Anda di halaman 1dari 9

I.

Tindak Pidana

a. Pengertian Tindak Pidana

Tindak Pidana yaitu suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/perundangan
dan terhadap yang melanggarnya diancam pidana; dalam suatu waktu, tempat dan keadaan tertentu.

b. Unsur-Unsur Tindak Pidana

1. adanya subjek;

2. adanya unsur kesalahan;

3. perbuatan bersifat melawan hukum;

4. suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/perundangan dan terhadap
yang melanggarnya diancam pidana;

5. dalam suatu waktu, tempat dan keadaan tertentu.

Lima unsur di atas, dapat disederhanakan menjadi unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif
meliputi subjek dan adanya unsur kesalahan.

Sedangkan yang termasuk unsur objektif adalah perbuatannya bersifat melawan hukum, tdakan yang
dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam
pidana, dan dilakukan dalam waktu, tempat dan keadaan tertentu.

Yang dimaksud dengan unsur subjektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang
berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk ke dalamnya, yaitu segala sesuatu yang terkandung di
dalam hatinya

Sedangkan yang dimaksud unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-
keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan

Unsur subjektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah

1. kesengajaan (dolus) atau ketidaksengajaan (culpa);

2. maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di dalam
Pasal 53 ayat (1) KUHP;
3. macam-macam maksud atau oogmerk, seperti yang terdapat di dalam kejahatan-kejahatan
pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain;

4. merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad, seperti yang terdapat di dalam
kejahatan pembunuhan berencana dalam Pasal 340 KUHP;

5. perasaan takut atau vrees, seperti terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308
KUHP.

Unsur-unsur objektif dari sesuatu tindak pidana adalah

1. sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkbeid;

2. kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang pegawai negeri” di dalam kejahatan
jabatan atau “keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas” di dalam
kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;

3. kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan
sebagai akibat.

c. Jenis-jenis Tindak Pidana

1. Kejahatan dan Pelanggaran

2. Delik Formil dan Delik Materil

3. Delik commisionis, delik ommisionis dan delik commissionis per ommissionem commissa

4. Delik dolus dan delik culpa

5. Delik tunggal dan delik berganda

6. Delik yang berlangsung terus dan delik yang tidak berlangsung terus

7. Delik aduan dan bukan delik aduan

Kejahatan dan Pelanggaran

Dari kejahatan dan pelanggaran terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Mengenai kejahatan dimuat dalam buku ke II KUHP, kemudian pelanggaran dimuat dalam buku ke III
KUHP.

Dalam hal ini, terdapat dua pendapat yang membedakan antara kejahatan dan pelanggaran, yaitu:

1. Rechtsdelicten dan wetsdelicten


Rechtsdelicten adalah perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu
diancam dengan pidana dalam suatu Undang-Undang ataupun tidak.

Dengan demikian yang benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu perbuatan yang
bertentangan dengan keadilan, maka disebut sebagai kejahatan. Misalnya pembunuhan dan pencurian.

Wetsdelicten adalah perbuatan yang oleh masyarakat baru disadari sebagai suatu tindak pidana, karena
adanya Undang-Undang yang menyebut bahwa perbuatan tersebut sebagai suatu delik.

Dengan demikian, perbuatan yang diatur oleh Undang-Undang sebagai suatu ancaman delik itu disebut
sebagai pelanggaran. Misalnya mengendarai sepeda motor tidak memakai helm.

2. Terdapat Pendapat yang menyatakan bahwa antara kedua jenis delik itu terdapat perbedaan
yang bersifat kuantitatif. Hal ini dilihat dari segi kriminologinya, bahwasanya pelanggaran itu lebih ringan
daripada kejahatan.

Delik Formil dan Delik Materil

1. Delik formil merupakan delik yang dalam perumusannya pada perbuatan yang dilarang. Delik
formil dapat dikatakan telah selesai dilakukan apabila perbuatan itu mencocoki rumusan dalam Pasal
Undang-Undang yang bersangkutan. Misalnya penghasutan yang dapat dipidana karena hal demikian
terdapat dalam Pasal 160 KUHP.

2. Delik materiil merupakan delik yang perumusannya dititikberatkan kepada akibat yang tidak
dikehendaki atau dilarang. Dapat dikatakan delik apabila akibat yang tidak dikehendaki itu telah terjadi.
Delik dapat dikatakan selesai apabila akibat yang tidak l dikehendaki itu telah terjadi. Misalnya delik
pembunuhan yang terdapat dalam Pasal 338 KUHP.

Delik Commisionis, Delik Ommisionis dan Delik Commissionis Per Ommissionem Commissa

1. Delik commissionis, adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap perbuatan yang dilarang.
Misalnya pencurian, penggelapan, dan penipuan.

2. Delik omisionis, adalah darlik yang berupa pelanggaran terhadap perintah atau dapat dikatakan
juga tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan. Misalnya tidak menghadap sebagai saksi di muka
pengadilan seperti yang terdapat dalam Pasal 522 KUHP.

3. Delik commissionis per ommissionem commissa, adalah delik yang berupa pelanggaran larangan
akan tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat.

Misalnya terdapat seorang ibu yang membunuh anaknya dengan tidak memberi air susu.

Delik Dolus dan Delik Culpa

Delik dolus merupakan suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan unsur kesengajaan. Misalnya
yang terdapat di dalam Pasal-Pasal 187, 197, 245, 263, 310, 338 KUHP.
Delik culpa atau kealpaan merupakan suatu perbuatan pidana yang dilakukan tanpa adanya unsur
kesengajaan atau dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana yang dilakukan secara tidak sengaja.
Misalnya yang terdapat di dalam Pasal-Pasal 195, 197, 201, 203, 231 ayat (4), pasal 359 dan 360 KUHP.

Delik Tunggal dan Delik Berganda

1. Delik tunggal adalah delik yang cukup dilakukan dengan 1 kali perbuatan.

2. Delik berganda adalah delik yang baru merupakan delik apabila dilakukan beberapa kali
perbuatan, misalnya seperti yang terdapat dalam Pasal 481 KUHP tentang penadahan sebagai
kebiasaan.

Delik yang Berlangsung Terus dan Delik yang Tidak Berlangsung Terus

Delik yang berlangsung terus merupakan delik di mana keadaan terlarang itu berlangsung terus-
menerus, misalnya merampas kemerdekaan seseorang yang terdapat dalam Pasal 333 KUHP.

Sedangkan delik yang tidak berlangsung terus merupakan cara buatan yang selesai seketika itu juga,
termasuk juga perbuatan yang mewujudkan delik akibat. Contohnya pencurian seperti yang terdapat
dalam Pasal 362 KUHP

Delik Aduan dan Bukan Delik Aduan

Delik aduan merupakan delik yang penuntutannya itu hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak
korban. Tindak pidana atau delik aduan dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu :

1. Delik Aduan Absolut

Adalah delik yang mempersyaratkan secara absolute adanya pengaduan untuk penuntutannya.
Misalnya: delik perzinahan dalam Pasal 284 KUHP, delik pencemaran nama baik dalam Pasal 310 KUHP
dan sebagainya. Jenis delik ini menjadi aduan, karena sifat dari deliknya relatif.

2. Delik Aduan Relatif

Pada prinsipnya jenis delik ini bukanlah merupakan delik pidana aduan. Jadi dasarnya delik aduan relatif
merupakan delik laporan (delik biasa) yang karena dilakukan dalam lingkungan keluarga, kemudian
menjadi delik aduan. Misalnya: Tindak pidana pencurian dalam keluarga dalam Pasal 367 KUHP, tindak
pidana penggelapan dalam keluarga dalam Pasal 367 KUHP dan sebagainya.

Delik bukan aduan adalah delik yang tidak mempersyaratkan adanya pengaduan untuk penuntutannya.
Misalnya: delik pembunuhan, pencurian penggelapan, perjudian dan sebagainya.

d. Secara umum rumusan tindak pidana

setidaknya memuat rumusan tentang:

1 subyek hukum yang menjadi sasaran norma


tersebut (addressaat norm);

2 perbuatan yang dilarang (strafbaar), baik dalam

bentuk melakukan sesuatu (commission),

tidak melakukan sesuatu (omission) dan

menimbulkan akibat (kejadian yang

ditimbulkan oleh kelakuan);

3 ancaman pidana (strafmaat), sebagai

sarana untuk memaksakan keberlakuan

atau dapat ditaatinya ketentuan tersebut.

II. Pertanggungjawaban Pidana

a. Tiga masalah sentral/pokok dalam hukum pidana berpusat kepada apa yang disebut dengan tindak
pidana (criminal act, strafbaarfeit, delik, perbuatan pidana), pertanggung jawaban pidana (criminal
responsibility) dan masalah pidana dan pemidanaan.

Tiga masalah pokok dalam hukum pidana yang disebut pertama merupakan permasalahan pokok yang
sudah lazim dikaji dalam hukum pidana, sedangkan permasalahan pokok yang disebut terakhir
merupakan hal baru sebagai objek kajian hukum pidana.

b. Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan atau Asas Kesalahan merupakan asas yang fundamental dalam
hukum pidana dan menjadi salah satu unsur pertanggungjawaban pidana dari suatu subjek hukum
pidana.Kedudukan korporasi sebagai subjek hukum mengundang polemik terkait dengan adanya Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan dalam pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi.Korporasi tidak
memiliki jiwa layaknya manusia sehingga tidak memenuhi unsur – unsur psikis untuk dapat dikatakan
memiliki kesalahan.

AsasTiada Pidana Tanpa Kesalahan atau asas kesalahan merupakan asas yang mutlak dalam hukum
pidana sebagai dasar dalam penjatuhan pidana. Untuk menentukan adanya kesalahan subjek hukum
harus memenuhi beberapa unsur, antara lain : (1) Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si
pembuat, (2) Hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya yang berupa kesengajaan (dolus)
atau kealpaan (culpa), (3) Tidak adanya alasan penghapus kesalahan atau tidak adanya alasan
pemaaf.Terhadap Korporasi sebagai subjek hukum, pengaruh Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan atau
Asas Kesalahan sebagai dasar pertanggungjawaban ditinggalkan.Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan
tetap berlaku, sepanjang tindak pidana dilakukan oleh pengurus, sehingga kalau suatu tindak pidana
benar - benar dilakukan oleh korporasi (pembuat fiktif), maka Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan atau
Asas Kesalahan tidak berlaku.
c. Dasar Hukum Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan

Dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang berbunyi: Suatu perbuatan tidak
dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.
Selain itu, Anda juga dilindungi asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld)

d. Pengertian Kesalahan

Kesalahan merupakan salah satu unsur yang fundamental disamping sifat melawan hukum dari
perbuatan, dan harus dipenuhi agar suatu subjek hukum dapat dijatuhi pidana.

e. Unsur-Unsur Kesalahan

1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku

2. Adanya hub sikap batinpelaku dengan kelakuannya (fokus/culpa)

3. Tidak adanya alasan yang menghapuskan kesalahan.

f. Asas-asas pengecualian dari asas tiada pidana tanpa kesalahan

Seseorang yang telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan hukum pidana yang
berlaku, tidak dapat dipidana oleh karena ketiadaan kesalahan dalam perbuatannya tersebut.

III. Kemampuan BertanggungJawab

a. Pengertian Kemampuan Bertanggungjawab

kemampuan untuk menyadari/menginsyafi perbuatannya yang bersifat melawan hukum, memiliki


tujuan pasti dari perbuatannya tersebut, dan memiliki kehendak bebas dalam memilih untuk melakukan
perbuatan tersebut.

b. Dasar Hukum BertanggungJawab

Pasal 27 konsep KUHP 1982/1983 mengatakan pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya


celaan yang objektif ada pada tindakan berdasarkan hukum yang berlaku, secara subjektif kepada
pembuat yang memenuhi syarat-syarat undang- undang yang dapat dikenai pidana karena
perbuatannya itu.

c. Putusan hakim atas terdakwa yang tidak mampu bertanggung jawab

Barangsiapa melakukan tindak pidan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya karena
menderita gangguan jiwa, penyakit jiwa atau retardasi mental tidak dapat dipidana dan dapat dikenakan
tindakan.

d. Tidak mampu bertanggung jawab sebagian


Apabila sipembuat pada waktu melakukan tindak pidana ternyata kurang dapat dipertanggung jawabkan
karena menderita gangguan jiwa, Penyakit jiwa atau retardasi mental, maka hakim dapat mengurangi
pidana yang berlaku baginya atau mengenakan tindakan padanya.

e. Kurang mampu bertanggung jawab

Pasal 44 Ayat (1) KUHP adalah sebagai berikut “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan kepadanya karena jiwanya yang cacat dalam pertumbuhan atau terganggu
karena penyakit, tidak dipidana.

IV. Kesengajaan

Kesengajaan sebagai maksud yaitu menghendaki untuk mewujudkan suatu perbuatan, menghendaki
untuk tidak berbuat/melalaikan suatu kewajiban hukum, dan juga menghendaki timbulnya akibat dari
perbuatan itu.

V. Kealpaan

a. Pengertian kealpaan

Kealpaan diartikan sebagai situasi dimana seseorang seharusnya melakukan tindakan penghati-hatian
namun tidak melakukannya (tidak adanya kehati-hatian) atau seharusnya melakukan penduga-dugaan
namun tidak melakukannya (kurangnya perhatian terhadap akibat yang dapat timbul).

b. Alasan yang memungkinkan dapat dipidanananya kealpaan

Dalam hukum pidana, kealpaan/kelalaian yang dapat dipidana hanyalah (culpa lata), yaitu culpa dengan
kadar/derajat kekurang hati-hatian dan kekurang penduga-dugaan seseorang yang sangat besar (sangat
lalai/alpa).

c. Menetapkan adanya kealpaan pada seseorang

Jika seseorang lalai, kekurang hati-hatian dalam bertindak sehingga akibat ketidak sengajaan terjadi.

d. Ketentuan KUHP membuat unsur kralpaan

Pasal 359 KUHP

“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”

e. Macam-macam kealpaan

1. Culpa Levissima

Culpa levissima atau lichtste schuld memiliki arti sebagai kealpaan yang ringan. Adapun mengenai culpa
levissima ini sering dijumpai dalam beberapa jenis kejahatan karena sifatnya yang ringan, akan tetapi
culpa levissima dapat juga ditemukan di dalam Buku III Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP)
mengenai pelanggaran. Perlu diketahui juga terdapat beberapa pandangan yang menyatakan bahwa
culpa levissima tidak diperhatikan oleh undang - undang sehingga tidak diancam pidana.

2. Culpa Lata

Culpa lata atau merkelijke schuld atau grove schuld memiliki arti sebagai kealpaan berat, hal mana culpa
lata dipandang tersimpul di dalam kejahatan karena kealpaan.

f. Kealpaan korban tidak meniadakan kealpaan sipetindak

Jika korban lalai atau tidak hati-hati dan menyebabkan kerugian untuk dirinya sendiri maka si pelaku
tidak dikenakan sanksi atau pidana.

VI. Tentang alasan pemaaf

Alasan pemaaf yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan pelaku. Perbuatan yang dilakukan oleh
pelaku tindak pidana tetap bersifat melawan hukum, jadi tetap merupakan perbuatan pidana, tetapi dia
tidak diberi sanksi pidana.

VII. Pidana dan pemidanaan

Kata “pidana” pada umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan “pemidanaan” diartikan sebagai
penghukuman.

VIII. Jenis-jenis pidana

Pidana terdiri atas:

a. Pidana Pokok:

1. Pidana Mati;

2. Pidana Penjara;

3. Kurungan;

4. Denda;
5. Pidana Tutupan

b. Pidana Tambahan :

1. Pencabutan Hak-Hak Tertentu;

2. Perampasan Barang-Barang Tertentu;

3. Pengumuman Keputusan Hakim.

Anda mungkin juga menyukai