Anda di halaman 1dari 9

1.

Hukum adalah aturan-aturan yang bersifat memaksa yang harus diikuti atau ditaati apabila
dilanggar mendapatkan sanksi.
2. Hukum itu dilihat dari sudut pandang
3. Hukum privat adalah hukum yang mengatur aturan pribadi tanpa adanya campur tangan
negara.
a. Hukum perdata
b. Hukum dagang
c. Hukum keluarga
d. Hukum perbankan
4. Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang dg negara.
a.Htn
b.Han
C. Pidana
Sanksi yaitu pasal 10 kuhp contohnya pasal 340 KUHP
5. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur kejahatan dan pelanggan terhadap
kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam pidana yang merupakan suatu
penderitaan. Terdapat di dalam pasal 10 kuhp
6. a. Hukum formil mengatur dari segi isi.
Hukum formil adalah sekumpulan aturan-aturan yang mengatur bagaimana menegakkan
hukum materiil
•polisi, lapas, jaksa, hakim
•kuhap UU no 8 1981
b. Hukum materiil mengatur dari luar
Sosiologi hukum pidana itu dilihat dari apa, siapa, bagaimana.
Dan hukum materiil dibagi menjadi dua
-umum KUHP
-khusus uutpkh
7. Tujuan hukum pidana
a. Sebagai sarana preventif (pencegahan)
b. Sebagai sarana karatif (pembalasan)
Pasal tentang 10 kuhp tentang pencurian
-362 biasa
-363 pemberatan
-365 kekerasan
8. Delik adalah suatu perbuatan yang dibatasi undang undang.
Delik itu sama tentang hukum pidana salah satu pemahaman untuk mengartikan.
9. Penjahat dalam hukum pidana
-tersangka
-terdakwa
-terpidana
Kejahatan adalah melanggar kaidah kaidah hukum pidana yaitu, Norma agama, kesusilaan,
dan kesopanan
10. Ilmu hukum pidana
a. Kriminologi adalah objek atau kejahatan
b. Kriminalistik adalah berkaitan dengan senjata
c. Ilmu forensik adalah dilihat penyebab matinya korban dilihat dalam pasal 55
•optopsi luar
•visum dalam
d. Pisikiatrri kehakiman
e. Sosiologi hukum adalah mengawasi timbal balik antara hukum dan masyarakat.
11.asas hukum pidana tercantum dalam pasal 1 ayat 1 KUHP yaitu
a. Asas legalitas bahwa hukum pidana hanya bersumber pada uu.
b. Asas tidak berlaku surut atau non reto aktif.
c. Asas hukum pidana dilarang ditafsirkan secara analogi atau UU tidak boleh dianalogi.
12. Unsur-unsur pidana adalah
-niat
-perbuatan
-orang yang 1
-kerugian
-berlakunya UU, sanksi

Makalah kel 1
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM PERKARA PIDANA
Definisi
Pertanggungjawaban pidana dalam perkara pidana merujuk pada tanggung jawab hukum
seseorang atau badan usaha atas tindakan pidana yang dilakukan. Pertanggungjawaban
pidana dapat berlaku baik untuk individu maupun badan usaha, tergantung pada jenis tindak
pidana yang dilakukan dan ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam Pasal 34 Naskah Rancangan KUHP Baru (1991/1992) dirumuskan bahwa
pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang objektif pada tindak pidana
berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
Secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat dalam undang-undang
(pidana) untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya itu. Sedangkan, syarat untuk
adanya pertanggung jawaban pidana atau dikenakannya suatu pidana, maka harus ada unsur
kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan.
Di dalam penjelasannya dikemukakan: Tindak pidana tidak berdiri sendiri, itu baru bermakna
manakala terdapat pertanggungjawaban pidana. Ini berarti setiap orang yang melakukan
tindak pidana tidak dengan sendirinya harus dipidana. Untuk dapat dipidana harus ada
pertanggung jawaban pidana. Pertanggung jawaban pidana lahir dengan diteruskannya cetaan
(vewijbaarheid) yang objektif terhadap perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana
yang berlaku, dan secara subjektif kepada pembuat tindak pidana yang memenuhi persyaratan
untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya.
Teori-teori pertanggungjawaban pidana Ada dua istilah yang menunjuk pada
pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility.
Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko
atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua
karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan,
biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.
Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan
termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban
bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan
penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu
tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah
responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.
Pertanggungjawaban adalah bentuk untuk menentukan apakah seseorang akan dilepas
atau dipidana atas tindak pidana yang telah terjadi, dalam hal ini untk mengatakan bahwa
seseorang memiliki aspek pertanggung jawaban pidana maka dalam hal itu terdapat beberapa
unsur yang harus terpenuhi untuk menyatakan bahwa seseorang tersebut dapat dimintakan
pertanggungjawaban. Unsur-unsur tersebut ialah
1) Adanya suatu tindak pidana
Unsur perbuatan merupakan salah satu unsur yang pokok pertanggungjawaban
pidana, karena seseornag tidak dapat dipidana apabila tidak melakukan suatu
perbuatan dimana perbuatan yang dilakukan merupan perbuatan yang dilarang oleh
undangundang hal itu sesuai dengan asas legalitas yang kita anut. Asas legalitas
nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali artinya tidak dipidana suatu
perbuatan apabila tidak ada Undnag-Undang atau aturan yang mengatur mengenai
larangan perbuatan tersebut
2) Unsur kesalahan
Dari suatu perbuatan yang telah terjadi maka orang lain akan menilai menurut hukum
yang berlaku apakah terhadap perbuatan tersebut terdapat kesalah baik disengaja
maupun karena suatu kesalahan kealpaan. Mengenai unsur kesalahan yang di sengaja ini
tidak perlu di buktikan bahwa pelaku mengetahui bahwa perbuatannya di ancam oleh
undang-undang, sehingga tidak perlu di buktikan bahwa perbuatan yang di lakukan oleh
pelaku merupakan perbuatan yang ”jahat”.
kelalaian yang ia sadari (alpa) dan kelalain yang ia tidak sadari (lalai)
3) Adanya pembuat yang dapat bertanggung jawab
4) Tidak Ada Alasan Pemaaf

C. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana


Pertanggungjawaban pidana harus terlebih dahulu memiliki unsur yang sebelumnya harus
dipenuhi :
1. Suatu perbuatan yang melawan hukum (unsur melawan hukum).
2. Seorang pembuat atau pelaku yang dianggap mampu bertanggung jawab atas perbuatannya
(unsur kesalahan)

Teori-Teori Sebab Akibat (Ajaran Kausalitas ) Dalam Hukum Pidana adalah bahwa untuk
menetapkan seseorang sebagai pelaku tindak pidana, harus ada hubungan yang jelas
antara perbuatan pelaku dengan akibat yang ditimbulkan.
Teori Conditio Sine Qua Non dari von Buri
Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatakan menimbulkan akibat tertentu, sepanjang
akibat tersebut tidak dapat dilepaskan dari tindakan pertama tersebut.
Karena itu suatu tindakan harus merupakan conditio sine qua non (syarat mutlak) bagi
keberadaan sifat tertentu. Semua syarat (sebab) harus dipandang setara.
Konsekuensi teori ini, kita dapat merunut tiada henti sebab suatu peristiwa hingga ke
masa lalu (regressus ad infinitum).
Teori Generalisasi dari Treger
Teori ini hanya mencari satu saja dari sekian banyak sebab yang menimbulkan akibat
yang dilarang. Termasuk dalam teori ini adalah teori adequat dari Von Kries, yakni
musabab dari suatu kejadian adalah tindakan yang dalam keadaan normal dapat
menimbulkan akibat atau kejadian yang dilarang.
Teori Individualisasi/Pengujian Causa Proxima
Dalam ajaran causa proxima, sebab adalah syarat yang paling dekat dan tidak dapat
dilepaskan dari akibat. Peristiwa pidana dilihat secara in concreto atau post factum. Di
sini hal yang khusus diatur menurut pandangan individual, yaitu hanya ada satu syarat
sebagai musabab timbulnya akibat.

PERCOBAAN DAN PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA


Pengertian dari percobaan tidak dapat ditemukan dalam KUHP, karena pembentuk
Undang-Undang tidak memberikan penjelasan tentang percobaan,tetapi hanya mengatur
tentang percobaan melakukan perbuatan pidana, serta ketentuan syarat-syarat percobaan
yang dapat dipidana. Jika mengacu pada arti kata sehari-hari, percobaan diartikan sebagai
menuju ke suatu hal, tapi tidak sampai kepada hal yang dituju itu, atau dengan pengertian
lain hendak melakukan sesuatu tetapi tidak selesai. Percobaan melakukan kejahatan
diatur dalam Pasal 53, dan Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada
Bab IV Buku I tentang Aturan Umum.
Unsur-Unsur (Syarat-syarat) Tindak Pidana Percobaan (Poging)
1. Adanya Niat (Voornemen)
2. Adanya permulaan pelaksanaan (Begin Van Uitvoering)
3. Pelaksanaan Tidak Selesai Semata-mata Bukan Karena Kehendak dari Pelaku
Teori-teori Percobaan
Untuk menentukan batas-batas antara persiapan pelaksanaan (voorbereidings handeling)
dengan tindakan pelaksanaan (uitvoerings handeling), terdapat dua teori percobaan, yaitu:
a) Teori Percobaan Subjektif
b) Teori Percobaan Objektif
4. Sanksi Pidana Percobaan (Poging)
Menurut ketentuan Pasal 53 KUHP, percobaan melakukan kejahatan dikenakan sanksi
pidana. Sementara itu, percobaan melakukan pelanggaran sebagaimana disebutkan di
dalam Pasal 54 KUHP tidak dapat dikenakan sanksi pidana. Sanksi pidana terhadap
seseorang melakukan percobaan kejahatan menurut Pasal Ayat (2) KUHP maksimum
pidana pokok yang diancamkan pada kejahatan itu dikurangi dengan1/3 (sepertiganya).

Tindak Pidana Penyertaan (Deelneming) Pengertian Tindak Pidana Penyertaan


(Deelneming)Penyertaan (Deelneming) merupakan terjemahan dari bahasa Belanda
yaitu “deelnemen”, yang diterjemahkan dengan kata “menyertai”, ada juga yang
mengartikan dengan istilah “yang mengambil bagian”, atau juga yang umum digunakan
semacam pengertian “berpartisipasi“.Wirjono Prodjodikoro menjelaskan bahwa kata
pernyataan atau deelneming berarti turut sertanya seseorang atau lebih pada waktu orang
lain melakukan suatu tindak pidana. penyertaan dalam tindak pidana adalah suatu
tindakan ikut serta dalam melakukan kejahatan yang dimana tidak hanya dilakukan oleh
satu orang, melainkan lebih dari satu orang.
Bentuk-bentuk Penyertaan (Deelneming)
Bentuk penyertaan (deelneming) di dalam KUHP diatur dalam Pasal 55
dan Pasal 56 KUHP yang terdiri atas dua pembagian besar berikut:
a) Pembuat (Dader) dalam Pasal 55 KUHP, terdiri dari:
1) Pelaku (pleger),
2) Yang menyuruh melakukan (doenpleger),
3) Yang turut serta (medepleger), dan
4) Penganjur (uitlokker).
b) Membantu (medeplichtige) dalam Pasal 56 KUHP, yang terdiri atas dua
bantuan, yaitu:
1) Pembantu pada saat kejahatan dilakukan, dan
2) Pembantu sebelum kejahatan dilakukan.
Dari sudut Undang-Undang Hukum Pidana dader/pelaku dirumuskan
dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP digolongkan dalam empat macam golongan
pelaku, yaitu sebagai berikut:
a) Pelaku (Pleger)
b) Orang yang Menyuruh Melakukan (Doenpleger)
c) Orang yang Turut Serta (Medepleger/Medeplegen)
d) Penganjur (Uitlokker)Uitlokker (penganjur) itu terdapat dua orang atau lebih yang
masing masing berkedudukan sebagai orang yang menganjurkan (actorintelectualis)
dan orang yang dianjurkan (actor materialis).

3. Membantu Melakukan Tindak Pidana (Medeplichtigheid) Medeplichtigheid, yakni


orang yang sengaja memberikan bantuan kepada orang lain untuk melakukan tindak
pidana dengan cara memberikan saran, informasi atau kesempatan, bantuan itu diberikan
pada saat atau sebelum tindak pidana itu dilakukan. Medeplichtigheid (membantu
melakukan tindak pidana) diatur dalam Pasal 56 KUHP dan Pasal 21 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2023 yng berbunyi sebagai berikut:
Dihukum sebagai orang yang membantu melakukan kejahatan,
a) Barangsiapa dengan sengaja membantu melakukan kejahatan,
b) Barangsiapa dengan sengaja memberi kesempatan, daya upaya atau
keterangan untuk melakukan kejahatan.
4. Sanksi Pidana Penyertaan (Deelneming)
Menurut ketentuan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, penyertaan melakukan kejahatan
dikenakan sanksi pidana. Sanksi pidana terhadap seseorang yang sebagai pembantu
kejahatan menurut Pasal 57 KUHP maksimum pidana pokok yang diancamkan terhadap
kejahatan itu dikurangi 1/3 (sepertiga), dan jika kejahatan diancam dengan pidana mati
atau pidana penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun.

PERBARENGAN ( CONCURSUS SAMENLOOP VAN STRAFBAARFEIT ) DALAM


TINDAK PIDANA perbarengan ialah terjadinya dua atau lebih tindak pidana oleh satu
orang di mana tindak pidana yang dilakukan pertama kali belum dijatuhi pidana, atau
antara pidana yang awal dengan tindak pidana berikutnya belum dibatasi oleh suatu
putusan hakim. Samenloop/concursus adalah seseorang melakukan beberapa kejahatan atau
pelanggaran dan antara beberapa perbuatan itu belum dijatuhi pidana oleh hakim dan diadili
sekaligus. Adapun batasan samenloop/concurs adalah :
a) satu tindakan yang dilakukan (aktif/pasif) oleh seseorang yang dengan tindakan
tersebut terjadi dua/lebih tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam
perundangan
b) dua atau lebih tindakan yang dilakukan (aktif/pasif) oleh seseorang yang dengan
itu telah terjadi dua atau lebih tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam
perundangan; dan
c) dua atau lebih tindakan yang dilakukan (aktif/pasif) oleh seseorang secara berlanjut yang
dengan itu telah terjadi dua kali atau lebih tindak pidana (pada umumnya sejenis).

Bentuk-Bentuk Perbarengan
1. Concursus Idealis atau Eendaadsche Samenloop (Perbarengan Peraturan, Pasal 63
KUHP). Eendaadsche samenloop, berasal dari kata een dan daad. Een artinya satu dan
daad artinya perbuatan. Jadi eendaadsche samenloop adalah seseorang melakukan satu
perbuatan dan dengan melakukan satu perbuatan itu ia melanggar beberapa rumusan
ketentuan hukum pidana.
2. Concursus Realis atau Meerdaadsche Samenloop (Perbarengan Perbuatan, Pasal 65, 66,
dan Pasal 70 KUHP
3. Voorgezette Handeling ( Perbuatan Berlanjut)

C. Perbarengan Tindak Pidana (Concursus) menurut KUHP


Di dalam KUHP diatur dalam pasal 63 s/d 71 yang terdiri dari :
1. Perbarengan Peraturan (concursus idealis): pasal 63 yang berbunyi :
a) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang
dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda
yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat
b) Jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur
pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.
2. Perbuatan Berlanjut (delictum Continuatum/Vortgezette handeling): pasal 64
3. Perbarengan Perbuatan (concursus Realis) pasal 65 s/d 71. Pasal 65

PENGADUAN DAN DELIK ADUAN DALAM HUKUM PIDANA Klacht delicten (delik pengaduan)
merupakan suatu delik yang penuntutannya hanya dapat dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak
yang merasa dirugikan. Tindak pidana aduan terdiri atas:
(1) tindak pidana aduan absolut (absolute klachtdelict); dan
(2) tindak pidana aduan relatif (relatieve klachdelict). Tindak pidana aduan absolut adalah tiap
tindak pidana yang dalam keadaan apa pun tetap merupakan tindak pidana aduan, Sementara itu,
tindak pidana aduan relatif adalah tiap tindak pidana yang hanya dalam keadaan tertentu saja
merupakan tindak pidana aduan. Hak Mengajukan Pengaduan dan Penarikan Pengaduan Adapun
yang berhak mengadu dan mencabutnya terhadap tindak pidana aduan telah dijelaskan di dalam Bab
VII Buku I KUHP, yakni Pasal 72, 73, 74, dan Pasal 75 KUHP.
No. Yang Berhak Mengadu
1. 1 Jika yang bersangkutan belum cukup umur/di bawah pengampuan (Pasal 72 KUHP), oleh
wakilnya yang sah dalam perkara perdata atau oleh wali pengawas/pengampu, istrinya,
keluarga sedarah garis lurus, keluarga sedarah garis menyimpang sampai derajat ketiga.
2. 2 Jika yang bersangkutan meninggal (Pasal 73 KUHP), oleh pengaduan tersebut dilakukan
oleh orang tuanya, anaknya, suami/istrinya (kecuali yang bersangkutan tidak menghendaki).
No. Tenggang Waktu Pengaduan dan Penarikan
1. Pengajuan (Pasal 74 KUHP) a. Bertempat tinggal di Indonesia 6 (enam)bulan sejak. b.
Bertempat tinggal di luar Indonesia 9 (Sembilan) bulan sejak mengetauhi adanya kejahatan.
2. Penarikan kembali pengaduan (Pasal 75 KUHP), yaitu 3 (tiga) bulan setelah diajukan. Adapun
delik aduan absolut yang tercantum di dalam Pasal-pasal KUHP di antaranya.

Anda mungkin juga menyukai