Anda di halaman 1dari 7

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2020/21.2 (2021.1)

Nama Mahasiswa : David Maharya Ardyantara

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 042973772

Tanggal Lahir : 05/06/1974

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4203/Hukum Pidana

Kode/Nama Program Studi : 311/Ilmu Hukum S1

Kode/Nama UPBJJ : 45/Yogyakarta

Hari/Tanggal UAS THE : Rabu, 7 Juli 2021

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS
TERBUKA

Surat Pernyataan
Mahasiswa Kejujuran
Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : David Maharya Ardyantara.


NIM : 042973772
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4203/Hukum Pidana
Fakultas : FHISIP
Program Studi : Ilmu Hukum S1
UPBJJ-UT : Yogyakarta

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi
THE pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam
pengerjaan soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya
sebagai pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan
tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui
media apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan
akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik
yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Temanggung, 7 Juli 2021

Yang Membuat Pernyataan

David Maharya Ardyantara


1.a.
Indonesia menganut sistem pembuktian negatip dimana harus sekurang-kurangnya dengan 2 alat
bukti sesuai dengan pasal 183 KUHP. Bahwa fungsi hukum untuk mengatur hidup bermasyarakat
dan menyelenggarakan tata aturan dalam masyarakat dan untuk melindungi kepentingan hukum
terhadap perbuatan yang hendak mengganggu dengan sanksi berupa pidana yang sifatnya memaksa
dan mengikat. Hukum bukanlah alat untuk melindungi penguasa, orang kaya dan menghukum yang
lemah dan miskin. Hukum adalah untuk ditaati dan dipatuhi oleh setiap orang dengan tanpa
membeda-bedakan suku, ras, agama dan golongan.

b.
Kasus AAL tersebut tidak layak untuk dilanjutkan ke pengadilan karena :
-Penerapan restorative justice yang merupakan suatu pendekatan untuk peradilan yang berfokus pada
kebutuhan para korban dan pelaku, serta masyarakat yang terlibat, bukan untuk menjalankan prinsip
penghukuman terhadap pelaku di bawah umur. Restorative justice tetap mengedepankan prinsip
kepentingan terbaik bagi anak serta proses penghukuman adalah jalan terakhir dengan tetap tidak
mengabaikan hak-hak anak. Apabila proses hukum berlanjut kepada proses pengadilan maka
dasarnya pelaksanaan hukum melalui upaya diversi yang dilakukan oleh pihak hakim dengan
menggunakan otoritas diskresi. Diskresi adalah adalah pengalihan dari proses pengadilan pidana
secara formal ke proses non formal untuk diselesaikan secara musyawarah. Pendekatan ini dapat
diterapkan bagi penyelesaian kasus-kasus anak yang berkonflik dengan hukum. Hal ini berdasarkan
perubahan Undang-undang No.11 Tahun 2011 pengganti Undang-undang No.3 Tahun 1997 tentang
pengadilan Anak hanya melindungi anak sebagai korban dan tidak bagi pelaku, sebagai pelaku
dikategorikan anak masih dibawah umur, posisinya tidak di samakan dengan pelaku orang dewasa.

-Kurangnya alat bukti yang sah. Dalam KUHP pasal 184 ayat 1 bahwa alat bukti yang sah adalah
keterangan saksi, keterangan ahli, surat petunjuk dan keterangan terdakwa.
Orang yang dapat dinyatakan sebagai terssangka harus memenuhi minimal 2 alat bukti yang
sah, dalam fakta persidangan terhadap AAL tidak ada saksi yang melihat AAL mengambil sandal
jepit Rusdi, apalagi barang bukti sandal yang diduga dicuri oleh AAL secars ukuran tidak muat atau
kekecilan (9,5) dari ukuran kaki Rusdi (43). Demikian juga dengan penyebutan nama merk sandal
yang berbeda dengan kenyataan (Eiger dan Ando) yang disebut Rusdi punya hubungan batin.
AAL juga anak yang masih dibawah umur (15 tahun) sehingga dikembalikan ke orang tuanya,
bisa direhabilitasi, ataupun melakukan pekerjaan sosial atau pelatihan kerja yang telah ditunjuk oleh
hakim sesuai dengan putusan pengadilan.
Majelis hakim memutus AAL bersalah karena mencuri barang milik orang lain disebabkan
dalam fakta persidangan hakim memperoleh sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai dengan
pembuktian negatip di Indonesia dan keyakinan hakim bahwa AAL memang mencuri.
2a.

Hukum Internasional memberikan kesempatan kepada setiap negara untuk mengatur


permasalahan negaranya sendiri. Yurisdiksi teritorial yaitu kewenangan suatu negara untuk
mengatur, menerapkan, dan memaksakan hukum nasionalnya terhadap segala sesuatu yang ada
atau terjadi (bisa berupa benda, orang, peristiwa) di dalam batas-batas wilayahnya.
Sebuah negara bebas untuk mengatur dan menegakkan undang- undang yang ada dalam
wilayahnya untuk setiap orang dalam wilayahnya, termasuk warga negara asing, kecuali ketika
kebebasan itu dibatasi oleh perjanjian. Negara juga dapat menerapkan hukum- hukumnya untuk
kapal yang mengibarkan benderanya atau pesawat udara yang terdaftar dan orang berada dalam
kapal tersebut Suatu kejahatan yang terjadi di suatu wilayah negara satu dapat dimungkinkan
diselesaikan di negara lain.
Dalam hal ini, ada dua asas teritorial yang saling berhubungan, yaitu asas teritorial
subjektif dan asas teritorial objektif. Asas teritorial subjektif mengijinkan pelaksanaan yurisdiksi
di negara di mana kejahatan itu di mulai sedangkan asas teritorial objektif memberikan yurisdiksi
kepada negara di mana kejahatan diselesaikan, dan mempunyai efek dari korban. Asas territorial
dapat diterapkan ketika misalnya seseorang melakukan kejahatan di suatu negara dapat diadili di
negara tersebut meskipun bukan warga negara tersebut, penerapan ini didasarkan atas tempat
terjadinya suatu kejahatan sehingga yurisdiksi tempat kejadian kejahatan tersebut dapat
diterapkan..
Status kapal yang dirompak di lepas pantai Somalia adalah kapal dengan berbendera
Indonesia. Hukum Indonesia dapat diterapkan dalam kasus tersebut mengingat undang-undang
negara bendera berlaku pada semua orang yang terdapat di atas kapal, baik warga negara dari
negara bendera tersebut maupun terhadap orang-orang asing.
Negara juga harus memberikan dokumen yang sah yang diperlukan kapal ketika
mengibarkan benderanya. Kapal dalam hal ini diasimilasikan dengan wilayah negara, jadi dalam
hal ini kapal dianggap sebagai floating portion of the flag state yaitu bagian yang terapung
wilayah negara bendera. Karena suatu negara mempunyai wewenang absolut terhadap wilayah,
maka negara tersebut mempunyai wewenang pula terhadap kapal-kapal yang berlayar di laut
lepas, karena kapal tersebut dianggap bagian dari wilayah negara.
Oleh sebab itu, Indonesia dapat melindungi warga negaranya dengan menegakkan yurisdiksinya
untuk menyelesaikan masalah tersebut. Indonesia sebenarnya memiliki aturan mengenai
kejahatan pelayaran yang terdapat dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) dalam bab
XXIX - Kejahatan Pelayaran dari Pasal 438-479 KUHP, dengan adanya pasal ini seharusnya
dapat ditetapkan sistem peradilan untuk kasus perompakan kapal MV Sinar Kudus . Pasal ini
seharusnya dapat digunakan Indonesia untuk menuntut dan menghukum perompak Somalia
tersebut, mengingat telah dijelaskan di atas bahwasannya
b. Penerapan yurisdiksi asas territorial tidaklah absolute. Pasal 2,5,7 dan 8 KUHP berlaku dengan
pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Hal tersebut tersimpul dalam pasal 9 KUHP
yang membatasi kekuatan berlakunya hukum sesuatu negara.Ada beberapa perkecualian yang diatur
dalam Hukum Iinternasional dimana Negara tidak dapat menerapkan yurisdiksi territorialnya,
meskipun suatu peristiwa terjadi di wilayahnya, beberapa perkecualian yang dimaksud adalah sebagai
berikut:

a. Terhadap pejabat diplomatik negara asing yang berada di negara kita

b. Terhadap kepala negara asing yang berada di negara kita

c. Terhadap kapal publik negara asing

d. Terhadap organisasi internasional

e. Terhadap pangkalan militer negara asing dan anak buah kapal perang negara asing yang dengan
persetujuan pemerintah Indonesia.

3.a,

Tindak pidana yang terjadi adalah pengeroyokan, penganiayaan dan pembunuhan, sistem pemidanaan
yang dipakai adalah primer, subsider dan lebih subsider. Pelaku didakwa dengan dakwaan
subsidaritas yakni diurutkan dari tindak pidana yang terberat pasal 338 KUHP (15 tahun), Pasal 170
KUHP (12 tahun) dan Pasal 351 (9tahun), jadi diurutkan dari tindak pidana terberat ke yang paling
ringan atau disebut sistem subsidaritas. Dimana natinya hakim akan memilih mana yang sesuai
dengan dakwaan jaksa penutut umum apakah primer (338),subsider (170) atau lebih subsider (351).

b.Sistem Pemidanaan yang dituangkan perumusannya di dalam. undang-undang pada hakikatnya


merupakan suatu sistem kewenangan menjatuhkan pidana. Dari pernyataan tersebut secara implisit
terkandung makna bahwa sistem pemidanaan memuat kebijakan yang mengatur dan membatasi hak
dan kewenangan pejabat/ aparat negara di dalam mengenakan/menjatuhkan pidana. Di samping itu
sistem pemidanaan juga mengatur hak/ kewenangan warga masyarakat pada umumnya.

sistem pemidanaan mencakup pengertian :

1. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk pemidanaan;


2. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk pemberian/penjatuhan dan
pelaksanaan pidana
3. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk
4. Fungsionalisasi/opoerasionalisasi/konkretisasi pidana;
5. Keseluruhan sistem (perundang-undangan) yang mengatur bagaimana hukum pidana itu
ditegakkan atau dioperasionalisasikan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi
(hukum pidana).

Semua aturan perundang-undangan mengenai Hukum Pidana Materiel/Subtantif, Hukum Pidana


Formal dan Hukum Pelaksanaan Pidana dapat dilihat sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan.
Sistem pemberian/penjatuhan pidana (sistem pemidanaan) itu dapat dilihat dari dua sudut
yaitu :
1. Sudut Fungsional Sistem pemidanaan dari sudut bekerjanya/ berfungsinya/ prosesnya,
dapat diartikan sebagai: a. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk
fungsionalisasi/ operasionalisasi/ konkretisasi pidana. b. Keseluruhan sistem (aturan
perundang-undangan) yang mengatur bagaimana hukum pidana ditegakan atau
dioperasionalkan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum) pidana.
Pengertian di atas menunjukkan bahwa sistem pemidanaan identik dengan sistem penegakan
keseluruhan subsistem hukum pidana yang terdiri dari hukum pidana materil/ substantif,
subsistem pidana formal, dan subsistem hukum pelaksanaan pidana. Ketiga subsistem
merupakan satu kesatuan sistem pemidanaan karena tidak mungkin hukum pidana
dioperasionalkan/ ditegakkan secara konkret hanya dengan salah satu subsistem itu.
Pengertian sistem pemidanaan yang demikian itu dapat disebut dengan sistem pemidanaan
fungsional atau sistem pemidanaan dalam arti luas.
2. Sudut Norma-Substantif Sistem hukum dalam pengertian ini hanya dilihat dari norma-
norma hukum pidana substantif, sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai: a. Keseluruhan
sistem aturan/norma hukum pidana materiel untuk pemidanaan. b. Keseluruhan sistem
aturan/norma hukum pidana materiel untuk pemberian/ penjatuhan dan pelaksanaan hukum
pidana.
Berdasarkan uraian di atas, maka keseluruhan peraturan perundangundangan yang ada di
dalam KUHP maupun undang-undang diluar KUHP, pada hakikatnya merupakan satu-kesatuan
sistem pemidanaan, yang terdiri dari aturan umum dan aturan khusus. Aturan umum terdapatdidalam
Buku I KUHP dan aturan khusus terdapat di dalam buku II dan Buku III KUHP maupun di dalam
undang-undang khusus diluar KUHP.

4.a.
Dalam kasus Yuyun yang diperkosa lalu dibunuh dimana korban adalah anak dibawah umur (15
tahun). Pasal yang dipergunakan untuk menjerat pidana berlapis kepada Zainal alias Bos karena
terdakwa melakukan tindak pidananya adalah pemerkosaan yang disertai pembunuhan dilakukan
terhadap anak dibawah umur. Kemudian pelaku tindak pidana dilakukan oleh lebih dari satu orang,
dimana pelaku adalah orang dewasa dan anak-anak. Tentu saja sanksi atau hukuman yang dijatuhkan
berbeda antara yang sudah dewasa dengan yang masih anak-anak.
Perbuatan tindak pidana tersebut masuk dalam Pasal 65 KUHP yakni perbarengan pidana
realis (concursus realis) berupa kejahatan yang diancam pidana pokok sejenis. Dalam pasal ini hanya
dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh lebih dari
maksimum terberat ditambah sepertiga. Perkosaan/340 dan pembunuhan/338, dipilih maksimum
yang terberat ditambah sepertiga jadi dikenakan hukuman 20 tahun.
b. Tiga kemungkinan yang akan terjadi dalam kasus ini adalah :
1. Perbarengan perbuatan yang semuanya merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana pokok
yang sejenis.
2. Perbarengan perbuatan yang semuanya merupakan kejahatan yang diancam denagn pidana pokok
yang tidak sejenis.
3. Perbarengan perbuatan yang merupakanperbarengan pelanggaran dan kejahatan.
Maka penjatuhan hukuman berdasarkan dari fakta persidangan, keterangan saksi, dan keterangan
ahli.

Anda mungkin juga menyukai