TINJAUAN PUSTAKA
yang dikutip dari sebuah jurnal yang ditulis oleh Michael Barama
22
Supriyanta, KUHAP dan Sistem Peradilan Pidana Terpadu, http://download.
portalgaruda.org/article.php?article=114843&val=5264, diakses tanggal 09 Desember 2017
23
Michael Barama. 2016. Model Sistem Peradilan Pidana dalam Perkembangan. Jurnal
Ilmu Hukum. Vol. 3. No. 8. Hal. 9
19
toleransi masyarakat. Sehingga definisi disini memberikan maksud bahwa
perbuatan tersebut). Jika tujuan ini tidak tercapai maka dapat dipastikan
24
Romli Atmasasmita, 2011. Sistem Peradilan Pidana Kontemporer. Jakarta. Kencana
Prenadamedia Group. Hal. 3
25
Ibid
20
tahap pelaksanakan putusan.26 Sehingga dalam hal ini tahapan-tahapan
26
Rusli Muhammad, 2011. Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Yogyakarta. UII
Press. Hal. 62
27
Romli Atmasasmita, Op.cit. Hal. 16
21
Hal yang mendasari dari sub sistem yang disebutkan di atas,
1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang biasa disebut dengan Kitab
peraturan tersebut juga memuat tugas dan wewenang dari tiap sub sistem
a. Kepolisian
kejaksaan dan polisi hanya sebagai pembantu jaksa penyidik akan tetapi
b. Kejaksaan
28
Junelpri saragih, Komponen Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, http://www.
hukumpedia.com/junelsidauruk/komponen-sistem-peradilan-pidana-di-indonesia, diakses tanggal
17 Desember 2017
22
satu sub sistem peradilan pidana, mempunyai tugas dan wewenang
c. Pengadilan
29
Ibid
23
pidana apabila memeriksa seseorang terdakwa, hakim bertitik tolak
pada surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan
d. Lembaga Pemasyarakatan
pemsyarakatan.30
30
Ibid
24
c. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan
31
H.R Abdussalam dan DPM Sitompul, 2007. Sistem Peradilan Pidana. Jakarta. Restu
Agung. Hal. 3
32
Rachmani Puspitadewi. 2006. Sekelumit Catatan Tentang Perkembangan Kekuasaan
Kehakiman di Indonesia. Jurnal Hukum Pro Justitia. Vol. 24 No.1. Hal. 1
25
kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
Indonesia.
kepada hukum dan oleh sebab itu hukum disini tidak hanya harus memiliki
peradilan.33
33
Zainal Arifin Hoesein, 2016. Kekuasaan Kehakiman di Indonesia. Setara Press.
Malang. Hal. 47
26
B.2. Pengaturan Kekuasaan Kehakiman
Konstitusi.
34
Zainal Arifin Hoesein, Op.cit. Hal. 131 dan 132
27
B.3. Kekuasaan Kehakiman Sebagai Kekuasaan yang Merdeka
dimiliki oleh hakim yang bertujuan untuk terciptanya suatu putusan yang
yang dihasilkan seorang hakim tidak memihak kepada salah satu pihak
35
Rachmani Puspitadewi, Loc.cit
28
jujur dan adil serta memenuhi kepastian hukum masyarakat berdasarkan
atau peradilan biasa. Salah satu sifat khas tersebut ialah sifat putusan
Mahkamah Konstitusi bersifat final dan tidak ada upaya hukum lainnya.
36
Ibid. Hal. 2
37
Fajar Laksono Soeroso. 2014. Aspek Keadilan dalam Sifat Final Putusan Mahkamah
Konstitusi. Jurnal Konstitusi. Vol. 11. No. 1. Hal 80
29
mempertegas sifat final tersebut dengan menyatakan bahwa Putusan MK
juga bersifat konkrit dan mengikat, dimana konkrit disini berarti putusan
ini dianggap ada dan/atau nyata sedangkan mengikat yakni mengikat bagi
yaitu putusan yang mengakhiri suatu perkara atau sengketa yang diadili
yang disebut dengan putusan akhir dan putusan yang dibuat dalam dan
menjaid bagian dari proses peradilan yang belum mengakhiri perkara atau
sengketa yang disebut dengan putusan sela atau putusan provisi. Putusan
sela atau putusan provisi merupakan putusan yang diberikan oleh hakim
hal yang berhubungan dengan perkara yang diperiksa yang dapat berupa
38
Ibid. Hal. 60
30
permintaan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu terkait dengan
sela atau putusan provisi hanya ada dalam perkara sengketa kewenangan
baru.
prestasi.40
39
Sekretaris Jendral Mahkamah Konstitusi, 2010. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi.
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Jakarta. Hal. 51
40
Ibid. Hal. 55
31
b. Putusan dikabulkan, dalam hal permohonan yang diajukan
beralasan;
berasalan hukum.
41
Mohammad Mahrus Ali.(et.al). 2014. Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi
yang Bersifat Konstitutional Bersyarat Serta Memuat Norma Baru.http://www.mahkamah
konstitusi.go.id/public/content/infoumum/penelitian/pdf/Tindak%20Lanjut%20Putusan%20Konsti
tusional%20Bersyarat%20MK.pdf. Diakses pada tanggal 27 Desember 2017
32
sudah diuji. Bilamana syarat itu tidak dipenuhi atau ditafsirkan lain oleh
judicial review).
tetapi mengubah atau membuat baru suatu bagian tertentu dari isi suatu
sejak diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Dimana hal ini
disini mengikat bagi seluruh lapisan masyarakat dan final berarti tidak ada
pihak dalam jangka waktu paling lambat 7 hari kerja sejak putusan
diucapkan.43
42
Ibid
43
Sekretaris Jendral Mahkamah Konstitusi, Op.cit. Hal. 59
33
D. Upaya Hukum dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
disebutkan bahwa :
usaha dari diri pribadi dan/atau suatu badan hukum dalam hal merasa tidak
yakni upaya hukum biasa yang meliputi banding dan kasasi dan upaya hukum
luar biasa yang meliputi peninjauan kembali dan kasasi demi kepentingan
umum.44 Upaya hukum terakhir yang sering digunakan oleh masyarakat kita
pada umumnya adalah upaya hukum luar biasa yakni peninjauan kembali.
hilang.
Ravica Setia Anggarini, peninjauan kembali adalah suatu upaya hukum atas
44
Ihsan Fauzia, Pengertian Upaya Hukum dalam Acara Perdata, http://www.
academia.edu/18431091/PENGERTIAN_UPAYA_HUKUM_Acara_Perdata, akses tanggal 31
Oktober 2017
34
berhubungan dengan ditemukannya fakta-fakta yang dahulu tidak diketahui
oleh hakim. Kemudian menurut Soedirjo dalam artikel yang ditulis oleh
Ravica Setia Anggarini, peninjauan kembali adalah suatu upaya hukum yang
khusus sehingga definisi peninjauan kembali mengacu pada pendapat para ahli
tersebut. Kemudian menurut ketentuan pasal 263 ayat (1) KUHAP, jika diurai
mengenai ketentuan pasal tersebut memiliki unsur yang sangat limitatif yaitu :
Selanjutnya dalam ketentuan pasal 263 ayat (2) diatur mengenai syarat
45
Ravica Setia Anggraini et.al, Kesesuaian Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali
dalam Perkara Korupsi dan Pemerasan dengan Ketentuan Pasal 263 KUHAP,
file:///C:/Users/User/Downloads/391-742-1-SM.pdf, akses tanggal 31 Oktober 2017
46
Ahmad Fauzi, Analisis Yuridis Terhadap Upaya Hukum Luar Biasa Peninjauan
Kembali (PK) oleh Jaksa dalam Sistem Hukum Acara di Indonesia,
file:///C:/Users/User/Downloads/103-268-1-SM.pdf, akses tanggal 31 Oktober 2017
35
Sehingga dapat disimpulkan bahwa peninjauan kembali merupakan
suatu upaya hukum luar biasa yang diajukan terhadap putusan yang telah
memiliki kekuatan hukum atau inkrah yang dilakukan oleh terpidana atau ahli
perkara tersebut pada tingkat pertama dengan menyebut secara jelas alasannya
usaha negara.
47
Leden Marpaung, 2011. Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan dan
Pengadilan Negeri Upaya Hukum dan Ekseskusi). Jakarta. Sinar Grafika. Hal. 209
48
Ibid. Hal. 210
36
Kewenangan Mahkamah Agung diatur dalam ketentuan pasal 24A ayat
(1) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Mahkamah Agung
E. Mahkamah Konstitusi
49
Jimly Asshidiqie, 2010. Perkembangan dan Konslidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi. Sinar Grafika. Jakarta. Hal. 135
50
Sovia Hasanah, Perbedaan Kasasi Demi Kepentingan Hukum dengan Peninjauan
Kembali, http://m.hukumonline.com/klinik/detai/lt5970264663d2d/perbedaan-kasasi-demi-
kepentingan-hukum-dengan-peninjauan-kembali, diakses tanggal 09 November 2017
37
a. Menguji Undang-undang terhadap Undang-undang Dasar NRI Tahun
1945.
1945.
Indonesia.51
asasi manusia dan hak konstitusional warga negara untuk mewujudkan Negara
berlaku di Indonesia, saat ini merujuk pada pasal 7 ayat (1) Undang-
51
Sekretaris Jendral Mahkamah Konstitusi, Op.cit. Hal. 11
52
Ibid
38
undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
berikut:
Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
Mahkamah Agung.
39
dalam memberikan keadilan yang menimbulkan tidak tercapainya
kepastian hukum.54
kewenangan.55
sebagai peraturan meskipun tidak dikatakan jelas dalam pasal 7 ayat (1).
54
Padang Saputra, Op.cit. Hal. 16
55
Muhammad Yasin, Kekuatan Hukum Produk-produk Hukum MA (Perma, SEMA,
Fatwa, SK KMA),http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6102/kekuatan-hukum-produk-
produk-hukum-ma-(perma,-sema,-fatwa,-sk-kma), diakses tanggal 22 Oktober 2017
40
Perundang-undangan, akan tetapi perlu diketahui pula bahwa SEMA disini
dibuat sebagai petunjuk pelaksanaan atau peraturan semu yang tidak wajib
untuk diikuti.
Peraturan Perundang-undangan
disebutkan bahwa :
terhadap UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa materi muatan,
ayat dan pasal atas suatu undang-undang bertentangan dengan UUD NRI
41
artinya suatu putusan yang menyatakan tentang ketiadaan suatu keadaan
Konstitusi tidak ada upaya hukum lagi untuk lakukan dan mengikat sejak
putusan itu diucapkan baik bagi para pihak, badan hukum, lembaga negara
undang.57
adalah semua hukum dalam arti luas yang dibentuk dengan cara tertentu,
oleh pejabat yang berwenang dan dituangkan dalam bentuk tertulis. Dalam
artian yang luas itu sebenarnya hukum dapat diartikan juga sebagai
56
Amrizal J. Prang, Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi, http://www.academia.edu/
10264897/Implikasi_Hukum_Putusan_Mahkamah_Konstitusi, diakses tanggal 22 Oktober 2017
57
Ibid
42
putusan hakim, terutama yang sudah berkekuatan hukum tetap dan
undangan.58
G. Kepastian Hukum
berlaku secara positif itulah yang berlaku, tidak boleh menyimpang (fiat
58
Frista Prilla Sambuari, Eksistensi Putusan Judicial Review Oleh Mahkamah Konstitusi,
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/viewFile/3012/2557, diakses tanggal
04 November 2017
59
Ibid
43
hukum karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib.
masyarakat.60
Mertokusumo yang dikutip dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Sulardi dan
peraturan itu ditegakkan sebagaimana yang diinginkan oleh bunyi hukum atau
hal terjadi peristiwa yang konkret. Bagaimana hukumnya itulah yang harus
Menurut Radbruch yang dikutip dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh
dengan makna kepastian hukum. Pertama bahwa hukum itu positif. Kedua,
bahwa hukum itu didasarkan pada fakta atau hukum yang ditetapkan itu pasti
60
Willy Riawan Tjandra, Dinamika Keadilan dan Kepastian Hukum dalam Peradilan
Tata Usaha Negara, file:///C:/Users/User/Downloads/16158-30706-1-PB.pdf, diakses tanggal 28
September 2017
61
Sulardi dan Yohana Puspitasari Wardoyo. 2015. Kepastian Hukum, Kemanfaatan, Dan
Keadilan Terhadap Perkara Pidana Anak (Kajian Putusan Nomor 201/Pid.Sus/2014/PN.Blt).
Jurnal Yudisial Vol. 8 No. 3. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang. Hal 258 – 259
44
pemaknaan di samping mudah dilaksanakan. Keempat, hukum positif tidak
bersumber pada positivisme dimana hukum yang otonom dan mandiri terdapat
pada aturan yang tertulis untuk menjamin adanya kepastian hukum. Sehingga
menurut aliran ini, apabila penerapan hukum tidak dapat memberikan rasa adil
dan manfaat yang besar kepada mayoritas masyarakat bukanlah suatu masalah
62
Ibid
63
Ahmad Rifa’i, 2010. Penemuan Hukum Oleh Hakim dalam Perspektif Hukum
Progresif. Sinar Grafika. Jakarta. Hal. 130 dan 131
45