PENYUSUN :
comparison of various systems of law” dalam hal ini yang diperbandingkan adalah
dua atau lebih sistem hukum yang berbeda.Hukum pidana positif Indonesia ialah
berasal dari keluarga hukum CivilLaw System yang mementingkan sumber hukum
dari peraturan perundangan yang ada dan berlaku di Indonesia. Sementara Inggris
menganut sistem hukum Common Law System yang mengutamakan kebiasaan yang
hakim sebelumnya. Selain perbedaan seperti yang tersebut diatas, kedua sistem
hukum pidana adat yang sampai saat ini masih diakui dan dipakai dalam masyarakat.
Dilihat dari sumber hukumnya, sebenarnya hukum pidana adat tersebut berasal dari
kebiasaan yang berlaku dimasyarakat. Hal tersebut sama halnya dengan sumber
hukum common law yang berasal dari kebiasaan yang ada di masyarakat. Setiap
sistem hukum, pasti memiliki asas-asas yang kemudian dijabarkan dalam aturan-
aturan hukumnya. Salah satu asas hukum yang sangat penting dan dimiliki oleh setiap
sistem hukum adalah asas legalitas atau dikenal juga dengan asas “Nullum delictum,
PEMBAHASAN
Legalitas Inggris
Asas Legalitas adalah suatu jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan memberi
batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas. Asas ini juga melindungi dari
yang boleh dan dilarang. Setiap orang harus diberi peringatan sebelumnya tentang
perbuatan-perbuatan ilegal dan hukumannya. Jadi berdasarkan asas ini, tidak satu
perbuatan boleh dianggap melanggar hukum oleh hakim jika belum dinyatakan secara
jelas oleh suatu hukum pidana dan selama perbuatan itu belum dilakukan.
Asas legalitas di Indonesia terdapat dalam pasal 1 ayat 1 KUHP yang
berbunyi :”tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturanpidana
tidak tercantum dalam undang-undang sebagai suatu tindak pidana juga tidak
dapatdipidana; jadi dengan asas ini hukum yang tidak tertulis tidak memiliki kekuatan
hukum untuk diterapkan. Namun atas hal itu dikecualikan terhadap daerah-daerah
yang dulu termasuk kekuasaan pengadilan swapraja dan pengadilan adat dengan
undang.
Asas Legalitas di Inggris walaupun asas ini tidak pernah secara formal
pengadilan. Karena bersumber pada case law, pada mulanya pengadilan di inggris
1972 House of Lords menolak secara bulat adanya kekuasaan pengadilan untuk
menciptakan delik-delik baru atau memperluas delik yang ada. Jadi tampaknya ada
pergeseran dari asas legalitas dalam pengertian materiil ke asas legalitas dalam
pengertian pengertian formal. Artinya, suatu delik oleh hakim berdasarkan common
law (hukum kebiasaan yang dikembangkan lewat putusan pengadilan), namun dalam
Sehingga di dalam Sistem Hukum Inggris yaitu Common Law dimana prinsipnya
hukum tidak tertulis (yang jadi patokan nilai yang ada pada masyarakat. Peran hakim
terikat pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-
perkara sejenis (asas doctrine of precedent). Sumber hukum utama adalah putusan
hakim (yurisprudensi).
Sehingga dari kedua Asas diatas dapat diketahui perbedaannya yaitu:
1. Asas Legalitas dalam Sistem Hukum Inggris adalah tidak ada perbuatan yang
dapat dipidana kalau tidak ada aturan yang mengatur hal tersebut dimana aturan
tersebut bersumber dari putusan hakim (yurisprudensi). Jadi dalam memutuskan suatu
2. Asas Legalitas dalam Sistem Hukum Indonesia adalah tidak ada perbuatan yang
dapat dipidana kalau tidak ada aturan yang mengatur hal tersebut dimana aturan
kepada pelakunya sekalipun pelakunya tidak memiliki mens rea yang disyaratkan.
Cukuplah apabiIa dapat dibuktikan bahwa pelaku tindak pidana telah melakukan
actus reus, yaitu melakukan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan pidana atau tidak
yang demikian itu disebut offences of strict liability atau yang sering dikenal juga
liability. Istilah dalam bahasa Indonesia yang saya gunakan adalah "pertanggung
asas strict liability di Indonesia yang menganut system Eropa Continental, yaitu
“Berhubung kita tidak mengenal ajaran Strict liability yang berasal dari system
ajaran feit materiel yang berasal dari system hukum Eropa Kontinental. Dalam kedua
ajaran ini tidaklah penting adanya unsur kesalahan. Ajaran strict liability hanya
dipergunakan untuk tindak pidana ringan. Dalam praktik di Indonesia, ajaran strict
liability sudah diterapkan, antara lain untuk pelanggaran Ialu lintas. Para pengemudi
kendaraan bermotor yang melanggar lampu lalu lintas, misalnya tidak berhenti pada
waktu lampu lalu lintas menunjukkan lampu yang berwarna merah menyaIa, akan
ditilang oleh polisi dan selanjutnya akan di sidang di pengadilan. Hakim dalam
memutuskan hukunan atas pelanggaran tersebut tidak akan mempersoalkan ada tidak
adanya kesalahan pada pengemudi yang melanggar peraturan lalu lintas itu. Pada
tersebut dapat dilakukan dengan mudah dan nyata seketika itu, karena tidak mungkin
dipungkiri lagi oleh pelanggar. Berita acara yang ditiadakan diganti dengan bukti
pelanggaran lalu lintas tertentu disingkat TILANG yang diisi oleh penegak hukum
(POLRI Satuan Lalu Lintas). Oleh karena itu, tidak berlaku juga bagi semua tindak
pidana, melainkan hanya untuk tindak pidana tertentu yang ditetapkan oleh undang-
undang. Untuk tindak pidana tertentu tersebut, pembuat tindakan pidananya telah
dapat dipidana hanya karena telah dipenuhinya unsur-unsur tindak pidana oleh
tersebut tidak lagi diperhatikan. Asas ini dikenal sebagai asas "strict liability"
b. Asas Strict Liability Inggris
Walaupun pada prinsipnya berlaku asas Mens Rea , namun di Inggris ada delik –
delik yang tidak mensyaratkan adanya Mens Rea (berupa intention, recklessness, atau
batinnya. Di sini berlaku apa yang disebut strict liability yang sering diartikan secara
pertanggung jawaban hukum (liability) yang telah berkembang sejak lama yang
berawal dari sebuah kasus di Inggris yaitu Rylands v. Fletcher tahun 1868. Dalam
kasus ini Pengadilan tingkat kasasi di Inggris melahirkan suatu kriteria yang
menentukan, bahwa suatu kegiatan atau penggunaan sumber daya dapat dikenai strict
liability jika penggunaan tersebut bersifat non natural atau di luar kelaziman, atau
tidak seperti biasanya. Jenis pertanggung jawaban ini muncul sebagai reaksi atas
segala kekurangan dari system atau jenis pertanggungjawaban fault based liability.
seorangpun dapat dikenai tanggung jawab jika pada dirinya tidak terdapat unsur-
unsur kesalahan. Dalam kasus lingkungan dokrin tersebut akan melahirkan kendala
bagi penegakan hukum dipengadilan karena dokrin ini tidak mampu mengantisipasi
secara efektif dampak dari kegiatan industri modern yang mengandung resiko-resiko
yang menganut sistem hukum anglo saxon atau common law, walaupun kemudian
Beberapa negara yang menganut asas ini antara lain Inggris, Amerika, Belanda,
Thailand.
Indonesia
Sampai akhir 1986, proses penuntutan bagi perkara-perkara ringan di Inggris
dilakukan oleh Polisi sendiri (Police Prosecutor). Sedangkan perkara yang agak berat
dilakukan oleh pengacara yang disebut Solicitor. Dan perkara-perkara yang berat
yang disebut Barrister. Namun sejak 1986 yang menentukan apakah perkara yang
disidik Polisi dapat diajukan ke pengadilan atau tidak adalah Jaksa yang tergabung
dalam Crown Prosecution Secvice (CPS). Dan di Inggris terdapat 31 kejaksaan atau
CPS yang terdiri dari Crown Prosecutor, senior Crown Prosecutor, Assistant branch
CPS, Branch prosecutor (di Indonesia setingkat Kepala Kejaksaan Negeri), dan Chief
Prosecutor (setingkat Kepala Kejaksaan tinggi).
kebiasaan suku Anglo Saxon pada abad pertengahan yang melahirkan Common
Law. Sehingga sistem hukum Inggris disebut juga sistem anglo saxon.
melalui putusan hakim yang kemudian diikuti oleh hakim berikutnya melahirkan
asas precedent.
Dalam sistem Common Law seperti di Inggris, adat istiadat atau kebiasaan
mempunyai kedudukan yang sangat kuat karena berlaku asas STARE DECISIS atau
mengikuti putusan hakim yang ada sebelumnya. Bagian putusan hakim yang harus
diikuti dan mengikat adalah bagian pertimbangan hukum yang disebut sebagai ratio
decidendi sedangkan hal selebihnya yang disebut obiter dicta tidak mengikat.
Dalam sistem peradilan Inggris benar salahnya terdakwa ditentukan oleh juri yang
direkrut dari masyarakat biasa. Tugas hakim hanya memastikan persidangan berjalan
sesuai prosedur dan menjatuhkan hukuman sesuai hukum. Oleh karena itu, tugas
jaksa dan pengacara dalam persidangan adalah meyakinkan juri bahwa terdakwa
bersalah atau tidak. Berbeda dengan sistem civil law yang dianut di Indonesia sebagai
kelanjutan dari sistem hukum yang dianut Belanda, maka tugas hakim di pengadilan
lebih berat karena selain harus menentukan benar salahnya terdakwa juga
Pada tahun 1994 telah terjadi pergeseran sistem akusator menjadi sistem inquisitor
dalam hukum acara Pidana Inggris. Hal ini dilatarbelakangi karena Polisi di Inggris
dibalik kekebalan hukum yang diberikan oleh UU antara lain hak untuk diam (right to
remain silent). Perubahan tersebut dilihat dari konteks keberadaan sistem hukum yang
ada di dunia (civil law dan common law) ternyata saat ini bukan saatnya lagi
sebenarnya identik dengan penegakan hukum pidana yang merupakan suatu sistem
pidana ini sesuai ketentuan dalam KUHP dilaksanakan oleh 4 sub sistem yaitu:
4. Kekuasaan pelaksanaan hukuman oleh aparat pelaksana eksekusi (jaksa dan
lembaga pemasyarakatan).
Keempat subsistem itu merupakan satu kesatuan sistem penegakan hukum
pidana yang integral atau sering disebut dengan istilah integrated criminal justice
system atau sistem peradilan pidana terpadu. Menilik sistem peradilan pidana terpadu
yang diatur dalam KUHAP maka keempat komponen penegakan hukum Kepolisian,
agar sistem berjalan secara terpadu. Dengan cara melaksanakan tugas dan wewenang
sistem Civil Law yang kita anut, Undang-undang merupakan sumber hukum
tertinggi. Karena disana (dalam Hukum Acara Pidana) telah diatur hak dan kewajiban
hak-hak
e.Pengadilan kerajaan;
f.Pengadilan magistrate.
dan kewajiban tersangka/terdakwa.
berdasarkan
administrasi wilayah
4. Jumlah hakim yang Hakim majelis Umumnya menggunakan hakim
undang-undang
secara negatif
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari Uraian Pembahasan diatas maka dapat disimpulkan Bahwa Perbedaan
yang sangat mencolok yang dapat dilihat antara Hukum pidana Indonesia dengan
inggris yaitu dapat kita lihat melalui asas legalitas dari masing-masing dimana asas
Indonesia bersumber pada undang-undang yang berlaku. Dan juga asas strict liability
kedua Negara dimana di Negara inggris unsur kesalahan tidak dapat diberikan apa
bila tidak ada pada dirinya, sedangkan di Indonesia unsur kesalahan sudah diberikan
apabila telah terbukti melakukan suatu kesalahan. Dan yang terakhir dalam system
pidana di inggris putusan pengadilan mempunyai kedudukan yang sangat kuat. Dan
B. Saran
Indonesia sebagai Negara yang menjunjung tinggi penegakan hukum dan keadilan
hukum, perlu meniru tata cara pengambilan putusan dalam penegakan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Prof. Nawawi Arief, Barda, S.H. Perbandingan Hukum Pidana ( Jakarta: PT Raja
Wikipedia.org
Ø www.hukumonline.com
www.Google Cendekia.com
http://www.referensimakalah.com/2012/12/asas-legalitas-dalam-hukum-islam.html