Anda di halaman 1dari 4

1.

Hubungan antara hukum dengan ekonomi yaitu ekonomi merupakan tujuan masyarakat


untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan , sedangkan hukum adalah aturan atau tata
tertib sosial yang di dalamnya terdapat kegiatan ekonomi,Seperti para pembisnis yang
membutuhkan hukum dalam masalah ekonomi, apabila hukum lemah maka.Tindak
pidana di bidang ekonomi dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai semua tindak
pidana di luar Undang-Undang Darurat No. 7 Tahun 1955 yang bercorak atau
bermotif ekonomi atau yang dapat mempunyai pengaruh negatif terhadap
kegiatan perekonomian dan keuangan Negara yang sehat. Pertama, hukum pidana
ekonomi diartikan sebagai sekumpulan peraturan bidang ekonomi yang memuat
ketentuan-ketentuan tentang keharusan/kewajiban dan/atau larangan yang diancam
dengan hukuman. Peraturan tersebut dapat berupa peraturan administratif dengan sanksi
pidana atau peraturan pidana.

2. Tindak pidana di bidang ekonomi dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai semua
tindak pidana di luar Undang-Undang Darurat No. 7 Tahun 1955 yang bercorak atau
bermotif ekonomi atau yang dapat mempunyai pengaruh negatif terhadap kegiatan
perekonomian dan keuangan Negara yang sehat. Tindak pidana di bidang ekonomi dalam
pengertian yang luas ini disebut pula sebagai "kejahatan ekonomi". Secara sederhana
tindak pidana ekonomi adalah perbuatan-perbuatan yang merugikan perekonomian".
Lebih lanjut pengertian ini dijabarkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Tindak Pidana
Ekonomi yang menyebutkan bahwa yang didefinisikan sebagai tindak pidana
perekonomian adalah:

 Pelanggaran berbagai ketentuan yang terdapat dalam atau berdasarkan berbagai


peraturan dan ordonantie (peraturan pemerintah) yang dicantumkan pada Pasal 1 ayat (1)
Undang-undang tindak pidana ekonomi.
 Tindak-tindak pidana tersebut dalam Pasal 26, Pasal 32 dan Pasal 33 Undang undang
tindak pidana ekonomi.
 Pelanggaran sesuatu ketentuan dalam atau berdasar undang-undang lain, sekedar
undang-undang itu menyebut pelanggaran itu sebagai tindak pidana ekonomi.

3. Subyek hukum adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan
sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah
barang tentu berdasar dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan
hukum (perusahaan, organisasi, institusi).implementasi tindak pidana :
 Korporasi sebagai Subjek Hukum dan Pertanggungjawabannya dalam Hukum
Pidana Indonesia Peran korporasi sebagai aktor sosial sangat besar dan penting
seiring dengan semakin kompleks dan majunya kehidupan masyarakat. Namun
saat ini terdapat ketidakjelasan mengenai konsep korporasi sebagai subjek hukum
pidana dan entitas apa saja yang bisa dipertanggungjawabkan dalam hukum
pidana. Disamping itu, pengaturan mengenai pembebanan pertanggungjawaban
pidana bagi korporasi masih sangat minim, terutama mengenai pemisahan
pertanggungjawaban pidana korporasi dan pengurus (subjek manusia) ketika
terjadi suatu tindak pidana di dalam korporasi.Keadaan ini mengakibatkan sangat
sedikit kasus hukum yang menjadikan korporasi dapat dituntut atas perilakunya
yang bertentangan dengan ketentuan hukum. Perilaku tersebut mengandung
sanksi pidana dan ada kecenderungan untuk melihat korporasi dan personal
pengendali (directing mind) korporasi sebagai subjek hukum yang sama, sehingga
mereka dapat dipertukarkan satu dengan yang lainnya (interchangeable) dalam hal
penuntutan dan penjatuhan sanksi pidana.

4. Secara singkat, peradilan in absentia dapat diartikan pemeriksaan suatu perkara tanpa


kehadiran pihak tergugat (dalam perkara perdata dan tata usaha negara) atau terdakwa
(dalam perkara pidana). Contoh : Peradilan In Absentia terhadap Terdakwa yang Belum
Di-periksa pada Tingkat Penyidikan dalam Perkara Tindak Pi-dana Korupsi
 Pada proses peradilan pidana, keberadaan tersangka (tahap penyidikan) dan
terdakwa (tahap penuntutan) adalah mutlak. Dalam kasus pidana korupsi terdapat
ketentuan tentang pemeriksaan in absentia,  yaitu sebagaimana yang diatur dalam
Ketentuan Pasal 23 UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, mengatur bahwa jika terdakwa telah dipanggil dengan sah namun tidak
hadir dalam sidang Pengadilan tanpa memberikan alasan yang sah maka perkara
dapat diperiksa dan diputus oleh Hakim tanpa kehadirannya. Namun yang
menjadi masalah adalah seringkali dalam pidana korupsi, tersangka melarikan
diri, dan alamatnya tidak jelas sehingga pemanggilan tersangka tidak dapat
dilakukan. Dengan alasan itu banyak kasus korupsi yang tertunda
penyelesaiannya, sampai keberadaan tersangka ditemukan. Dalam penelitian ini
ada dua hal yang diselesaikan yaitu alasan apakah yang dapat dijadikan dasar
hukum dilaksanakannya peradilan  in absentia  terhadap terdakwa yang belum
diperiksa pada tingkat penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi ?. dan
Mengapa terjadi perbedaan pemahaman dalam putusan-putusan pengadilan dalam
peradilan in absentia terhadap Terdakwa yang belum diperiksa pada tingkat
penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi?. Penulisan ini
menggunakan pendekatan yuridis normatif  dan yuridis empirik. Hasil penelitian
menunjukkan, Pertama, secara normatif Alasan yang dapat dijadikan dasar hukum
dilaksanakannya peradilan  in absentia terhadap terdakwa yang belum diperiksa
pada tingkat penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi karena ketentuan
Pasal 38 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Kedua, dalam praktek terdapat dua tradisi yang berbeda
diantara para hakim yaitu, ada yang menerima dan ada yang menolak.

5. Tindak pidana di bidang perbankan adalah setiap perbuatan yang melanggar ketentuan


yang diatur dalam UU Perbankan maupun yang terdapat dalam ketentuan pidana umum
ataupun dalam tindak pidana khusus lainnya yang terkait dengan tindak pidana di
bidang perbankan. Dalam “Tindak Pidana di Bidang Perbankan” subjek pelaku
kejahatannya dapat siapa saja, asalkan perbuatan kejahatannya itu menggunakan bank
sebagai sarana kejahatannya, sedangkan “Tindak Pidana Perbankan” subjek kejahatannya
itu hanya terbatas kepada organ-organ yang terdapat di dalam bank itu sendiri, seperti
Pegawai.
6. Strict liability diartikan sebagai kewajiban mutlak dengan ciri utama tidak perlu adanya
pembuktian kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) pada pelakunya. konsep strict
liability atau tanggung jawab mutlak ini berbeda dengan sistem tanggung jawab pidana
umum yang mengharuskan adanya kesengajaan atau kealpaan. Dalam sistem tanggung
jawab pidana mutlak hanya dibutuhkan pengetahuan dan perbuatan dari terdakwa.
Artinya, dalam melakukan perbuatan tersebut, apabila si terdakwa mengetahui atau
menyadari tentang potensi kerugian bagi pihak lain, maka kedaan ini cukup untuk
menuntut pertanggungjawaban pidana. Jadi, tidak diperlukan adanya unsur sengaja atau
alpa dari terdakwa, namun semata-mata perbuatan yang telah mengakibatkan
pencemaran (Frances Russell & Christine Locke, “English Law and Language, Cassed,
1992).
Konsep strict liability pertama kali diintrodusir dalam hukum Indonesia antara
lain melalui UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yang
selanjutnya diubah dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (“UUPPLH”). Dalam Pasal 88 UU PPLH ini disebutkan secara tegas
mengenai konsep strict liability
7. Pada paper yang saya buat saya memakai judul HUBUNGAN ANTARA KEBIJAKAN
EKONOMI NASIONAL, HUKUM SOSIAL EKONOMI DAN HUKUM PIDANA
EKONOMI dengan latar belakang dalam memastikan adanya keadilan sosial dan
kesejahteraan ekonomi bagi seluruh rakyat. Hal ini penting dalam mencegah terjadinya
kesenjangan sosial dan ekonomi yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan, saya merumuskan permasalahan salah satunya yakni Apa pengaruh
kebijakan ekonomi nasional terhadap hukum sosial ekonomi dan hukum pidana
ekonomi? Pembahsan dari masalah ini yakni penting bagi pemerintah untuk menerapkan
kebijakan ekonomi nasional yang tepat guna meminimalisir terjadinya tindak pidana
ekonomi dan memperkuat hukum sosial ekonomi. Selain itu, penting juga untuk
memperkuat peran lembaga-lembaga hukum dalam menegakkan hukum pidana ekonomi
dan memperkuat lembaga sosial ekonomi dalam mewujudkan keadilan sosial bagi
masyarakat. Kesimpulannya bahwa Dalam memperkuat ekonomi nasional dan
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, kebijakan ekonomi nasional,
hukum sosial ekonomi, dan hukum pidana ekonomi memiliki peran yang penting. Saran
saya Pemerintah perlu mengevaluasi secara terus-menerus kebijakan ekonomi nasional
yang diterapkan dan memperhatikan dampaknya terhadap hukum sosial ekonomi dan
hukum pidana ekonomi.
SEMANGAT

Anda mungkin juga menyukai