Disusun Oleh:
Yoga Manggala Wisnu
NPM : 201910115300
KELAS : 5A4
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS BHAYANGKARA
Abstrak
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-
Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa
kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih
jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-
hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
A. Latar Belakang
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 secara tegas menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Sebagai Negara hukum maka seluruh aspek dalam bidang kemasyarakatan,
kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senanatiasa berdasarkan
atas hukum.
Dari ketiga ide dasar hukum Gustaf Radbruch tersebut, kepastian hukum yang
menghendaki bahwa hukum dapat berfungsi sebagai peraturan yang harus ditaati
tentunya tidak hanya terhadap bagaimana peraturan tersebut dilaksanakan, akan tetapi
1
JCT Simorangkir, Hukum dan Konstitusi Indonesia, Jakarta: Gunung Agung, 1983, hlm. 36.
2
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Jakarta, Kanisius, 1982, hlm. 162.
bagaimana norma-norma atau materi muatan dalam peraturan tersebut memuat
prinsip-prinsip dasar hukum. Peraturan perundang-undangan sebagai sebuah norma
(hukum) tertulis, dalam konteks negara hukum Indonesia menjadi landasan bagi
penyelenggaraan negara dan sebagai pedoman untuk menyelenggarakan
pemerintahan. Setiap produk peraturan perundang-undangan, haruslah sebagai
cerminan dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar.
- Ketua Muda Bidang Tata Usaha Negara atas nama Ketua MA menetapkan
Majelis Hakim Agung yang akan memeriksa dan memutus permohonan keberatan
tentang HUM tersebut;
- Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah Putusan diucapkan Panitera
MA mencantumkan petikan Putusan dalam Berita Negara dan dipublikasikan atas
biaya Negara;
- Dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah Putusan MA dikirim
kepada Badan/Pejabat TUN yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan
tersebut ternyata tidak dilaksanakan, maka peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan demi hukum tidak mempunyai kekuatan hukum lagi;
- bahwa tentang Keppres No. 40 tahun 2001, No 41 tahun 2001 dan No. 49
tahun 2001 meskipun MA berpendapat bahwa KeppresKeppres tersebut bertentangan
dengan hukum dan ALJPB, namun karena bentuk dan isinya berupa Keputusan TUN
(kongkrit, individual dan final), maka bukan kewenangan uji materiil oleh MA
melainkan wewenang peradilan TUN. Sedangkan Keppres No. 77 tahun 2001 adalah
bersifat umum (regelend), tidak bersifat individual, maka termasuk wewenang uji
materiil oleh Mahkamah Agung;
- bahwa terbitnya Keppres No. 77 tahun 2001 untuk mengubah Keppres No.
54/Polri/2001 mengandung niat penyalahgunaan wewenang oleh Presiden, karena
bukan bertujuan untuk kepentingan organisasi Polri melainkan untuk melegitimasikan
Kepres No. 40 tahun 2001 dan Keppres No. 41 tahun 2001 sehingga bertentangan
dengan asas fairness dalam AUPB.
(2) Yang dimaksudkan dengan pengertian senjata api dan amunisi termasuk
juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam pasal 1 ayat 1 dari Peraturan
Senjata Api (Vuurwapenregeling : in-, uit-, doorvoer en lossing) 1936 (Stbl. 1937 No.
170), yang telah diubah dengan Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. No. 278),
tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu senjata-senjata yang nyata-nyata
mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang yang ajaib (merkwaardigheid),
dan bukan pula sesuatu senjata yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin
sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipergunakan.
(2) Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk
dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata dimaksudkan untuk
dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaanpekerjaan rumah tangga atau untuk
kepentingan melakukan dengan syah pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai
tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid).
Pasal 4:
(2) Ketentuan pada ayat 1 dimuka berlaku juga terhadap badan-badan hukum,
yang bertindak selaku pengurus atau wakil dari suatu badan hukum lain.
Pasal 5:
Pasal 6:
Untuk senjata api yang dalam Undang-undang disebutkan seperti senjata api
dan bagian-bagiannya, alat penyembut api dan bagian-bagiannya, mesiu dan bagian-
bagiannya seperti “patroonhulsen” , "slaghoedjes" dan lain-lainnya, bahan peledak,
termasuk juga benda-benda yang mengandung peledak seperti geranat tangan, bom
dan lain-lainnya wajib didaftarkan izin penggunaannya jika pemegang senjata api
tersebut bukan anggota Tentara atau Polisi.
Pendaftaran senjata api yang dipegang selain Tentara atau polisi harus
didaftarkan oleh Kepala Kepolisian Karesidenan (atau Kepala Kepolisian Daerah
Istimewa selanjutnya disebut Kepala Kepolisian Karesidenan saja) atau orang yang
ditunjukkannya.
4
Lebih lanjut misalnya lihat Zimring FE and Hawkins G. (1997). Crime is Not the Problem – Lethal
Violence in America. New York: Oxford University Press. Terutama Bab 3.
J. Teori Pemidanaan dalam Pengaturan Senjata Api dan Bahan
Peledak.
1. Unsur tindak pidana, dalam hal ini perbuatan apa saja yang dilarang
dan dapat diancam dengan hukuman;
5
A. Hamid Attamimi, Perananan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara, Suatu Studi analisis mengenai Keputusan Presiden yang berfungsi pengaturan
dalam kurun waktu PELITA I-PELITA IV, dalam `Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan:
Proses dan teknik Pembentukannya, Penerbit Kanisius, 2007, hal. 227.
6
Noto Hamidjojo, Soal-soal Pokok Filsafat Hukum, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1975), hal. 33.
a. Asas pengayoman. Mendasarkan pada asas pengayoman,
pengaturan senjata api dan bahan peledak berfungsi untuk memberikan
perlindungan terhadap pihak-pihak yang terkait dalam proses perencanan
dan pengembangan senjata api dan bahan peledak sampai dengan
pemusnahannya. Selain itu, terciptanya ketentraman di dalam masyarakat
adalah salah satu tujuan dalam pengaturan senjata api dan bahan peledak.
Lumbanraja, H. 2018. Hak Uji Materil, Tujuan, Aturan dan 5 Kriteria Menentukan
Kapasitas Pemohon. Diakses pada 27 Desember 2021.
https://www.larasonline.com/ulasan/Hak-Uji-Materil--Tujuan--Aturan-dan-5-
Kriteria-Menentukan-Kapasitas-Pemohon