dan materiil
yang berlaku di Indonesia.

Kepailitan diatur dalam suatu kaedah hukum memiliki tujuan untuk menuju
hukum kepailitan yang progresif. Untuk mencapai tujuan terdapat syarat yang harus
dipenuhi dalam mengajukan permohonan pailit, yaitu:6

a. Mempunyai dan diajukan oleh dua atau lebih kreditor, baik kreditor separatis,
preferen, dan konkurent. Kepailitan tersebut juga dapat diajukan oleh kejaksaan
4 Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, UMM Press, Malang, 2007, hlm 16.

5 Penulis menafisrkan tentang syarat-syarat yang ada pada pasal 2 UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan
PKPU.

6 Penulis menafisrkan tentang syarat-syarat yang ada pada pasal 2 UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan
PKPU.
apabila debitor melakukan tindak pidana, serta permohonan kepailit dapat diajukan
oleh Bank Indonesia ketika debitor adalah perbankan, permohonan dapat diajukan
oleh Badan Pengawas Pasar Modal apabila debitor adalah perusahaan efek, bursa
efek, lembaga miring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian.
Permohan dapat pula diajukan oleh menteri keuangan apabila debitornya adalah
perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pension, dan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN).
b. Kreditur-kreditur tersebut menyatakan debitor tidak membayar lunas sedikit pun
utang yang harus dibayar dalam jangka waktu jatuh tempo.
2. Prosedur Kepailitan

Proses pengajuan permohonan pailit diajukan oleh pengadilan yang berwenang


yaitu pengadilan niaga yang berdomisili daerah tempat kedudukan debitur itu berada.
Pengajuan permohonan pailit diajukan oleh kreditur sebagaimana yang diatur pada pasal
2 UU No 37 Tahun 2004 yang telah dibahas sebelumnya oleh penulis. Permohonan
pengajuan pailit diajukan kepada pengadilan melalui panitera. Pengajuan selain dapat
dilakukan oleh kreditur atau lembaga yang diberikan kewenangan yaitu debitur itu
sendiri. Debitur yang melakukan permohonan kepailitan pada Perseroan Terbatas harus
memenuhi syarat sebagai berikut:7

a. Surat permohonan bermaterai ditujukan kepada ketua pengadilan niaga


b. Akta pendafataran perusahaan yang dilagalisir oleh kantor perdagangan
c. Putusan sah Rapat umum Pemegang Saham (RUPS)
d. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga
e. Neraca keuangan terakhir
f. Nama serta alamat debitur dan kreditur

Syarat yang harus dilakukan oleh kreditur yang melakukan permohonan kepailitan
8
adalah:

a. Surat permohonan yang bermaterai yang ditanda tangani oleh Ketua Pengadilan
Niaga
b. Akta pendaftaran perusahaan yang dilegalisir oleh ketua perdagangan
c. Surat perjanjian utang yang ditanda tangani kedua belah pihak
d. Perincian utang yang tidak terbaya
e. Nama dan alamat masing-masing kreditur/debitur

Panitera mendaftarkan permohonan kepailitan kepada ketua pengadilan niaga


dalam jangka waktu paling lambat 1 hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan.
Dalam jangka waktu paling lambat 2 hari terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan

7  Opcit, hlm 74.


8 Ibid, hlm 74.
pailit didaftarkan pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang.
Sidang pemeriksaan atas permohonan kepailitan diselenggarakan paling lambat 20 hari
sejak permohonan di mana dalam hal ini terjadi rapat verifikasi atau pencocokan utang
antara debitur dengan kreditur. Dalam rapat verifikasi atau pencocokan utang seorang
debitor wajib datang sendiri agar dapat memberikan keterangan yang diminta oleh hakim
pengawasmengenai sebab kepailitan dan keadaan harta pailit. Pada rapat pencocokan
utang setelah semua pihak hadir baik debitor, kurator, maupun kreditor, hakim
pengawasakan membacakan daftar piutang yang diakui sementara dan daftar yang
dibantah oleh kurator.

Tahap putusan atas permohonan kepailitan dikabulkan atau diputus oleh hakim
apabila fakta atau keadaan secara sederhana terbukti memenuhi persyaratan pailit. Fakta
dua atau lebih kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar
sedangkan perbedaan besarnya utang didalihkan oleh permohonan pailit dan termohon
pailit tidak menghalangi jatuhnya putusan pailit. Putusan pailit harus diucapkan paling
lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan dimana
berdasarkan pada asas peradilan, cepat, sederhana, dan biaya murah, putusan tersebut
wajib diajukan kepada jurusita.9

Pada proses pengurusan harta pailit ada beberapa pihak yang melakukan
kepengurusan yaitu:10

a. Hakim pengawas yang melakukan pengawasan pada pengurusan dan pemberesan


harta pailit, diatur pada pasal 65 UU No 37 Tahun 2004
b. Kurator, memiliki tugas melakukan pemberesan harta pailit

Dalam hal kepailitan terdapat upaya yang dapat dilakukan yaitu perlawanan,
kasasi ke Mahkamah Agung, dan Peninjauan Kembali terhadap keputusan pailit yang
mempunyai kekuatan hukum tetap. Proses pengurusan kepailitan dianggap telah berakhir
apabila telah terjadi hal-hal seperti berikut:11

a. Akur atau perdamaian, terjadi ketika terdapat perjanjian antara debitur pailit dengan
para kreditur di mana debitur menawarkan pembayaran sebagian dari utangnya
dengan syarat bahwa ia setelah melakukan pembayaran tersebut dibebaskan dari sisa
utangnya.
b. Insolvensi atas pemberesan harta pailit, ketika terjadi insolvensi apabila kepailitan
tidak ditawarkan akur atau perdamaian atau tidak dipenuhinya suatu kesepakatan
sehingga terjadi keadaan tidak mampu membayar, sebagaimana diatur pada pasal 178
UU no 37 tahun 2004.

9 Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm 91.


10 Rahayu Hartini,Opcit, hlm 126-127.
11 Rahayu Hartini,Opcit, hlm  175-186.
c. Rehabilitasi, permohonan rehabilitasi dapat diajukan oleh debitur pailit atau ahli
warisnya dengan dibuktikan bahwa kreditur telah menerima seluruh pembayaran
piutangnya.

Akibat hukum secara umum yang terjadi yang disebabkan oleh putusan pailit
adalah terhadap harta debitur akan dilakukan sitaan umum, perikatan debitur yang dibuat
setelah putusan pailit tidak dapat dibayarkan oleh harta pailit, dan  perbuatan hukum yang
dilakukan debitor sebelum putusan pailit diucapkan dapat dibatalkan oleh pengadilan
berdasarkan pada pasal 41 UU No 37 Tahun 2004.12

B. Tanggungjawab Hukum Bagi Pengurus Terhadap Perseroan yang Pailit


1. Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan Terbatas (PT)

Pasal 97 ayat (1) UUPT mewajibkan setiap anggota direksi untuk wajib
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk melakukan pengawasan
perseroan untuk kepentingan dan usaha (tujuan perseroan). Sehingga Direksi
bertanggung jawab atas pengurusan dan perwakilan terhadap perseroan dalam rangka
untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Tanggung jawab direksi atas kepailitan PT
dijelaskan dalam ketentuan pasal 104 UUPT, antara lain:

a. Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas perseroan sendiri


kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak
mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam UU kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
b. Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit
tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan dalam kepailitan tersebut,
setiap anggota direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh
kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.
c. Tanggung jawab tersebut berlaku juga bagi anggota direksi yang salah atau lalai yang
pernah menjabat sebagai anggota direksi dalam jangk waktu 5 (lima) tahun sebelum
putusan pernyataan pailit diucapkan.
d. Anggota direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan perseroan apabila dapat
membuktikan:
 Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
 Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh
tanggung jawab untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan perseroan;
 Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung
atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
 Telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan;

12 Jono, Opcit, hlm 107-108.


e. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi direksi dari perseroan yang dinyatakan pailit
berdasarkan gugatan pihak ketiga.

Maka dapat diketahui bahwa berdasarkan pasal 104 ayat (2) dan ayat (3)
UUPT, setiap anggota direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas
kepailitan perseroan, jika kepailitan perseroan tersebut disebabkan oleh kesalahan
atau kelalaian anggota direksi dan juga bagi anggota direksi yang salah/lalai yang
pernah menjabat sebagai anggota direksi dalam jangka waktu lima tahun sebelum
putusan pailit diucapkan.

Pada ayat (4) memberikan kesempatan kepada anggota direksi untuk tidak
bertanggung jawab atas kepailitan perseroan, jika anggota direksi dapat
membuktikan. Dengan demikian beban pembuktian ada pada anggota direksi yang
bersangkutan. Pembuktian adanya unsur kesalahan atau kelalain menjadi kunci utama
dalam menuntut pertanggungjawaban anggota direksi. Menurut Schreuder, pengertian
kesalahan menurut hukum pidana menuntut adanya 3 (tiga) unsur berupa:13

1. Kelakuan yang bersifat melawan hukum;


2. Dolus (kesengajaan) atau culpa (kelalaian);
3. Kemampuan bertanggung jawab pelaku.

Prof. Sutan Remy Sjahdeini menyatakan bahwa beliau sependapat dengan


sikap pengadilan Amerika Serikat, bahwa seorang anggota direksi perseroan dalam
menjalankan tugasnya hanya bertanggung jawab apabila kelalaian yang dilakukan
adalah kelalaian berat (gross negligence).14 Meskipun demikian tidaklah mudah untuk
membedakan mana perbuatan hukum direksi yang bersifat kelalaian ringan dan mana
perbuatan direksi yang bersifat kelalaian berat, karena penilaian tersebut merupakan
sesuatu yang bersifat subjektivitas.

Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan terhadap Direksi selaku pengurus


perseroan terbatas antara lain:

1) Melakukan penahanan terhadap direksi selaku pengurus perseroan terbatas (pasal


93 sampai dengan pasal 95 UU Kepailitan)

Pengadilan dengan putusan pernyataan pailit atau setiap waktu setelah itu,
atas usul hakim pengawas, permintaan kurator, atau atas permintaan seorang
kreditor atau lebih dan setelah mendengar hakim pengawas, dapat melakukan
penahanan terhadap terhadap direksi selaku pengurus perseroan pailit baik di
rumah tahanan negara (rutan) maupun di rumah Direksi tersebut, dibawah
13 S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia Dan Penerapannya, Alumni Ahaem-Petehaem, Jakarta,
1996, hlm. 160-161.
14 Sofjan Sastrawidjaja, Hukum Pidana (Asas Hukum Pidana Sampai dengan Alasan Peniadaan Pidana), Armico,
Bandung, 1996, hlm. 214.
pengawasan jaksa yang ditunjuk oleh hakim pengawas. Masa penahanan yang
berlaku palin lama 30 hari terhitung sejak penahanan dilaksanakan dan dapat
diperpanjang selama 30 hari oleh pengadilan atas usul hakim pengawas atau atas
permintaan kurator atau seorang kreditor lebih setelah mendengar hakim
pengawas. Biaya penahanan dibebankan kepada harta pailit sebagai utang harta
pailit sebagai utang harta pailit

Pengadilan juga berwenang melepaskan direksi dari tahanan atas usul


hakim pengawas atau atas permohonan direksi (mewakili debitur pailit), dengan
jaminan uang dari pihak ketiga bahwa direksi (mewakili debitur pailit) setiap
waktu akan menghadap atas panggilan pertama.

2) Meminta kehadiran Direksi pada sesuatu perbuatan yang berkaitan dengan harta
pailit (pasal 96 UU Kepailitan)

Jika direksi yang ditahan, dalam hal diperlukan kehadiran


kehadiran direksi pada sesuatu perbutaan yag berkaitan dengan harta pailit
maka direksi dapat diambil dari tempat tahan tersebut atas perintah hakim
pengawas. Perintah hakim pengawas tersebut dilaksanakan oleh
kejaksaan.

3) Direksi tidak boleh meninggalkan domisilinya (pasal 97 UU Kepailitan)

Selama kepailitan, direksi selaku pengurus PT tidak boleh meninggalkan


domisilinya tanpa izin dari hakim pengawas.

4) Direksi wajib menghadap hakim pengawas, kurator atau panitian kreditor apabila
dipanggil (pasal 110 ayat (1) UU Kepailitan)

Direksi selaku pengurus perseroan wajib menghadap hakim


pengawas, kurator/panitia kreditor apabila dipanggil untuk memberikan
keterangan.

5) Direksi wajib hadir dalam rapat pencocokan piutang (pasal 121 ayat (1) dan (2)
UU Kepailitan)

Direksi selaku pengurus perseroan wajib hadir sendiri dalam rapat


pencocokan piuang agar dapat memberikan keterangan yang diminta oleh hakim
pengawas mengenai sebab kepailitan dan keadaan harta pailit. Kreditor juga dapat
meminta keterangan dari Direksi selaku pengurus PT mengenai hal-hal yang
dikemukakan melalui hakim pengawas.

2. Tanggung Jawab Dewan Komisaris atas Kepailitan Perseroan Terbatas


Pasal 115 mengatur sejauh mana tanggung jawab anggota DK atas kepailitan
Perseroan. Sekiranya Perseroan dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga, baik hal itu
terjadi atas permintaan sendiri oleh Direksi setelah mendapat persetujuan RUPS
melalui proses voluntary petition maupun oleh pihak ketiga melalui proses
involuntary petition.

a. Faktor yang menyebabkan anggota Dewan Komisrais Bertanggung Jawab Atas


Kepailitan Perseroan

Pasal 115 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas


menyebutkan bahwa ikutnya anggota Dewan Komisaris bertanggung jawab atas
Kepailitan Perseroan, apabila terpenuhi persyaratan atau digantungkan pada
faktor berikut:15

 Kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalian pengawasan yang dilakukan


Dewan Komisaris Syarat atau faktor pertama yang dapat menyeret anggota
Dewan Komisaris selanjutnya disebut dengan DK ikut memikul tanggung
jawab atas kepailitan terjadi sebagai akibat kesalahan atau kelalaian DK
melaksanakan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada pengurusan
yang dilaksanakan Direksi.
 Harta kekayaan perseroan tidak mencukupi membayar seluruh kewajiban

Syarat kedua ternyata harta pailit perseroan “tidak mencukupi”


membayar seluruh kewajiban Perseroan kepada para kreditor. Dalam hal
demikian, setiap anggota DK ikut bertanggung jawab scara tanggung renteng
untuk membayar kewajiban yang belum terlunasi dari harta kekayaan
Perseroan. Tanggung jawab secara tanggung renteng yang dijelaskan diatas
berlaku juga bagi anggota DK yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun
sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, asal terpenuhi syarat yang
dijelaskan diatas.

b. Faktor yang dapat menggugurkan tanggung jawab anggota Dewan Komisaris atas


kepailitan Perseroan

Pasal 115 ayat (3) memberi kemungkinan kepada anggota DK


membebaskan diri dari keikutsertaan bertanggungjawab pribadi dan solider atas
kepailitan Perseroan. Syarat yang dapat membebaskannya digantungkan pada
faktor kemampuan membuktikan hal-hal berikut ini:

a) Kepalilitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya


b) Telah melakukan tugas pengawasan dengan iktikad baik dan kehati-hatian
untuk kepentingan Perseroan dan sesuai maksud dan tujuan Perseroan
15 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal. 463.
c) Tidak mempunyai kepentingan pribadi, langsung/tidak langsung atas tindakan
pengurusan oleh direksi yang mengakibatkan kepailitan
d) Telah memberikan nasihat ke direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan

Syarat pembebasan tanggung jawab pribadi ini bersifat “kumulatif” bukan bersifat
“alternatif”. Oleh karena itu supaya dapat bebas dan lepas memikul tanggungjawab
kepailitan itu, anggota DK yang bersangkutan harus mampu membuktikan hal- hal yang
disebutkan pada a sampai dengan d.

C. Contoh Kasus Pailit Batavia Air

Batavia Air Pailit  

Seiring palu majelis hakim, maka jelaslah status armada penerbangan berjadwal
Batavia Air. Status baru itu adalah Batavia Air dinyatakan pailit. Majelis hakim
mengamini permohonan pailit kreditor PT Metro Batavia, operator Batavia Air. Putusan
majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta melalui permohonan pailit yang mengabulkan
permohonan yang diajukan International Lease Finance Corporation, Rabu (30/1).
Keputusan untuk memailitkan maskapai yang dikenal dengan logo Trust Us to Fly ini
karena telah memenuhi syarat-syarat kepailitan yaitu adanya utang yang jatuh tempo dan
dapat ditagih serta adanya kreditor lain. Syarat ini merujuk Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8
ayat (4) UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.

Perihal utang, Batavia Air diwajibkan membayar sewa pesawat senilai


AS$4.688.064,07, juga biaya cadangan, dan bunga yang tertuang dalam Aircraft Lease
Agreement tertanggal 20 Desember 2009. Namun, Batavia tak lagi mampu membayar
utang-utang tersebut sejak 2009 lalu dan jatuh tempo pada 13 Desember 2012. Tak ada
kemampuan Batavia disebabkan force majeur, yaitu kalah tender pelayanan transportasi
ibadah haji dan umroh ini. Hal ini menjadi biang kerok tersendatnya pembayaran. Karena
pesawat yang disewa tersebut diperuntukkan melayani penumpang yang hendak
melakukan ibadah haji dan umrah ke Mekah-Madinah. Sehingga, sumber pembayaran
sewa pesawat berasal dari pelayanan penumpang yang melakukan ibadah haji dan umrah.

Majelis tak mengalami kesulitan memutuskan perihal keberadaan utang ini.


Batavia Air dengan tegas mengakui utang tersebut. Alhasil, pengakuan tersebut menjadi
bukti yang sempurna di persidangan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 164 HIR.
“Sehingga, utang tersebut tidak perlu dibuktikan lagi,” ucap Ketua Majelis Hakim Agus
Iskandar, Rabu (30/1).16

ANALISIS KASUS

16 Happy Rayna Stephanny, Kamis, 31 Januari 2013, Batavia Air Pailit (online), http://www.hukumonline.com, (15


Desember 2020)
Dari kasus yang terjadi, berdasarkan UU No. 37 tahun 2004 tentang kepailitian,
putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menyatakan pailit pada PT Metro Batavia.
Keputusan pailit PT. Metro Batavia disebabkan oleh utang sebanyak USD 4,68 juta yang
sudah lewat jatuh tempo namun tidak kunjung di bayar. Tuntutan pailit ini telah diajukan
semenjak 20 Desember 2012 dan diputuskan pada tanggal 30 Januari 2013.

Penutupan Batavia Air pada tanggal 30 Januari ini merupakan salah satu kejadian
yang paling menyedihkan bagi industri penerbangan Indonesia. Di tengah pertumbuhan
transportasi udara yang cukup tinggi di Indonesia, Batavia Air malah menjadi terpuruk.
Permohonan pailit Batavia Air diajukan oleh International Lease Finance Corporation
(ILFC) kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Melihat kasus yang terjadi yang menimpa
batavia airlines adalah preseden buruk bagi konsumen penerbangan di Indonesia, belajar
dari kasus yang ada, Adam Air dan Mandala air penutupan operasi maskapai selalu
menempatkan konsumen sebagai korban.

Batavia Air telah dinyatakan pailit karena tak mempu melunasi utang-utang dalam
jutaan Dollar itu yang muncul akibat perjanjian perbaikan pesawat yang tertuang
dalam agreement on Overhaul and repair pada 19 April 2007 dan 12 Mei 2008.17
Memang tak dapat dipungkiri bahwa penggunaan utang sebagai modal operasional atau
pun ekspansi usaha merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan oleh lembaga atau
perusahaan. Menumpuknya utang oleh Batavia Air karena ketika jatuh tempo pelunasan
utang, yang terjadi adalah ketidakmampuan. Dalam hal ini, menumpuknya utang
mungkin saja disebabkan lemahnya aspek manajemen keuangan dalam tubuh Batavia
Air. Karena bagaimana pun kasus pailitnya Batavia Air diduga disebabkan oleh utang.
Apabila dikaji dari perspektif keuangan maka pailitnya Batavia Air mendeskripsikan
pengelolaan keuangan yang kurang bagus yang mana dapat terindikasi dari kemampuan
menghasilkan nilai lebih dari utang atau biasanya disebut sebagai cost lebih besar
dari benefit. Terlebih sebagai perusahaan swasta (private corporation) Batavia Air juga
tidak memiliki kewajiban untuk memberikan laporan keuangannya secara publik,
sehingga dalam hal ini juga sulit untuk memberikan dan menyimpulkan kondisi keuangan
Batavia Air.

Dari kasus pailitnya Batavia Air dapat dipahami bahwa ada celah pemasukan dan
pengeluaran potensi bisnis yang tidak pasti. Oleh karena itu, pemanfaatan celah pasar
yang diharapkan pihak manajemen Batavia Air tidak berjalan sesuai rencana.

Proses Penyelesaian Pailit oleh Kurator

Penyelesaian pailit Batavia Air telah diputuskan untuk diurus oleh empat kurator,
antara lain Turman M Panggabean, Permata Nauli Daulay, Andra Reinhard Pasaribu, dan

17 Batavia Air Pailit, (online), http://ekonomi.kompasiana.com, (15 Desember 2020).


Alba Sumahadi. Kantor kurator bertempat di Ruko Cempaka Mas B-24, Jl. Letjen
Suprapto, Jakarta Pusat. Beberapa aktifitas yang sudah terjadwal18:

 15 Feb 2013-Rapat Kreditur di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pukul 09:00.


 18 Feb 2013-Mengundang kreditur non-tiket dan agen untuk mengajukan tagihan
kreditur dan pajak di Kantor Kurator.
 18 Feb-1 Maret 2013-Penumpang Batavia Air bisa muendaftarkan diri sebagai
kreditur Batavia Air.
 14 Maret 2013-Verifikasi dan pencocokan piutang di kantor Kurator.

Namun untuk para pemegang tiket calon penumpang, salah satu Kurator Batavia
Air (Turman Panggabean) sudah menyatakan bawah penggantian tiket calon penumpang
dapat dilakukan dengan syarat ada investor baru. Jadi sepertinya sudah pupus harapan
bagi pemegang tiket untuk bisa mendapatkan uang refund atau pengembalian.19 Kreditur
separatis, apakah ada hal2 yg mnybabkan tdak trpenuhi hak2nya dalam

18 Tim Kurator Mulai Data Utang Batavia, (online), http://www.merdeka.com, (15 Desember 2020).


19 Batavia Langsung Ganti Tiket, (online), http://bangka.tribunnews.com, (15 Desember 2020)
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka dalam hal ini dapat ditarik
kesimpulan intisari permasalahan, adalah sebagai berikut

1. Proses pengajuan permohonan pailit diajukan oleh pengadilan yang berwenang yaitu
pengadilan niaga yang berdomisili daerah tempat kedudukan debitur itu berada.
Pengajuan permohonan pailit diajukan oleh kreditur sebagaimana yang diatur pada
pasal 2 UU No 37 Tahun 2004. Permohonan pengajuan pailit diajukan kepada
pengadilan melalui panitera. Panitera mendaftarkan permohonan kepailitan kepada
ketua pengadilan niaga dalam jangka waktu paling lambat 1 hari terhitung sejak
tanggal permohonan didaftarkan. Dalam jangka waktu paling lambat 2 hari terhitung
sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan pengadilan mempelajari
permohonan dan menetapkan hari sidang. Sidang pemeriksaan atas permohonan
kepailitan diselenggarakan paling lambat 20 hari sejak permohonan. Tahap putusan
atas permohonan kepailitan dikabulkan atau diputus oleh hakim apabila fakta atau
keadaan secara sederhana terbukti memenuhi persyaratan pailit. Putusan pailit harus
diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit
didaftarkan dimana berdasarkan pada asas peradilan, cepat, sederhana, dan biaya
murah, putusan tersebut wajib diajukan kepada jurusita.
2. Pengurus perseroan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kepailitan
perseroan, jika kepailitan perseroan tersebut disebabkan oleh kesalahan atau
kelalaian dari pengurus perseroan. Namun pengurus tidak dapat dibebani tanggung
jawab apabila dapat membuktikan kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya; telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan
penuh tanggung jawab untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan perseroan; tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun
tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan telah mengambil
tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

B. Saran
1. Sebaiknya kementerian perhubungan menerapkan klasifikasi kesehatan perusahaan
penerbangan. Perlu ada kategori airline dalam kondisi pengawasan khusus dan
dilakukan pembatasan kegiatan usaha, sebelum airline ditutup atau berhenti
beroperasi. Dalam reformasi hukum kepailitan, perlu adanya pendekatan yang
berbeda dalam menangani perkara kepailitan untuk perusahaan yang bergerak di
bidang pelayangan publik. Sama halnya di sektor keuangan, dimana untuk
menyatakan pailit perlu ada persetujuan dari otoritas keuangan (kementerian
keuangan dan Bank Indonesia). Sudah waktunya  prinsip yang sama di terapkan di
sektor perhubungan. Untuk menyatakan sebuah operator jasa  transportasi dinyatakan
pailit perlu ada persetujuan dari Kementrian Perhubungan.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adrian Sutedi, 2009, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta.

Jono, 2010, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta.

Munir Fuady, 1999, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung.

M. Yahya Harahap, 2011, Hukum Perseroan Terbatas, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta.

Rahayu Hartini, 2007, Hukum Kepailitan, UMM Press, Malang.

S.R. Sianturi, 1996, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia Dan Penerapannya, Alumni Ahaem-


Petehaem, Jakarta.

Sofjan Sastrawidjaja, 1996, Hukum Pidana (Asas Hukum Pidana Sampai dengan Alasan


Peniadaan Pidana), Armico, Bandung.

Zaeni Asyhdie, 2005, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT Raja


Grafindo Persada, Jakarta.

UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan


Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Kamus

Daryanto, 1997, Kamus Bahasa Indonseia Lengkap, Apollo, Surabaya.

Kamus Hukum Ekonomi, 1997, ELIPS.

JURNAL

Adi Nugroho Setiarso, 2013, Analisis Yuridis terhadap Keadaan Insolvensi Dlam Kepailitan
(Studi Normatif Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kapilitan dan
Penundaan kewajiban Pembayaran), Jurnal tidak diterbitkan, Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya, Malang.

Ari Purwandi, 2011, Penerapan Ketentuan Kepailitan Pada Bank Yang Bermasalah, Jurnal tidak
diterbitkan, Fakultas Hukum Universitas Widjaya Kusuma Surabaya, Surabaya.
INTERNET

Batavia Air Pailit, (online), http://ekonomi.kompasiana.com, (15 Desember 2020).

Batavia Langsung Ganti Tiket, (online), http://bangka.tribunnews.com, (15 Desember 2020).

Happy Rayna Stephanny, Batavia Air Pailit (online), http://www.hukumonline. com, (15


Desember 2020).

Tim Kurator Mulai Data Utang Batavia, (online), http://www.merdeka.com, (15 Desember 2020)

Anda mungkin juga menyukai