Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 1 HKUM4303/HUKUM PERUSAHAAN

Pengamat: Kondisi BUMN Saat Ini Masih Pareto


(Natasha Khairunisa Amani - 23 Sep 2021)

Liputan6.com, Jakarta Kinerja BUMN sepanjang 2020 terpaksa harus terkoreksi. Hal ini


dibuktikan dengan turunnya pendapatan BUMN dari Rp 2.456 triliun di 2019 menjadi Rp
1.842 triliun pada 2020. Namun perlu diketahui, pendapatan BUMN ini disumbang setidaknya
hanya dari 20 BUMN. Padahal, jumlah BUMN saat ini masih 107 perusahaan.

Associate Director BUMN Research Group Lembaga Manajemen Univesitas Indonesia Dr.
Toto Pranoto mengungkapkan bahwa kondisi BUMN masih Pareto. "Kondisi BUMN di
Indonesia saat ini menunjukkan suatu kondisi Pareto. Dimana sekitar 80 persen dari total
kontribusi pendapatan BUMN hanya disumbang oleh oleh sekitar 20 persen perusahaan saja,"
demikian paparan Dr. Toto Pranoto dalam acara penganugerahan Business Performance
Excellence Awards (BPEA) 2021 yang digelar secara daring pada Kamis (23/9/2021).

Dari data tersebut, Toto menegaskan banyak BUMN yang belum beroperasi secara optimal.
Untuk itu, Toto mendorong adanya perbaikan ke depannya, supaya kontribusi BUMN terhadap
negara ini bisa meningkat. "Tentu ini perlu menjadi perbaikan kedepannya, bagaimana supaya
produktivitas di setiap BUMN bisa ditingkatkan," tambahnya. Toto juga mengungkapkan
bahwa performa sektor perbankan BUMN Indonesia masih kalah jauh dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN lainnya. "Pertumbuhan EBT Bank BUMN Indonesia relatif lebih
rendah dibandingkan Bank BUMN Singapura dan Malaysia, bahkan Bank BNI mencatat
pertumbuhan minus sebesar 73,7 persen," papar Toto.

Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 mengatur bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Selanjutnya, dalam
Pasal 33 ayat (3), diatur bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Berdasarkan
ketentuan dalam pasal tersebut, maka Pemerintah membentuk Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). BUMN adalah badan usaha yang melakukan kegiatan usaha berkaitan dengan
kepentingan umum dan yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Menurut Anda,
1. Apakah kegiatan usaha BUMN selama ini di Indonesia telah sesuai dengan apa yang
diamanatkan dalam UUD 1945, khususnya Pasal 33 ayat (2) dan (3)?
2. Mengapa dalam praktiknya, BUMN di Indonesia banyak yang melakukan kegiatan di luar
bidang yang menguasai hajat hidup orang banyak?
3. Menurut Anda, hal apakah yang mendasari langkah restrukturisasi yang dilakukan oleh beberapa
perusahaan BUMN di Indonesia serta upaya apa sajakah yang meliputi restrukturisasi tersebut?
Jawaban

1. Penjelasan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menyatakan,
bahwa memajukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Pasal 33 UUD 1945 merupakan tugas konstitusional bagi
seluruh komponen bangsa termasuk di dalamnya BUMN. Melalui kepemilikan negara terhadap
unit-unit usaha tertentu, peran BUMN dalam menghasilkan barang dan/atau jasa yang bermutu
tinggi dengan harga yang terjangkau serta mampu berkompetisi dalam persaingan bisnis secara
global, diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat
dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme melalui antara lain pembenahan pengurusan
dan pengawasan berdasarkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) menjadi syarat
mutlak bagi optimalnya peran BUMN. Restrukturisasi dan privatisasi menjadi upaya yang penting
dilakukan dalam peningkatan efisiensi dan produktivitas BUMN.
Tanggung jawab sosial perusahaan sebagai salah satu peran BUMN untuk turut membantu
pengembangan usaha kecil/koperasi, menjadi hal yang krusial dilakukan seiring dengan tuntutan
dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kualitas hidup yang ideal. Kontribusi BUMN terhadap
terciptanya ketangguhan dan kemandirian ekonomi rakyat melalui upaya kemitraan sebagai
pelaksanaan tanggung jawab sosial.
Perusahaan, diharapkan dapat menberikan dampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan
rakyat.
Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, masyarakat Indonesia masih jauh dari sejahtera. Peran BUMN
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat belum optimal. Salah satu contohnya adalah BUMN
yang bergerak di bidang industri pertanian khususnya pupuk. Sampai saat ini, kondisi perpupukan di
Indonesia memiliki berbagai masalah yang serius. Padahal, pupuk merupakan faktor produksi yang
sangat penting yang menyumbang 20 persen terhadap keberhasilan peningkatan produksi
pertanian.
Dalam berbagai aspek, peranan BUMN belum terlaksana secara ideal seperti apa yang diamanatkan
Pasal 33 UUD 1945. Padahal, pengurusan dan pengawasan BUMN telah dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip GCG yang merujuk pada Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-01/MBU/2011
tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance/GCG) pada
BUMN.
Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan BUMN sebagai salah satu wujud penerapan GCG
juga masih jauh dari harapan. Padahal, peran BUMN melalui tanggung jawab sosial perusahaan,
sejatinya mampu mewujudkan 3 (tiga) pilar utama pembangunan (triple tracks) yang telah
dicanangkan pemerintah. Pilar tersebut yaitu: 1) pengurangan jumlah pengangguran (pro-job); 2)
pengurangan jumlah penduduk miskin (pro-poor); dan 3) peningkatan pertumbuhan ekonomi (pro-
growth).

2. Pengelolaan BUMN telah bergeser dari konteks yang tercantum dalam undang-undang. Ditandai
dengan banyaknya BUMN yang berubah status dari Perum, Perjan, dan lain-lain menjadi Perseroan
Terbatas (PT). Ini juga turut mempengaruhi performa BUMN secara keseluruhan.Sebagaimana
diamanatkan pada pasal 33 UUD 45 bahwa “cabang-cabang yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat”.
Sejalan dengan amanat tersebut BUMN menjalankan fungsinya, tetapi hanya ada beberapa BUMN
yang dinyatakan sehat, selebihnya kurang sehat dan tidak sehat. Untuk menangani kondisi BUMN
yang cukup memprihatinkan ini, perusahaan tersebut perlu dibantu oleh pemerintah dalam bentuk
penyertaan modal pemerintah. Semenjak tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter. Itu
berarti pemerintah indonesia harus bekerja keras untuk melepaskan diri dari krisis ini. Berbagai
upaya sudah dilakukan, termasuk saran dari IMF, tetapi hal tersebut tidak mengurangi beban
pemerintah. Sebaliknya, sejak tahun 2000 APBN Indonesia mengalami defisit anggaran walaupun
berangsur-angsur mulai berkurang. Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah untuk menutup
defisit anggaran tersebut adalah melakukan privatisasi BUMN. Jadi alasan utama suatu Badan
Usaha Milik Negara diprivatisasi adalah demi menopang penerimaan Negara dan membantu
pemerintah mengurangi defisit anggaran, menciptakan efisiensi ekonomi, mengurangi intervensi
pemerintah pada perekonomian, serta membuka pintu bagi persaingan yang sehat dalam
perekonomian.
Berdasarkan hal tersebut Pemerintah menganggap kebijakan privatisasi memang sangat penting
sebagai bagian dari kebijakan reformasi BUMN. Reformasi BUMN sudah tidak dapat ditunda lagi
mengingat selama ini banyak BUMN yang memiliki kinerja yang kurang memuaskan. Oleh karena
privatisasi tersebut banyak BUMN di indonesia yang melakukan kegiatan di luar bidang yang
menguasai hajat hidup orang banyak.
3. Restrukturisasi dimaksudkan untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien,
transparan, dan profesional. Tujuan restrukturusasi adalah untuk meningkatkan kinerja dan nilai
perusahaan, memberikan manfaat berupa deviden dan pajak kepada negara, menghasilkan produk
dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen, dan memudahkan pelaksanaan
privatisasi. Pelaksanaan restrukturisasi harus memperhatikan asas biaya dan manfaat yang
diperoleh. Restrukturisasi meliputi:
a. Restrukturisasi sektoral yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebijakan sektor atau
peraturan perundangan. Restrukturisasi perusahaan yang meliputi:
- Peningkatan intesitas persaingan usaha, terutama di sektor-sektor yang terdapat
monopoli, baik yang diregulasi maupun monopoli alamiah.
- Penataan hubungan fungsional anatara pemerintah selaku regulator dan BUMN selaku
badan usaha, termasuk di dalamnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang
baik dan menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik.
b. Restrukturisasi internal yang mencakup keuangan, organisasi atau manajemen, operasional,
sistem dan prosedur.
Aspek-aspek lainnya yang mendorong restrukturisasi menurut Djohanputro (2003) adalah upaya
perusahaan untuk memperbaiki kinerja di masa depan. Restrukturisasi korporat pada prinsipnya
merupakan kegiatan atau upaya untuk menyusun ulang komponen-komponen korporat supaya
masa depan korporat memiliki kinerja yang lebih baik. Komponen yang disusun ulang tersebut bisa
aset perusahaan, pendanaan perusahaan, organisasi, pembagian kerja, orang-orang dalam
perusahaan, atau apa saja yang merupakan kekayaan dan dalam kendali korporat.
Munculnya keputusan untuk melakukan restrukturisasi terjadi oleh karena adanya pergeseran
strategi perusahaan (strategy shift). Perusahaan mendesain strategi korporat (corporare strategy)
dengan menciptakan keunggulan bersaing (competitive advantage) berdasarkan kondisi eksternal
dan internal perusahaan.
 Aspek pertama adalah berhasil diidentifikasinya peluang baru (new oportunity).
 Aspek kedua berupa terjadinya pergeseran dalam hal tingkat risiko usaha yang selama ini
dijalankan.
 Aspek ketiga adalah kemungkinan terjadinya pergeseran akses permodalan dan kebutuhan
finansial.
Restrukturisasi di BUMN dapat berupa penggabungan atau peleburan suatu BUMN. Jadi, suatu
BUMN dapat mengambil alih BUMN atau perseroan terbatas lainnya. Sedangkan pembubaran
BUMN ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Apabila tidak ditetapkan lain dalam peraturan
pemerintah sebagaimana dimaksud, maka sisa hasil likuidasi atau pembubaran BUMN disetorkan
langsung ke kas negara. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan, peleburan,
pengambilalihan dan pembubaran BUMN, diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam melakukan
tindakan-tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 (satu), kepentingan BUMN,
pemegang saham atau pemilik modal, pihak ketiga dan karyawan BUMN harus tetap mendapatkan
perhatian.
Pendapat lainnya menurut Djohanputro (2003) restrukturisasi dapat dikategorikan ke dalam tiga
jenis yaitu restrukturisasi porpofolio/aset; restrukturisasi modal/keuangan; dan restrukturisasi
manajemen/organisasi. Restrukturisasi portofolio merupakan kegiatan penyusunan portofolio
perusahaan, supaya kinerja perusahaan menjadi semakin baik. Yang termasuk ke dalam portofolio
perusahaan adalah setiap aset, lini bisnis, divisi, unit usaha atau SBU (strategic business unit),
maupun anak perusahaan.
Untuk konteks ini, yang dimaksudkan dengan restrukturisasi keuangan atau modal adalah
penyusunan ulang komposisi modal perusahaan supaya kinerja keuangan menjadi lebih sehat.
Kinerja keuangan dapat dievaluasi berdasarkan laporan keuangan, yang terdiri dari neraca, laporan
laba/rugi, laporan arus kas, dan posisi modal perusahaan. Berdasarkan data dalam laporan
keuangan tersebut, analis dapat mengevaluasi tingkat Kesehatan perusahaan. Kesehatan
perusahaan dapat diukur berdasarkan rasio kesehatan, yang antara lain tingkat efisiensi (efficiency
ratio), tingkat efektivitas (effectiveness ratio), profitabilitas (profitability ratio), tingkat likuiditas
(liquidity ratio), tingkat perputaran aset (asset turnover), rasio ungkitan (leverage ratio), dan rasio
pasar (market ratio). Selain rasio-rasio tersebut, tingkat kesehatan juga dapat diukur berdasarkan
profil risiko-tingkat pengembalian (risk-return profile).
Restrukturisasi manajemen/organisasi merupakan penyusunan ulang komposisi manajemen,
struktur organisasi, pembagian kerja, sistem operasional, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
masalah manajerial dan keorganisasian. Tujuannya sama dengan kedua jenis restrukturisasi di atas,
yaitu supaya kinerja perusahaan membaik. Dalam hal restrukturisasi manajemen/organisasi,
perbaikan kinerja diperoleh melalui beberapa cara, yang antara lain pelaksanaan yang lebih efisien
dan efektif, pembagian wewenang yang lebih baik sehingga keputusan tidak berbelit-belit, dan
kompetensi staf yang lebih mampu menjawab permasalah di setiap unit kerja.

Anda mungkin juga menyukai