Anda di halaman 1dari 6

Nama : Riyadus Solikhin

NPM : 110110190040

Matkul : Hukum Pidana

Dosen : - Dr. Widati Wulandari, S.H., M.Crim.


- Erika Magdalena, S.H., M.H.

1. a. Perumusan yang hanya memberikan kualifikasi atau nama yuridisnya, tanpa


menentukan unsur-unsurnya. Contoh : pasal 184 KUHP “ (1 ) Seseorang diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, jika ia dalam perkelahian
tanding itu tidak melukai tubuh pihak lawannya. “

b. Perumusan yang hanya merumuskan unsur-unsurnya, tanpa memberikan


kualifikasi atau nama yuridisnya. Contoh : pasal 189 KUHP “ Barang siapa pada
waktu ada atau akan ada kebakaran, dengan sengaja dan melawan hukum
menyembunyikan atau membikin tak dapat dipakai perkakas-perkakas atau alat-alat
pemadam api atau dengan cara apa pun merintangi atau menghalang-halangi
pekerjaan memadamkan api, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun. “

c. Perumusan yang memberikan kualifikasi atau nama yuridisnya dan


menentukan unsur-unsurnya. Contoh : Pasal 340 KUHP “ Barangsiapa dengan
sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam
karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. “

2. A. Jenis-Jenis Tindak Pidana :

 Delik Kejahatan ( Buku II ) dan Delik Pelanggaran ( Buku III ) :

Delik Kejahatan sering sebut dengan rechtdelicten, sedangan Delik Pelanggaraan


sering disebut dengan wet delicten. Kejahatan sering dikaitkan dengan perbuatan
yang dianggap masyarakat senagai perbuatan anti sosial. Sedangkan Pelanggaran
sering dianggap sebagai perbuatan yang karena diatur oleh undang-undang maka
merupakan suatu tindak pidana. Contohnya dalam pasal 303 dan pasal 344 KUHP.
Pendapat tersebut tidak sepenuhnya tepat karena ada perbuatan yang merupakan
kejahatan karena diatur oleh undang-undang. Demikian ada pula perbuatan yang
dipandang masyarakat sebagai perbuatan anti sosial namun diatur dalam buku III
KUHP, contohnya : pasal 489, 490 dan 506 KUHP.

 Delik Formil dan Delik Materill:

Delik formil adalah delik yang terjadi dengan dilakukannya suatu perbuatan yang
dilarang dan diancam pidana oleh undang-undang, contoh : pasal 160 KUHP
tentang penghasutan. Sedangkan delik materil adalah yang baru dianggap terjadi
setelah timbul akibat yang dilarang dan diancam oleh undang-undang, contohnya :
pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.

 Delik Commissionis, Delik Ommissionis, dan Delik Commissionis per


ommissionem commissa :

Delik comissionis adalah delik berupa pelanggaran terhadap larangan. Delik ini
dilakukan dengan tindakan aktif, baik delik tersebut dirumuskan secara materill
maupun formil, contoh dalam pasal 362 KUHP. Sedangkan Delik ommissionis
adalah suatu delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah. Contoh dalam
pasal 522 KUHP tentang tidak hadir sebagai saksi. Terakhir ada Delik missionis
per ommissionem commissa adalah delik berupa pelanggaran terhadap larangan
tetapi dilakukan dengan pasif (tidak berbuat), contohnya : seorang ibu yang
membunuh anaknya dengan tidak memberikan air susu (Pasal 338, 340 KUHP).

 Delik Dolus dan Delik Culpa :

Delik dolus adalah delik yang mengandung unsur kesengajaan, contohnya : Pasal
187, 197, 245, 263 KUHP. Sedangkan delik culpa adalah delik yang mengandung
unsur kealpaan, contohnya : Pasal 195, 197, 201, 203, 231 ayat (4), 359, 360
KUHP.

 Delik Tunggal dan Delik Berganda ( bersusun ) :


Delik tunggal adalah delik yang hanya satu kali perbuatan sudah cukup untuk di
kenakan pidana. Contoh dalam pasl 480 KUHP tentang penadahan. Sedangkan
Delik Berganda/bersusun adalah delik yang harus beberapa kali dilakukan agar
dapat dikenakan pidana. Contohnya dalam pasal 296 KUHP.

 Delik Selesai ( Rampung ) dan Delik yang berlangsung terus ( Berlanjut ) :

delik selesai adalah tidak lebih dari satu perbuatan yang melakukan atau tidak
melakukan kewajiban hukum, atau menimbulkan suatu akibat tertentu. Contohnya
membunuh, menghasut, mengambil (dalam tindak pidana pencurian). Sedangkan
delik yang berlangsung terus adalah perbuatan tersebut baru akan menjadi delik
jika keadaan yang dilarang tersebut berlangsung terus menerus. Contohnya dalam
Pasal 333 yaitu tentang menghilangkan kemerdekaan orang lain.

 Delik Aduan dan Delik Biasa :

Delik aduan yaitu delik yang hanya dapat dituntut, jika diadukan oleh orang yang
merasa dirugikan. Contohnya dalam pasal 284 KUHP tentang perzinahan.
Sedangkan Delik biasa yaitu delik yang untuk menuntutnya tidak memerlukan
aduan. Contohnya dalam pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.

 Delik Sederhana, Delik Berkualifikasi, dan Delik Berprevilise :

Delik Sederhana adalah delik dasar atau pokok. Contoh delik sederhana yaitu
Pasal 351, 362 KUHP. Delik berkualifikasi adalah delik yang memiliki unsur-
unsur yang sama dengan delik dasar, tetapi ditambah dengan unsur-unsur lain
sehingga ancaman pidanannya lebih besar dari delik biasa. Misalnya dalam pasal
339 tentang pembunuhan berkualifikasi. Sedangkan Delik berprevilise adalah
delik yang mempunyai unsur-unsur yang sama dengan delik dasar, tetapi
ditambah dengan unsur-unsur lain sehingga ancaman pidanannya lebih ringan dari
delik dasar.

 Delik Umum dan Delik Propiria ( Khusus ) :

Delik Umum adalah tindak pidana yang dapat dilakukan oleh siapapun dalam hal
ini masyarakat pada umumnya. Sedangkan Delik Propiria merupakan delik yang
hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu saja. Misalnya dalam delik
jabatan, delik yang hanya dapat dilakukan oleh militer, dan sebagainya.

 Delik yang berupa kejahatan umum dan Delik yang berupa kejahatan politik :

Delik yang berupa kejahatan umum adalah delik yang tidak ditunjukan terhadap
keamananan negara dan kepala negaranya. Contohnya adalah dalam pasal 351
tentang pencurian. Sedangkan Delik yang berupa kejahatan politik adalah delik
yang ditunjukan terhadap keamanan negara dan kepala negaranya. Contohnya
adalah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Buku II bab I sampai bab V dan
pasal 104 KUHP.

B. Ajaran Sifat Melawan Hukum :

 Konsep melawan hukum dalam hukum pidana sendiri dalam bahasa belanda
dikenal dengan sebutan “ wederechtelijk “. Dalam tindak pidana unsur melawan
hukum sangat penting karena unsur inilah yang akan menentukan apakah
seseorang layak dijatuhkan pidana atau tidak
 Pengertian Melawan Hukum Menurut Pompe (merujuk Putusan Hoge Raad, 31
Januari 1919) adalah melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan yang
melanggar hak orang lain dan bertentangan dengan kewajiban hukum yang
melakukan perbuatan tersebut, serta bertentangan dengan kesusilaan dan asas-asas
pergaulan dalam masyarakat.
 Ajaran melawan hukum merupakan bagian dari materi tentang tindak pidana (
strafbaarfeit )
 Secara formal atau secara perumusan undang-undang, suatu tindakan adalah
bersifat melawan hukum, apabila seseorang melanggar suatu ketentuan undang-
undang, karena bertentangan dengan undang-undang
 Ajaran inilah yang membatasi perbuatan-perbuatan yang dapat diminta
pertanggungjawaban di samping adanya kesalahan pada diri pelaku.
 Sifat Melawan Hukum dapat ditiadakan, jika dasar-dasar peniadaannya tercantum
didalam undang-undang.
 Masih menjadi suatu polemik apakah ajaran melawan hukum perlu dimasukan
dalam rumusan tindak pidana ataupun tidak. KUHP dan R-KUHP masih
menggunakan kata-kata ” melawan hukum“ yang membuktikan bahwa kata
tersebut penting dalam perumusan R-KUHP.
 Bagi para ahli yang menganut pandangan formal mengenai sifat melawan hukum
dalam hubungannnya dengan perumusan suatu tindak pidana, apabila sifat
melawan hukum tidak dirumuskan dalam suatu delik, maka tidak perlu lagi
diselidiki tentang sifat melawan hukum itu sendiri.
 Sedangkan, jika sifat melawan hukum ini dicantumkan dalam rumusan Tindak
Pidana, maka sifat melawan hukum itu harus diselidik dan dalam rangka
penuntutan/ mengadili harus terbukti bersifat melawan hukum tersebut.
 dicantumkannya sifat melawan hukum tersebut dalam norma delik/Tindak Pidana,
menghendaki penelitian apakah tindakan itu bersifat melawan hukum atau tidak.
 Ada 2 jenis ajaran Hukum yaitu Ajaran Hukum Formil dan Ajaran Hukum
Materiil.
 Ajaran melawan hukum yang formil adalah ajaran hukum yang membatasi tindak
pidana hanya pada apa yang dimaksudkan dalam hukum pidana positif (KUHP
atau undang-undang pidana).
 Sedangkan Ajaran hukum materiil adalah ajaran hukum yang ingin melengkapi
ajaran hukum formil sehingga ajaran ini menghendaki hukum positif bukan hanya
saja bersumber pada undang-undang tapi juga pada hukum yang hidup dalam.
DAFTAR PUSTAKA

Hukum, K. (n.d.). Teknik atau Cara Merumuskan Tindak Pidana dan Subjek Tindak Pidana.
https://kelashukum.com/2019/10/24/teknik-atau-cara-merumuskan-tindak-pidana-dan-
subjek-tindak-pidana/

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (n.d.). Hukum.Unsrat.Ac.Id.


http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm

Melawan Hukum Menurut Hukum Pidana. (2018). Litigasi.Co.Id.


https://litigasi.co.id/hukum-pidana/67/melawan-hukum-menurut-hukum-pidana

Sofian, A. (2016). Dialektika Ajaran Melawan Hukum Formil dan Materiil dalam R-KUHP.
Business-Law.Binus.Ac.Id. https://business-law.binus.ac.id/2016/01/26/dialektika-
ajaran-melawan-hukum-formil-dan-materiil-dalam-r-kuhp/

Sofyan, A., & Azisa, N. (2018). Buku Ajar Buku Ajar (Kadarudin (Ed.)). Pustaka Pena Press.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/24605/BUKU AJAR HUKUM
PIDANA.pdf?sequence=1

Udayana, U. (2016). Buku Ajar Hukum Pidana.


https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/424c6f6b9a703073876706bc97
93eeda.pdf

Anda mungkin juga menyukai