Anda di halaman 1dari 9

Komponen

Sistem Peradilan
Pidana
NABILA PIRSA
1910012111193
1. Kepolisian
• Polisi sebagai instansi pertama yang terlibat dalam mekanisme Sistem Peradilan Pidana berpedoman pada Undang-
undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang mempunyai tugas utama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 undang-undang tersebut adalah : memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
• Dimana untuk melaksanakan tugasnya tersebut Kepolisian Republik Indonesia mempunyai wewenang (Pasal 15 ayat
(1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002), yaitu :

a) Menerima laporan dan/atau pengaduan

b) Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum

c) Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat, seperti ; pengemisan dan pergelandangan,
pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan narkotika, pemabukan, perdagangan manusia,
pengisapan/praktek lindah darat, dan pemungutan liar
d) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa
e) Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administrasi kepolisian
f) Pelaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan
g) Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian
h) Mengambil sidik jari dan identitas lainya serta memotret seseorang
i) Mencari keterangan dan barang bukti
j) Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional
k) Mengeluarkan surat ijin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat
l) Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta
kegiatan masyarakat
m) Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. Barang temuan yang dimaksud adalah barang
yang tidak diketahui pemiliknya yang ditemukan oleh anggota kepolisian atau masyarakat yang diserahkan kepada
kepolisian
n) Wewenang lainnya yang ditentukan oleh undang-undang ini (Pasal 15 ayat (2)).
• Dalam Penjelasan Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 juga ditegaskan bahwa setiap Pejabat Kepolisian Republik
Indonesia juga mempunyai kewenangan Diskresi. Kewenangan Diskresi adalah kewenangan untuk bertindak demi
kepentingan umum berdasarkan penilaian sendiri, misalnya, dalam hal-hal tertentu berwenang membuat keputusan
Ondespoot ( di tempat). Disamping kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 2 tahun 2002, di dalam
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, polisi juga mempunyai wewenang dan dinyatakan sebagai:

1) Penyelidik (Pasal 4)

2) Penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang
untuk melakukan penyelidikan”.

3) Penyidik (Pasal 6)

4) Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”.

5) Polisi diharuskan membuat Berita Acara Pemeriksaan (Pasal 75),

6) Polisi mempunyai diskresi untuk menghentikan Penyidikan (Pasal 109 ayat (2) dan (3)), dan

7) Polisi juga mempunyai wewenang untuk menentukan (mensitir) tindak pidana apa yang dilakukan oleh
tersangka (Pasal 121).
2. Kejaksaan
• Di dalam Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pasal 2 dinyatakan bahwa
Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta
kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Kekuasaan tersebut dilaksanakan secara merdeka, artinya dalam
melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan
lainnya.
Dalam bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :
1. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap. Dalam melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan, kejaksaan memperhatikan
nilai-nial hukum yang hidup dalam masyarakat dan perikemanusiaan berdasarkan pancasila tanpa
mengesampingkan ketegasan dalam bersikap dan bertindak.
2. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan
lepas bersyarat. Yang dimaksud dengan Keputusan lepas bersyarat adalah keputusan yang dikeluarkan oleh menteri
yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemasyarakatan (dalam Penjelasan Undang-undang Nomor 16 tahun
2004).
3. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang, dan
4. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke
Pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
3. Hakim
• Penyelenggaraan kekuasaaan kehakiman tersebut dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan
peradilan yang ada dibawahnya dan juga oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Badan-badan peradilan dibawah
Mahkamah Agung salah satunya adalah peradilan umum, yang ditingkat kabupaten/kota disebut dengan Pengadilan
Negeri. Pengadilan Negeri merupakan Pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya, kecuali undang-undang menentukan lain
• Di dalam Hukum Positif Indonesia, hakim mempunyai kebebasan yang sangat luas untuk memilih jenis (straafsort)
yang dikehendaki, sehubungan dengan sistem alternatif di dalam pengancaman pidana di dalam undang-undang.
Disamping itu, hakim juga mempunyai kebebasan untuk memilih beratnya pidana (strafmaat) yang akan dijatuhkan,
sebab yang ditentukan oleh perundang-undangan hanyalah maksimum dan minimumnya (Muladi dan Barda Nawawi
Arief,1984). Namun seorang hakim tidak boleh menolak menerima perkara, walaupun perkara tersebut belum diatur di
dalam perundang-undangan. Dalam hal ini, hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan
rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat ( dalam Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 4 tahun 2004)
4. Lembaga Pemasyarakatan
• Lembaga Pemasyarakatan sebagai instansi terakhir di dalam Sistem Peradilan Pidana, di dalam kenyataannya tidak
mempersoalkan apakah seseorang yang hendak direhabilitasi itu adalah seseorang yang benar-benar terbukti
bersalah atau tidak. Bagi Lembaga Pemasyarakatan, tujuan pembinaan pelanggar hukum tidak semata-mata
membalas tapi juga perbaikan. Sesuai dengan falsafah pemidanaan di Indonesia yang dikemukakan oleh Sahardjo,
beliau memandang bahwa narapidana sebagai orang yang tersesat dan masih mempunyai waktu dan kesempatan
untuk bertobat. Perbaikan itu sendiri menghasilkan konsep pemikiran yaitu pemasyarakatan sebagai metode
pembinaan. Sehingga kemudian Lembaga ini dirubah sebutannya dari Penjara menjadi Lembaga Pemasyarakatan.
• Sebagai lembaga pembinaan, posisinya sangat strategis dalam merealisasikan tujuan akhir dari sistem peradilan
pidana, yaitu rehabilitasi dan resosialisasi pelanggar hukum, bahkan sampai kepada penanggulangan kejahatan
(suppression of crime). Keberhasilan dan kegagalan pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan
akan memberikan kemungkinan-kemungkinan penilaian yang bersifat positif maupun negatif. Penilaian itu dapat
positif manakala pembinaan narapidana mencapai hasil maksimal, yaitu bekas narapidana itu menjadi warga
masyarakat yang taat pada hukum. Penilaian itu dapat negatif manakala bekas narapidana yang pernah dibina itu
menjadi penjahat kembali
5. Advokat
• Diundangkannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, maka advokat juga menjadi bagian (sub-
sistem) dari Sistem Peradilan Pidana, hal ini ditegaskan dalam pasal 5 ayat (1) undang-undang tersebut, yang
menyebutkan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan
perundang-undangan”. Kehadiran advokat sangat penting dalam rangka mewujudkan peradilan yang jujur, adil, bersih,
menjamin kepastian hukum dan kepastian keadilan dan jaminan HAM untuk menciptakan independensi kekuasaan
kehakiman. Keberadaan Advokat secara perseorangan maupun secara organisatoris, harus mampu menjadi faktor
pendorong (impetus majority) dalam perwujudan sistem peradilan yang terintegrasi. Oleh karena secara posisional,
kedudukan advokat harusnya sejajar dengan kedudukan Hakim, Jaksa, Polisi dan Lembaga Pemasyarakatan dengan
segala hak dan kewajibannya dalam mengawal perwujudan independensi kekuasaan kehakiman.
• Pekerjaan advokat tergolong jenis pekerjaan yang disebut beroep, pekerjaan profesional berdasarkan keahlian di
bidang hukum yang diikat oleh aturan tingkah laku (code of conduct) dan etika profesi. Sebagai pekerjaan keahlian,
para advokat bersifat pasif, artinya menunggu seseorang atau orang-orang yang membutuhkan keahlian yang ada pada
advokat yang bersangkutan. Kedudukan advokat sebagai penegak hukum juga secara tegas dinyatakan oleh Rusli
Muhammad beliau mengatakan bahwa disamping sebagai penasehat hukum (legal advisieur) dan pembela (pleite),
advokat juga sebagai penegak hukum
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai