Anda di halaman 1dari 3

Hukum tidak dapat dilihat hanya dari sisi hukumnya saja atau pasal pasal dalam peraturan namun

yang
lebih penting lagi adalah bagaimana hukum dapat menjalankan fungsinya mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan. Bagaiaman menurut Anda dan sebutkan dasar teori yang Anda pergunakan!

Menurut Lee S. Weinberg dan Judith W. Weinberg (1980: 205 –261) dibedakan dalam tiga fungsi.
Pertama, fungsi hukum untuk menyelesaikan sengketa. Kedua, fungsi hukum sebagai kontrol sosial.
Ketiga, fungsi hukum sebagai sarana perubahan sosial. fungsi hukum menurut Weinberg pada dasarnya
memberikan keyakinan kepada kita bahwa hukum sebetulnya mampu mengatasi persoalan-persoalan
yang timbul dalam masyarakat, bagaimanapun peliknya persoalan yang dihadapi oleh masyarakat
tersebut.

Namun di samping itu, muncul kekhawatiran serupa bahwa penyelesaian hukum yang tidak
mengandung nilai-nilai keadilan bisa membawa bencana bagi masyarakat.Dalam hubungan ini, di tengah
masyarakat seringkali dijumpai upaya pendikotomian antara kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat. Dikotomi antara kedua persoalan itu menjadi demikian problematik ketika orang tiba pada
keputusan yang mana harus diwujudkan, apa kepastian hukum atau rasa keadilan masyarakat.

Kepastian hukum adalah suatu keadaan dimana tidak terjadi kebingungan (confusion) masyarakat
terhadap suatu aturan hukum, baik dalam hal pengaturan maupun dalam hal implementasi atau
penegakan hukum.

Gustav Radbruch mengatakan bahwa hukum yang baik adalah ketika hukum tersebut memuat nilai
keadilan, kepastian hukum dan kegunaan. Sekalipun ketiganya merupakan nilai dasar hukum, namun
masing-masing nilai mempunyai tuntutan yang berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga ketiganya
mempunyai potensi untuk saling bertentangan dan menyebabkan adanya ketegangan antara ketiga nilai
tersebut (Spannungsverhaltnis).

Hukum sebagai pengemban nilai keadilan menurut Radbruch menjadi ukuran bagi adil tidak adilnya tata
hukum. Tidak hanya itu, nilai keadilan juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum. Dengan demikian,
keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi hukum. Keadilan menjadi landasan moral
hukum dan sekaligus tolok ukur sistem hukum positif. Kepada keadilan-lah hukum positif berpangkal.
Sedangkan konstitutif, karena keadilan harus menjadi unsur mutlak bagi hukum sebagai hukum. Tanpa
keadilan, sebuah aturan tidak pantas menjadi hukum.

Contoh yang terjadi ketika aparat penegak hukum menangani kasus Mbah Minah yang dituduh mencuri
3 biji kakao dari perkebunan milik PT. Rumpun Sari Antan 4. Di dalam persidangannya, Minah
menuturkan bahwa tiga biji kakao tersebut untuk menambah bibit tanaman kakao di kebunnya di Dusun
Sidoharjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas. Minah mengaku sudah
menanam 200 bibit pohon kakao di kebunnya, tetapi ia merasa jumlah itu masih kurang. Namun, belum
sempat buah tersebut dibawa pulang, seorang mandor perkebunan, Sutarno, menegurnya. Minah lantas
meminta maaf dan meminta Sutarno untuk membawa ketiga buah kakao tersebut. Alih-alih permintaan
maafnya diterima, manajemen PT RSA 4 malah melaporkan Minah ke Kepolisian Sektor Ajibarang. Minah
divonis hukuman percobaan penjara 1 bulan 15 hari. Penegakan hukum yang diartikan oleh para aparat
penegak hukum yang menangani kasus Minah adalah Penegakan hukum secara tekstual yaitu
mengartikan perbuatan Minah sebagai pencurian. Padahal kalau mau dihitung, harga buah kakao
tersebut lebih murah dibandingkan biaya perkara yang harus dikeluarkan untuk menangani kasus
tersebut. Selain itu, motif Minah adalah potret dari kemiskinan. Kalau ada yang mau dihukum,
seharusnya Negara karena tidak dapat menjalankan fungsinya yaitu mensejahterakan rakyat.

Hakim sebagai pemutus perkara mencoba menegakan hukum secara tekstual dimana ketika seseorang
melanggar hukum maka dia harus mendapatkan hukuman tanpa memperhatikan apa yang menjadi
dasar si pelanggar hukum.

Berdasarkan pendapat Radbruch, dapat dikatakan bahwa seorang hakim dapat mengabaikan hukum
tertulis (statutarylaw/ state law) apabila hukum tertulis tersebut ternyata dalam praktiknya tidak
memenuhi rasa keadilan sebagaimana diharapkan oleh masyarakat pencari keadilan. Namun, wajah
peradilan Indonesia berangkat dari kasus Minah hanya menitikberatkan pada aspek dogmatika atau
statutory law bahkan seringkali hakim hanya bertugas untuk menjadi corong undang-undang (la bouche
de la loi) yang berakibat pada penciptaan keadilan formal belaka bahkan seringkali menemui kebuntuan
legalitas formal.

Penegakan hukum yang berkeadilan seharusnya sarat dengan etis dan moral. Penegakan hukum
seharusnya dapat memberi manfaat atau berdaya guna (utility) bagi masyarakat. Namun disamping itu,
masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum untuk mencapai keadilan. Kendatipun
demikian, terkadang apa yang dianggap berguna belum tentu adil, begitu juga sebaliknya, apa yang
dirasakan asil, belum tentu berguna bagi masyarakat. Namun perlu diperhatikan bahwa di dalam
menegakan hukum akan lebih baik diutamakan nilai keadilan. Hal ini sesuai dengan penegakan hukum
progresif menurut Satjipto Rahardjo.

Jadi penyelesaian sebuah perkara suatu perkara harus adil antara hak dan kewajiban satu pihak harus
sama antara hak dan kewajiban pihak yang lainnya dan bukan diliaht dari pasal demi pasalnya, namun
yang paling penting keadilan yang dicapai dari penerapan hukum tersebut, Sehingga jika sudah
menerapkan keadilan di dalam hukum, maka dapat tercapainya suatu kepastian hukum. Kepastian
hukum harus saling menguntungkan bagi pihak-pihak yang terkait. Kepastian hukum tidak dapat
merugikan berbagai pihak-pihak. Sehingga kepastian hukum harus seimbang.
http://lbhperjuangan.blogspot.com/2010/10/penegakan-hukum-yang-
menjamin-keadilan.html
https://simposiumjai.ui.ac.id/wp-content/uploads/20/2020/03/8.1.1-Muh.-
Guntur.pdf

Anda mungkin juga menyukai