Anda di halaman 1dari 27

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan

Narkotika di Indonesia

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Hukum Tindak Pidana Narkotika (A)

Disusun Oleh :

Deby Fersiani / E0018105

Iqtironia Khamlia / E0018193

Muhammad Alvian Hakim / E0018254

Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret

2021
PENDAHULUAN

Penggunaan dan penggunaan narkotika di Indonesia setiap tahun memiliki grafik yang
semakin meningkat dengan pelaku yang semakin bervariasi. Adapun pengertian dari narkoba
diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 yang berbunyi: “Narkoba merupakan
sebuah obat yang terbuat dari tumbuhan maupun bukan jenis tumbuhan, yang berbentuk
semisintesis atau berbentuk campuran, yang mengakibatkan hilangnya rasa sakit, membuat
seseorang kehilangan kesadaran, membuat seseorang berhayal berlebihan sehingga orang yang
mengkonsumsi obat tersebut akan ketergantungan yang dibedakan berdasarkan golongan
tertentu seperti yang tertuang dalam peraturan ini.”1 Pelaku penyalahgunaan dan pengedaran
Narkotika tidak hanya dikalangan laki-laki dan perempuan dewasa namun sekarang banyak
ditemui para remaja bahkan anak dibawah umur. Hal ini sangat memprihatinkan karena akan
rusak moral dan fisik generasi muda merupakan penerus bangsa maka untuk meminimalisir
penyalahgunaan dan pengedaran narkoba diperlukan dasar hukum yang mengatur sebagai
bentuk pertanggungjawaban tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang didasarkan pada
KUHP dan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dimaksimalkan dengan
Inpres RI No.12 ahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan
dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba tahun 2011-2015.2

Pertanggung jawaban pidana adalah suatu perbuatan tercela yang dilakukan oleh
masyarakat dan harus dipertanggung jawabkan pada si pembuatnya atas perbuatan yang
dilakukan. Kesalahan dalam arti seluas-luasnya, dapat disamakandengan pengertian
pertanggung jawaban dalam hukum pidana. Berdasarkan Kitab Undang-undang, seseorang
dapat ditemukan bertanggung jawab secara pidana atas pelanggaran serius (kejahatan, atau
kejahatan) pada seseorang dari tiga dasar: sebagai pelaku utama (pelaku tindak pidana); sebagai
aksesori (pembantu pelaku); atau karena mencoba melakukan pelanggaran.

Moeljatno menyatakan “pertanggungjawaban pidana tidak cukup dengan dilakukannya


perbuatan pidana saja, akan tetapi di samping itu harus ada kesalahan, atau sikap batin yang
dapat dicela, ternyata pula dalam asas hukum yang tidak tertulis tidak dipidana jika

1
Pasal 1 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
2
Tampubolon, 2015. Peran BNN Dalam Penanggulanan Narkotika di Kota Samarinda, eJournal Ilmu
Pemerintahan, Volume 3 , Nomor 1, 2015 : 139-152, hal 141
tidak ada kesalahan (green straf zonder schuld, ohne schuld keine strafe)”. Unsur-unsur
pertanggungjawaban pidana sebagai berikut :3

a. Adanya tindak pidana.


b. Adanya kemampuan bertanggung jawab.
c. Ada bentuk kesalahan.
d. Tidak adanya alasan pemaaf .

RUMUSAN MASALAH

1. Apakah Dasar Hukum dari Pertanggungjawaban Tindak Pidana Narkotika di


Indonesia?
2. Bagaimana Hukuman Bagi Mereka Yang Mengedarkan, Membantu Pendistribusian
serta Pengkonsumsi Narkoba yang berada di Indonesia?

3
Asas-asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1993, halaman 63
PEMBAHASAN

1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana


Seseorang disebut telah melakukan perbuatan pidana, apabila perbuatannya terbukti
sebagai perbuatan pidana seperti yang telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan pidana yang berlaku. Akan tetapi seseorang yang telah terbukti melakukan
suatu perbuatan pidana tidak selalu dapat dijatuhi pidana. Hal ini dikarenakan dalam
pertanggung jawaban pidana, tidak hanya dilihat dari perbuatannya saja, melainkan
dilihat juga dari unsur kesalahannya4

Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut juga dengan teorekenbaardheid


atau criminal responsibility.Dalam pertanggungjawaban pidana terdapat asas, yaitu
tidak dipidana apabila tidak terdapat kesalahan (Geen straf zonder schuld; Actus non
facit reum nisi mens sir rea).5 Dapat diartikan jika seseorang dapat dijatuhi pidana,
maka seseorang tersebut tidak hanya telah melakukan perbuatan pidana, melainkan
terdapat unsur kesalahan dalam perbuatannya serta seseorang tersebut telah
memenuhiunsur kemampuan dalam bertanggungjawab.

Menurut Roeslan Saleh pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai diteruskannya


celaan yang objektif yang ada pada perbuatan pidana dan secara subjektif memenuhi
syarat untuk dapt dipidana karena perbuatannya itu.6 Celaan objektif adalah perbuatan
yang dilakukan oleh seseorang tersebut merupakan perbuatan yang dilarang, perbuatan
dilarang yang dimaksud disini adalah perbuatan yang memang bertentangan atau
dialarang oleh hukum baik hukum. Sedangkan yang dimaksud dengan celaan subjektif
merujuk kepada pembuat perbuatan terlarang tersebut, atau dapat dikatakan celaan
yang subjektif adalah orang yang melakukan perbuatan yang dilarang atau bertentangan
dengan hukum.

Menurut Chairul Huda bahwa dasar adanya tindak pidana adalah asas legalitas,
sedangkan dapat dipidananya pembuat adalah atas dasar kesalahan, hal ini berarti
bahwa seseorang akan mempunya pertanggungjawaban pidana bila ia telah melakukan

4
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, Cetakan ke-6, hlm.153.
5
Moeljatno, Op.Cit.
6
Roeslan saleh, Pikiran-Pikiran Tentang Pertanggung Jawaban Pidana, Cetakan Pertama, Jakarta, Ghalia
Indonesia, hlm-33
perbuatan yang salah dan bertentangan dengan hukum. Pada hakikatnya
pertanggungjawaban pidana adalah suatu bentuk mekanisme yang diciptakan untuk
berekasi atas pelanggaran suatu perbuatan tertentu yang telah disepakati.7

Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana


Bahwa seseorang dapat dijatuhi pidana, apabila memenuhi syarat-syarat dalam
pertanggung jawaban pidana. Menurut Moeljatno syarat-syarat dalam pertanggung
jawaban pidana diantarnya adalah:8

1. Seseorang telah melakukan perbuatan pidana;

2. Dilihat kemampuan bertanggungjawab oleh seseorang yang telah melakukan perbuatan


pidana;

3. Adanya bentuk kesalahan, baik berupa kesengajaan atau kelalaian dalam perbuatan
pidana;

4. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf yang menghapuskan


pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku perbuatan pidana.

Disebut sebagai perbuatan pidana, apabila perbuatannya telah terbukti sebagai


perbuatan pidana sesuai yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan pidana.
Didalam perundang-undangan hukum pidana dikenal asas legalitas, yang terdapat
didalam Pasal 1 ayat (1) KUHP, yaitu:

Pasal 1 ayat (1)


Tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas ketentuan perundang-undangan
yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.

Dari pasal tersebut dapat diartikan bahwa suatu perbuatan dapat dipidana apabila telah
ada peraturan yang mengatur sebelumnya tentang dapat atau tidaknya suatu perbuatan
dijatuhi pidana. Apabila seseorang telah melakukan perbuatan pidana, maka ia hanya
dapat diadili berdasarkan peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku pada saat

7
Chairul Huda, Dari Tindak Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggung jawab Pidana Tanpa
Kesalahan, Cetakan ke-2, Jakarta, Kencana, 2006, hlm.68
8
Moeljatno, Op.Cit, hlm.164.
perbuatan dilakukan. Sehingga perundang-undangan yang mengatur pidana tidak
berlaku surut atau mundur.

Salah satu unsur dalam perbuatan pidana adalah unsur melawan hukum. Moeljatno
mendefinisikan suatu perbuatan pidana sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum, dan larangan disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi
barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Larangan ditujukan kepada perbuatan
(suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh perbuatan orang). Sedangkan
ancaman pidana ditujukan kepada orang yang melakukan perbuatan itu.9

Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa suatu perbuatan disebut perbuatan
pidana apabila perbuatan tersebut yang dilarang oleh aturan dalam hukum pidana.
Moeljatno juga menegaskan bahwa terdapat unsur-unsur atau syarat yang harus ada
dalam suatu perbuatan pidana. Unsur atau syarat tersebut adalah sebagai berikut:47
a. Kelakuan dan akibat (perbuatan);

b. Hal atau keadaan yang menyertai perbuatan;

c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana;

d. Unsur melawan hukum yang objektif;

e. Unsur melawan hukum yang subjektif.10

Dasar Pertanggungjawaban Pidana


KUHP Indonesia menyatakan bahwa tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kecuali
perbuatan itu merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.11 Berdasarkan Kitab
Undang-undang, seseorang dapatditemukan bertanggung jawab secara pidana atas
pelanggaran serius (kejahatan) pada seseorang dari tiga dasar: sebagai pelaku utama
(pelaku tindak pidana); sebagai aksesori (pembantu pelaku); atau karena mencoba
melakukan pelanggaran.12

9
Ibid., hlm.54
10
Ibid, hlm.54
11
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia Pasal 1(1)
12
Tim Lindsey and Pip Nicholson, Drugs Law and Legal Practice In Southast Asia, Oxford: Hart Publishing,
2016,hlm.57
Tidak ada persyaratan utama untuk menunjukkan suatu pikiran bersalah atau niat
kriminal untuk menetapkan pertanggungjawaban pidana menurut hukum Indonesia.
Beberapa pelanggaran, bagaimanapun, dapat mensyaratkan bahwa, di samping
pelaksanaan fisik dari suatu tindakan tertentu, terdakwa berada dalam kondisi mental
tertentu. Dalam kasus lain, hukumnya jauh lebih ambigu mengenai tingkat
pengetahuan, kesadaran atau niat yang diperlukan untuk menetapkan tanggung jawab.13

Seseorang akan diadili sebagai pelaku utama apabila dia melakukan pelanggaran,
memerintahkan dilakukannya suatu tindak pidana, atau ikut serta dalam suatu tindak
pidana; atau jika dia sengaja mendorong dilakukannya pelanggaran melalui paksaan,
memfasilitasi (yaitu, menyediakan materi, informasi, atau peluang), atau dengan
menawarkan secara tidak sah atau menjanjikan sesuatu sebagai imbalan atas
dilakukannya pelanggaran.14 Dalam kasus seperti itu, seseorang hanya dapat dimintai
pertanggungjawaban atas perbuatan-perbuatan yang ia sengaja lakukan didorong, dan
terdapat konsekuensi dari tindakan tersebut.15

Namun dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang dapat membebaskan terdakwa dari
tanggung jawab pidana: di bawah KUHP. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 44(1)
Kitab Undang – Undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa:

Pasal 44(1)
“Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya
karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak
dipidana”

Dalam pasal tersebut dinyakan bahwasannya seseorang yang melakukan suatu


perbuatan karena mental penyakit atau kegilaan tidak bertanggung jawab secara
pidana.16

13
Ibid.
14
KUHP Pasal 55(1)
15
Tim Lindsey and Pip Nicholson, loc.cit.
16
Ibid., Pasal 44(1)
Berdasarkan Pasal 44 ayat (1) KUHP tersebut, Moeljatno menyimpulkan bahwa untuk
adanya kemampuan bertanggung jawab, yaitu harus ada:17

1. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk,
yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum;

2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan


buruknya perbuatan.

Dalam kemampuan bertanggung jawab, pertama dilihat faktor akal, yaitu apakah
pelaku dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak.
kemudian dilihat pula terhadap faktor perasaan atau kehendak si pelaku, yaitu apakah
dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan kesadaran atas mana yang diperbolehkan
dan yang tidak.18
Maka apabila seorang pelaku perbuatan pidana melakukan perbuatan pidana dan tidak
mampu menentukan kehendaknya menurut kesadaran tentang baik dan buruknya
perbuatannya itu, maka pelaku dianggap tidak mempunyai kesalahan dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan pidananya.
Selain itu dalam unsur pertanggungjawaban pidana juga dilihat sudut pandang terhadap
bentuk kesalahan dalam perbuatan pidana yang dilakukan tersangka atau terdakwa.
Yaitu apakah perbuatan yang dilakukan tersangka atau terdakwa tersebut terdapat
bentuk kesalahan. Bentuk kesalahan apabila dihubungkan dengan keadaan jiwa seorang
pelaku perbuatan pidana, dapat berupa kesengajaan (opzet) atau karena kelalaian
(culpa).19

Kemudian dalam pertanggungjawaban pidana dilhat juga dari sudut pandang adanya
alasan pembenar atau alasan pemaaf yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana.
Alasan pembenar atau alasan pemaaf yang menghapuskan pidana terdapat dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu dalam Buku I Bab III Pasal 44, Pasal 48, Pasal
49, Pasal 50, dan Pasal 51 KUHP. Dalam pasal-pasal tersebut disebutkan hal-hal yang
menghapuskan pengenaan pidana, yaitu: tidak mampu bertanggungjawab, daya paksa

17
Moeljatno, Op.Cit. hlm.165
18
Ibid.,hlm.166
19
Wicaksono, Reka Bagus, Skripsi:”Trial by The Press Yang Mengakibatkan Pencemaran Nama Baik” (Surabaya:
(Universitas Airlangga:2013)
(overmacht), pembelaan terpaksa, ketentuan Undang-Undang, dan perintah jabatan
yang sah. Dengan adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf maka menghapuskan
pertanggungjawaban pidana terhadap seseorang yang telah melakukan perbuatan
pidana.20
Dalam kasus semacam itu hakim memiliki kebijaksanaan untuk mengirim terdakwa ke
fasilitas perawatan kesehatan mental untuk jangka waktu hingga satu tahun. Selain itu
terhadap terdakwa anak di bawah ini usia 16 tahun dan dapat memutuskan untuk tidak
menghukum pelaku. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 45 KUHP bahwa

“Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan
suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan:
memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau
pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya yang bersalah
diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan merupakan
kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasar- kan pasal-pasal 489, 490, 492, 496,
497, 503 - 505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun
sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran
tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada
yang bersalah.”

Jika pengadilan memutuskan terhadap hukuman anak di bawah umur, anak harus
dikembalikan ke orang tuanya atau wali atau dikirim ke instansi pemerintah yang
berlaku sebagai bangsal negara. Namun dalam UU Narkotika 2009 tidak terdapat
pembedaan bagi pelaku dibawah 18 tahun dan pelaku dewasa.

Pertanggungjawaban pidana dapat dikenakan kepada badan hukum yang berbadan


hukum Indonesia KUHP21 dan pada perusahaan dan direksinya. Pasal 130 Tahun 2009
UU Narkotika juga mengatur tentang hukuman bagi badan hukum yang terbukti
bersalah:Apabila melakukan pelanggaran yang dijelaskan dalam Pasal 111-126 dan 129
UU Narkotika 2009.

20
Ibid, hlm.47-48
21
KUHP Pasal 47-53
Membantu dan Bersekongkol

Di bawah KUHP, seseorang akan dinyatakan bersalah atas dasar keterlibatan jika ia
dengan sengaja memberikan bantuan pada saat tindak pidana itu dilakukan, atau
memberikan kesempatan,22fasilitas, atau informasi untuk melakukan pelanggaran.23
Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 56 KUHP :

Dipidana sebagai pembantu kejahatan: 1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada
waktu kejahatan dilakukan; 2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau
ke- terangan untuk melakukan kejahatan.

KUHP juga menciptakan kewajiban untuk 'accessories after the fact ' di mana itu
kejahatan untuk membantu seseorang yang telah melakukan kejahatan untuk
menghindari penuntutan atau untuk membantu dalam 'menutupi' pelanggaran dengan
cara apa pun.24 Seperti dinyatakan dalam Pasal 221(1) KUHP seperti berikut ini :

1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak empat rihu lima ratus rupiah:

1. barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau
yang dituntut karena kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya
untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh penjahat kehakiman atau
kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus
atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian;
2. barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya,
atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya,
menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau
dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya
dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun olsh
orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk
sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.

22
Tim Lindsey and Pip Nicholson, loc.cit, hlm.58
23
KUHP Pasal 56
24
KUHP Pasal 221(1)
Hukuman maksimal untuk kejahatan yang dinyatakan dalam Pasal 221(1) KUHP ini
adalah 9 (sembilan) bulan penjara.

Berdasarkan pada KUHP Pasal 53(2) dan 57(1) berikut ini :


Pasal 53
2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.

Pasal 57
1) Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi
sepertiga.

Bahwa hukuman penjara maksimum untuk keterlibatan atau upayanya adalah dua
pertiga dari pelanggaran pokok atau pelanggaran yang diselesaikan. Sedangkan untuk
pelanggaran yang menarik hukuman mati atau penjara seumur hidup, keterlibatan atau
upaya akan menarik maksimal 15 tahun.25 Upaya untuk melakukan pelanggaran yang
kurang serius (pelanggaran, atau pelanggaran) tidak dapat dihukum,26 dan juga tidak
terlibat dalam pelanggaran semacam itu.27 KUHP menganggap bahwa yang
meringankan, meringankan dan faktor yang memberatkan khusus untuk satu orang
hanya relevan untuk menentukan tanggung jawab orang itu. Mereka tidak
dipertimbangkan dalam menentukan tanggung jawab prinsipal atau aksesori untuk
orang itu.28

Namun, UU Narkotika 2009 tentu saja berangkat dari aturan umum tersebut tindak
pidana terkait narkotika. Menurut undang-undang, orang yang mencoba untuk
melakukan, atau bersekongkol dalam melakukan, setiap pelanggaran besar29
berdasarkan hukum harus dihukum seolah-olah mereka telah melakukan pelanggaran.30
Ini berarti hukuman maksimum tidak dikurangi sepertiga, seperti pelanggaran lain yang
melibatkan upaya atau keterlibatan31. Permufakatan jahat didefinisikan sebagai:

25
KUHP Pasal 53(3), 57(2)
26
KUHP Pasal 54
27
KUHP Pasal 60
28
KUHP Pasal 58
29
UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 111-126, 129
30
UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 132(1)
31
Tim Lindsey and Pip Nicholson, loc.cit.
tindakan dua orang atau lebih yang bersekongkol atau setuju untuk
melakukan, melaksanakan, membantu, menyumbang, memerintahkan,
mendorong, memfasilitasi, berkonsultasi, menjadi anggota tindak pidana
narkotika mengorganisir, atau menyelenggarakan tindak pidana
narkotika.32

Definisi ini luas dan tidak jelas dalam beberapa hal. Itu bisa berpotensi termasuk dalam
ruang lingkupnya tindakan pelaku utama, aksesori, atau individu umumnya lebih terkait
dengan kejahatan terorganisir (kejahatan terorganisir). 'Organisasi kriminal narkotika'
tidak didefinisikan dalam UU Narkotika 2009. Kejahatan Terorganisir, sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 1(20) UU Narkotika 2009 didefinisikan sebagai:

kejahatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur yang terdiri atas 3 (tiga)
orang atau lebih yang telah ada untuk suatu waktu tertentu dan bertindak bersama
dengan tujuan melakukan suatu tindak pidana Narkotika.33
Percobaan

Upaya untuk melakukan pelanggaran berat (kejahatan) diancam dengan pidana jika niat
untuk melakukan kejahatan itu terlihat dari tindakan persiapan yang dilakukan, dan
kegagalan untuk melakukan pelanggaran adalah karena keadaan independen kemauan
pelaku sendiri.34 Sebagaimana dinyatakan dalam KUHP Pasal 53(1)

Pasal 53
1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya
permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata
disebabkan karena kehendaknya sendiri.

Sedangkan sebagaimana dinyatakan dalam ayat 2 pasal yang sama bahwa hukuman
maksimum untuk percobaan kejahatan sepertiga kurang dari hukuman utama yang akan

32
UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 1(18)
33
UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 1(20)
34
KUHP Pasal 53(1)
diterapkan jika kejahatan itu terjadi telah dilakukan.35 Dalam kasus di mana
pelanggaran utama mendatangkan hukuman maksimum pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup, percobaan akan menarik maksimum hukuman 15 tahun.36

Pertahanan (Defences)

KUHP juga mengakui pembelaan dengan paksaan, yaitu di mana terdakwa telah
dipaksa untuk melakukan tindakan tersebut dengan paksa sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 48 KUHP

Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa (overmacht), tidak
dipidana.37

Menurut yurisprudensi yang diterima, paksaan hanya berlaku di mana tekanannya


sedemikian rupa sehingga sama sekali tidak bisa dihindari.38Paksaan dapat dilakukan
dalam situasi di mana ada fisik mutlak paksaan, serta dalam situasi di mana kekuasaan
yang diberikan atas terdakwa adalah sedemikian rupa sehingga terdakwa tidak punya
banyak pilihan (misalnya, karena dia diancam akan segera ditembak).39
Pakar hukum Raden Soesilo berpendapat bahwa paksaan harus dinilai dari berbagai
perspektif, termasuk kelemahan relatif dari terdakwa atau kekuatan orang yang
memaksakan pelanggaran; apakah terdakwa memiliki cara untuk melarikan diri atau
menghindari situasi; dan keseimbangan antara tingkat kekuatan atau ancaman dan
tindakan berkomitmen.40
Pertahanan tambahan ada di mana suatu tindakan dilakukan dalam kaitannya dengan
implementasi ketentuan undang-undang, atau atas dasar perintah dari atasan
sebagaimana dinyatakan dalam KUHP Pasal 50 dan 51 sebagai berikut:

Pasal 50

35
KUHP Pasal 53(2)
36
KUHP Pasal 53(3)
37
KUHP Pasal 48
38
Raden Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal
(Bogor, Politeia, 1974), 54.
39
R Sugandhi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Berikut Penjelasannya (Usaha Nasional, 1980).
40
Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, 54.
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undangundang,
tidak dipidana.
Pasal 51
1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang
diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika
yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan
wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya. 41

Dalam yang terakhir. Dalam hal ini, atasan harus pejabat pemerintah agar pembelaan
dapat menerapkan dan memiliki wewenang untuk memberikan perintah tersebut,
sedangkan orang yang menerima perintah itu harus dalam posisi di mana mereka
memiliki kewajiban untuk mematuhi perintah itu.42 Tidak ada pembelaan jebakan
dalam KUHP. Sebenarnya tahun 2009 Narkotika Hukum secara eksplisit mengatur
penggunaan beberapa teknik seperti jebakan dalam menetapkan kewenangan
penyidikan staf BNN. Penyidik BNN adalah, Misalnya, diberi wewenang untuk
melakukan pembelian dan penyerahan narkotika secara terselubung di bawah kondisi
yang diawasi.43

2. Hukuman Bagi Mereka yang Mengedarkan, Membantu Pendistribusian,


Pengkonsumsi Narkoba di Indonesia

1. Tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,


menguasai, atau menyediakan Narkotika
Pasal 111
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk
tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

41
KUHP Pasal 50, 51
42
Soesilo (n 137), 57.
43
UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, 55(a).
2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 112
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai,
atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika
Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5
(lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 117
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai,
atau menyediakan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika
Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram,
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 122
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai,
atau menyediakan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika
Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram,
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah 1/3 (sepertiga).

2. Melawan Hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan


Narkotika

Pasal 113
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,
mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan
Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman
beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam
bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana
mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 118
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,
mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan
Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima)
gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 123
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,
mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan
Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5
(lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

3. Melawan Hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi


perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika

Pasal 114
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan
Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara
dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan
sebagaiana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1
(satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman
beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur
hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 119
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan
Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar
rupiah).
2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual,membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana
dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 124
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan
Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga).

4. Melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika

Pasal 115
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut,
atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika
Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya
melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon beratnya melebihi 5
(lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 120
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut,
atau mentransito Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika
Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram
maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 125
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut,
atau mentransito Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika
Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram
maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditambah 1/3 (sepertiga).

5. Tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika terhadap orang lain atau
memberikan Narkotika untuk digunakan orang lain

Pasal 116
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan
I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang
lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 121
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan
II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang
lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12
(dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Pasal 126
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan
III terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan orang
lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

6. Secara tidak sah atau melawan hukum menggunaan narkotika terhadap orang lain atau
memberikan Narkotika untuk digunakan orang lain

Pasal 116
2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika
Golongan I untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana
mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 121
2) Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika
Golongan II untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana
mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

7. Bagi siapapun yang memiliki narkotika sebagai penyalahguna atau pecandu

Pasal 127
1) Setiap Penyalah Guna:
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun; dan
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun.

2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal
103.

3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau
terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib
menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
CONTOH KASUS
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA JENIS BARU DI INDONESIA

Pada tahun 2013 artis terkenal di Indonesia yaitu Raffi Ahmad tersandung kasus
penyalahgunaan narkotika, namun narkotika yang dibawah kekuasaan Raffi Ahmad tersebut
tidak tercantum dalam jenis-jenis obat-obatan terlarang seperti yang tertuang di dalam UU
Narkoba, yaitu derivate catinon. Derivet Catinon itu sendiri merupakan turunan dari Catinon
yang memang telah tertuang dalam Peraturan Perundang-Undangan. Catinon merupakan
alkaloid yang diekstrak dari tamanan khat (Chata edulis), tanaman herbal yang banyak tumbuh
di Afrika bagian utara. Struktur Kimia dari Catinon sendiri memang mirip dengan obat yang
telah kita kenal sekarang yakni efedrin dan amfetamin.
Keberadaan derivet catinon memang sangat tidak terduga, unsur-unsur yang dapat menguatkan
keberadaan derivet catinon merupakan obat-obatan terlarang yaitu ketergantungan, halusinasi,
anti depresi dan yang lainnya.
Obat-obatan yang dikonsumsi oleh Raffi Ahmad memang belum dapat dikatakan sebagai
narkoba, BPOM itu sendiri memberikan definisi mengenai senyawa derivet catinon dimana
BPOM menyatakan bahwa derivet catinon yang ditemukan pada saat penggerebekan artis Raffi
Ahmad memang belum pernah ditemui di Indonesia dan dapat dikategorikan sebagai jenis
obat-obatan terlarang jenis baru. Adapun efek yang ditimbulkan dari senyawa ini yaitu
euphoria berlebihan terhadap penggunanya44 Namun zat tersebut tidak tertuang di dalam UU
Narkoba. Namun hal tersebut bertentangan dengan adanya asas legalitas.
Hasil :
Pada kasus yang menimpa Raffi Ahmad ditahun 2013, Raffi Ahmad dibebaskan dari segala
tuntutan hukum dikarenakan obat-obatan terlarang yang digunakan oleh Raffi Ahmad tidak
tertuang dalam UU Narkoba. Pihak kepolisian sempat mengajukan berkas Raffi Ahmad kepada
pihak kejaksaan, namun pihak kejaksaan menolak karena tidak adanya aturan hukum yang
mengatur mengenai derivet catinon yang digunakan oleh Raffi Ahmad. Penerapan sanksi
pidana terhadap perbuatan pidana dapat menjadi kacau apabila tidak terdapat atau belum
dicantumkannya sebuah pengaturan tertentu dalam peraturan di Indonesia.

44
Sabrina Asril, 2013, BPOM: Zat Katinon Memicu Euforia, http://megapolitan.kompas diakses pad tanggal 16
september 2021.
Asas yang dipakai dalam penanganan kasus tersebut adalah seperti apa yang telah disebutkan
diatas yakni asas legalitas yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Oleh karena itu
kelemahan yang sangat terlihat dari adanya pengkonsumsian dan pengedaran narkoba jenis
baru yaitu tidak dapatnya perbuatan tersebut dipertanggung jawabkan. Hal ini akan berakibat
fatal karena akan mengakibatkan adanya ketidakpastian hukum.45
Dewasa ini dengan maraknya peredaran narkotika tidak terkecuali narkotika jenis baru UU
Narkotika dianggap kesulitan dalam mengangkal adanya peredaran narkotika di Indonesia
tersebut. Untuk menghindari preseden negatif mengenai adanya penyalahgunaan Narkotika
jenis baru, dibandingkan dengan merevisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, maka agaknya dapat menambahkan Lampiran seperti tercantum pada Pasal 6 ayat
(2) UU Narkotika tersebut.46

45
Bassar, M. Sudrajat, 1986, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Remadja Karya CV Bandung, Bandung, hlm.56
46
Humas BNN,Modifikasi Aturan Hukum Untuk Jerat Penjahat Narkoba Jenis Baru, https://bnn.go.id/modifikasi-
aturan-hukum-untuk-jerat-penjahat-narkoba-jenis-baru/, diakses pada 16 September 2021 pukul 00.54 WIB
PENUTUP

Simpulan
Seseorang dapat dikenai pertanggungjawaban pidana apabila perbuatan orang tersebut
terbukti sebagai perbuatan pidana seperti yang telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Seseorang dapat dijatuhi pidana apabila memenuhi syarat dan unsur
tertentu dalam pertanggungjawaban pidana. Dasar pertanggung jawaban pidana berkaitan
dengan tindak pidana Narkotika didasarkan pada 2 hal yakni Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Indonesia (KUHP) serta Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 mengenai Narkotika.
Berdasarkan Kitab Undang-undang, seseorang dapatditemukan bertanggung jawab secara
pidana atas kejahatan pada seseorang dari tiga dasar: sebagai pelaku utama (pelaku tindak
pidana); sebagai aksesori (pembantu pelaku); atau karena mencoba melakukan kejahatan,
sebagaimana dinyatkan dalam KUHP Pasal 56, Pasal 221(1), Pasal 53(2) serta 57(1)
dansebagainya. Namun dalam hal ini terdapat beberapa asalan dalam KUHP yang dapat
menghapuskan kemampuan seseorang bertanggungjawab atas tindak pidana yang
dilakukannya seperti terdapat dalam KUHP Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal
51 KUHP. Sedangkan dalam UU Narkotika 2009 tentu saja berangkat dari aturan umum
tersebut tindak pidana terkait narkotika. Menurut undang-undang, orang yang mencoba untuk
melakukan, atau bersekongkol dalam melakukan, setiap pelanggaran besar sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 1 angka 18, Pasal 111 – Pasal 126, serta Pasal 129, Pasal 132(1) UU
Narkotika 2009. Bahwa pengaturan dalam KUHP dan UU Narkotika 2009 saling terkait.

Indonesia telah mengatur tentang bentuk tindak pidana narkotika yag dinyatakan dalam
pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Mengenai Hukuman Bagi Mereka yang berperan dalam Memiliki, Memroduksi, Mengedarkan,
atau Membantu Pendistribusian dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika
diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,


menguasai, atau menyediakan Narkotika dikenakan Pasal 111, 112, 117, 122
2. Melawan Hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan
Narkotika Pasal 113, 118, 123.
3. Melawan Hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika dikenai Pasal 114,
119, 124.
4. Melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut , dan transito dikenai Pasal
115,120,125.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
• Asas-asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1993, halaman 63
• Moeljatno.Asas-Asas Hukum Pidana. Cetakan Keenam. Jakarta: Rineka Cipta. 1993.
• Roeslan saleh. Pikiran-Pikiran Tentang Pertanggung Jawaban Pidana. Cetakan
Pertama. Jakarta: Ghalia Indonesia.
• Chairul Huda. Dari Tindak Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggung jawab Pidana Tanpa Kesalahan, Cetakan ke-2, Jakarta, Kencana, 2006.
• Tim Lindsey and Pip Nicholson. Drugs Law and Legal Practice In Southast Asia.
Oxford: Hart Publishing, 2016.
• Raden Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentar-komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal.Bogor : Politeia, 1974.
• R Sugandhi.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Berikut Penjelasannya.Usaha
Nasional,1980.
• Bassar, M. Sudrajat.Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana. Bandung : Remadja Karya CV Bandung.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

• Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia

• Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

• Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2019 tentang Narkotika

• Pasal 1 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

JURNAL
Tampubolon, 2015. Peran BNN Dalam Penanggulanan Narkotika di Kota Samarinda, eJournal
Ilmu Pemerintahan, Volume 3 , Nomor 1, 2015 : 139-152, hal 141

SKRIPSI
Wicaksono, Reka Bagus. Trial by The Press Yang Mengakibatkan Pencemaran Nama Baik.
Skripsi Universitas Airlangga, Surabaya, 2013.

INTERNET
Sabrina Asril. BPOM: Zat Katinon Memicu Euforia, http://megapolitan.kompas. Diakses pada
16 September 2021.

Humas BNN,Modifikasi Aturan Hukum Untuk Jerat Penjahat Narkoba Jenis Baru.
https://bnn.go.id/modifikasi-aturan-hukum-untuk-jerat-penjahat-narkoba-jenis-baru/. Diakses
pada 16 September 2021 pukul 00.54 WIB.

Anda mungkin juga menyukai