Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Tiga masalah sentral/pokok dalam hukum pidana berpusat kepada apa yang

disebut dengan tindak pidana (criminal act, strafbaarfeit, delik, perbuatan pidana),

pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) dan masalah pidana dan

pemidanaan. Istilah tindak pidana merupakan masalah yang berhubungan erat dengan

masalah kriminalisasi (criminal policy) yang diartikan sebagai proses penetapan

perbuatan orang yang semula bukan merupakan tindak pidana menjadi tindak pidana,

proses penetapan ini merupakan masalah perumusan perbuatan-perbuatan yang

berada diluar diri seseorang, sedangkan masalah subjek hukum pidana yang berkaitan

erat dengan penentuan pertanggungjawaban pidana. Oleh karena itu, perumusan

pertanggungjawaban ini menyangkut masalah yang berada dalam ruang lingkup diri

seseorang.

Pengertian/definisi tindak pidana ini dalam istilah bahasa belanda

diterjemahkan dengan “Strafbaarfeit”, para sarjana di Indonesia maupun Sarjana

diluar Indonesia. Selain yang memakai istilah Strafbaarfeit ada juga yang memakai

istilah “Delict” kemudian disepakati dengan istilah “delik”. Moeljatno memakai

istilah tindak pidana dengan menyebutkan sebagai “Perbuatan Pidana”, sedangkan

Karni dan Schravendijk mengistilahkan Strafbaarfeit ini dengan istilah “perbuatan

yang boleh dihukum” Dua Sarjana lainnya yakni Tirtaatmidjaja dan Utrecht
mengistilahkan strafbaarfeit dengan istilah “peristiwa pidana”, Satachid dan

Engelbrecht memakai istilah “tindak pidana”, secara harafiah kata “feit” itu berarti

“peristiwa”.

Simons merumuskan tindak pidana bahwa tindak pidana adalah suatu

perbuatan manusia yang bertentangan dengan hukum, diancam dengan pidana oleh

undang-undang perbuatan mana dilakukan oleh orang yang dapat

dipertanggungjawabkan dan dapat dipersalahkan pada si pembuat. Memperhatikan

definisi diatas maka ada bebarapa syarat untuk menentukan perbuatan itu sebagai

tindak pidana, syarat tersebut adalah sebagai berikut:

a. Harus ada perbuatan manusia

b. Perbuatan manusia itu bertentangan dengan hukum

c. Perbuatan itu dilarang oleh Undang-undang dan diancam dengan pidana

d. Perbuatan itu dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan

e. Perbuatan itu harus dapat dipertanggungjawabkan kepada si pembuat

Van Hamel membuat definisi yang hampir sama dengan Simons, tetapi

menambah lagi dengan satu syarat, yakni : Perbuatan itu harus mengadung sifat yang

patut dipidana (strafwaardig). Menurut Van Hamel, suatu perbuatan yang tegas-tegas

dilarang dan diancam pidana Undang-undang belum tentu merupakan tindak pidana.

Perbuatan itu harus pula bersifat strafwaardig (patut dipidana/dihukum). Dalam

pandangan Vos tindak pidana adalah kelakuan manusia yang oleh Undang-undang

diancam pidana. Pompe berpendapat dan mengatakan bahwa “ Tindak Pidana ialah

perbuatan yang dalam suatu ketentuan Undang-undang dirumuskan dapat dipidana”,


dan menurut pandangan Van Hattum tindak pidana ialah suatu peristiwa yang

menyebabkan seseorang dapat dipidana.

2. Unsur- unsur tindak pidana

Menurut sifatnya, unsur-unsur tindak pidana itu dibagi atas unsur-unsur objektif dan

unsur-unsur subjektif.

a. Unsur-unsur objektif artinya unsur-unsur yang melekat pada perbuatan dapat

berupa :

1) Perbuatan manusia, misalnya “mengambil” dalam pasal 362

2) Suatu akibat perbuatan, misalnya : “menghilangkan nyawa orang lain

pasal 338

3) Keadaan ( omstandigheiden) seperti ; merusak kesusilaan pasal 281

b. Unsur-unsur subjektif, artinya unsur-unsur yang melekat pada pelaku (subjek)

tindak pidana terdiri dari :

1) Salah, baik dengan sengaja (opzet) atau kelalaian (culva)

2) Keadaan jiwa yang dapat dipertanggungjawakan atas perbuatannya

(toerekeningvatbaarheid), dapat pula

3) Predikat “pegawai negeri, “ibu”, dan sebagainya.

Hakim-hakim di Indonesia, banyak juga yang mengikuti ajaran Vrij di Negeri

Belanda yang membedakan antara: “elementen” (unsur-unsur) dan bestandelen

(bagian-bagian) dari tindak pidana. Bestandelen ialah bagian-bagian dari perbuatan

yang dirumuskan dalam undang-undang, sedangkan elementen ialah syarat bagi

dilarangya perbuatan dan siancam dengan pidana. Elementen itu terdiri dari :
a. Kemampuan si pembuat bertanggungjawab (toerekenings vatbaarheid)

b. Sifat buruk perbuatan itu (verbvijtbaarfed)

c. Perbuatan itu melawan hukum (wederrechtelijkheid)

3. Pidana dan Pemidanaan

Istilah “hukuman” dan “dihukum” berasal dari kata bahasa Bel”anda yaitu

“Straf” dan “Wordt gestraf” yang oleh Moelyatno merupakan istilah

Konvensional. Oleh karena itu beliau tidak setuju dengan istilah tersebut, dan

menggunakan istilah inkonvesional yaitu “pidana” sebagai pengganti kata

“Straf “ dan “diancam pidana” untuk menggantikan kata “wordt gestraft”. Adi

Hamzah berusaha untuk memisahkan kedua istilah tersebut yaitu Pidana dan

Hukuman, dengan mengemukan bahwa hukuman adalah suatu pengertian

umum,sebagai suatu sanksi yang menderitakan atau nestapa yang sengaja

ditimpakan kepada seseorang, sedangkan pidana merupakan suatu pengertian

khusus yang berkaitan dengan hukum pidana. Namun demikian keduanya

merupakan suatu sanksi atau nestapa yang menderitakan. Oleh karena itu

pidana merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan

pengertian atau makna sentral yang menunjukan ciri-ciri atau sifat-sifat yang

khas. Berikut ini beberapa pendapat atau definisi dari para Sarjana tentang

pidana, yaitu:

a. Sudarto mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pidana adalah

penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan

perbuatan yang memenuhi syarat-syarat:


b. Roeslan Saleh, mengartikan bahwa pidana adalah reaksi atas delik dan ini

berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada

pembuat delik

Dari beberapa definisi diatas, dapat dikemukakan bahwa pidana mengandung

unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut :

1. Pidana itu pada hakekatny merupakan suatu pengenaan penderitaan atau

nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan

2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang

mempunyai kekuasaan(oleh yang berwenang)

3. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak

pidana menurut undang-undang

Hulsman mengemukakan bahwa hakikat pidana adalah”menyerukan untuk

tertib” oleh karena itu, pidana pada hakikatnya mempunyai dua tujuan utama yaitu

untuk mempengaruhi tingkah laku dan penyelesaian konflik.

Menurut H.l Packer sanksi pidana sangat diperlukan karena pertama kita tidak

dapat hidup sekarang maupun dimasa yang akan datang tanpa pidana, kedua sanksi

pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia yang kita miliki untuk

menghadapi kejahatan-kejahatan atau bahaya besar dan segera serta untuk

menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya, ketiga sanksi pidana suatu ketika

merupakan” penjamin yang utama terbaik” dan suatu ketika merupakan

“pengancaman yang utama digunakan secara hemat cermat dan secara manusia dan ia

merupakan pengancam, apabila digunakan secara sembarang dan secara paksa.


4. Pertanggungjawaban Pidana

Dasar pertanggungjawaban pidana adalah kesalahan. Dalam arti sempit kesalahan

dapat berbentuk sengaja (opzet) atau lalai (culpa). Membicarakan kesalahan berarti

membicarakan merupakan dasar fundamental hukum pidana sehingga ia menurut

idema merupakan jantungnya hukum pidana. Hal ini menunjukkan bahwa dasar

dipertanggungjawabkannya perbuatan seseorang diletakan didalam konsep/dasar

pemikiran kepada terbukti tidak nya unsur-unsur tindak pidana. Artinya jika terbukti

unsur-unsur tindak pidana, maka terbukti pula kesalahannya dan dengan sendirinya

dipidana. Ini berarti pertanggungjawaban pidana dilekatkan kepada unsur-unsur

tindak pidana. Pedoman pembentuk KUHP telah meletakkan dasar

pertanggungjawaban pidana dalam arti pasal 1 KUHP kepada pencelaan perbuatan

secara objektif dilarang dan diancam oleh peraturan perundang-undang. Ini berarti

hukum pidana yang berlaku sekarang merupakan hukum pidana yang berorientasi

kepada konsep daadstrafrecht atau hukum pidana perbuatan. Bukti yuridis bahwa

konsep demikian dianut oleh hukum pidana terletak dalam rumusan pasal 1 KUHP

yang merumuskan tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali ditentukan terlebih

dahulu dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian yang dilarang dan

diancam dengan pidana adalah dilarangnya melakukan perbuatan yang diserai dengan

ancaman terhadap perbuatan itu sendiri.

Unsur-unsur pertanggungjawaban pidana terbagi menjadi dua aliran yaitu :


No Monistis Dualistis
1 Tindak Pidana merupakan Tindak pidana sebagaian dari syarat
keseluruhan syarat pemidanaan pemidanaan
2 Menyatukan unsur-unsur objektif Memisahkan tindak pidana dan
(patut dipidananya perbuatan) dan pertanggungjawaban pidana (kesalahan)
unsur subjektif (patut dipidananya
orang)
3 Pidana sama denagn tindak pidana Tindak pidana hanya sebagai unsur
objektif/lahiriah
4  Tindak pidana meliputi : Pidana sama dengan tindak pidana
 Perbuatan ditambah dengan pertanggungjawaban
 Memenuhi undang-undang pidana (kesalahan)
 Bersifat melawan hukum Tindak pidana meliputi :
 Adanya kemampuan 1. Perbuatan
 Bertanggungjawab 2. Memenuhi UU
 Dolus/Culpa 3. Bersifat melawan hukum
Pertanggungjawaban pidana meliputi
1. Kemampuan bertanggung jawab
2. Dolus/Culpa
3. Tidak ada alasan pembenar

B. Tinjauan Umum tentang Penegakan Hukum Pidana

1. Pengertian Penegakan Hukum

Anda mungkin juga menyukai