Anda di halaman 1dari 7

NAMA : SALWA

NIM : 042337798
MATA KULIAH : HKUM4203 / HUKUM PIDANA

1. Jelaskan serta berikanlah contoh dari sebuah peristiwa yang


menggambarkan pengertian dari Hukum Pidana Material dan Hukum
Pidana Formil!

Tanggapan :

Hukum Pidana Material

Hukum pidana materiil adalah aturan hukum yang memuat tindakan pidana.
Dimana di sini termuat rumusan perbuatan pidana dan memuat syarat dan aturan
untuk pelaku pidana. Sumber hukum materiil inilah yang menentukan isi peraturan
hukum yang sifatnya mengikat orang. Dikatakan mengikat karena aturan ini
berasal dari pendapat umum, hukum masyarakat, kondisi lingkungan, sosiologi,
ekonomi, moral, politik hukum dan lain-lain.
Ada beberapa faktor pembentukan hukum materiil yang dibentuk atas dasar faktor
kemasyarakatan dan faktor idiil. Pertama di pengaruhi oleh faktor idiil yang
berpatokan pada keadilan yang harus ditaati oleh masyarakat. Sebenarnya tidak
hanya masyarakat, tetapi juga pembentuk UU itu sendiri. Kedua, yang dipengaruhi
oleh faktor kemasyarakatan.
Faktor kemasyarakatan dimana aturan dibuat agar masyarakat tunduk pada
aturan yang sudah diberlakukan. Aturan dalam hal ini termasuk dibidang structural
ekonomi, yang meliputi kebutuhan masyarakat yang meliputi susunan geologi,
kekayaan alam hingga perkembangan perusahaandan pembagiankerja.
Adapun faktor kemasyarakat yang ternyata juga mempengaruhi dalam
pembentukan hukum materiil. Diantaranya kebiasaan yang sudah menjadi bagian
hidup. Termasuk pula pembentukan hukum karena keyakinan tentang agama dan
kesusilaan serta kesadaran hukum.

Hukum Pidana formiil

Sedangkan hukum pidana formil adalah hukum yang digunakan sebagai dasar para
penegak hukum. Sederhananya, hukum pidana formil mengatur bagaimana
Negara menyikapi alat perlengkapan untuk melakukan kewajiban untuk menyidik,
menjatuhkan, menuntut dan melaksanakan pidana.
Sumber hukum formill ini juga merupakan dasar kekuatan mengikat peraturan
yang sudah ada. Tujuannya masih sama, agar aturan tersebut tetap dipatuhi.
Tidak hanya dapat dipatuhi masyarakat, tetapi juga dipatuhi oleh penegak hukum
sekaligus.
Tahukah kamu bahwa sumber hukum formil terdiri dari beberapa poin. Yaitu terdiri
dari undang-undang. Nah, ada undang-undang yang dibuat atas persetujuan
Presiden dan ada undang-undang yang yang di dasarkan pada wewenang masing-
masing pembuatnya.
Adapun sumber hukum formil selain undang-undang, yaitu kebiasaan, traktat yang
biasannya digunakan untuk perjanjian internasional, ada pula doktrin dan putusan
hakim. Jadi kelima sumber hukum formil tersebut yang dapat dijadikan acuan

HKUM4203 / TUGAS 1 Page 1


NAMA : SALWA
NIM : 042337798
MATA KULIAH : HKUM4203 / HUKUM PIDANA

Contoh penerapan hukum pidana Formil dan pidana materiil saksi keterangan palsu

Saksi memberikan keterangan palsu dalam perspektif perkara tindak pidana


korupsi diatur dalam BAB III UU Tindak Pidana Korupsi sebagai Tindak Pidana Lain
Yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 22 Undang-Undang RI
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan:
"Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 atau
Pasal 36 yang sengaja tidak memberikan keterangan atau memberikan
keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit
Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”. Pasal 35 sebagaimana yang terdapat
dalam unsur pasal 22 tersebut mengatur mengenai kewajiban sebagai Saksi
kecuali Ayah, Ibu, Kakek, Nenek, Saudara Kandung, Istri/Suami, Anak, Cucu
Terdakwa.
Dalam KUHP, Saksi memberikan keterangan palsu ini diatur dalam Bab IX Pasal
242 ayat (1) yang menyebutkan “Barang siapa dalam keadaan di mana undang-
undang menentukan supaya memberikan keterangan di atas sumpah atau
mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja
memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara
pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun”, lalu ayat (2) “jika keterangan palsu di
atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau
tersangka, yang bersalah diancam pidana dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun”.
Dalam praktik, Pasal 22 UU Tindak Pidana Korupsi ini sering menjadi perdebatan
mengenai penerapan hukumnya dilihat dari pidana formil (penerapan hukum
acaranya) dikarenakan Pasal 22 UU Tindak Pidana Korupsi ini ditempatkan dalam
BAB III UU Tindak Pidana Korupsi sebagai Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan
dengan Tindak Pidana Korupsi sehingga diinterpertasikan sebagian pihak sama
seperti Pasal 242 KUHP yakni dalam penerapan hukumnya harus mengacu kepada
Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu Pasal 174 ayat (3) KUHAP yang
pokoknya dalam proses hukum terhadap saksi memberikan keterangan palsu
terlebih dahulu adanya berita acara pemeriksaan sidang yang dibuat panitera
yang memuat keterangan saksi dan alasan persangkaan bahwa keterangan saksi
itu adalah palsu dan berita acara tersebut ditandatangani oleh hakim ketua sidang
serta panitera yang diserahkan kepada penuntut umum untuk diselesaikan.
Sehingga interpretasi yang menyamakan Pasal 22 UU Tindak Pidana Korupsi
dengan Pasal 242 KUHP yang menggunakan instrumen hukum pidana formil
(KUHAP) tentu Jaksa sebagai organ negara (penegak hukum) maka dianggap
tidak memiliki kewenangan dalam melakukan penyidikan Pasal 22 UU Tindak
Pidana Korupsi tersebut. Sedangkan perdebatan penerapan pidana materiil
mengenai saksi palsu sebagaimana Pasal 22 jo Pasal 35 UU Pemberantasan

HKUM4203 / TUGAS 1 Page 2


NAMA : SALWA
NIM : 042337798
MATA KULIAH : HKUM4203 / HUKUM PIDANA

Tindak Pidana Korupsi ini karena sebagian pihak beranggapan "untuk


membuktikan saksi memberikan keterangan palsu atau tidak benar haruslah
dimaknai sebagai keterangan saksi atau ahli suatu persidangan dalam
menghadirkan terdakwa, sebab ketentuan Pasal 35 ayat (1) tersebut secara
limitatif menyebut terdakwa, sehingga tidak mungkin dalam persidangan lain
yang tidak ada terdakwanya seperti perkara perdata atau permohonan
praperadilan."
Dengan adanya perdebatan dalam praktik dalam penerapan hukum saksi
memberikan keterangan palsu khususnya mengenai Pasal 22 jo Pasal 35 UU
Tindak Pidana Korupsi, timbul pertanyaan bagaimana penerapan sanksi
memberikan keterangan palsu dalam perspektif pidana formil maupun pidana
materiilnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2. Fungsi/Tugas Hukum pidana dikenal juga dengan istilah Fungsi Preventif


dan Fungsi Represif. Buatlah kesimpulan saudara tentang fungsi-fungsi
tersebut, kemudian berikan masing-masing contohnya!

Tanggapan :

Preventif

Preventif adalah suatu tindakan pengendalian sosial yang dilakukan untuk mencegah
atau mengurangi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan di masa
mendatang. Tindakan preventif “pencegahan” dilakukan manusia, baik secara pribadi
maupun berkelompok untuk melindungi diri mereka dari hal buruk yang mungkin
terjadi. Karena tujuannya mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya hal
yang tak diinginkan, maka umumnya tindakan preventif biayanya lebih murah
ketimbang biaya penanggulangan atau mengurangi dampak dari suatu peristiwa
buruk yang sudah terjadi.

Mengacu pada pengertian preventif ada banyak sekali contoh kasus tindakan preventif
yang dilakukan manusia, baik secara individu maupun kelompok. Berikut ini ialah
beberapa contoh usaha preventif tersebut:

1. Tindakan pencegahan penyalahgunaan NAPZA ini merupakan tindakan preventif


untuk mencegah penyalahgunaan narkoba di masyarakat, misalnya melalui
penyuluhan, mengadakan kegiatan bermanfaat dan lain-lain.
2. Usaha preventif untuk mencegah kerusakan gigi dengan cara membersihkan
gigi secara teratur dan mengurangi asupan makanan yang bisa merusak gigi.
3. Tindaka orang tua membatasi anaknya yang dibawah umur dalam
menggunakan gadget, merupakan tindakan preventif agar si anak tidak
kecanduan bermain gadget.

HKUM4203 / TUGAS 1 Page 3


NAMA : SALWA
NIM : 042337798
MATA KULIAH : HKUM4203 / HUKUM PIDANA

4. Mencegah terjadinya banjir dengan melakukan pembersihan saluran air dan


membuat sampah pada tempatnya.
5. imunisasi terhadap bayi, anak balita dan ibu hamil untuk mencegah terjadinya
anomali penyakit berbahaya.
6. Berkendara dengan hati-hati dan mematuhi rambu lalu lintas untuk mencegah
terjadinya kecelakaan lalu lintas.

2. Represif

Represif adalah suatu tindakan pengendalian sosial yang dilakukan setelah terjadinya
suatu pelanggaran atau peristiwa buruk. Dengan kata lain tindakan dilakukan setelah
peristiwa terjadi misalnya pelanggaran. Tindakan represif dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan cara:

a. Persuasif
Tindakan persuasif adalah bentuk pengendalian sosial yang dilakukan dengan cara
membujuk atau mengarahkan individu atau masyarakat agar mematuhi nilai-nilai
dan norma yang berlaku. Hal ini dilakukan dengan cara sosialisasi dan pengarahan.
Berikut ini beberapa contoh tindakan persuasif:

• Himbauan dan arahan dari pemerintah agar masyarakat menjaga kebersihan


lingkungan melalui media Televisi, Internet atau spanduk.
• Seorang dokter gigi memberikan himbauan dan nasehat kepada pasien agar rajin
membersihkan gigi.
• Nasehat seorang guru kepada para muridnya untuk belajar dengan giat dan
mengerjakan tugas agar bisa mengerjakan ujian.

b. Koersif
Koersif ialah bentuk pengendalian sosial yang sifatnya keras dan tegas. Dengan kata
lain, tindakan yang dilakukan untuk mengendalikan sosial ialah dengan cara
kekerasan dan memberikan sanksi tegas. Nah berikut ialah beberapa contoh
tindakan koersif:

1. Polisi lalu lintas memberikan surat tilang kepada pengendara yang melanggar
aturan.
2. Satpol PP menangkap pedagang kaki lima yang berjualan di lokasi umum yang
bukan tempatnya.
3. Guru memberikan hukuman kepada murid yang tidak mengerjakan tugasnya.
4. Manajer memberhentikan karyawan yang melakukan pelanggaran berat di
tempat kerja.

HKUM4203 / TUGAS 1 Page 4


NAMA : SALWA
NIM : 042337798
MATA KULIAH : HKUM4203 / HUKUM PIDANA

3. Berdasarkan pengertian kata “perbuatan” dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP


sebagai definisi asas legalitas, maka dalam hukum pidana dikenal
beberapa rumusan delik. Berikan kesimpulan saudara tentang rumusan
delik tersebut yang dikaitkan dengan kata “perbuatan” dalam pasal 1 ayat
(1) KUHP tersebut, kemudian berikanlah masing-masing contohnya!

Tanggapan :

Pasal 1 ayat (1) KUHP: “Tiada suatu perbuatan dapat di pidana, kecuali atas
kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada,
sebelum perbuatan dilakukan”

Dalam hukum pidana, dikenal asas legalitas, yakni asas yang menentukan
bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika
tidak ditentukan terlebih dahulu dalam undang-undang. Dalam bahasa latin,
dikenal sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli yang
artinya lebih kurangnya adalah tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa
peraturan terlebih dahulu.[2] Asas ini di masa kini lebih sering diselaraskan
dengan asas non retroaktif, atau asas bahwa peraturan perundang-undangan
tidak boleh berlaku surut. Secara mudah, asas ini menyatakan bahwa tidak
dipidana kalau belum ada aturannya.

Syarat pertama untuk menindak terhadap suatu perbuatan yang tercela,


yaitu adanya suatu ketentuan dalam undang-undang pidana yang
merumuskan perbuatan tercela itu dan memberikan suatu sanksi
terhadapnya. Kalau, misalnya seseorang suami yang menganiaya atau
mengancam akan menganiaya istrinya untuk memaksa bersetubuh tidak
dapat dipidana menurut KUHP yang berlaku. Sebab Pasal 285 KUHP (Pasal
242 Wetboek van Strafrecht/Sr) hanya mengancam perkosaan “di luar
pernikahan”. Syarat tersebut di atas bersumber dari asas legalitas.[3]

HKUM4203 / TUGAS 1 Page 5


NAMA : SALWA
NIM : 042337798
MATA KULIAH : HKUM4203 / HUKUM PIDANA

4. Apakah Tujuan Pidana berhubungan dengan pemidanaan, jelaskan!

Tanggapan :

Tujuan pemidanaan ada kaitannya dengan hakekat dari pemidanaan, bahwa


“hukum pidana merupakan sistem sanksi yang negatif. Ia diterapkan jika sarana
(upaya) lain sudah tidak medai, maka hukum pidana dikatakan mempunyai fungsi
yang subsidiair

Menurut Sahardjo rumusan dari tujuan pidana penjara, disamping menimbulkan


rasa derita pada terpidana karena hilangnya kemerdekaan bergerak, membimbing
terpidana agar bertaubat, mendidik supaya ia menjadi anggota masyarakat sosial
Indonesia yang berguna. Selanjutnya dikatakan, bahwa dengan perkataan lain,
tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan. Dasar untuk pembinaan para
terhukum ialah yang lazim disebut treatment philosophy atau behandelingsfilosofie.
Istilah pemasyarakatan dapat disamakan dengan resosialisasi dan/atau rehabilitasi

Perihal tujuan pemidanaan Muladi membagi teori-teori tentang tujuan pemidanaan


menjadi 3 kelompok yakni

1. Teori Retributif ( retributivism) Kaum retributivist yang murni


menyatakan bahwa pidana yang sepatutnya diterima sangat diperlukan
berdasarkan alasan, baik keadilan maupun beberapa nilai moral. Pidana
yang tidak layak selalu menimbulkan ketidakadilan dan merugikan nilai
moral. Sebagaimana yang dikatakan oleh Kant, maka penerapan pidana
yang tidak layak untuk suatu tujuan apapun, merupakan penggunaan
manusia sebagai alat semata-mata dari pada mengganggapnya sebagai
tujuan sendiri. Pemidanaan atas perbuatan yang salah bersifat adil,
karena akan memperbaiki keseimbangan moral yang dirusak oleh
kejahatan.
2. Teori teleologis (teleological theory) Memandang bahwa pemidanaan
bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi sarana
mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju
kesejahteraan masyarakat. Sanksi ditekankan pada tujuannya,
3. Retributifisme teleologis (teleological retributivist) Teori ini memandang
bahwa tujuan pemidanaan bersifat plural, karena menggabungkan antara
prinsip-prinsip teleologis (tujuan) dan retributif sebagai satu kesatuan.17
Teori ini bercorak ganda, dimana pemidanaan mengandung karakter
retributif sejauh pemidanaan dilihat sebagai suatu kritik moral dalam
menjawab tindakan yang salah. Sedangkan karakter teleologisnya
terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah suatu
reformasi atau perubahan perilaku terpidana di kemudian hari.

https://kumparan.com/royriady/penerapan-hukum-pidana-formil-dan-pidana-
materiil-saksi-keterangan-palsu-1w8vFEYDvZ1/3

https://www.dosenpendidikan.co.id/preventif-dan-represif/

HKUM4203 / TUGAS 1 Page 6


NAMA : SALWA
NIM : 042337798
MATA KULIAH : HKUM4203 / HUKUM PIDANA

https://core.ac.uk/download/pdf/327192968.pdf

HKUM4203 / TUGAS 1 Page 7

Anda mungkin juga menyukai