Anda di halaman 1dari 4

Landasan Teori

Christiano Adri Talapessy


322019012

Hal yang menjadi masalah adalah pada pasal 1ayat 1 yang


menyatakan “Tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi
pidana dan/atau tindakan kecuali atas kekuatan peraturan pidana
dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum
perbuatan dilakukan” telah mencederai asas Legalitas dalam hukum
pidana. Asas legalitas (principle of legality) biasa dikenal dalam bahasa
Latin sebagai “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali”
(yang berarti Tidak ada tindak pidana jika belum ada undang-undang
pidana yang mengaturnya lebih dahulu). pada hakikatnya hukuman
atau sanksi pidana merupakan kriminalisasi yang selanjutnya
merupakan pembatasan terhadap hak asasi manusia. Oleh karena itu,
Asas legalitas dapat dipahamin bahwa asas legalitas merupakan hak
asasi manusia (HAM) dimana setiap orang berhak untuk perbuatannya
tidak dinyatakan sebagai perbuatan pidana kalau tidak berdasarkan
oleh undang-undang. Pada pasal 1 ayat 1 frasa “peraturan perundang-
undangan” ini menyebabkan segala peraturan yang ada dalam hirearki
peraturan perundang-undangan dapat mengatur tentang pidana artinya
segala peraturan yang hirearkinya berada di bawah undang-undang juga
dapat memuat ketentuan pidana seperti Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi dan juga Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.
Oleh karena itu dalam landasan teori penulis akan lebih lanjut
melihat hubungan antara kriminalisasi dan HAM

A. Kriminalisasi

Kriminalisasi merupakan objek studi hukum pidana materil yang


membahas penentuan suatu perbuatan sebagai tindak pidana yang
diancam dengan sanksi pidana tertentu. Perbuatan tercela yang
sebelumnya tidak dikualifikasikan sebagai perbuatan terlarang
dijustifikasi sebagai tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana.
Menurut Soerjono Soekanto, kriminalisasi merupakan tindakan atau
penetapan penguasa mengenai perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh
masyarakat atau golongan-golongan masyarakat dianggap sebagai
perbuatan yang dapat dipidana menjadi perbuatan pidana atau
membuat suatu perbuatan menjadi perbuatan kriminal dan karena itu
dapat dipidana oleh pemerintah dengan cara kerja atas namanya. 1
Soetandyo Wignjosoebroto mengemukakan bahwa kriminalisasi
ialah suatu pernyataan bahwa perbuatan tertentu harus dinilai sebagai
perbuatan pidana yang merupakan hasil dari suatu penimbangan-

1
Soekanto, Soerjono, Kriminologi: Suatu Pengantar, Cetakan Pertama, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1981. Hlm. 62.
penimbangan normatif yang wujud akhirnya adalah suatu keputusan
(decisions).2 Kriminalisasi dapat pula diartikan sebagai proses penetapan
suatu perbuatan seseorang sebagai perbuatan yang dapat dipidana.
Proses ini diakhiri dengan terbentuknya undang-undang di mana
perbuatan itu diancam dengan suatu sanksi yang berupa pidana. 3
Pengertian kriminalisasi dapat pula dilihat dari perspektif nilai. Dalam
hal ini yang dimaksudkan dengan kriminalisasi adalah perubahan nilai
yang menyebabkan sejumlah perbuatan yang sebelumnya merupakan
perbuatan yang tidak tercela dan tidak dituntut pidana, berubah
menjadi perbuatan yang dipandang tercela dan perlu dipidana.4
Pengertian kriminalisasi tersebut menjelaskan bahwa ruang
lingkup kriminalisasi terbatas pada penetapan suatu perbuatan sebagai
tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana. Namun menurut
Paul Cornill, pengertian kriminalisasi tidak terbatas pada penetapan
suatu perbuatan sebagai tindak pidana dan dapat dipidana, tetapi juga
termasuk penambahan (peningkatan) sanksi pidana terhadap tindak
pidana yang sudah ada.
Berhubungan dengan masalah kriminalisasi, Muladi
mengingatkan mengenai beberapa ukuran yang secara doktrinal harus
diperhatikan sebagai pedoman, yaitu sebagai berikut :5
1) Kriminalisasi tidak boleh terkesan menimbulkan
overkriminalisasi yang masuk kategori the misuse of
criminal sanction
2) Kriminalisasi tidak boleh bersifat ad hoc
3) Kriminalisasi harus mengandung unsur korban victimizing
baik aktual maupun potensial
4) Kriminalisasi harus memperhitungkan analisa biaya dan
hasil dan prinsip ultimum remedium
5) Kriminalisasi harus menghasilkan peraturan yang
enforceable
6) Kriminalisasi harus mampu memperoleh dukungan publik.
7) Kriminalisasi harus mengandung unsur subsosialitet
mengakibatkan bahaya bagi masyarakat, sekalipun kecil
sekali
8) Kriminalisasi harus memperhatikan peringatan bahwa
setiap peraturan pidana membatasi kebebasan rakyat dan
memberikan kemungkinan kepada aparat penegak hukum
untuk mengekang kebebasan itu.

B. Asas Legalitas
2
Wignjosoebroto, Soetandyo, “Kriminalisasi Dan Dekriminalisasi:, Fakultas
Hukum UII, Yogyakarta, 15 Juli 1993. Hlm. 1
3
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung. 1986. Hlm. 31
4
Rusli Effendi,“Masalah Kriminalisasi dan Dekriminalisasi dalam Rangka
Pembaruan Hukum Nasional”, Binacipta, Jakarta, 1986, hlm. 64-65
5
Muladi, Kapita Selekta Hukum Pidana, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro,Semarang, 1995, hlm. 256
Menurut Scholten, asas-asas hukum adalah pikiran-pikiran yang
tidak ditegaskan secara eksplisit dalam undang-undang. Ukuran
kepatutan menurut hukum dapat dicari dalam pikiran-pikiran yang ada
di belakang naskah undang-undang. Sedangkan menurut Van Hoecke,
asas-asas hukum adalah opsi-opsi dasar bagi kebijakan kemasyarakatan
yang aktual, dan prinsip-prinsip etik hukum. 6 Dalam konteks
kriminalisasi, asas diartikan sebagai konsepsi-konsepsi dasar, norma-
norma etis, dan prinsip-prinsip hukum yang menuntun pembentukan
norma-norma hukum pidana melalui pembuatan peraturan perundang-
undangan pidana. Dengan kata lain, asas hukum adalah konsepsi
dasar, norma etis, dan prinsip-prinsip dasar penggunaan hukum pidana
sebagai sarana penanggulangan kejahatan. asas kriminalisasi yang perlu
diperhatikan pembentuk undang-undang dalam menetapkan suatu
perbuatan sebagai tindak pidana beserta ancaman sanksi pidananya
adalah asas legalitas.
Asas legalitas adalah asas yang esensinya terdapat dalam
ungkapan nullum delictu, nulla poena sie praevia lege poenali yang
dikemukakan oleh von Feurbach. Ungkapan itu mengandung pengertian
bahwa “tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas
perundang-undangan pidana yang sudah ada sebelum perbuatan itu
dilakukan”. Asas legalitas adalah asas yang paling penting dalam hukum
pidana, khususnya asas pokok dalam penetapan kriminalisasi. Menurut
Schafmeister dan J.E. Sahetapy asas legalitas mengandung tujuh
makna, yaitu:7
1) Tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan ketentuan pidana
menurut undang-undang
2) Tidak ada penerapan undang-undang pidana berdasarkan analogi
3) Tidak dapat dipidana hanya berdasarkan kebiasaan
4) Tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas (syarat lex
certa)
5) Tidak ada kekuatan surut dari ketentuan pidana
6) Tidak ada pidana lain kecuali yang ditentukan undang-undang
7) Penuntutan pidana hanya menurut cara yang ditentukan undang-
undang.

Tujuan utama asas legalitas adalah untuk membatasi


kesewenang-wenangan yang mungkin timbul dalam hukum pidana dan
mengawasi serta membatasi pelaksanaan dari kekuasaan itu atau
menormakan fungsi pengawasan dari hukum pidana itu. Fungsi
pengawasan ini juga merupakan fungsi asas kesamaan, asas
subsidiaritas, asas proporsionalitas, dan asas publisitas8
C. HAM
6
Saleh, Roeslan, “Kebijakan Kriminalisasi Dan Dekriminalisasi: Apa Yang
Dibicarakan Sosiologi Hukum Dalam Pembaruan Hukum Pidana Indonesia”,
Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 15 Juli 1993, hlm27-28
7
J.E. Sahetapy (Ed.), Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1996. Hlm. 6-7
8
Roeslan Saleh mengutip Antonie A.G. Peter, Asas Hukum Pidana Dalam
Perspektif, Aksara Baru, Jakarta, 1981, hlm. 14
Berbicara tentang hak asasi, maka yang dimaksudkan adalah
hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya.
Hak tersebut meliputi hak untuk hidup, hak kemerdekaan atau
kebebasan, hak milik dan hak-hak dasar lain yang melekat pada setiap
individu dan tidak dapat diganggu gugat oleh orang lain. Hak asasi
manusia ini pada hakikatnya bukan semata-mata berasal dari manusia
itu sendiri, melainkan dari Tuhan YME, yang dibawa sejak manusia
lahir.9
Berbicara mengenai masalah hubungan antara kriminalisasi dan
HAM ini penulis melihat, kriminalisasi yang adalah proses penetapan
suatu perbuatan seseorang sebagai perbuatan yang dapat dipidana.
yang diakhiri dengan terbentuknya undang-undang di mana perbuatan
itu diancam dengan suatu sanksi yang berupa pidana merupakan
pembatasan terhadap, pembatasan HAM tersebut diatur dalam UUD
1945 pasal 28 J ayat 2 yang menyatakan “dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum
dalam suatu masyarakat demokratis” artinya pembatasan HAM hanya
dapat diatur dalam Undang-Undang. Sehingga menjelaskan hubungan
antara kriminalisasi dan HAM memperkuat arti dari asas legalitas.

9
Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, edisi kedua, Penerbit:
Bumi Aksara, hal.129

Anda mungkin juga menyukai