Anda di halaman 1dari 33

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Kota

Palembang

1. Penegakan Hukum

Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia yang

umumnya diakui semua tempat didunia ini, apabila keadilan itu kemudian

dikukuhkan kedalam institusi yang namanya hukum, institusi hukum itu harus

mampu untuk menjadi saluran agar keadilan itu dapat diselenggarakan secara

seksama dalam masyarakat1, maka dari itu untuk mencapai keadilan sangat

diperlukan proses penegakan hukum. Penegakan hukum merupakan suatu usaha

untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial

menjadi kenyataan.2

Pada hakikatnya penegakan hukum merupakan suatu proses perwujudan ide-

ide, proses penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu

lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara. Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum merupakan usaha untuk

mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan dan menurut Soejono Soekanto

1
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2012, hlm.191.
2
Teguh Sulistia dan Aria Zurnetti, Hukum Pidana, Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2011. hlm
41.
penegakan hukum merupakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang

terjabarkan didalam kaidah-kaidah/ pandangan-pandangan nilai yang mantap dan

mengejahwantahkan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir

untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian dan pergaulan

hidup.3

Dalam hukum pidana, penegakan hukum sebagaimana dikemukakan oleh

Kadri Husin adalah suatu sistem pengendalian kejahatan yang dilakukan oleh

lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga permasyarakatan. Menurut

muladi sistem peradilan pidana akan melibatkan penegakan hukum pidana, baik

hukum pidana substantif, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana.

Disamping itu, dapat dilihat pula bentuknya baik yang bersifat preventif, represif,

maupun kuratif, sehingga akan tampak keterikatan dan saling ketergantungan antar

subsistem peradilan pidana yaitu lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan

lembaga permasyarakatan.4

Penegakan hukum secara konkrit adalah berlakunya hukum posistif dalam

praktik sebagaimana seharusnya patut untuk ditaati. Dengan demikian memberikan

keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan perkara dengan menerapkan hukum

dan menemukan hukum dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum

materil dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.5

3
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2011.hlm.310.
4
Ishaq, Ilmu Hukum, Jakarta : PT. Sinar Grafika, 2009.hlm. 204.
5
Op. Cit., hlm.311.
Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal oleh

karena itu, keberhasilan penegakan hukum akan dipengaruhi oleh hal-hal tersebut.

Secara umum, sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, ada lima faktor

yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu :6

a. Faktor hukumnya sendiri

b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang

menerapkan hukum

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia didalam pergaulan hidup

Kelima faktor tersebut diatas saling berkaitan dengan eratnya, karena merupakan

esensi dari penegakan hukum serta juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas

penegakan hukum. Soejono Soekanto mengatakan bahwa agar hukum dapat berfungsi

dengan baik diperlukan keserasian dalam hubungan antara lima faktor yakni sebagai

berikut :7

a. Hukum atau peraturan itu sendiri

Dalam praktiknya penyelenggaraan penegakan hukum dilapangan ada kalanya

terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh

6
Op. Cit., hlm.245.
7
Ibid., hlm.,246.
konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan

kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif.

Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum

merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu

tidak bertentangan dengan hukum, karena penyelenggaran hukum sesungguhnya

merupakan proses penyerasian antara nilai kaedah dan pola prilaku nyata yang

bertujuan untuk mencapai kedamaian.

Keberadaan gelandangan dan pengemis sering kali menimbulkan ketidak

tertiban dikalangan masyarakat pada umumnya. Didalam Kitab Undang Undang

Hukum Pidana Prilaku Gelandangan dan Pengemis merupakan tindak pidana

pelanggaran sebagaimana yang diatur didalam Buku ke III Bab II Kitab Undang

Undang Hukum Pidana Tentang Pelanggaran ketertiban umum yaitu :

Pasal 504 :

(1) Barang siapa mengemis dimuka umum, diancam, kerena melakukan

pengemisan, dengan kurungan paling lama 6 minggu.

(2) Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang umumnya

diatas enam belas tahun, diancam dengan kurungan paling lama tiga

bulan.”

Pasal 505 :

(1) Barang siapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam, kerena

melakukan pergelandangan, dengan kurungan paling lama tiga bulan.”


(2) Pergelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang

umurnya diatas enam belas tahun, diancam dengan kurungan paling lama

enam bulan.”

Perilaku gelandangan dan pengemis di Kota Palembang merupakan salah satu

contoh kebiasaan sejumlah anggota masyarakat yang bertentangan dengan norma

hukum. Menurut Data yang didapat dari Dinas Sosial Kota Palembang pada tahun

2013 jumlah gelandangan dan pengemis sebanyak 600 orang, pada tahun 2014

sebanyak 437 orang dan pada tahun 2015 sebanyak 446 orang8. Data diatas

menujukan bahwa setiap tahunnya gelandangan dan pengemis tetap saja beroperasi di

lapangan padahal ketentuan mengenai larangan menggelandang dan mengemis sudah

sangat jelas diatur didalam Pasal 20 ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013

Tentang Pembinaan Terhadap Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota

Palembang yang berbunyi : “ Setiap orang, keluarga, organisasi baik secara sendiri-

sendiri atau berkelompok dilarang melakukan kegiatan :

a. Mengemis, menggelandang, terutama di tempat umum, taman, di jalan

dalam wilayah Daerah

b. Mengeksploitasi atau memperalat orang lain untuk mengemis didalam

wilayah Daerah

c. Memberi atau menerima infaq sedekah di jalan dan atau di taman dalam

wilayah Daerah

8
Hasil Rekap Penjangkauan Gelandangan dan Pengemis, Dinas Sosial Kota Palembang,
Periode Januari-Desember 2013,2014 dan 2015.
Pada Pasal 22 ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang

Pembinaan Terhadap Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang

mengatur tentang ketentuan pidana yaitu : “ Pelanggaran atas ketentuan Pasal 20 ayat

(1) diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 ( tiga) bulan atau denda paling

banyak Rp.50.000.000.-( Lima Puluh Juta Rupiah) “.

Sanksi pidana yang diberikan kepada gelandangan dan pengemis tersebut

berdasarkan Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 12 Tahun 2013 Tentang

Pembinaan terhadap Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang

merupakan upaya terakhir yang diberikan kepada gelandangan dan pengemis apabila

gelandangan dan pengemis tersebut telah diberikan pembinaan sebagaimana yang

diatur didalam Pasal 20 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang

Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang yang berbunyi : Setiap

Orang, Keluarga, Organisasi baik secara sendiri-sendiri atau berkelompok yang

melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.b.c

dilakukan proses pembinaan sementara dan atau tetap sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan, namun tetap mengulangi perbuatannya dalam

menggelandang dan mengemis maka dapat diberikan sanksi pidana dengan syarat

gelandangan dan pengemis tersebut dalam keadaan sehat secara jasmani maupun

rohani dan masih berusia produktif yaitu usia 19-59 tahun.

Mekanisme penegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan pengemis di

Kota Palembang meliputi proses penyidikan yang diatur didalam Pasal 21 Peraturan
Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pembinaan Terhadap Gelandangan dan

Pengemis di Kota Palembang yang berbunyi :

(1) Penyidikan terhadap pelanggaran peraturan Daerah ini di lakukan oleh

Penyidik sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana

(2) Selain Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik Pegawai

Negeri Sipil di lingkungan pemerintah Kota diberikan Kewenangan untuk

melakukan penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah ini

(3) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, penyidik sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), berwenang :

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak

pidana pelanggaran Peraturan Daerah yang mengganggu ketetraman dan

ketertiban

b. Melakukan tindakan seorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka

c. Menyuruh berhenti seorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka

d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat

e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

sanksi

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan
h. Mengadakan penghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari

penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan

merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan

hal tersebut kepada Penuntut Umum tersangkal atau keluarga dan

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Sanksi pidana yang diberikan kepada gelandangan dan pengemis bertujuan

untuk menimbulkan efek jera sehingga gelandangan dan pengemis tersebut tidak akan

mengulangi perbuatannya dalam menggelandang dan mengemis.

Penegakan hukum pidana merupakan upaya terakhir yang diberikan kepada

gelandangan dan pengemis karena tujuannya untuk menimbulkan faktor pejera yang

efektif, norma hukum yang mengatur tentang ketentuan pidana terhadap gelandangan

dan pengemis sudah sangat jelas diatur didalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun

2013 Tentang Pembinaan Terhadap Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di

Kota Palembang. Namun pada kenyataannya ketentuan pidana belum pernah

diberikan kepada gelandangan dan pengemis di Kota Palembang .

Menurut keterangan Staf anggota Kepolisian Resort Kota Palembang

mengemukaan bahwa tidak ada data terkait mengenai gelandangan dan pengemis

yang sudah dipidana karena pada hakikatnya gelandangan dan pengemis tersebut

diberikan pembinaan bukan diberikan sanksi pidana, ketentuan pidana sebagaimana

yang diatur didalam Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 12 Tahun 2013

Tentang Pembinaan Terhadap Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota


Palembang bertujuan untuk memberikan efek rasa takut kepada Gelandangan dan

pengemis untuk tidak mengulangi perbuatannya dalam menggelandang dan

mengemis, hal ini menujukan bahwa ketentuan pidana sebagaimana yang diatur

didalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pembinaan Terhadap

Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang menjadi peraturan

yang belum ditegakan karena ketentuan pidana tersebut sama sekali belum pernah

diberikan kepada gelandangan dan pengemis di Kota Palembang. 9

b. Faktor Penegak Hukum

Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum

memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas

kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu salah satu kunci keberhasilan dalam

penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegakan hukum. Selama ini

ada kecendrungan yang kuat dikalangan masyarakat untuk mengartikan hukum

sebagai petugas atau penegak hukum, artinya hukum diidentikan dengan tingkah laku

nyata petugas atau penegak hukum. Penegak hukum yang diberi wewenang untuk

menegakan hukum terhadap Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang menurut

Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pembinaan Terhadap Anak

Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang yaitu :

a. Polisi Resort Kota (POLRESTA) Kota Palembang

b. Kodim 0418 Kota Palembang

9
Disarikan dari hasil wawancara dengan Staf Anggota Kepolisian Resort Kota Palembang
bertempat di Kantor Polisi Resort Kota Palembang, Pada Tanggal 05 Desember 2015 Pukul 10.00-
11.19.
c. Denpom

d. Dinas Sosial Kota Palembang

e. Satuan Polisi Pamong Praja (SAT POLPP) Kota Palembang

Dalam menanggulangi permasalahan gelandangan dan pengemis di Kota

Palembang berdasarkan Keputusan Walikota Palembang Nomor 481 Tahun 2014

Tentang Pembentukan Tim Terpadu Penjangkauan, Pembinaan dan Pemberdayaan

Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis, Orang Gila dan Pengamen Pemerintah Kota

Palembang membuat suatu upaya untuk membentuk Tim Terpadu, untuk

melaksanakan penjangkauan, pembinaan dan pemberdayaan Anak Jalanan,

Gelandangan, Pengemis, Orang Gila dan Pengamen, Tim Terpadu terdiri dari Polisi

Resort Kota Palembang, Kodim 0418 Kota Palembang, Denpom, Dinas Sosial Kota

Palembang dan Satuan Polisi Pamong Praja bertugas untuk melaksanakan patroli dan

penjangkauan, penjangkauan adalah kegiatan yang dilakukan oleh lembaga dalam

mencari gelandangan dan pengemis.

Penjangkauan bertujuan untuk memberikan perlindungan sosial dan menjaga

gangguan keamanan dan keteriban masyarakat, patroli dan penjangkauan

dilaksanakan setiap hari tanpa hari libur.10

Hasil penjangkauan oleh tim ditempatkan pada tempat penampungan panti

sosial unik pelaksana teknik dinas sesuai dengan jenis kelamin dan kriteria

10
Lihat di Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Angkah 19 Tentang Pengertian Penjangkauan,
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota
Palembang.
gelandangan dan pengemis. Tim terpadu sebagaimana yang dimaksud mempunyai

tugas sebagai berikut :11

a. Membuat perencanaan kebutuhan fasilitas pelayanan penjangkauan,

pembinaan dan pemberdayaan anak jalanan, gelandangan, pengemis, orang

gila dan pengamen

b. Melaksanakan upaya pembinaan berupa rehabilitasi sosial, pemberdayaan

sosial dan perlindungan sosial terhadap hasil penjangkauan

c. Memberikan pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis, orang gila dan

pengamen baik yang berada di jalanan/fasilitas umum maupun dirumah

d. Melakukan evaluasi, supervisi dan melaporkan pelaksanakan penjangkauan,

pembinaan dan pemberdayaan anak jalanan, gelandangan, pengemis, orang

gila dan pengamen

e. Menyusun rencana pengembangan kebijakan dan mensosialisasikan kebijakan

penjangkauan, pembinaan dan pemberdayaan, anak jalanan, gelandangan,

pengemis, orang gila dan pengamen

f. Melakukan penjagaan pada fasilitas umum dan persimpangan jalan utama

dalam wilayah Kota Palembang

g. Melakukan patroli penjangkauan terhadap anak jalanan, gelandangan,

pengemis, orang gila dan pengamen serta menempatkan mereka pada fasilitas

penampungan yang telah ditentukan

11
Diktum Kesatu Keputusan Walikota Palembang Nomor 481 Tahun 2014 Tentang
Pembentukan Tim Terpadu Penjangkauan, Pembinaan, dan Pemberdayaan Anak Jalanan,
Gelandangan, Pengemis, Orang Gila dan Pengamen.
h. Melakukan pendataan dan melaporkan hasil patroli serta penjangkauan

i. Melakukan penjagaan hasil penjangkauan di tempat penampungan

j. Pelaksanakan tugas tim penjangkauan sebagaimana dimaksud dilaksanakan

dengan berdasarkan pada arahan dan kendali Ketua Tim Penjangkauan dan

Standart Operasional Prosedure.

Mekanisme penegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan pengemis di

Kota Palembang dilaksanakan dengan sistem peradilan pidana sebagaimana yang

diatur didalam KUHAP yaitu lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga

pemasyarakatan, mekanisme penegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan

pengemis di Kota Palembang diawali proses penyidikan yang diatur didalam Pasal 21

Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pembinaan Terhadap Gelandangan

dan Pengemis di Kota Palembang yang berbunyi :

(4) Penyidikan terhadap pelanggaran peraturan Daerah ini di lakukan oleh

Penyidik sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana

(5) Selain Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik Pegawai

Negeri Sipil di lingkungan pemerintah Kota diberikan Kewenangan untuk

melakukan penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah ini

(6) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, penyidik sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), berwenang :


j. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak

pidana pelanggaran Peraturan Daerah yang mengganggu ketetraman dan

ketertiban

k. Melakukan tindakan seorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka

l. Menyuruh berhenti seorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka

m. Melakukan penyitaan benda dan atau surat

n. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang

o. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

sanksi

p. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan

q. Mengadakan penghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari

penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan

merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan

hal tersebut kepada Penuntut Umum tersangkal atau keluarga dan

r. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat

dipertanggungjawabkan.

c. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Sarana dan fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan

hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut tidak akan mungkin penegak

hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.


Dalam hal melaksanakan penjangkauan dan patroli yang dilakukan oleh Tim

Terpadu sebagaimana yang dimaksud pada Keputuasan Walikota Palembang Nomor

481 Tahun 2014 Tentang Pembentukan Tim Terpadu Penjangkauan, Pembinaan dan

Pemberdayaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis, Orang gila dan Pengamen,

Tim Terpadu yang melaksanakan tugas sebagai penegak hukum merasa bahwa sarana

dan fasilitas dalam menjalankan patroli dan penjangkauan tidak ada masalah mereka

mengaku bahwa peralatan yang mereka butuhkan dalam melaksanakan kegiatan

patroli dan penjangkauan dinilai lengkap.12 Adapun sarana dan fasilitas yang

digunakan tim terpadu dalam melaksanakan kegiatan patroli dan penjangkauan adalah

kendaraan dinas patroli, alat komunikasi, surat tugas, formulir data sasaran dan berita

acara penyerahan sasaran. 13

Namun berbeda dengan keadaan di Dinas Sosial Kota Palembang yang

bertugas untuk memberikan upaya pembinaan terhadap Gelandangan dan Pengemis

di Kota Palembang yang meliputi pembinaan untuk memberikan perlindungan sosial,

berupa rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial kepada gelandangan

dan pengemis di Kota Palembang dinilai belum berjalan dengan efektif karena

keterbatasan anggaran dalam pembinaan tersebut.

d. Faktor Masyarakat
12
Disarikan dari hasil wawancara dengan Staf Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Palembang bertempat di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palembang, Pada Tanggal 16
Desember 2015 Pukul 10.00-11.19.
13
Standar Operasional Prosedur yang diatur di dalam Keputusan Walikota Nomor 481 Tahun
2014 Tentang Pembentukan Tim Terpadu Penjangkauan, Pembinaan, Pemberdayaan Anak Jalanan,
Gelandangan, Pengemis, Orang Gila dan Pengamen
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian

di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya

mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum,

yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang.

Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan

salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan. Sikap masyarakat yang

kurang menyadari tugas penegak hukum, tidak mendukung dan malahan kebanyakan

bersikap apatis serta menganggap tugas penegakan hukum semata-mata urusan

penegak hukum, serta kengganan terlibat sebagai saksi dan sebagainya.

Palembang merupakan kota metropolitan yang membutuhkan biaya hidup

yang besar karena semua fasilitas dan keperluan hidup dijual dan disediakan dengan

biaya yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan tersebut masyarakat harus

berkompetensi agar mampu mendapatkan pekerjaan sebagai sumber mata pencarian

tak jarang ada sejumlah masyarakat yang menyimpang dari norma hukum karena

tidak mempunyai keterampilan dan pendidikan yang memadai.

Menurut Keterangan salah satu staf anggota Satuan Polisi Pamong Praja di

Kota Palembang mengatakan bahwa Prilaku gelandangan dan pengemis merupakan

prilaku yang menyimpang dari norma hukum misalnya prilaku mengemis yang

dilakukan dengan cara meminta-minta dan mengharapkan belas kasihan dari orang

lain, pengemis muncul karena adanya suatu kondisi dimana mereka mendapatkan

perhatian dan apresiasi dari masyarakat sehingga mereka dapat memperoleh secara

langsung sumbangan dari masyarakat sedangkan gelandangan adalah orang yang


tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap, biasanya gelandangan

merupakan anggota masyarakat yang tinggal diperkotaan yang merupakan penduduk

pendatang yang berasal dari dalam provinsi maupun luar provinsi yang mayoritas

berprofesi sebagai petani yang tidak mempunyai modal dan lahan yang cukup

sehingga mereka datang kekota dan berharap mendapatkan lapangan pekerjaan

namun karena tidak mempunyai keterampilan dan pendidikan akhirnya mereka susah

untuk mendapatkan pekerjaan hal inilah yang melatarbelakangi mereka untuk

menggelandang perbuatan yang menggelandang tersebut tidak membuat mereka

memperoleh penghasilan sehingga mereka menjadi pengemis.14

Gelandangan dan pengemis mempunyai pola hidup yang mayoritas

mempunyai sifat malas dan tidak mau bekerja keras dan menyebabkan mereka

menjadi miskin, budaya miskin ini dapat tertanam dalam diri mereka sehingga

mereka susah keluar dari lingkaran kemiskinan.

Gelandangan dan pengemis berfikir bahwa pekerjaan dengan menjadi

gelandangan dan pengemis itu dapat memperoleh keuntungan secara finansial. Hal ini

menunjukan bahwa kesadaran masyarakat sangat berpengaruh terhadap penegakan

hukum dalam menanggulangi permasalahan gelandangan dan pengemis yang ada.

e. Faktor Kebudayaan

14
Disarikan dari hasil wawancara dengan Staf Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Palembang bertempat di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palembang, Pada Tanggal 16
Desember 2015 Pukul 10.00-11.19.
Dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan.

Kebudayaan menurut Soejono Soekanto mempunyai fungsi yang sangat besar bagi

manusia dan masyarakat yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana

seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan

dengan orang lain.

Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang perilaku

yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dan apa yang dilarang. Kelima

faktor diatas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok dalam

penegakan hukum. Kebudayaan dapat menimbulkan Kesadaran hukum yang akan

terwujud apabila ada indikator pengetahuan hukum, sikap hukum, dan prilaku hukum

yang patuh terhadap hukum. Secara teori ketiga inilah yang dapat dijadikan tolak

ukur dari kesadaran hukum karena jika pengetahuan hukum, sikap hukum, dan

perilaku hukumnya rendah maka kesadaran hukumnya rendah atau sebaliknya.

Menurut Keterangan Bapak Yudhi Irawan Selaku Kasi Pemberdayaan dan

Perlindungan Sosial Dinas Sosial Kota Palembang mengemukakan bahwa Sebelum

penegak hukum menjalankan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang

Pembinaan Terhadap Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang

Kepala Dinas Sosial Kota Palembang Faizal Ar telah melakukan sosialisasi kepada

masyarakat Kota Palembang Tentang Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013

Tentang Pembinaan Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang.

Langkah ini merupakan langka preventif untuk menambah pengetahuan hukum dan

meningkatkan kesadaran kepada masyarakat kota palembang untuk mencegah dan


menanggulangi permasalahan gelandangan dan pengemis guna menciptakan

kenyamanan bersama.15

Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor penegakan hukumnya

sendiri merupakan titik sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang-undangnya

disusun oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak hukum

dan penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan oleh masyarakat.

2. Upaya Pembinaan

Meskipun tidak semua fakir miskin adalah gelandangan dan pengemis tapi

kemiskinan adalah faktor utama yang menyebabkan adanya gelandangan dan

pengemis yang berkeliaran di kota- kota besar seperti yang terjadi di Kota Palembang

Gelandangan dan Pengemis pada hakikatnya diberikan pembinaan yang merupakan

implementasi dari Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan

bahwa Fakir miskin dan Anak terlantar dipelihara oleh Negara dan ayat (2)

menyatakan negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat

kemanusiaan.

Untuk melaksanakan amanat Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945

tersebut maka Pemerintah Kota Palembang memberikan pembinaan kepada

gelandangan dan pengemis yang merupakan suatu solusi untuk menangani

15
permasalahan gelandangan dan pengemis yang ada, pembinaan ini dilaksanakan oleh

Dinas Sosial Kota Palembang yang bertujuan untuk :16

a. Mencegah semakin meluasnya komunitas gelandangan dan pengemis, terutama

yang berada dijalan, tempat umum yang dapat mengganggu ketertiban umum

b. Mengetaskan gelandangan dan pengemis dari kehidupan dijalan

c. Pemenuhan kebutuhan material, spritual dan sosial agar dapat hidup layak dan

mampu mengembangkan diri

d. Memberikan perlindungan dari ekspliotasi, diskriminasi, kekerasan dan resiko

dijalanan dan

e. Meningkatkan peran serta dunia usaha dan komponen masyarakat untuk

berpartisipasi menyelenggarakan kesejaterahan sosial khususnya terhadap

gelandangan dan pengemis

Dalam upaya pembinaan terhadap gelandangan dan pengemis, Pemerintah Kota

Palembang berwenang melakukan upaya-upaya yang terarah, terpadu dan

berkelanjutan yang meliputi upaya Perlindungan sosial, Perlindungan sosial

merupakan semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani resiko dari

guncangan dan kerentanan sosial, perlindungan sosial meliputi kegiatan

Penjangkauan, penjangkauan adalah kegiatan yang dilakukan oleh lembaga dalam

mencari gelandangan dan pengemis, Lembaga yang diberi kewenangan menurut

Keputusan Walikota Palembang Nomor 481 Tahun 2014 Tentang Pembentukan Tim

16
Pasal 3 Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pembinaan
Terhadap Anak Jalanan, Gelandangan, dan Pengemis Di Kota Palembang.
Terpadu Penjangkauan, Pembinaan, dan Pemberdayaan Anak Jalanan, Gelandangan,

Pengemis, Orang Gila dan Pengamen adalah sebagai berikut :

a. Polisi Resort Kota (POLRESTA) Kota Palembang

b. Kodim 0418 Kota Palembang

c. Denpom

d. Dinas Sosial Kota Palembang

e. Sat Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Palembang

Hasil penjangkauan ditempatkan pada penampungan sementara dan

penampungan tetap yaitu Panti Sosial UPDT di lingkungan Dinas Sosial Kota

Palembang, yang terdiri dari :17

1. Panti Sosial UPDT PSTWT adalah panti untuk gelandangan dan pengemis

penyandang cacat

2. Panti Sosial UPDT PRPCN adalah panti untuk gelandangan dan pengemis

yang berusia lanjut dan penderita psikotik

3. Panti Sosial UPDT PRAN adalah panti untuk gelandangan dan pengemis usia

sekolah

4. Panti Sosial UPDT PSBAR adalah panti untuk gelandangan dan pengemis

wanita yang berusia produktif

Kriteria hasil penjangkauan yang dapat ditempatkan pada penampungan

sementara adalah gelandangan dan pengemis yang sehat jasmani dan masih berusia

17
Disarikan dari hasil wawancara dengan Bapak Yudhi Irawan Selaku Kasi Perlindungan dan
Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Kota Palembang di Kantor Dinas Sosial Kota Palembang Pukul
11.00-12.00 wib.
produktif yaitu usia 19-59 tahun sedangkan untuk kriteria hasil penjangkauan yang

ditempatkan di penampungan tetap meliputi penderita psikotik, gelandangan dan

pengemis yang berusia lanjut, jika hasil penjangkauan yang berasal dari luar daerah

maka dikembalikan kepada daerah asalnnya, keluarga pengganti dan lembaga

kesejateraan sosial anak18.

Jangka waktu penampungan sementara hasil penjangkauan dapat dilaksanakan

paling lama 4 (empat) bulan dan hasil pengjangkauan yang ditempatkan pada

penampungan sementara dan penampungan tetap diberikan hak hak dasarnya berupa

sandang, pangan, pengobatan dan mendapatkan pelayanan dalam panti.19

Tindak lanjut hasil penjangkauan yang telah ditempatkan sebagai penghuni

panti sementara diberikan pelayanan berupa :20

1. Rehabilitasi sosial

Rehabilitasi sosial merupakan proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk

memungkinkan seorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam

kehidupan bermasyarakat21. Rehabilitasi sosial sebagaimana yang dimaksud diberikan

dalam bentuk :22

a. Diagnosis psikisosial
18
Pasal 7 Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pembinaan
Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang
19
Pasal 8 Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pembinaan
Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang
20
Pasal 9 Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pembinaan
Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang
21
Lihat Pasal 1 Angkah 21 Bab I Tentang Ketentuan Umum mengenai Pengertian
Rehabilitasi Sosial Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pembinaan
Terhadap Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang.
22
Pasal 9 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang
b. Bimbingan mental spritual

c. Bimbingan fisik

d. Rujukan

e. Bimbingan keterampilan

f. Bimbingan kewirausahaan

g. Pendidikan

Upaya rehabilitasi sosial yang memerlukan rujukan dilaksanakan di Rumah

Sakit Jiwa bagi penderita psikotik dan Rumah sakit umum Daerah Palembang BARI

atau pusat kesehatan masyarakat bagi penderita lainnya.23

2. Pemberdayaan Sosial

Pemberdayaan Sosial merupakan semua upaya yang diarahkan untuk menjadi

warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya sehingga mampu

memenuhi kebutuhan dasarnya.24 Pemberdayaan sosial diberikan dalam bentuk :25

a. Pendampingan

b. Pemberian Stimulan modal, peralatan usaha dan tempat usaha

c. Peningkatan akses pemasaran hasil usaha

d. Bimbingan lanjut

3. Jaminan sosial

23
Pasal 9 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang
24
Lihat Pasal 1 Angkah 23 Bab I Tentang Ketentuan Umum mengenai Pengertian
Pemberdayaan Sosial Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pembinaan
Terhadap Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang.
25
Pasal 10 Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Gelandangan
dan Pengemis di Kota Palembang
Jaminan sosial merupakan skema yang melembaga untuk menjamin objek

pembinaan agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. 26 Jaminan

sosial diberikan kepada penghuni panti dalam bentuk pemenuhan hak-hak dasarnya

dan pelayanan dalam panti.27

Tahap Pembinaan Yang Diselenggarakan Oleh Pemerintah Kota Palembang

Perlindungan sosial PP Penjangkauan

Hasil penjangkauan

Penampungan Penampungan
sementara tetap

gelandangan dan
Gelandangan dan Rehabilitasi sosial pengemis yang
pengemis yang Dan berusia lanjut
berusia produktif Pemberdayaan sosial

Jaminan sosial

26
Lihat Pasal 1 Angkah 24 Bab I Tentang Ketentuan Umum mengenai Pengertian
Pemberdayaan Sosial Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pembinaan
Terhadap Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang
27
Pasal 11 Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Gelandangan
dan Pengemis di Kota Palembang
B. Hambatan- Hambatan Dalam Penegakan Hukum Pidana Terhadap Gelandangan

dan Pengemis di Kota Palembang

Penegakan hukum merupakan suatu persoalan yang dihadapi oleh setiap

masyarakat. Perkataan penegakan hukum mempunyai konotasi menegakan,

melaksanakan ketentuan didalam masyarakat, sehingga dalam konteks yang lebih

luas penegakan hukum merupakan suatu proses berlangsungnya perwujudan konsep-

konsep yang abstrak menjadi kenyataan. Proses penegakan hukum dalam

kenyataannya memuncak pada pelaksanaannya oleh para pejabat penegak hukum itu

sendiri. Dalam proses penegakan hukum, ada faktor-faktor yang mempengaruhinya

faktor tersebut cukup mempunyai arti sehingga dampak positif dan negatifnya

terletak pada isi faktor tersebut. Menurut Soejono Soekanto bahwa faktor-faktor

tersebut ada lima yaitu :

a. Hukumnya sendiri, yakni didalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-

undang saja

b. Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan

hukum

c. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

d. Masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan

e. Kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa

manusia didalam pergaulan hidup.

Kelima faktor diatas saling berkaitan dengan eratnya yang dapat dijadikan barometer

didalam penegakan hukum oleh penegak hukum untuk melihat faktor penghambat
dan pendorong didalam pelaksanaan tugasnya. Dalam penegakan hukum terhadap

gelandangan dan pengemis di Kota Palembang ada beberapa hambatan-hambatan

yang terjadi diantaranya yaitu :

1. Faktor hukum

Di lihat dari faktor hukumnya Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013

Tentang Pembinaan Terhadap Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di

Kota Palembang,dianggap sudah baik karena didalam Peraturan Daerah

Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di

Kota Palembang gelandangan dan pengemis diberikan upaya pembinaan

berupa perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, rehabilitasi sosial dan

jaminan sosial namun apabila gelandangan dan pengemis tersebut sudah

diberikan pembinaan namun tetap mengulangi perbuatannya dalam

menggelandang dan mengemis di wilayah Daerah Kota Palembang maka

dapat dikenakan sanksi pidana sebagai efek penjera agar tidak mengulangi

perbuatannya dalam menggelandang dan mengemis.

2. Faktor penegak hukum

Aparat penegak hukum yang melaksanakan Penjangkauan dan patroli yang

dilakukan oleh pihak Dinas Sosial Kota Palembang, Polisi Resort Kota

Palembang, dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palembang dalam

melaksanakan kegiatan Patroli dan Penjangkauan terhadap gelandangan dan

pengemis di Kota Palembang sulit untuk menangkap gelandangan dan

pengemis tersebut karena mereka terkoordinir dan terorganisasi sehingga


gelandangan dan pengemis tersebut mengetahui adanya petugas yang akan

berpatroli sehingga mereka dapat melarikan diri dari kejaran petugas.

3. Faktor Sarana dan Fasilitas

Pembinaan yang diberikan kepada gelandangan dan pengemis dalam bentuk

upaya perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, rehabilitasi sosial dan

jaminan sosial oleh pemerintah Kota Palembang melalui Dinas Sosial Kota

Palembang adanya keterbatasan anggaran sehingga pembinaan yang

dilaksanakan belum berjalan secara maksimal

4. Faktor Masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai

kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok

sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul

adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang,

atau kurang. mempunyai keterampilan dan pendidikan yang memadai.

Menurut Keterangan salah satu staf anggota Satuan Polisi Pamong Praja di

Kota Palembang mengatakan bahwa yang menjadi hambatan dalam

penegakan hukum terhadap gelandangan dan pengemis di Kota Palembang

adalah adanya sejumlah masyarakat yang merasa iba dengan keberadaan

gelandangan dan pengemis di Kota Palembang sehingga sejumlah anggota

masyarakat tersebut memberikan sumbangan kepada gelandangan dan

pengemis.
5. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan sejumlah anggota masyarakat kota palembang yang masih

mempunyai tingkat kesadaran yang rendah untuk mematuhi hukum membuat

mereka memberikan sumbangan secara langsung kepada gelandangan dan

pengemis sehingga gelandangan dan pengemis mengulangi perbuatannya

dalam menggelandang dan mengemis.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Kota

Palembang

Upaya penegakan hukum yaitu melaksanakan sanksi represif bersama

komponen penegak hukum lainnya yang dilandasi perangkat atau peraturan hukum

dan menghormati hak-hak dasar manusia dengan cara mengusahakan ketaatan diri

warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan, pelaksanaan

proses peradilan pidana, dan mencegah timbulnya penyakit masyarakat yang dapat

menyebabkan terjadinya kejahatan. proses penegakan hukum pidana terhadap

gelandangan dan pengemis di Kota Palembang jika ditinjau dari teori Soejono

Soekanto tentang faktor- faktor yang mempengaruhi penegakan hukum diantaranya

yaitu :

a. Faktor hukum

Pemerintah Kota Palembang membuat suatu instrument hukum untuk

mengatasi permasalahan gelandangan dan pengemis di kota palembang

dengan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Gelandangan dan

Pengemis di Kota Palembang. Didalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun

2013 Tentang Pembinaan Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Kota

Palembang Pasal 20 ayat (1) yang berbunyi :


“ Setiap orang, keluarga, organisasi baik secara sendiri-sendiri atau

berkelompok dilarang melakukan kegiatan :

a. Mengemis, menggelandang, terutama di tempat umum, taman, di jalan

dalam wilayah Daerah

b. Mengeksploitasi atau memperalat orang lain untuk mengemis didalam

wilayah Daerah

c. Memberi atau menerima infaq sedekah di jalan dan atau di taman dalam

wilayah Daerah

Apabila ada masyarakat kota palembang melanggar ketentuan sebagaimana

yang diatur didalam Pasal 20 ayat (1) maka akan diberikan upaya pembinaan

dalam bentuk perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, rehabilitasi sosial dan

jaminan sosial sebagaimana yang diatur didalam Pasal 20 ayat (2) Peraturan

Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Anak Jalanan, Gelandangan dan

Pengemis di Kota Palembang yang berbunyi : Setiap Orang, Keluarga,

Organisasi baik secara sendiri-sendiri atau berkelompok yang melanggar

ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.b.c dilakukan

proses pembinaan sementara dan atau tetap sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Apabila gelandangan dan pengemis tersebut sudah diberikan upaya

pembinaan perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, rehabilitasi sosial dan

jaminan sosial namun tetap mengulangi perbuatannya dalam menggelandang

dan mengemis di Kota Palembang maka akan diberikan sanksi pidana


sebagaimana yang diatur didalam Pasal 22 Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun

2013 Tentang Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang

yang berbunyi : “ Pelanggaran atas ketentuan Pasal 20 ayat (1) diancam dengan

pidana kurungan paling lama 3 ( tiga) bulan atau denda paling banyak

Rp.50.000.000.-( Lima Puluh Juta Rupiah) “.

b. Faktor Penegak Hukum

Penegak hukum yang diberi wewenang untuk melaksanakan penegakan hukum

terhadap gelandangan dan pengemis di Kota Palembang adalah sebagai berikut.

1. Polisi Resort Kota Palembang

2. Kodim 0418 Palembang

3. Denpom

4. Dinas Sosial Kota Palembang

5. Satuan Polisi Pamong Praja Palembang

Penegak hukum diatas bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan

penjangkauan dan patroli, penjangkauan adalah cara untuk mencari

gelandangan dan pengemis di kota palembang. Setelah dijangkau atau

ditangkap gelandangan dan pengemis tersebut diberikan upaya pembinaan

berupa perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, rehabilitasi sosial dan

jaminan sosial melalui Dinas Sosial Kota Palembang. Bagi gelandangan dan

pengemis yang diberikan sanksi pidana maka penegak hukum yang berwenang

menegakan hukum pidana terhadap gelandangan dan pengemis di Kota


Palembang adalah lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga

pemasyarakatan sebagaimana yang diatur didalam KUHAP.

c. Faktor Sarana atau Faslitas

penjangkauan dan patroli yang dilakukan oleh Tim Terpadu sebagaimana yang

dimaksud pada Keputuasan Walikota Palembang Nomor 481 Tahun 2014

Tentang Pembentukan Tim Terpadu Penjangkauan, Pembinaan dan

Pemberdayaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis, Orang gila dan

Pengamen, yang terdiri dari Polisi Resort Kota Palembang, Kodim 0481 Kota

Palembang, Denpom,Dinas Sosial Kota Palembang dan Satuan Polisi Pamong

Praja Kota Palembang. Tim Terpadu yang melaksanakan tugas sebagai penegak

hukum merasa bahwa sarana dan fasilitas dalam menjalankan patroli dan

penjangkauan tidak ada masalah mereka mengaku bahwa peralatan yang

mereka butuhkan dalam melaksanakan kegiatan patroli dan penjangkauan

dinilai lengkap.28

Adapun sarana dan fasilitas yang digunakan tim terpadu dalam melaksanakan

kegiatan patroli dan penjangkauan adalah kendaraan dinas patroli, alat

komunikasi, surat tugas, formulir data sasaran dan berita acara penyerahan

sasaran. 29

28
Disarikan dari hasil wawancara dengan Staf Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Palembang bertempat di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palembang, Pada Tanggal 16
Desember 2015 Pukul 10.00-11.19.
29
Standar Operasional Prosedur yang diatur di dalam Keputusan Walikota Nomor 481 Tahun
2014 Tentang Pembentukan Tim Terpadu Penjangkauan, Pembinaan, Pemberdayaan Anak Jalanan,
Gelandangan, Pengemis, Orang Gila dan Pengamen
Namun berbeda dengan keadaan di Dinas Sosial Kota Palembang yang bertugas

untuk memberikan upaya pembinaan terhadap Gelandangan dan Pengemis di

Kota Palembang yang meliputi pembinaan untuk memberikan perlindungan

sosial, berupa rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial kepada

gelandangan dan pengemis di Kota Palembang dinilai belum berjalan dengan

efektif karena keterbatasan anggaran dalam pembinaan tersebut.

d. Faktor Masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai

kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok

sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah

taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau

kurang. Pengemis dan gelandangan di kota Palembang muncul karena adanya

suatu kondisi dimana mereka mendapatkan perhatian dan apresiasi dari

masyarakat sehingga mereka dapat memperoleh secara langsung sumbangan

dari masyarakat, karena masyarakat yang sering memberikan sumbangan

kepada gelandangan dan pengemis di Kota Palembang membuat gelandangan

dan pengemis tersebut untuk mengulangi perbuatannya .

e. Faktor Kebudayaan

kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang perilaku yang menetapkan

peraturan mengenai apa yang harus dan apa yang dilarang. Kelima faktor diatas

saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok dalam penegakan

hukum. Kebudayaan dapat menimbulkan Kesadaran hukum yang akan terwujud


apabila ada indikator pengetahuan hukum, sikap hukum, dan prilaku hukum

yang patuh terhadap hukum. Sebelum penegak hukum menjalankan Peraturan

Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pembinaan Terhadap Anak Jalanan,

Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang Kepala Dinas Sosial Kota

Palembang Faizal Ar telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat Kota

Palembang Tentang Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang

Pembinaan Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang. Langkah

ini merupakan langka preventif untuk menambah pengetahuan hukum dan

meningkatkan kesadaran kepada masyarakat kota palembang untuk mencegah

dan menanggulangi permasalahan gelandangan dan pengemis guna

menciptakan kenyamanan bersama.

2. Hambatan-Hambatan Dalam Penegakan Hukum Pidana Terhadap

Gelandangan dan Pengemis di Kota Palembang.

Anda mungkin juga menyukai