Anda di halaman 1dari 6

ILMU HUKUM PIDANA

Hukum pidana dan ilmu hukum pidana sebenarnya tidak jauh berbed.
Akan tetapi, signifikansi antara keduanya, yakni hukum pidana lebih terfokus
terhadap aktualisasi dari hukum pidan aitu sendiri. Sedangkan, ilmu hukum
pidana lebih terfokus terhadap pembahasan prinsip,teori dan konsep daripada
hukum pidan aitu sendiri.
PRINSIP HUKUM PIDANA

Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembuatan maupun


pelaksanaan hukum pidana adalah sebagai berikut :

1. Prinsip Teritorial
Yang dimaksud dari prinsip ini adalah bahwasanya
berlakunyahukum pidana itu dipengaruhi oleh wilayah kedaulatan
suatu negara. Bilamana suatu perbuatan pidan aitu keluar dari
wilayah territorial negara tersebut, maka tidak bisa dituntut.

Turunan atau suatu pengembangan dari prinsip terutorial


ini antara lain :

a) Prinsip universal, yang berarti bahwasanya hukum pidana


berlaku terhadap seluruh manusia di dunia.
b) Prinsip Nasionalitas aktif, yakni prinsip yang menjamin
warga negara Indonesia apabila melakukan tindak pidana di
negara lain dan untuk menjamin warga negara tersebut.
c) Prinsip Nasionalitas Pasif, yakni prinsip yang mendorong
warga negara Indonesia apabila melakukan tindak pidana di
negara lain untuk meminta bantuan terhadap otoritas
ataupun penegak hukum yang berwenang di negara
tersebut.

2. Prinsip personal
Prinsip personal menegaskan bahwa hukum pidana berlaku
terhadap perseorangan atau individu. Prinsip personal dalam
hukum pidana yakni:
a) Geen straaf zonder schuld, yakni suatu prinsip yang mana
seseorang yang dituduh melakukan suatu tindak pidana
belum diputuskan sebagai terpidana apabila belum terbukti.
b) Alasan pembenaran, yakni suatu alasan seseorang yang
melatarbelakangi dirinya melakukan tindak pidana dengan
tujuan agar tidak dihukum.
c) Alasan pemaaf, yakni prinsip yang mana dengan alasan-
alasan tertentu dirinya dimaafkan kesalahannya.
d) Alasan penghapus hukuman, yakni prinsip yang dilakukan
untuk menhapuskan hukuman pidana yang pada awalnya
diebankan terhadap pelaku.
e) Ne bis in idem, yakni prinsip yang menyatakan bahwa tidak
diperkenankan pelaku tindak pidana dihukum kedua kalinya
pada kasus yang sama1.

3. Prinsip legalitas
Prinsip-prinsip legalitas dalam hukum pidana adalah prinsip-
prinsip yang mendasari sistem hukum pidana yang berlaku di
berbagai negara. Prinsip-prinsip ini mengatur bagaimana hukum
pidana diterapkan, siapa yang dapat dihukum, dan dalam situasi
apa hukuman pidana dapat diberlakukan. Berikut adalah beberapa
prinsip legalitas dalam hukum pidana:

a) Nullum crimen, nulla poena sine lege: Prinsip ini berarti


bahwa tidak ada tindakan pidana dan tidak ada hukuman
tanpa dasar hukum yang jelas. Ini berarti bahwa seseorang
hanya dapat dihukum jika mereka melakukan tindakan
yang telah diatur sebagai tindakan pidana dalam undang-
undang yang berlaku.

b) Lex stricta: Prinsip ini mengharuskan bahwa undang-


undang pidana harus ditafsirkan secara ketat, artinya
tindakan pidana harus didefinisikan dengan jelas dan
spesifik dalam undang-undang. Hal ini untuk menghindari
penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak berwenang.
1
M. Fahmi Siregar, ‘Prinsip-Prinsip Hukum Pidana Dan HAM; Perkapolri No. 8 Tahun 2009 & Penegakan Hukum
Pidana Berbasis HAM Di Indonesia’, HUMANITAS: Jurnal Kajian Dan Pendidikan HAM, 6.1 (2015), 185–200
<https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jh/article/view/10424>.
c) Legal certainty: Prinsip ini mengharuskan bahwa hukuman
harus dapat diprediksi oleh individu, artinya seseorang
harus dapat mengetahui dengan jelas tindakan apa yang
akan dihukum jika dilakukannya.

d) No retroactivity: Prinsip ini mengklaim bahwa hukum


pidana tidak dapat diterapkan secara retroaktif, yang
berarti seseorang tidak dapat dihukum karena tindakan
yang dilakukan sebelum undang-undang yang
mengkriminalisasikan tindakan tersebut disahkan.

e) Nulla poena sine culpa: Prinsip ini mengharuskan bahwa


seseorang hanya dapat dihukum jika mereka bersalah atau
bersalah secara hukum atas tindakan yang mereka lakukan.
Tidak boleh ada hukuman tanpa kesalahan yang dapat
diatribusikan pada individu tersebut.

f) Legal representation and due process: Prinsip ini


menekankan pentingnya hak individu untuk mendapatkan
perwakilan hukum yang layak dan menjalani proses hukum
yang adil sebelum dihukum. Ini mencakup hak untuk
memiliki pengacara, hak untuk didengar, dan hak untuk
membela diri.

g) Ne bis in idem: Prinsip ini menghindari penghukuman


ganda atas tindakan yang sama oleh individu yang sama. Ini
berarti bahwa seseorang tidak dapat dihukum dua kali
untuk tindakan yang sama dalam satu yurisdiksi.2

2
M.H. Dosen Muchamad Iksan, S.H., ‘Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana : Studi Komparatif Asas Legalitas
Hukum Pidana Indonesia Dan Hukum Pidana Islam (Jinayah)’, Jurnal Serambi Hukum, 11.01 (2017), 1–26
<https://www.neliti.com/publications/163598/asas-legalitas-dalam-hukum-pidana-studi-komparatif-asas-
legalitas-hukum-pidana-i#cite>.
TEORI HUKUM PIDANA
Menurut prof. Sajtipto Rahardjo:
Dalam dunia ilmu teori menempati kedudukan yang penting. Ia
memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami
masalah yang kita bicarakan secara labih baik. Hal-hal yang semula tampak
tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu
sama lain secara bermakna. Teori dengan demikian memberikan penjelasan
dengan cara mengorganisasikan dan mensistimatiasasikan masalah yang
dibicarakannya. Suatu teori mengandung tiga hal. Pertama, seperangkat
proposisi yang terdiri dari konstruk-konstruk yang terdefiniskan dan saling
berhubungan. Kedua, pandangan sistematis mengenai fenomena yang
dideskripsikan oleh variabel-variabel. Menjelaskan fenomena.3

Secara sederhana, teori hukum dibangun atas kesatuan daripada


dogmatika hukum, sejarah hukum, perbandingan hukum, sosiologi hukum dan
psikologi hukum. Lalu diklasifikasikan menjadi ilmu hukum, hukum dalam arti
sempit dan filsafat hukum.

Dalam ruang lingkup hukum pidana, terdapat beberapa teori yang


meliputi:
 Teori Pemidanaan
 Teori Absolut
 Teori Relatif
 Teori Gabungan4
Pastinya, masing-masing di atas memiliki definisi yang berbeda
dan sangat kompleks jikalau dipaparkan pada makalah sederhana ini.
KONSEP HUKUM PIDANA
Istilah “pidana” merupakan istilah yang lebih khusus, yaitu
menunjukkan sanksi dalam hukum pidana. Pidana adalah sebuah konsep
dalam bidang hukum pidana yang masih perlu penjelasan lebih lanjut
untuk dapat memahami arti dan hakekatnya. Menurut Roeslan Saleh
“pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang
dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik itu”.15 Muladi
3
Khudzaifah Dimyati. Teorisasi Hukum (Surakarta: Muhammadiyah University Press), hal. 37.
4
Septa Candra, ‘Pembaharuan Hukum Pidana; Konsep Pertanggungjawaban Pidana Dalam Hukum Pidana
Nasional Yang Akan Datang’, Jurnal Cita Hukum, 1.1 (2013) <https://doi.org/10.15408/jch.v1i1.2979>., hal. 67-
75.
dan Barda Nawawi:16 berpendapat bahwa unsur pengertian pidana,
meliputi:
a) pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan
atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan;
b) pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang
mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang);
c) pidana itu dikenakan pada seseorang yang telah melakukan tindak
pidana menurut undang-undang.5

ILMU BANTU HUKUM


Hukum tidak sekadar mencatat apa saja yang terjadi dalam suatu kasus.
Akan tetapi, lebih jauh daripada itu hukum juga menelusuri kausalitas dari
suatu perkara. Oleh sebab itu, diperlukan adanya metode-metode khusus
untuk mencari tahu kausalitas pada suatu perkara. Itulah yang disebut alat
bantu hukum.
Alat bantu hukum itu sendiri dapat beragam sesuai konteks dan realitas
sosial. Akan tetapi, yang akan kami usung adalah alat bantu hukum yang
sangat umum dan seringkali digunakan pada suatu perkara hukum, yakni
kriminologi.

Menurut Frank E. Hagankriminologi dapat di definisikan ke dalam


dua pengertian, yaitu secara umum dan secara khusus. Pengertian
Kriminologi secara umum adalah ilmu atau disiplin yang mempelajari
kejahatan dan perilaku kriminal. Secara khusus bidang kriminologi
berkonsentrasi pada bentuk-bentuk perilaku kriminal, sebab-sebab
kejahatan, definisi kriminalitas, dan reaksi masyarakat terhadap aktivitas
kriminal; bidang terkait dapat meliputi kenakalan (delikuensi) remaja dan
viktimologi (ilmu tentang korban).Kriminologi terdiri dari dua suku kata
yakni kata “crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos”
yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu
tentang kejahatan atau penjahat. Dalam ilmu modern, kriminologi semakin
berkembang, kajiannya tidak hanya terbatas pada kejahatan itu sendiri
namun juga gejala manusia yang bersumber pada gejala sosial dan
psikologi. Kemudian berbicara tentang psikologi dalam salah satu kajian
5
Ibid, hal. 66-67.
teori kriminologi, terdapat suatu teori psikologi kriminal dengan
terminologi bahwa Psikologi Kriminal merupakan metode kognitif analisis
yang mengidentifikasi penyebab penyimpangan pada pelaku kejahatan
berdasarkan tingkah laku, kondisi kejiwaan, dan kelainan perilaku. Kelainan
perilaku dalam hal ini asosial adalah bibit-bibit dari kriminalitas dan tidak
bisa dipisahkan dari individu lain sebab antara individu satu dan lainnya saling
berhubungan.6

6
Dra. An fauzia rozani, ‘PERAN KRIMINOLOGI SEBAGAI ILMU BANTU HUKUM PIDANA (Studi Kasus
Pembunuhan Cakung)’, Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 1.3 (2017), 1–77. Hal. 3

Anda mungkin juga menyukai