Anda di halaman 1dari 19

T I N D A K P I D A N A

HUKUM PIDANA
PENDAHULUAN
Pembahasan tindak pidana sebagai masalah pokok hukum pidana
kan memperlihatkan arti pentingnya tindak pidana sebagai salah
atudari tiga masalah hukum pokok hukum pidana. Seperti
disebutkan :
1. masalah perbuatan yang dilarang dan diancam pidana atau tindak
ana
2. masalah pertanggung jawaban pidana dari sipelaku atau
alahan,dan
3. masalah sanksi atau pidana

Pembicaraan tentang hukum pidana, selalu berada didalam putaran


a pokok
ISTILAH DAN PENGERTIAN TINDAK PIDANA

Pengertian dan unsur-unsur tindak pidana akan memperlihatkan berbagai


istilah yang di pergunakan dalam pmbicaraan tentang hukum pidana . Sebagai
defenisi atau batasan pengertian tentang tindak pidana serta unsur-unsur tindak
pidana baik menurut teori maupun menurut peraturan perundang-undangan.
Pembahasan tentang pengertian dan unsur-unsur tindak pidana ini juga
memperlihatkan dua aliran atau pandangan tentang pengertian dan unsur-unsur
tindak pidana jika dilihat dari syarat-syarat pemidanaan.
Moeljatno mendefinisikan perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang
oleh suatu aturan hukum. Dan dapat juga didefinisikan perbuatan yang oleh suatu
aturan hukum dilang dan diancam pidana.
Sudarto menggunakan istilah tindak pidana dengan pertimbangan , pertama
istilah tindak pidana telah dipergunakan secara lazim atau legal oleh pembentuk
undang-undang sebagaimana terdapat dalam peraturan perundang-
undangan ,kedua,secara sosiologis berartitelah mempunyai keberlakuan .
ISTILAH DAN PENGERTIAN TINDAK PIDANA

Van Hamel memberi definisi tindak pidana ,yaitu kelakuan orang (menselijke
gedraging) yang dirumuskan dalam undang-undang,yang bersifat melawan hukum yang
patut dipidana.
Mezger mendefinisikan tindak pidana yaitu keseluruhan, syarat untuk adanya pidana.
Baumann memberikan tindak pidana,yaitu perbuatan yang memenuhi rumusan
delik ,bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan .
UUDS pada pasal 14 ayat(1) memakai istilah “peristiwa pidana“. PerPu Indonesia
dewasa ini menggunakan secara luas dan resmi yakni tindak pidana.
RUU KUHP 1999/2000 menggunakan istilah tindak pidana
Pasal 15 ayat (1) RUU KUHP memberikan batasan pengertian tindak pidana yakni “
perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-
undangan inyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam oleh pidana” ruang
lingkup dari perbuatan yang dikategorikan tindak pidana ini meliputi (1) perbuatan
melakukan sesuatu ,dalam arti melakukan sesuatu yang dilarang oleh undang-undang,dan(2)
perbuatan berupa tidak melakukan sesuatu dalam arti tidak melakukan sesuatu yang
diperintahkan atau diwajibkan oleh undang-undang.
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA
Dalam kita menjabarkan sesuatu rumusan delik kedalam unsur-unsurnya,maka
yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkan sesuatu tindakan manusia,
dengan tindakan itu seseorang telah melakukan sesuatu tindakan yang terlarang
oleh Undang-undang. Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP) pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-
unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif.
Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang
berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu
yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan unsur objektif ,adalah unsur-unsur
yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan
mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan Unsur-unsur subjektif
dari suatu tindak pidana itu adalah:
a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau Culpa);
b. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti
yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP;
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA
c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam
kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain.
d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat di
dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.
e. Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana
menurut Pasal 308 KUHP.
Unsur-unsur objektif dari sutau tindak pidana itu adalah:
a. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelicjkheid.
b. Kualitas dari si pelaku, misalnya kedaan sebagai seorang pegawai negeri di
dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus
atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal
398 KUHP.
c. Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan
sesuatu kenyataan sebagai akibat .
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA
Seorang ahli hukum yaitu Simons merumuskan unsur-unsur tindak pidana sebagai
berikut:
a. Diancam dengan pidana oleh hukum;
b. Bertentangan dengan hukum;
c. Dilakukan oleh orang yang bersalah;
d. Orang itu dipandang bertanggungjawab atas perbuatannya.
Simons mengemukakan unsur-unsur tindak pidana adalah :
a. Perbuatan manusia (positif atau negatif ; berbuat atau tidak berbuat atau
membiarkan);
b. Diacam dengan pidana ( Stratbaar gesteld );
c. Melawan hukum ( onrecht matig );
d. Dilakukan dengan kesalahan ( met schuld in verband staand );
e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab
(toerekenings vat baar persoon ).
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA
Van Hamel mengemukakan unsur-unsurnya tindak pidana adalah :
a. Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam Undang-undang;
b. Melawan hukum;
c. Dilakukan dengan kesalahan;
d. Patut dipidana.
Emezger ( dalam Sudarto, 1990 : 41-42 ) mengemukakan:” Tindak pidana adalah
keseluruhan syarat untuk adanya pidana” unsur-unsur tindak pidana adalah :
a. Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia ( aktif atau
membiarkan );
b. Sifat melawan hukum ( baik bersifat obyektif maupun yang subyektif );
c. Dapat dipertanggung jawabkan kepada seseorang;
d. Diancam dengan pidana.
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA
Moeljatno mengemukakan “ perbuatan pidana “ sebagai perbuatan yang
diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut. Untuk adanya
perbuatan pidana harus ada unsur-unsur tindak pidana, yaitu :
1. Perbuatan
2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang
3. Bersifat melawan hukum
4. kelakuan manusia dan
5. diancam pidana dalam undang-undang.
PERUMUSAN TINDAK PIDANA DALAM
PERUNDANG-UNDANGAN
Sumber hukum pidana ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis (hukum pidana
adat). Agar supaya orang dapat mengetahui bagaimana hukumnya tentang sesuatu
persoalan, maka aturan hukum itu dirumuskan. Aturan hukum pidana yang tertulis
terdapat dalam KUHP dan dalam peraturan undang-undang lainnya. Syarat pertama untuk
memungkinkan penjatuhan pidana ialah adanya perbuatan (manusia) yang memenuhi
rumusan delik dalam undang-undang. Ini adalah konsekuensi dari azas legalitas.
Rumusan delik artinya sebagai prinsip kepastian. Undang-undang hukum pidana
sifatnya harus pasti, didalamnya harus dapat diketahui dengan pasti apa yang dilarang
atau apa yang diperintahkan. Misal di Jerman, ketika diduduki oleh pihak. Sekutu setelah
perang dunia II, yang berbunyi : “Barang siapa berbuat bertentangan dengan kepentingan
angkatan perang sekutu dipidana . Perumusan delik sedemikian itu tidak cukup karena
syarat-syarat untuk pemidanaan tidak pasti. Perumusan semacam itu bisa disebut pasal
“karet” (Sudarto, 1990:51). Arti perbuatan “yang memenuhi atau mencocoki rumusan
delik dalam undang-undang” yakni perbuatan konkrit dari si pembuat itu harus
mempunyai ciri-ciri dari delik sebagaimana secara abstrak disebutkan dalam undang-
undang, perbuatan harus “masuk” dalam rumusan delik. (Sudarto, 1990:51).
UNTUK PERUMUSAN NORMA DALAM PERATURAN PIDANA ADA
TIGA CARA :

a. Menguraikan atau menyebutkan satu persatu unsur-unsur perbuatan, misalnya


dalam tindak pidana yang disebut dalam Pasal :
1) 154-157 KUHP : Haatzaai delicten (menabur kebencian).
2) 281 KUHP : Pelanggaran kesusilaan.
3) 305 KUHP : Meninggalkan anak dibawah umur 7 tahun.
4) 413 KUHP : Seorang panglima tentara yang lalai terhadap permintaan
pejabat sipil.
5) 435 KUHP : Seorang pegawai yang melakukan pemborongan
pekerjaan jawatannya sendiri.
b. Hanya disebut kualifikasi dari delik, tanpa menguraikan unsur-unsurnya, misalnya :
1) Pasal 184 KUH : Duel (perkelahian tanding)
2) Pasal 297 KUHP : Perdagangan wanita
3) Pasal 351 KUHP : Penganiayaan
PERUMUSAN NORMA DALAM PERATURAN
PIDANA
c. Penggabungan cara pertama dan kedua yaitu disamping menyebutkan unsur-
unsurnya, ialah menyebutkan perbuatan, akibat dan keadaan yang bersangkutan,
juga disebutkan pula kualifikasi dari delik, misalnya :
1) Pasal 124 KUHP : Membantu musuh
2) Pasal 263 KUHP : Memalsukan surat
3) Pasal 338 KUHP : Pembunuhan
4) Pasal 362 KUHP : Pencurian
5) Pasal 372 KUHP : Penggelapan
6) Pasal 378 KUHP : Penipuan
7) Pasal 425 KUHP : Kerakusan pejabat (knevelarij)
8) Pasal 438 KUHP : Perompakan (zoeroef)
PERUMUSAN NORMA DALAM PERATURAN
PIDANA
Mengenai cara penempatan norma dan sanksi pidana
dalam undang-undang terdapat pula tiga cara :
a. Penempatan norma dan sanksi sekaligus dalam satu pasal.
Cara ini dilakukan misalnya dalam buku ke-2 dan ke-3 dari KUHP,
b. Penempatan terpisah.
Sanksi pidana ditempatkan dalam pasal lain, atau kalau dalam pasal
yang sama, penempatannya dalam ayat yang lain. Cara ini banyak
dipakai dalam peraturan pidana diluar KUHP, misalnya : Peraturan
Pengendalian Harga, Deviden, Bea dan Cukai dan sebagainya.
c. Sanksi sudah dicantumkan terlebih dahulu, sedang normanya belum
ditentukan. Ini disebut ketentuan hukum pidana blangko (blanket
strafgesetze), misalnya Pasal 122 sub 2 KUHP.
PENETAPAN DAN PENGHAPUSAN TINDAK
PIDANA
Jumlah dan macam tindak pidana yang terdapat di dalam undang-undang hukum
pidana dapat berubah dari waktu ke waktu . Kriminalisasi dan Deskriminalisasi
merupakan proses dinamis yang berlangsung dalam peraturan perundang-undangan
pidana. Kriminalisasi dan deskriminalisasi berkaitan erat dengan dinamika
perubahan pada jenis ragam tindak pidana. Perubahan pada jenis atau macam tindak
pidana yang ditandai dengan terjadinya kriminalisasi ataupun Deskriminalisasi
Terjadi sebab terjainya perubahan-perubahan didalam masyarakat dalam lingkup
Politik, ekonomi, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan nilai
Ini memungkinkana timbulnya terjadi berbagai tingkah laku atau perbuatan yang
sebelumnya tidak pernah terjadi yang di pandang merugikan ataupun tercela.
Perubahan nilai di dalam masyarakat juga memungkinkan suatu perbuatan yang
semula dipandang tabu, tercela bahkan didalam peraturan perundang-undangan telah
Ditetapkan sebagai tindak pidana.
PENGERTIAN TENTANG KRIMINALISASI DAN
DESKRIMINALISASI
a. Kriminalisasi
Ialah suatu proses penetapan perbuatan sebagai perbuatan dilarang dan diancam
dengan pidana bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut. Dengan
terjadinya Kriminalisasi suatu atau berbagai perbuatan yang sebelumnya tidak
dilarang dan diancam pidana, bukan merupakan tindak pidana untuk
selanjutnya berubah menjadi tindak pidana. Di dalam UU selain inyatakan
adanya tindak pidana baru, mungkin pula ada pernyataan tentang di
hapuskannya suatu atau berbagai tindak pidana lama. Misal UU nomer 5
tahun1997 tentang Psikotropika. UU nomor 28 tahun 1999 tentang
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan praktik korupsi, kolusi dan
nepotisme. UU nomer 18 tahun 2003 tentang avokad juga memuat tentang
penetapan tindak pidana baru, yakni larangan dan ancaman pidana bagi siapa
saja yang melakukan praktek.
PENGERTIAN TENTANG KRIMINALISASI DAN
DESKRIMINALISASI
b. Deskriminalisasi
Ialah proses yang menghilangkan sifat ilarang dan diancam dengan pidana
suatu tindak pidana. Kriminalisasi dan Deskriminalisasi didalam peraturan
hukum pidana merupakan upaya untuk mengakomodasi dalam peraturan
perundang-undangan piana berbagai perkembangan yang berlangsung alam
masyarakat mengindikasikan perubahan penilaian tentang arti penting suatu
perbuatan. Dalam sistem hukum pidana di indonesia, proses Kriminalisasi dan
Deskriminalisasi telah berlangsung sejak Proklamasi Kemerdekaan, yang
pertama kalinya di tandai dengan UU No 1 tahun1946 tentang Peraturan
Hukum Pidana. Kemudian UU No 73 tahun 1958 . Kemudian UU No 1 tahun
1946 memuat tiga hal :
a. Perubahan penyebutan yang ada didalam KUHP eks WvS (Pasal VI,VII)
b. Kriminalisasi berupa kejahatan yang menyangkut mata uang RI (Pasal
IX,X,XI,XII|,XIII)
PENGERTIAN TENTANG KRIMINALISASI DAN
DESKRIMINALISASI
c. Deskriminalisasi terhadap berbagai tindak pidana dalam KUHP (Pasal 94, 105,
130, 132, 133, 135, 136, 138, 139(1), 153bis, 153ter, 161bis, 171, 324, dst..)
Baik Kriminalisasi dan Deskriminalisasi, dua hal yang menandai terjadinya
peurbahan dalam wilayah kebebasan manusia sebagai warga negara, dinyatakan
didalam peraturan perundang-undangan. Sejalan dengan tuntunan berakunya asa
legalitas didalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Dekriminalisasi secara diam-diam terjadi
bilamana ketentuan hukum berupa rumusan tindak pidananya masih tetap
didalam undang-undang, tidak dicabut secara tegas tetapi pelanggarannya tidak di
tindak lanjuti dengan penuntutan. Misal alam Pasal (281, 282, 293 KUHP) dan
Pasal (504, 505 KUHP).
PERUMUSAN TINDAK PIDANA DALAM RUU KUHP
Perumusan tindak pidana dalam RUU KUHP akan memperlihatkan
perbandingan KUHP eks WvS dengan RUU KUHP,berbagai persamaan dan juga
perbedaan dalam perumusan tindak pidana dengan pola yang terdapat dalam
KUHP eks WvS.
Memperlihatkan hal-hal yang bersifat spesifik dalam perumusan tindak
pidana dalam RUU KUHP,dalam pembentuk UU penyusun RUU KUHP
mengakomodasi berbagai perkembangan didalam ilmu hukum pidana pada
umumnya.
Pembahasan perbandingan ini sangat perlu saat ini dan masa depan
mengingat bangsa indonesia menantikaan terwujudnya KUHP nasional
pembahasaan seperti ini dapat pula sebagai upaya untuk mensosialisasikan ide-ide
atau gagasan baru yang terkandung dalam KUHP nasional mendatang.
Terimakasih atas perhatiannya teman-teman, jika ada
salah kata ataupun pembahasan harap makhlumi.

Anda mungkin juga menyukai