Anda di halaman 1dari 5

SEPTIAN DWI SAPUTRA

043707808

ILMU HUKUM

TUGAS 3
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
HKUM4208.52
TUGAS 3

No Soal Skor
1. Jelaskan bagaimana konsep pertanggungjwaban negara
dalam pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya menurut
ICESCR, Prinsip Limburg, dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang
Nilai 80 – 100
HAM?
2 Jelaskan bagaimana konsep tanggung jawab negara dalam
Nilai 60 – 70
pemenuhan hak sosial dan ekonomi pada masa pandemi
Covid19?
Nilai 0
3 Jelaskan pelaksanaan perlindungan hak atas kesehatan di
Indonesia pada masa Pandemi covid 19, sertai dengan
instrumen hukum yang mendasari!

JAWAB :

1). Menurut ahli Hukum Tata Negara, Herlambang P Wiratraman, dalam penelitiannya
yang berjudul Hak-Hak Asasi Manusia Konsepsi Tanggung Jawab Negara dalam
Sistem Ketatanegaraan Indonesia menyebutkan secara konseptual penerapan Hak
Ekosob dilakukan berdasarkan rumusan Pasal 2 ayat (1) ICESCR: “Each State party to
the present Covenant undertakes to take steps, individually and through international
assistance and co-operation, especially economic and technical, to the maximum of
available resources, with a view to achieving progressively the full realization of the
rights recognized in the present Covenant by all appropriate means, including
particularly the adoption of legislative measures.” Maka dapat dipahami adanya empat
konsepsi kewajiban bagi negara berkaitan dengan perlindungan Hak Ekosob sesuai
ICESCR 1966, yakni:

(1) undertakes to take steps,


(2) to the maximum available resources,
(3) achieving progressively the full realization, and
(4) by all appropriate means including particularly the adoption of legislative
measures.

Konsepsi „undertakes to take steps‟ atau mengambil langkah-langkah, merupakan


elemen pertama yang menegaskan bahwa negara akan bertanggungjawab atas segala
tindakan atau tiadanya tindakan dalam upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak
asasi manusia.

Konsepsi kedua, adalah „to the maximum available resources‟ atau upaya
pemaksimalan sumberdaya. Artinya negara berkewajiban memprioritaskan program-
programnya dan mendayagunakan alokasi sumberdayanya secara optimal sehingga
ada hubungan antara alokasi sumberdaya anggaran dengan kewajiban negara dalam
hak-hak asasi manusia.Konsepsi selanjutnya yaitu „achieving progressively the full
realization‟ dan ‟by all appropriate means including particularly the adoption of
legislative measures‟ yakni mendayagunakan kewenangan dan sarana-sarana hukum,
baik pembentukan lembaga dan hukum baru, review perundang-undangan atau
kebijakan, atau juga ratifikasi aturan hukum internasional.
Apabila negara dalam membuat kebijakan bertitik tolak pada empat konsep di atas
maka artinya negara sedang melaksanakan kewajibannya untuk melindungi Hak
Ekosob. Hal ini sejalan dengan Pasal 28I ayat 4 UUD NRI 1945 yang menyatakan
adanya tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak asas manusia yaitu
“Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah”. Dengan demikian adanya perlindungan
dan pemenuhan Hak Ekosob bertujuan untuk menjaga martabat dan kesejahteraan
manusia, karena pada hakikatnya martabat manusia dapat tercapai apabila kebutuhan-
kebutuhannya terpenuhi. Jaminan untuk dapat memenuhi kebutuhan inilah yang
diakomodir melalui Hak Ekosob.

Prinsip selanjutnya ialah the Limburg Principles yang dikembangkan oleh Komite
Hak Asasi Manusia sebagai gagasan adanya kewajiban minimum (minimum core
obligation) untuk memenuhi tingkat pemenuhan yang minimum dari setiap hak yang
terdapat dalam Kovenan. Prinsip-prinsip ini memberikan kerangka dasar bagi
pengembangan lebih lanjut atas berbagai asumsi dan konsep pelanggaran Hak
Ekosob.

Dalam rangka pemenuhan Hak Ekosob, pengaturan terkait prinsip kewajiban


Pemerintah pada dasarnya juga diimplementasikan dalam UndangUndang Nomor 39
Tahun 1999 tentang HAM (selanjutnya disebut UU HAM) dalam Pasal 71 dan Pasal
72:

“Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan


memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undangundang ini, peraturan
perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang
diterima oleh negara Republik Indonesia” “Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif
dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara,
dan bidang lain”.

2). Implementasi Pemenuhan Hak Ekosob Pada Masa Darurat Kesehatan.

a. Darurat Kesehatan dan Implikasi terhadap Hak Ekosob

Mengenai darurat kesehatan, Indonesia telah mengaturnya dalam Undang-Undang


Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam aturan tersebut, Pasal
1 angka 2 menjelaskan “Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian
kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit
menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi,
kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan
dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara”. Di sisi lain, Hermawan
Saputra, selaku Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
mengartikan darurat kesehatan sebagai sebuah kondisi luar biasa, dimana para pakar
kesehatan belum pernah membayangkan adanya kasus kesehatan yang tersebut.
Covid-19 sebagai penyebab terjadinya darurat kesehatan telah ditetapkan dalam
Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pada 31 Maret 2020. Hal ini
berdampak pada lahirnya kebijakan yang bersifat pembatasan, seperti Work from
Home dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pembatasan tersebut
berkonsekuensi membatasi Hak Ekosob seperti hak kesehatan, hak ekonomi, dan hak
pendidikan.

Kebijakan yang diambil pemerintah sejalan dengan konsep pembatasan yang


dijelaskan oleh Christian Bjørnskov dalam tulisannya The State of Emergency
menjelaskan a state of emergency regularly implies that the government has the right to
derogate from some basic rights. Dalam keadaan yang “tidak normal” seperti
halnya darurat kesehatan maka pemerintah dapat melakukan pembatasan Hak
Ekosob namun dengan tetap memperhatikan prinsip legalitas, proporsionalitas,
temporari, dan non diskriminasi.

terdapat dua komponen pokok dari Hak Ekosob yaitu hak pendidikan dan hak
kesehatan yang merupakan kebutuhan sangat vital bagi manusia sebagai basic untuk
menikmati hak-hak dasar lainnya. Namun, dalam kondisi pandemi ini tentunya tidak
saja hanya sektor kesehatan dan pendidikan yang terdampak secara langsung.
Adapula sektor ekonomi yang karena kondisi pandemi ini mengakibatkan lesunya
situasi bisnis yang dialami oleh banyak pengusaha di sektor tertentu dan berakibat
pemutusan hubungan kerja akibat tidak lancarnya proses produksi.

3). Konstitusi Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 mengadopsi


prinsip-prinsip hak asasi manusia, khususnya hak atas kesehatan. Pasal 28H
ayat (1) menyebutkan “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

Mengenai darurat kesehatan, Indonesia telah mengaturnya dalam Undang-


Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam aturan
tersebut, Pasal 1 angka 2 menjelaskan “Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah
kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran
penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran
biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya
kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara”

Bidang Kesehatan Salah satu Rumah Sakit di Indonesia, RS. Universitas Airlangga
berdasarkan informasi yang dikutip dari tweet dr. M. Ardian, SpOG(K), M.Kes. layanan
RSUA Standar Normal Baru diberlakukan mulai 8 Juni 2020. Adapun layanan tersebut
yaitu:

1. Layanan Pasien Covid-19 di gedung khusus/terpisah.


2. Perawatan dengan Teknologi Modern (robot perawat dan CCTV).
3. 54 Dokter spesialis dan 250 perawat;
4. Tamu Pengunjung Via Net Station.
Berkaitan dengan terdampaknya sektor kesehatan, Komentar Umum No 14 Hak atas
Standar Kesehatan Tertinggi (ICESCR) yang dapat dijangkau dari Komite Hak Ekosob
setidaknya mengatur empat indikator pemenuhan hak kesehatan dalam keadaan
apapun, yaitu:

a. Ketersediaan Pelaksanaan fungsi kesehatan publik dan fasilitas pelayanan


kesehatan, barang dan jasa-jasa kesehatan, juga program-program, harus tersedia
dalam kuantitas yang cukup disuatu Negara. Kecukupan akan fasilitas barang dan jasa
bervariasi dan bergantung pada banyak faktor, termasuk tingkat pembangunan negara,
faktor-faktor tertentu yang berpengaruh terhadap kesehatan misalnya, air minum yang
sehat, sanitasi yang memadai, rumah sakit, klinik, dan bangunan lain-lainnya yang
berkaitan dengan kesehatan. Tenaga medis yang berpengalaman dan professional
dengan penghasilan yang kompetitif serta obat yang baik sebagaimana yang
termaksud oleh WHO Action Programme on Essential Drugs.

b. Aksesibilitas fasilitas kesehatan, barang dan jasa , harus dapat diakses oleh tiap
orang tanpa diskriminasi, dalam jurisdiksi negara. Aksesibilitas memiliki empat dimensi
yang saling terkait yaitu:

1. Tidak diskriminasi fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus dapat diakses oleh
semua kalangan utamanya kalangan rentan seperti perempuan, anak-anak,
penyandang cacat, dan orang yang mengidap HIV/AIDS.
2. Akses secara fisik fasilitas kesehatan, barang, dan jasa18 harus dapat
terjangkau dengan aman bagi semua. Artinya pelayanan kesehatan dan faktor-
faktor penentu kesehatan, misalnya air minum sehat dan fasilitas sanitasi yang
memadai dapat dijangkau termasuk di daerah pinggiran, lebih jauh lagi
aksesibilitas mencakup akses ke bangunanbangunan bagi penyandang cacat.
3. Akses ekonomi (terjangkau secara ekonomi) fasilitas kesehatan, barang dan
jasa harus dapat terjangkau secara ekonomi bagi semua. Mengedepankan
prinsip kesamaan yakni pelayanan kesehatan terjangkau oleh semua kelompok,
termasuk kelompok yang tidak beruntung secara sosial.

Anda mungkin juga menyukai