Anda di halaman 1dari 14

KAJIAN PUSTAKA

1. Tindak Pidana
a. Pengertian Tindak Pidana
Menurut Moeljatno, pada dasarnya tindak pidana merupakan suatu
pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana adalah suatu
pengertian yuridis seperti halnya untuk memberikan definisi atau
pengertian terhadap istilah hukum, maka bukanlah hal yang mudah untuk
memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah tindak pidana.
Pembahasan hukum pidana dimaksudkan untuk memahami pengertian
pidana sebagai sanksi atas delik, sedangkan pemidanaan berkaitan
dengan dasar-dasar pembenaran pengenaan pidana serta teori-teori
tentang tujuan pemidanaan. Perlu disampaikan di sini bahwa, pidana
adalah merupakan suatu istilah yuridis yang mempunyai arti khusus
sebagai terjemahan dari bahasa Belanda ”straf” yang dapat diartikan
sebagai ”hukuman”.1
Menurut Djoko Prakoso menerangkan bahwa secara yuridis pengertian
dari kejahatan atau tindak pidana adalah “perbuatan yang dilarang oleh
undangundang dan pelanggarannya dikenakan sanksi”, selanjutnya Djoko
Prakoso menyatakan bahwa secara kriminologis kejahatan atau tindak
pidana adalah “perbuatan yang melanggar norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat dan mendapatkan reaksi negatif dari masyarakat”, dan
secara psikologis kejahatan atau tindak pidana adalah “perbuatan
manusia yang abnormal yang bersifat melanggar hukum, yang disebabkan
oleh faktor-faktor kejiwaan dari si pelaku perbuatan tersebut”. 2
Pembentuk undang-undang telah menggunakan perkataan
”strafbaarfeit” untuk mengganti istilah tindak pidana di dalam Kitab

1
Moeljatno, 1987. Asas-asas Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta. hlm. 37
2
Djoko Prakoso dan Agus Imunarso, 1987. Hak Asasi Tersangka dan Peranan Psikologi dalam Konteks
KUHAP. Bina Aksara, Jakarta. hlm 137
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tanpa memberikan penjelasan
tentang apa yang dimaksud dengan perkataan strafbaarfeit, sehingga
timbullah di dalam doktrin berbagai pendapat tentang apa yang
sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaarfeit tersebut, seperti yang
dikemukakan oleh Hamel dan Pompe.
Hamel mengatakan bahwa : ”Strafbaarfeit adalah kelakuan orang
(menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat
melawan hukum, yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan
dengan kesalahan”.3 Sedangkan pendapat Pompe mengenai Strafbaarfeit
adalah sebagai berikut : ”Strafbaarfeit itu dapat dirumuskan sebagai suatu
pelanggaran norma yang sengaja atau tidak sengaja dilakukan oleh
pelaku”4
Menurut Sudarto yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan
yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang
memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan menurut Roeslan Saleh
mengatakan bahwa pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berujud suatu
nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik
itu.5 Sir Rupert Cross (dalam bukunya Muladi) mengatakan bahwa pidana
berarti pengenaan penderitaan oleh negara kepada seseorang yang telah
dipidana karena suatu kejahatan.6
Dalam KUHP tidak diatur secara khusus mengenai pengertian dari
tindak pidana. Pengertian dari tindak pidana dapat diketahui di dalam
doktrin ahli hukum maupun ilmu pengetahuan. Menurut Prof Winarno
Prodjodikoro tindak pidana adalah “suatu tindakan yang pelakunya dapat
dikenakan hukuman pidana”. 7 J Bauman mengatakan bahwa tindak

3
Moeljatno, 1987. Op. Cit., hlm. 38.
4
Lamintang, 1984. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru. Bandung. hlm. 173-174.
5
Muladi, 1985. Lembaga Pidana Bersyarat. Alumni, Bandung. hlm. 22
6
Muladi, 1985. Loc. cit.
7
Prodjodikoro, Wirjono. 1981. Azas-azas Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: Eresco. Hlm 136.
pidana adalah “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangannya dimana disertai dengan ancaman bagi siapa yang melanggar
larangan tersebut”. Menurut H.B Vos, “Tindak pidana adalah tingkah laku
yang oleh undang-undang (ketentuan undang-undang) diancam dengan
pidana, yaitu tingkah laku yang pada umumnya (kecuali bila ada alasan
penghapus pidana) dilarang dan diancam dengan pidana”. Dengan
menyebut cara yang lain Hart mengatakan bahwa pidana harus :
1) Mengandung penderitaan atau konsenkuensi-konsekuensi lain yang
tidak menyenangkan;
2) Dikenakan kepada seseorang yang benar-benar atau disangka benar
melakukan tindak pidana;
3) Dikenakan berhubung suatu tindak pidana yang melanggar ketentuan
hukum;
4) Dilakukan dengan sengaja oleh selain pelaku tindak pidana;
5) Dijatuhkan dan dilaksanakan oleh penguasa sesuai dengan ketentuan
suatu sistem hukum yang dilanggar oleh tindak pidana tersebut.
b. Jenis Tindak Pidana
Adam Chazawi berpendapat bahwa tindak pidana dapat
dibedabedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu :8
1) Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (misdrijven) dimuat
dalam buku II dan pelanggaran (overtredingen) dimuat dalam buku
III.
2) Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil
(formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materiel delicten).
3) Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana
sengaja (doleus delicten) dan tindak pidana tidak dengan sengaja
(culpose delicten).

8
Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. Jakarta:Raja Grafindo. Hlm 117-119
4) Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak
pidana akif/positif dapat juga disebut tindak pidana komisi (delicta
commissionis) dan tindak pidana pasif/negatif, disebut juga tindak
pidana omisi (delicta omissionis).
5) Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan
antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam
waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus.
6) Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum
dan tindak pidana khusus.
7) Dilihat dari sudut subyek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak
pidana communia (delicta communia, yang dapat dilakukan oleh siapa
saja) dan tindak pidana propria (dapat dilakukan hanya oleh orang
yang memiliki kualitas pribadi tertentu).
8) Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka
dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak
pidana aduan (klacht delicten).
9) Berdasarkan berat-ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat
dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok (eenvoudige delicten),
tindak pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten), dan tindak
pidana yang diperingan (gepriviligieerde delicten).
10)Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana
tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang
dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap
harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama
baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya.
11)Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan,
dibedakan antara tindak pidana tunggal (enkelvoudige delicten) dan
tindak pidana berangkai (samengestelde delicten).
c. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Dalam hukum pidana untuk mengetahui adanya suatu tindakan
pidana maka terdapat beberapa unsur mengenai tindak pidana. Unsur
mengenai tindak pidana ini dirumuskan di dalam peraturan perundang-
undangan pidana tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang disertai
dengan sanksi pidana yang mengancam. Dalam rumusan tersebut
ditentukan beberapa unsur atau syarat yang menjadi ciri atau sifat
khas dari larangan tadi sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari
perbuatan lain yang tidak dilarang. Berikut ini kumpulan unsur-unsur
yang ada dalam tindak pidana.9
1) Unsur Tindak Pidana Menurut Para ahli :
a) Menurut Simons, unsur-unsur tindak pidana (Strafbaar feit)
adalah: perbuatan manusia (positif atau negative, berbuat atau
tidak berbuat atau membiarkan). Diancam dengan pidana
(statbaar gesteld) melawan hukum (onrechtmatig) dilakukan
dengan kesalahan (met schuld in verband stand) oleh yang
orang yang mampu bertanggungjawab (toerekeningsvatoaar
person). Simons juga menyebutkan adanya unsur objektif dan
unsur unsur subjektif dari tindak pidana (strafbaar feit).
b) Lamintang yang merumuskan pokok-pokok perbuatan pidana
sejumlah tiga sifat. Wederrechtjek (melanggar hukum). Aan
schuld te wijten (telah dilakukan dengan sengaja atau pun tidak
dengan sengaja), dan stafbaar (dapat dihukum).
2) Unsur-unsur yang memberatkan tindak pidana
Buku 11 KUHP memuat rumusan-rumusan perihal tindak pidana
tertentu yang masuk dalam kelompok kejahatan, dan buku 111

9
Pusat Hukum, “Unsur-Unsur Tindak Pidana”, Blog Pusat Hukum.
http://pusathukum.blogspot.co.id/2015/10/unsur-unsur-tindak-pidana.html?m=1 (21 November
2019)
memuat pelanggaran. Ternyata ada unsur yang selalu disebutkan
dalam setiap rumusan. Yakni mengenai tingkah laku atau
perbuatan walaupun ada perkecualian seperti Pasal 351
(penganiayaan). Unsur kesalahan dan melawan hukum kadang-
kadang dicantumkan, dan sering kali juga tidak dicantumkan. Sama
sekali tidak dicantumkan mengenai unsur kemampuan bertanggung
jawab. Di samping itu, banyak mencantumkan unsur-unsur yang
lain baik sekitar atau mengenai objek kejahatan maupun perbuatan
secara khusus untuk rumusan tertentu. Dari rumusan-rumusan
tindak pidana tertentu dalam KUHP itu dapat diketahui adanya 11
unsur tindak pidana yakni:
a) Unsur tingkah laku.
b) Unsur melawan hukum.
c) Unsur kesalahan.
d) Unsur akibat konstitutif.
e) Unsur keadaan yang menyertai.
f) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana.
g) Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana.
h) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana.
i) Unsur objek hukum tindak pidana.
j) Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana.
k) Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.

Dari 11 unsur itu, diantaranya dua unsur, yakni kesalahan dan


melawan hukum yang termasuk unsur subjektif, sedangkan
selebihnya berupa unsur objektif. Unsur melawan hukum ada
kalanya bersifat objektif, misalnya melawan hukum perbuatan
mengambil pada pencurian (362) terletak bahwa dalam mengambil
itu di luar persetujuan atau kehendak pemilik (melawan hukum
objektif), atau pada Pasal 251 pada kalimat tanpa izim pemerintah,
juga pada Pasal 253 pada kalimat menggunakan cap asli secara
melawan hukum adalah berupa melawan hukum objektif. Akan
tetapi, ada juga melawan hukum subjektif misalnya melawan
hukum dalam penipuan (oplichting, 378), pemerasatan (afpersing,
368), pengancaman (afdereiging, 369) di mana disebutkan maksud
untuk menguntungkan diri atau orang lain secara melawan hukum.
Begitu juga unsur melawan hukum pada perbuatan memiliki dalam
penggelapan (372) yang bersifat subjektif, artinya terdapat
kesadaran bahwa memiliki benda orang lain yang ada dalam
kekuasaann yaitu merupakan celaan masyarakat.

2. Pemidanaan
Istilah Pemidanaan berasal dari inggris yaitu comdemnation theory.
Pemidanaan adalah penjatuhan hukuman kepada pelaku yang telah
melakukan perbuatan pidana. Perbuatan pidana merupakan: “Perbuatan
yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja
dalam pidana itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan,
yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan kelakuan orang
sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang
menimbulkan kejadian itu” Tujuan Pemidanaaan:
a. Untuk menakut-nakuti orang agar tidak melakukan kejahatan, baik
menakut-nakuti orang banyak (generale preventie), maupun menakut
nakuti orang tertentu yang telah melakukan kejahatan, agar di
kemudian hari ia tidak melakukan kejahatan lagi (special preventie).
b. Untuk mendidik atau memperbaiki orang yang sudah menandakan
suka melakukan kejahatan, agar menjadi orang yang baik tabiatnya,
sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
Sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan dapat
digolongkan menjadi dua macam yaitu pidana pokok dan pidana
tambahan (pasal 10 kitab undang- undang hukum pidana). 10
a. Pidana Pokok (Hoodstraffen)
1) Pidana Mati (Death penalty)
Pidana ini adalah yang terberat dari semua pidana yang diancam
terhadap berbagai kejahatan yang sangat berat, misalnya
pembunuhan berecana (Pasal 340 KUHP), pencurian dengan
kekerasan (Pasal 365 ayat 4) dan pemberontakan (124 KUHP).
Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan
menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher
terpidana kemudian menjatuhakna papan tempat terpidana berdiri
atau dengan tembak mati.
2) Pidana Penjara (Imprisonment)
Pidana ini membatasi kemerdekaan atau kebebasan orang.
Hukuman penjara lebih berat dari kurungan karena di ancamkan
terhadap berbagai kejahatan dan hukumannya ialah seumur hidup
atau selama waktu tertentu.
3) Pidana Kurungan
Pidana ini lebih ringan dari hukuman penjara karena diancamkan
terhadap pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan karena
kelalaian. Dikatakan lebih ringan antara lain, dalam hal melakukan
pekerjaan yang diwajibkan dan kebolehan membawa peralatan
yang dibutuhkan, misanya; tempat tidur, selimut dan lain-lain.
Namun pidana kurungan harus dijalani dalam daerah dimana
terpidana berdiam ketika putusan hakim dijalankan.
4) Pidana Denda (Fine)

10
R. Abdoel Djamali, Hukum Pengantar Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005),hlm.186.
5) Hukuman denda selain diancamkan pada pelaku pelanggaran juga
diancamkan terhadap kejahatan yang adakalanya sebagai alternatif
atau kumulatif, hukuman yang harus dijalani dengan cara
membayar sejumlah uang.
6) Pidana tutupan
Pidana tutupan mulai berlaku berdasarkan Undang-Undang Nomor
20 Tahun 1946, merupakan pidana alternatif terhadap pidana
penjara, khususnya bagi pelaku delik politik yang pada umumnya
pelaku delik politik didorong oleh adanya maksud yang patut
dihormati. Namum pidana ini jarang dijatuhkan.
b. Pidana tambahan (Bijkomendestraffen)
Merupakan pidana yang dijatuhkan kepada pelaku, yang sifatnya
menambah pidana pokok yang dijatuhkan. Ada tiga jenis pidana
tambahan. Ketiga jenis itu meliputi:
1) Pencabutan hak-hak tertentu
2) Perempasan barang-barang tertentu Pengumuman putusan hakim.
3. Upaya Kepolisian Dalam Penanggulangan Tindak Pidana
Upaya Kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana dikenal dengan
berbagai istilah, antara lain yaitu penal policy, criminal policy, atau
strafrechtspolitiek merupakan suatu usaha untuk menanggulagi kejahatan
melalui penegakan hukum pidana yang rasional yaitu untuk memenuhi
rasa keadilan dan daya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan
terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada
pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang
dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya.
Pelaksanaan dalam penanggulangan tindak pidana dari politik hukum
pidana menurut Barda Nawawi Arif harus melalui beberapa tahap
kebijakan yaitu sebagai berikut:
a. Tahap Formulasi
Tahap formulasi yaitu tahap penegakan hukum pidana in abstracto
oleh badan pembuat undang-undang. Dalam tahap ini pembuat
undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai
dengan keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang,
kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-
undangan pidana untuk mencapai hasil Perundang-undangan yang
paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna.
Tahap ini disebut tahap kebijakan legislatif.
b. Tahap Aplikasi
Tahap aplikasi yaitu tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan
hukum pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari
Kepolisian sampai Pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum
bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan perundang-
undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang.
Dalam melaksanakan tugas ini, aparat penegak hukum harus
berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna tahap ini
dapat disebut sebagai tahap yudikatif.
c. Tahap Eksekusi
Tahap eksekusi yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) Hukum secara
konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat-
aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan perundang-
undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang
melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan dalam putusan
pengadilan.11
4. Bahan Peledak
a. Pengertian Bahan Peledak

11
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004, hlm.13
Bahan peledak adalah suatu bahan kimia senyawa campuran
berbentuk padat, cair, atau campurannya yang apabila diberi aksi
panas, benturan, gesekan atau ledakan awal akan mengalami suatu
reaksi kimia eksotermis sangat cepat dan hasil reaksinya sebagian atau
seluruhnya berbentuk gas disertai panas dan tekanan sangat tinggi.
Panas dari gas yang dihasilkan reaksi peledakan tersebut sekitar 4000°
C. Adapun tekanannya, menurut Langerfors dan Kihlstrom (1978), bisa
mencapai lebih dari 100.000 atm setara dengan 101.500 kg/cm² atau
9.850 MPa dengan energi per satuan waktu yang ditimbulkan sekitar
25.000 MW atau 5.950.000 kcal/detik.
Perlu dipahami bahwa energi yang sedemikian besar itu bukan
merefleksikan jumlah energi yang memang tersimpan di dalam bahan
peledak begitu besar, namun kondisi ini terjadi akibat reaksi peledakan
yang sangat cepat, yaitu berkisar antara 2500 – 7500 meter per detik
(m/detik).
b. Sifat Bahan Peledak
Sifat-sifat fisik bahan peledak adalah suatu kenampakan nyata dari
sifat bahan peledak ketika menghadapi perubahan kondisi lingkungan
sekitarnya, yaitu antara lain :
1) Densitas yaitu angka yang menyatakan perbandingan berat per
volume
2) Sensitifitas adalah sifat yang menunjukkan kemudahan inisiasi
bahan peledak atau ukuran minimal booster yang diperlukan
3) Ketahanan terhadap air (water resistence)
4) Kestabilan kimia (chemical stability)
5) Karekteristik gas ( fumes characteristic)
c. Jenis Bahan Peledak
Pembagian jenis bahan peledak menurut R.L.Ash, adalah :
1) Bahan peledak kuat (high explosive) bersifat menghancurkan
dengan kecepatan detonasi 5.000 – 24.000 fps, kekuatan 50.000 –
400.000 psi
2) Bahan peledak lemah (low explosive) bersifat mendorong atau
mengangkat dengan kecepatan detonasi < 5.000 fps, kekuatan <
50.000 psi.
Sedangkan pembagian bahan peledak menurut keputusan Menteri
Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995, yaitu :
1) Bahan peledak peka detonator, adalah bahan peledak yang dapat
meledak dengan detonator no.8
2) Bahan peledak peka primer, adalah bahan peledak yang hanya
dapat meledak dengan menggunakan primer atau booster dengan
detonator no.8.
3) Bahan peledak ramuan, adalah bahan baku yang apabila dicampur
dengan bahan tertentu akan menjadi bahan peledak peka primer.
5. Petasan
Petasan (mercon) adalah peledak berupa bubuk yang dikemas dalam
beberapa lapis kertas, dan mempunyai sumbu untuk diberi api dalam
menggunakannya, fungsi petasan digunakan untuk memeriahkan
berbagai peristiwa, seperti perayaan tahun baru, lebaran, perkawinan,
dan sebagainya. Di Negara Cina petasan disamping hal tersebut juga
untuk pembukaan toko pertama kali, mengusir roh jahat. Orang betawi
memasang petasan jika melakukan acara pernikahan, sunatan sebagai
undangan untuk orang sekelilingnya, sebagai suatu pemberitahuan juga
sebagai suatu pertanda bahwa besan telah datang, atau anak telah
selesai
dikhitankan.12

12
Tina Asmarawati, Op,Cit., hlm. 133.
Sejarah petasan bermula dari Tiongkok. Sekitar abad ke-9, seorang
juru masak secara tak sengaja mencampur tiga bahan bubuk hitam (black
powder) yakni garam peter atau kalium nitrat, belerang (sulfur), dan
arang dari kayu (charcoal) yang berasal dari dapurnya. Ternyata
campuran ketiga bahan itu mudah terbakar. Jika ketiga bahan tersebut
dimasukan ke dalam sepotong bamboo yang ada sumbunya yang lalu
dibakar, bambu tersebut akan meletus dan mengeluarkan suara ledakan
keras yang dipercaya dapat mengusir roh jahat.
Dalam perkembangannya, petasan jenis ini dipercaya dipakai juga
dalam perayaan pernikahan, kemenangan perang, peristiwa gerhana
bulan, dan upacara-upacara keagamaan. Pada zaman Dinasti Song,
sebuah pabrik petasan didirikan. Kemudian menjadi dasar dari pembuatan
kembang api karena lebih menitik beratkan pada warna-warni dan bentuk
pijar-pijar api di angkasa hingga akhirnya dibedakan. Tradisi petasan lalu
menyebar ke seluruh pelosok dunia. Tradisi petasan di Indonesia dibawa
sendiri oleh orang-orang Tiongkok.
Seorang pengamat sejarah Betawi, Alwi Shahab meyakini bahwa
tradisi pernikahan orang Betawi yang menggunakan petasan untuk
memeriahkan suasana dengan meniru orang Tionghoa yang bermukim di
sekitar mereka.
Petasan adalah suatu benda, berdaya ledak rendah, (low explosive).
Bubuk yang digunakan sebagai isi petasan merupakan bahan peledak
kimia yang membuatnya dapat meledak pada kondisi tertentu. Bahan
peledak kimia adalah suatu rakitan yang terdiri atas bahan-bahan
berbentuk padat atau cair atau campuran keduanya yang apabila terkena
aksi (misalnya benturan, panas, dan gesekan) dapat mengakibatkan
reaksi berkecepatan tinggi disertai terbentuknya gas-gas dan
menimbulkan efek panas serta tekanan yang sangat tinggi.
Bahan peledak kimia dibedakan menjadi dua macam, yaitu low
explosive (daya ledak rendah) dan high explosive (daya ledak tinggi).
Bahan peledak low explosive adalah bahan peledak berdaya ledak rendah
yang mempunyai kecepatan detonasi (velocity of detonation) antara 400
dan 800 meter per detik. Sementara bahan peledak high explosive
mempunyai kecepatan detonasi antara 1.000 dan 8.500 meter per detik.
Bahan peledak low explosive ini sering disebut propelan (pendorong) yang
banyak digunakan sebagai pada peluru dan roket.
Bahan peledak low explosive yang dikenal adalah mesiu (black powder
atau gun powder) dan smokeless powder. Bagi sebagian masyarakat
Indonesia, mesiu tersebut banyak digunakan sebagai pembuat petasan,
termasuk petasan banting dan bom ikan. Bubuk mesiu adalah jenis bahan
peledak tertua yang ditemukan oleh bangsa Cina pada abad ke-9. Selain
sebagai bahan pembuat petasan dan kembang api, mesiu saat ini banyak
digunakan sebagai propelan peluru dan roket, roket sinyal, petasan,
sumbu ledak, dan sumbu ledak tunggu.13

13
Wikipedia Bahasa Indonesia, Sejah Petasan di Indonesia dan Bahan Peledak Kimia
https://id.wikipedia.org/wiki/Petasan Diakses pada tanggal 24 November 2019.

Anda mungkin juga menyukai