Anda di halaman 1dari 7

Nama : Dian Fortuna Dewi

NIM : 205010107111143
No. Absen : 18
SISTEM PERADILAN PIDANA PADA TINDAK PIDANA UMUM INDONESIA

A. DEFINISI
Peradilan pidana dapat diartikan sebagai suatu proses bekerjanya beberapa
lembaga penegak hukum. Mekanisme peradilan pidana tersebut meliputi aktivitas
yang bertahap dimulai dari penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang
pengadilan, dan pelaksanaan putusan hakim yang dilakukan oleh Lembaga
Pemasyarakatan. Proses yang bekerja secara berurutan tersebut pada dasarnya
menuju pada suatu tujuan bersama yang dikehendaki. Keseluruhan proses itu
bekerja di dalam suatu sistem, sehingga masing-masing lembaga itu merupakan
subsistem yang saling berhubungan dan pengaruh mempengaruhi antara satu
dengan yang lain. Dalam sistem peradilan pidana tersebut bekerja komponen-
komponen fungsi atau subsistem yang masing-masing harus berhubungan dan
bekerja sama

Pengertian : Sistem peradilan pidana berasal dari kata, “sistem” dan “peradilan
pidana”. Sistem dapat diartikan sebagai suatu rangkaian di antara sejumlah unsur
yang saling terkait untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan akhir dari Sistem
Peradilan Pidana (SPP) ini tidak lain adalah untuk mencapai keadilan bagi
masyarakat. Dan apabila dikaji secara etimologis, maka sistem mengandung arti
terhimpun (antar) bagian atau komponen (subsistem) yang saling berhubungan
secara beraturan dan merupakan suatu keseluruhan. Sedangkan peradilan pidana
merupakan suatu mekanisme pemeriksaan perkara pidana yang bertujuan untuk
menjatuhkan atau membebaskan seseorang dari dakwaan melakukan tindak pidana.

B. ASAS ASAS PADA SISTEM PERADILAN PIDANA :


1. Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Sebenarnya hal ini bukan
merupakan barang baru dengan lahirnya KUHAP. Dari dahulu, sejak adanya
HIR, sudah tersirat asas ini dengan kata – kata lebih konkret daripada yang
dipakai di dalam KUHAP. Pencantuman peradilan cepat (contante justitie;
speedy trial) di dalam KUHAP cukup banyak yang diwujudkan dengan istilah
“segera” itu. Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan yang dianut di
dalam KUHAP sebenarnya merupakan penjabaran Undang – Undang
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Peradilan cepat (terutama untuk
menghindari penahanan yang lama sebelum ada putusan hakim) merupakan
bagian dari hak asasi manusia. Begitu pula dalam peradilan bebas, jujur, dan
tidak memihak yang ditonjolkan dalam undang – undang tersebut.
2. Asas praduga tak bersalah
Ketentuan asas “praduga tak bersalah” eksistensinya tampak pada Pasal 8
ayat (1) Undang – Undang Nomor 48 Tahun 2009 dan penjelasannya umum
angka 3 huruf c KUHAP dimana Dalam praktik peradilan manifestasi asas ini
diuraikan lebih lanjut, selama proses peradilan masih berjalan (pengadilan
negeri, pengadilan tinggi, mahkamah agung) dan belum memperoleh
kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), maka terdakwa belum dapat
dikategorikan bersalah sebagai pelaku dari tindak pidana sehingga selama
proses peradilan pidana tersebut harus mendapatkan hak – haknya
sebagaimana diatur undang – undang.
3. Asas oportunitas
Asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk
menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau
korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum.
4. Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum
Pada kepala sub paragraf ini telah tegas tertulis “pemeriksaan pengadilan”,
yang berarti pemeriksaan pendahuluan, penyidikan, dan praperadilan terbuka
untuk umum.
5. Asas perlakuan yang sama didepan umum
Asas ini menjelaskan bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dengan
tidak membeda-bedakan orang seperti yang terdapat dalam penjelasan
umum angka 3 huruf a KUHAP
6. Asas tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan hukum
Dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 74 KUHAP diatur tentang bantuan
hukum tersebut dimana tersangka/terdakwa mendapat kebebasan yang
sangat luas.
7. Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan
Pada asasnya dalam praktik pemeriksaan perkara pidana di depan
persidangan dilakukan hakim secara langsung kepada terdakwa dan saksi –
saksi serta dilaksanakan dengan secara lisan dalam bahasa indonesia.
Tegasnya hukum acara pidana indonesia tidak mengenal pemeriksaan
perkara pidana dengan acara mewakilkan dan pemeriksaan secara tertulis
sebagaimana halnya dalam hukum perdata.

C. KOMPONEN SISTEM PERADILAN PIDANA


Komponen sistem peradilan pidana yang lazim diakui, baik dalam pengetahuan
mengenai kebijakan kriminal (criminal policy) maupun dalam praktik penegakan
hukum, terdiri atas unsur
1. Kepolisian
Dalam kaitan dengan sistem peradilan pidana, maka tugas kepolisian
Indonesia adalah melakukan penyelidikan dan penyidikan baik atas inisiatif
sendiri maupun atas laporan masyarakat dan bertanggung jawab kepada
lembaganya sendiri. Meskipun kepolisian Indonesia tidak memiliki
kewenangan melakukan penuntutan akan tetapi kepolisian Indonesia
mempunyai kewenangan untuk menghentikan penyidikan atau menghentikan
perkara.105 Struktur organisasi kepolisian Indonesia, terbagi menjadi 33 (tiga
puluh tiga) Kepolisian Daerah (Polda) dan masing-masing Polda terdiri dari
beberapa Kepolisian Resort (Polres) dan masing-masing Polres terdiri dari
beberapa Kepolisian Sektor (Polsek).
2. Kejaksaan
Kejaksaan di Indonesia mempunyai tugas utama yaitu melakukan penuntutan
akan tetapi kejaksaan juga mempunyai kewenangan untuk melakukan
penyidikan untuk tindak pidana tertentu, yaitu tindak pidana korupsi.108 Di
dalam praktek, kejaksaan juga memiliki kewenangan untuk melakukan
penghentian penuntutan dengan alasan-alasan tertentu serta
mengesampingkan perkara tersebut karena kepentingan umum. Struktur
kejaksaan di Indonesia, terbagi menjadi 33 (tiga puluh tiga) Kejaaksaan
Tinggi (Kejati) dan masing-masing Kejati terdiri dari beberapa Kejaksaan
Negeri (Kejari).
3. Pengadilan
Pengadilan memiliki tugas untuk menerima, memeriksa dan mengadili
perkara pidana yang diajukan oleh Penuntut Umum (Jaksa)
4. Lembaga pemasyarakatan
Sebagai salah satu sub sistem dalam sistem peradilan pidana di Indonesia,
pemasyarakatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995, yang
berfungsi untuk menjalankan atas putusan pengadilan yang merupakan
pemenjaraan, memastikan perlindungan hak-hak terpidana, melakukan upaya
upaya untuk memperbaiki narapidana serta mempersiapkan narapidana
kembali ke masyarakat
5. Advokat
bertugas untuk mengatur hak-hak tersangka atau terdakwa dari setiap proses
peradilan pidana

D. TINDAK PIDANA UMUM DI INDONESIA


Secara operasional penanggulangan tindak pidana dapat dilakukan baik melalui
secara penal maupun non penal. Seperti yang dikemukakan oleh Hoefnagels bahwa
penanggulangan tindak pidana. dapat dilakukan melalui jalur penal (hukum pidana)
dan non penal (di luar hukum pidana). Kedua sarana tersebut merupakan suatu
pasangan yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan, bahkan dapat dikatakan
keduanya saling melengkapi dalam usaha penanggulangan tindak pidana di
masyarakat. Penanggulangan itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah upaya untuk mencegah, menghadapi dan mengatasi suatu persoalan.
Jadi penanggulangan tindak pidana adalah upaya untuk mencegah, menghadapi
dan mengatasi tindak pidana.

Pengertian tindak pidana sendiri yaitu suatu handeling (tindakan/perbuatan) yang


diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum
(onrechmatig), dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang mampu
bertanggung jawab. Adapun menurut Moeljatno, strafbaar feit diartikan sebagai
perbuatan pidana, yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan
mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa
melanggar larangan tersebut.
Berdasarkan pembuat undang-undang yaitu dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (selanjutnya disebut KUHP) yang berlaku saat ini, ada dua macam
pembagian tindak pidana, yaitu kejahatan yang ditempatkan dalam Buku II dan
pelanggaran yang ditempatkan dalam Buku III. Ternyata dalam KUHP tiada satu
pasal pun yang memberikan dasar dari pembagian tersebut, walaupun dari setiap
Bab yang terdapat dalam Buku I tentang Ketentuan Umum selalu ditemukan istilah
mengenai kejahatan dan pelanggaran. Para pembentuk KUHP yang berusaha untuk
menemukan suatu pembagian yang lebih tepat mengenai jenis-jenis tindakan
melawan hukum, telah membuat suatu pembagian ke dalam apa saja yang disebut
rechtsdelicten dan wetdelicten. Hal tersebut merupakan pembelaan secara kualitatif.

Suatu perbuatan dikatakan merupakan rechtsdelicten (delik hukum) apabila


perbuatan itu bertentangan dengan asas-asas hukum positif yang ada dalam
kesadaran hukum dari masyarakat. Sedangkan yang dikatakan sebagai wetdelicten
(delik undang-undang) adalah perbuatan yang bertentangan dengan apa yang
secara tegas dicantumkan dalam undang-undang pidana.

Selain kejahatan dan pelanggaran yang dijelaskan di atas, dikenal pula kejahatan
ringan (lichts misdrijven). Kejahatan ringan atau tindak pidana ringan ini merupakan
suatu tindak pidana yang dapat dikategorikan ringan berdasarkan besarnya
hukuman pidana baik pidana penjara maupun pidana denda. Tindak pidana ringan
juga dapat diselesaikan melalui mekanisme yaitu dengan cara musyawarah antara
para pihak yang berperkara, berbeda dengan tindak pidana biasa yang harus
diselesaikan melalui jalur hukum.

E. PROSES PERADILAN PIDANA


Secara umum sistem peradilan pidana dapat diartikan sebagai suatu proses
bekerjanya beberapa lembaga penegak hukum melalui sebuah mekanisme yang
meliputi kegiatan bertahap yang dimulai dari penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di
sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan hakim yang dilakukan oleh lembaga
pemasyarakatan.
Proses tersebut bekerja secara berurutan artinya tahap yang satu tidak boleh
melompati tahap lainnya. Keseluruhan proses itu bekerja di dalam suatu sistem,
sehingga masing-masing lembaga itu merupakan subsistem yang saling
berhubungan dan pengaruh mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Dalam
sistem peradilan pidana tersebut bekerja komponen-komponen fungsi yang masing-
masing harus berhubungan dan bekerja sama.
Adapun proses peradilan pidana menurut sistem peradilan pidana di Indonesia
dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yakni :
1. Penyelidikan dan penyidikan
2. Penuntutan
3. Pemeriksaan di sidang pengadilan
4. Pelaksanaan dan pengawasan putusan pengadilan
DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, 2010. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta. Sinar Grafika.

Moeljatno. 2003. Kitab Undang–Undang Hukum Pidana. Jakarta: Bumi Aksara.

Muladi, 2001. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Semarang. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.

Romli Atmasasmita, 1996. Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System)


Perspektif Eksistensialisme Dan Abolisionalisme. Jakarta. Bina Cipta.

Sastrawidjaja, Sofjan. 1995. Hukum Pidana I. Bandung: Armico.

Anda mungkin juga menyukai