PERTEMUAN KE 2
TENTANG ASAS LEGALITAS
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN.
Pada akhir semester mahasiswa diharapkan dapat menjadi ahli hukum yang
profesional dengan kemampuan memahami dan menganalisa hukum pidana secara
mendalam, makna penerapan pengaplikasian. Guna menjadikan hukum pidana
dirasakan secara positif oleh masyarakat dan dapat digunakan secara tepat sasaran
dalam setiap kasus-kasus pidana yang terjadi baik secara formil dan materil .
B. TUJUAN PEMBELAJARAN.
Setelah Pertemuan ke-2 Tentang Asas Legalitas ini usai maka kemampuan
yang diharapkan ada pada diri Mahasiswa/i yang mempelajari Hukum Pidana, adalah
:
Keberadaan asas legalitas dimulai ketika hukum pidana belum di tulis yang di
tandai dengan munculnya pristiwa Gejolak Revolusi Rrancis yang masyarakat
1
Eddy O.S. Hiariej, Asas Legalitas & Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana, Erlangga,
Jakarta, 2009, hlm. 7
UNIVERSITAS PAMULANG | BAHAN AJAR FAKULTAS HUKUM
BAHAN AJAR HUKUM PIDANA
Moeljatno menanggapi hal tersebut dengan mengatakan bahwa baik adigium tersebut
dan asas legalitas sama sekali tidak dikenal dalam hukum yang berasal dari romawi
kuno. Pendapat tersebut juga di dukung daengan pendapat Sahetapy yang mengatakan
bahwa ketika asas legalitas dalam perumusannya menggunakan bahasa latin, hal
tersebut dikarenakan bahwa bahasa latin adalah bahasa yang ada pada dunia hukum’
yang digunakan pada waktu itu.2
Pendapat lain dikemukakan oleh Montesquieu dalam bukunya berjudul
l’Espritn des Lois, 1748. Ajarannya yang paling terkenal adalah mengenai pemisahan
kekuasaan menjadi tiga jenis (trias politica) yang dimaksudkan untuk melindungi
hak-hak atau kepentingan setiap orang terhadap penguasa yang sewenang-wenang.
Montesquieu berpendapat dalam konteks pemerintahan yang moderat, maka
kedudukan hakim harus dipisahkan dari penguasa dan ketka menjatuhkan hukuman
seorang hakim dituntut harus memberikan putusan yang setepat mungkin dan lurus
sesuai dengan ketentuan hukum. Hakim juga dari setiap pertimbanganya harus
bersikap hati-hati hal tersebut guna menghindari tuduhan ketidak adilan terhadap
orang yang tidak bersalah.Tujuan Montesquieu untuk melindungi kemerdekaan
individu terhadap tindakan sewenang-wenang pemerintahan negara selaras dengan
tujuan asas legalitas yang juga mempunyai tujuan yang sama, yakni melindungi
individu terhadap perlakuan sewenang-wenang dari pihak peradilan arbitrer, yang
yang terjadi pada zaman sebelum revolusi Perancis yang umum di Eropa Barat.3
Pada hakikatnya asas legalitas di dalam hokum pidana Indonesia tercermin
dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP yang menyatakan “Suatu perbuatan tidak dapat
dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang
telah ada”. Maka bila apabila kententuan pidana tersebut tekah dialanggar oleh
seseorang setelah dalam kondisi undang-undang hukum pidana tersebut telah berlaku
2
ibid, hlm. 8
3
ibid, hlm. 9
UNIVERSITAS PAMULANG | BAHAN AJAR FAKULTAS HUKUM
BAHAN AJAR HUKUM PIDANA
, maka pelaku tersebut telah dapat dihukum dan juga ditntut berdasarkan ketentuan
yang terdapat dalam aturan hukum pidana tersebut. Yang juga dalam pasal tersebut di
tegaskan jika sese-orang tidak dapat dikenai hukuman atau pidana jika tidak ada
Undang-Undang yang dibuat sebelumnya. Pada Pasal 1 ayat 1 KUHP juga
mengandung asas-asas lain seperti asas lex temporis delictie yaitu tiap tindak pidana
yang dilakukan seseorang harus diadili menurut ketentuan pidana yang berlaku saat
itu. 4
Rumusan dan pembagian asas legalitas yang digambarkan serta dijabatkan
oleh Anslem von Feuerbach sebagai berikut; 5
1. Nulla poena sine lege (tidak ada pidana tanpa ada aturan pidana yang
mengatur dalam undang-undang sebelumnya);
2. Nulla poena sine crimine (tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana)
3. Nullum crimen sine poena legali (tidak ada tindak pidana tanpa pidana
menurut undang-undang)
Anslem von Feuerbach juga menjelsakan berkaitan dengan asas legalitas ia juga
mencetuskan teori miliknya yang dikenal dengan istlah vom psychologischen zwang
teori tersebut menilai jika ancaman pidana memiliki dampak psikologis yang dapat
membuat orang takut untuk melakukan tindak pidana, dikarenakan orang tersebut
mengetahui acaman pidana sebagai konsekuensi perbuatan pidana maka dalam hal ini
konteks psikologis orang tersebut yang mampu mengurungkannya melakukantindak
pidana.6
Terdapat 3 (tiga) makna yang Dalam asas legalitas yang mengatur berkaitan
dengan konteks berkalunya hukum pidana berdasarkan waktu, yakni : 7
4
Andi Sofyan & Nur Azisa, Buku Ajar Hukum Pidana, Pustaka Pena Press, Makasar, 2016.
hlm.22.
5
Sofjan Sastrawidjaja, Hukum Pidana I, C.V. Armico, Bandung, 1990, hlm. 74
6
ibid, hlm. 75
7
Amir Ilyas, Asas-asas Hukum Pidana, Rangkang Education Yogyakarta & PuKAP
Indonesia, Yogyakarta, 2012, hlm 13.
UNIVERSITAS PAMULANG | BAHAN AJAR FAKULTAS HUKUM
BAHAN AJAR HUKUM PIDANA
1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukum pidana
jika perbuatan tersebut belum terlebih dahulu termuat dan dinyatakan
dalam suatu aturan undang-undang.
2. Tidak boleh menggunaan analogi Untuk menentukan adanya
perbuatan pidana.
3. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.
Namun terhadap hal tersebut diatas berkaitan dengan asas nullum delictum
Utrecht berkeberatan dan mengungkapkan:8
1. Asas nullum delictum ini kurang melindungi kepentingan-kepentingan
kolektif.
2. Konsekuensi asas nullum delictum tersebut adalah dapat dipidana
mereka yang melakukan suatu perbuatan yang oleh hukum (peraturan
yang telah ada) disebut secara tegas sebagai suatu pelanggaran
ketertiban umum.
3. Ada kemungkinan seorang yang melakukan suatu kejahatan tetapi
tidak disebut oleh hukum sebagai suatu kejahatan karena belum di
tulis, maka tidak dapat dihukum.
4. Asas nullum delictum tersebut menjadi suatu halangan bagi hakim
pidana ketika menghukum seorang yang melakukan suatu perbuatan
yang diikategorikan tercela namun belum dirumuskan dalam hukum
yang ada.
Oleh karenaya Utrecht berpendapat dalam konteks asas nullum delictum tersebut agar
ditinggalkan dalam hal yang berkaitan dengan delik yang dilakukan pada kolektif
masyarakat, namun tetap dipertahankan dalam kaitannya terhadap delik yang
dilakukan terhadap individu. Atas hal tersebut maka Utrecht menyarankan dalam
8
Sofjan Sastrawidjaja ,Op Cit, hlm. 83.
UNIVERSITAS PAMULANG | BAHAN AJAR FAKULTAS HUKUM
BAHAN AJAR HUKUM PIDANA
Dalam konteks perubahan yang terjadi dalam hukum pidana, dikenal beberapa theori
yang sering digunakan, yakni :12
9
ibid, hlm. 84.
10
Amir Ilyas, Op Cit, hlm 15.
11
Hery Firmansyah dan Sigid Riyanto, Hukum Pidana Matriil & Formiil : Berlakunya
Hukum Pidana, USAID-The Asia Foundation-Kemitraan Partnership, Jakarta, 2015, hlm.31
12
Sofjan Sastrawidjaja, Op.Cit, hlm. 85
UNIVERSITAS PAMULANG | BAHAN AJAR FAKULTAS HUKUM
BAHAN AJAR HUKUM PIDANA
Arrest HR 3 Desember 1906 W. No. 8468. Dalam kasus yang terjadi di tahun 1904 ini
telah terjadi tindakan pelacuran dimana seorang mucikari mempekerjakan seorang
wanita yang saat itu berusia dibawah 22th sebaai seorang pelacur di rumah milik
mucikari tersebut.
Dakam hal ini mucikari tersebut dituntut dengan dasar pasal 295 ayat (1) btir
2 KUHP, pasal tersebut dipergunakan sebagai legal standing dalam hal penuntutan
oleh karena konteks dewasa yang diakui dalam hukum belanda di tahun 1904 tersebut
adalah usia 23th (pasal 330 KUHPerdata). Ditahun 1905 saat perkara tersebut masih
bergulir, terjadi perubahan dalam pasal 330 KUHperdata yakni batas usia dewasa
yang awalnya 23th diturunkan menjadi 21th.
Dalam hal perubahan tersebut disebut sebagai perubahan redaksi pada pasal
330 KUHperdata, sehingga membuat setatus wanita dengan status pelacur tersebut
menjadi setatus dwasa. Hal tersebut berakibat pasal 295 ayat (1) btir 2 KUHP tidak
dapat di pergunakan untuk menuntut mucikari tersebut. Hoge Road mengganggap
perubahan tersebut dalam pasal 330 KUHperdata tersebut juga mempengaruhi arti
dari pernyataan pada pasal 1 ayat (2) KUHP. Meskipun perubahan pasal pasal 330
KUHperdata tidak dimasukan dan disebutkan dalam perubahan redaksi hukum pidana
tersebut. Hal tersebut mengaibatkan konsekuensi hukm yaknimucikari tersebut
dilepasdari segala tuntutan huum. Dalam contoh tersebut terlihat Hoge Road ketika
melakukan putusan teori yang dipergunakan adalah teori materil tidak terbatas 13
Ketentuan yang pailing menguntungkan harus diartikan secara luas, tidak saja
mengenai pidananya tetapi juga meliputi segala ketentuan pidana yang dapat
mempengaruhi di dalam menilai suatu tindak pidana itu yang meliputi perumusan
kaidah, unsur-unsur tindak pidana, jangka waktu daluarsa, sifat penggolongan delik,
semua hal ini dapat mempengaruhi penilaian ketentuan yang paling menguntuingkan
13
ibid, hlm. 86.
UNIVERSITAS PAMULANG | BAHAN AJAR FAKULTAS HUKUM
BAHAN AJAR HUKUM PIDANA
E. RINGKASAN.
Asas legalitas di dalam hokum pidana Indonesia tercermin dalam Pasal 1 ayat
1 KUHP yang menyatakan “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali
berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada”. Maka
bila apabila kententuan pidana tersebut tekah dialanggar oleh seseorang setelah dalam
kondisi undang-undang hukum pidana tersebut telah berlaku , maka pelaku tersebut
telah dapat dihukum dan juga ditntut berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam
aturan hukum pidana tersebut.
Rumusan dan pembagian asas legalitas yang digambarkan serta dijabatkan
oleh Anslem von Feuerbach Adalah 1) Nulla poena sine lege. 2) Nulla poena sine
crimine, 3) Nullum crimen sine poena legali.
Anslem von Feuerbach juga menjelsakan berkaitan dengan asas legalitas ia
juga mencetuskan teori miliknya yang dikenal dengan istlah vom psychologischen
zwang teori tersebut menilai jika ancaman pidana memiliki dampak psikologis yang
dapat membuat orang takut untuk melakukan tindak pidana, dikarenakan orang
tersebut mengetahui acaman pidana sebagai konsekuensi perbuatan pidana maka
dalam hal ini konteks psikologis orang tersebut yang mampu mengurungkannya
melakukan tindak pidana. Asas legalitas mengandung 3 (Tiga) makna, sperti 1) Tidak
ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukum pidana jika perbuatan
14
ibid, hlm. 89.
15
S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya, Alumni Ahaem-Petehaem,
Jakarta, 1986, hlm 84
UNIVERSITAS PAMULANG | BAHAN AJAR FAKULTAS HUKUM
BAHAN AJAR HUKUM PIDANA
10
tersebut belum terlebih dahulu termuat dan dinyatakan dalam suatu aturan
undang-undang, 2) Tidak boleh menggunaan analogi Untuk menentukan adanya
perbuatan pidana, 2) Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.
Dalam Konteks Pengecualian Asas legalitas terdapat pada (Pasal 1 ayat (1)
KUHP) terdapat beberapa pengecualian yakni yang tertuang dalam Pasal 1ayat (2)
KUHP yang berbunyi “jika terjadi perubahan perundang-undangan setelah perbuatan
itu dilakukan maka kepada tersangka/terdakwa dikenakan ketentuan yang
menguntungkan baginya”. Apa yang dimkasud dari pasal 1 ayat (2) ialah 1)
Dilakukan perubahan dalam perundang-undangan, 2) Perubahan terjadi setelah
seseorang melakukan perbuatan yang diancam pidana menurut undang-undang, 3)
Undang-undang yang baru lebih menguntungkan bagi kepentingan terdakwa.
F. UJI PEMAHAMAN
Dari penjelasan-penjalasan yang telah disebutkan diatas maka, terdapat
bebrapa hal yang harus di pecahkan oleh mahasiswa/I yakni :
11
G. REFRENSI.
Andi Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 1995.
Andi Sofyan & Nur Azisa, Buku Ajar Hukum Pidana, Pustaka Pena Press, Makasar,
2016.
Amir Ilyas, Asas-asas Hukum Pidana, Rangkang Education Yogyakarta & PuKAP
Indonesia, Yogyakarta, 2012.
Eddy O.S. Hiariej, Asas Legalitas & Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana,
Erlangga, Jakarta, 2009.
Hery Firmansyah dan Sigid Riyanto, Hukum Pidana Matriil & Formiil : Berlakunya
Hukum Pidana, USAID-The Asia Foundation-Kemitraan Partnership, Jakarta,
2015.