Anda di halaman 1dari 20

MODUL HUKUM PIDANA

(LAW 202)

MODUL 1
Pengertain Hukum Pidana, Tujuan Hukum Pidana, Fungsi Hukum Pidana,
Sejarah Hukum Pidana dan Ilmu Hukum Pidana

DISUSUN OLEH
Endik Wahyudi, SH,MH

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
0 / 20
Pengertain Hukum Pidana, Tujuan Hukum Pidana, Fungsi Hukum Pidana,
Sejarah Hukum Pidana dan Ilmu Hukum Pidana

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :


1. Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan apa itu hukum pidana,
sejarah hukum pidana, tujuan hukum pidana, fungsi hukum pidana serta
asas-asas hukum pidana.
2. Mahasiswa mampu menguraikan dan memahami 3 masalah dasar didalam
hukum pidana (tindak pidana, pertaggungjawaban pidana dan sanksi pidana).
3. Mahasiswa mampu memahami secara teoritis dasar-dasar hukum pidana,
apa itu ilmu hukum pidana dan teori-teori pemidanaan.

B. Uraian dan Contoh

1. Pendahuluan
Selalu menarik apabila kita membicarakan topik tentang hukum, bahkan
menjadi perbincangan sehari-hari, baik di media sosial, TV atau bahkan di warung
kopi. Secara konsensus kita memilih menjadi bangsa yang bersendikan Demokrasi
yang bertumpu pada aturan-aturan hukum, oleh karenanya dalam UUD 1945 pasal
1 ayat 3 di tegaskan bahwa “Negara Indonesia Adalah Negara Hukum”, 1 Pasal 1
ayat 3 ini mempunyai makna bahwasannya Indonesia adalah negara hukum yang
pelaksanaan ketatanegaraanya dilaksanakan berdasarkan peraturan dan ketentuan
yang berlaku. Dalam sebuah negara hukum, kekuasaan akan dijalankan oleh
pemerintah berdasar kedaulatan hukum atau yang kita sebut sebagai supremasi
hukum yang bertujuan untuk menjalankan sebuah ketertiban hukum. Supremasi
hukum sendiri haruslah mencakup tiga macam ide dasar dari sebuah hukum, yaitu
dasar keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Oleh sebab itu hukum tidak boleh

1
Lihat dan cermati kembali ketentuan Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
1 / 20
mengabaikan keadilan masyarakat, dan sebuah hukum tidak runcing kebawah dan
tumpul ke atas karena semua sama didepan mata hukum.2
Untuk memastikan supremasi hukum di negara kita dapat di tegakkan maka
dari sudut pandang hukum pidana perlu di pastikan adalah; Pertama: aturan yang
di buat (undang-undang/ Substansi Hukum /Legal Substance) itu suddah baik,
Kedua; adalah Struktur Hukum (Legal Structure) atau aparat penegak hukumnya
bekerja dengan profesional, jujur dan akuntabel dan yang ke-Tiga adalah Budaya
hukum (Legal Culture) atau masyarakat hukum indoesia harus berprilaku dan
mencontohkan kedisipinan hukum dengan baik, sehingga terjadi simbioasis
mutualis yang saling menguatkan dalam penegakan hukum di indonesia. 3
Masyarakat hukum indonesia dalam setiap gerak geriknya di atur dalam
suatu tatanan norma, baik itu yang tertulis maupun yang tidak tertulis, sehingga
setiap tindak-tanduknya haruslah berpedoman pada norma yang tertulis atau tidak
tertulis tersebut. Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-
lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang
serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat
peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai
hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati). 4Norma hukum diatas lazim kita temui
dalam peraturan-peraturan hukum pidana kita, yang banyak memuat sanksi berupa
hukuman mati, penjara dan denda.
Merumuskan hukum pidana ke dalam rangakaian kata untuk dapat
memberikan sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud
dengan hukum pidana adalah sangat sukar. Namun setidaknya dengan
merumuskan hukum pidana menjadi sebuah pengertian dapat membantu
memberikan gambaran/deskripsi awal tentang hukum pidana. Banyak pengertian
dari hukum pidana yang diberikan oleh para ahli hukum pidana diantaranya
adalah sebagai berikut:

2
https://brainly.co.id/tugas/13584253 di akses pada 8 september 2020
3
Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum
tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (struktur of law), subtansi hukum
(subtance of the law) dan budaya hukum (legal culture). Struktur hukum menyangkut aparat
hukum, subtansi hukum meliputi perangkat perundang-undangan dan budaya hukum merupakan
hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) yang di uat dalam suatau masyarakat.
4
https://id.wikipedia.org/wiki/Norma_hukum di akses pada 08 september 2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
2 / 20
Hukum pidana itu itu terdiri dari norma-norma yang berisi
keharusankeharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk
undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman,
yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat
juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-
norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu
keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan
bagaimana hukum itu dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana
yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.5

Dalam literatur telah banyak dijelaskan pengertian dan makna hukum


pidana sebagai salah satu bidang dalam ilmu hukum. Pendefinisian Hukum pidana
harus dimaknai sesuai dengan sudut pandang yang menjadi acuannya. Pada
prinsipnya secara umum ada dua pengertian tentang hukum pidana, yaitu disebut
dengan ius poenale dan ius puniend. Ius poenale merupakan pengertian hukum
pidana objektif. hukum pidana ini dalam pengertian menurut Mezger adalah
"aturan-aturan hukum yang mengikatkan pada suatu perbuatan tertentu yang
memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana." 6 Pada bagian
lain Simons merumuskan hukum pidana objektif sebagai “Semua tindakan-
tindakan keharusan (gebod) dan larangan (verbod) yang dibuat oleh negara atau
penguasa umum lainnya, yang kepada pelanggar ketentuan tersebut diancam
derita khusus, yaitu pidana, demikian juga peraturan-peraturan yang menentukan
syarat bagi akibat hukum itu. 7 Selain itu Pompe merumuskan hukum pidana
objektif sebagai semua aturan hukum yang menentukan terhadap tindakan apa
yang seharusnya dijatuhkan pidana dan apa macam pidananya yang bersesuainya. 8
Menurut Simons dalam PAF Lamintang hukum pidana itu dapat dibagi
menjadi hukum pidana dalam arti objek tif atau strqfrecht in objectieve zin dan
hukum pidana dalam arti subjektif atau strqfrecht in subjectieve zin. Hukum
pidana dalam arti objek tif adalah hukum pidana yang berlaku, atau yang juga
disebut sebagai hukum positif atau ius poenale.

5
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Sinar Baru. Bandung, 1984), hal. 1-2.
6
Ida Bagus Surya Darma Jaya, Hukum Pidana Materil & Formil : Pengantar Hukum Pidana,
USAID-The Asia Foundation-Kemitraan Partnership, Jakarta, 2015, hlm. 2.
7
S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya, Alumni Ahaem-Petehaem, Jakarta,
1986, hlm. 13.
8
S.R. Sianturi, Ibid., hlm 14.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
3 / 20
Simons dalam Sudarto merumuskan hukum pidana dalam arti objektif
sebagai:
1. Keseluruhan larangan dan perintah yang oleh negara diancam dengan
nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati;
2. Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk
penjatuhan pidana, dan;
3. Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan
penerapan pidana. 9
Hukum pidana dalam arti subjektif atau ius puniendi bisa diartikan secara
luas dan sempit, yaitu sebagai berikut:
1. Dalam arti luas: Hak dari negara atau alat-alat perlengkapan negara
untuk mengenakan atau mengancam pidana terhadap perbuatan
tertentu;
2. Dalam arti sempit: Hak untuk menuntut perkara-perkara pidana,
menjatuhkan dan melaksanakan pidana terhadap orang yang
melakukan perbuatan yang dilarang. Hak ini dilakukan oleh badan-
badan peradilan. Jadi ius puniendi adalah hak mengenakan pidana.
Hukum pidana dalam arti subjektif (ius puniendi) yang merupakan
peraturan yang mengatur hak negara dan alat perlengkapan negara
untuk mengancam, menjatuhkan dan melaksanakan hukuman terhadap
seseorang yang melanggar larangan dan perintah yang telah diatur di
dalam hukum pidana itu diperoleh negara dari peraturan-peraturan
yang telah ditentukan oleh hukum pidana dalam arti objek tif (ius
poenale). Dengan kata lain ius puniendi harus berdasarkan kepada
iuspoenale.10
W.F.C. Van Hattum dalam Lamintang menjelaskan Hukum pidana adalah
suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara
atau suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai
pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya
tindakantindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan

9
Sudarto, Hukum Pidana I, (Yayasan Sudarto, Semarang, 1990) hal. 9
10
Ibid hal. 10

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
4 / 20
pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan suatu penderitaan yang
bersifat khusus berupa hukuman. 11
2. Pengertian Hukum Pidana Menurut Ahli
Moeljatno menjelaskan hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan
hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan
aturanaturan untuk:
1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,
yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana
tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut;
2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan;
3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan
tersebut.12
Sedangkan Adami Chazawi mengatakan hukum pidana itu adalah bagian
dari hukum publik yang memuat/berisi ketentuan-ketentuan tentang:
1) Aturan umum hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan dengan)
larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif maupun
pasif/negatif) tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi berupa
pidana (straf) bagi yang melanggar larangan itu.
2) Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus ada bagi si
pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang diancamkan
pada larangan perbuatan yang dilanggarnya.
3) Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan negara
melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya Polisi, Jaksa, Hakim),
terhadap yang disangka dan didakwa sebagai pelanggar hukum pidana
dalam rangka usaha negara menentukan, menja-tuhkan dan
melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan upaya-
upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh tersangka/terdakwa
pelanggar hukum tersebut dalam usaha melindungi dan
11
P.A.F. Lamintang, Op.Cit., hal. 2.
12
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, (Erlangga, Jakarta, 2001), hal. 1

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
5 / 20
mempertahankan hak-haknya dari tindakan negara dalam upaya negara
menegakkan hukum pidana tersebut.13
Hazewinkel-Suringa dalam Andi Hamzah menjelaskan bahwa Hukum
pidana adalah sejumlah peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah
atau keharusan yang terhadap pelanggarannya dian-cam dengan pidana (sanksi
hukum) bagi barang siapa yang membuatnya. 14
Beberapa pendapat di atas tentang pengertian hukum pidana, kalau di
simpulkan yaitu bahwa hukum pidana merupakan:
1. Norma yang tertulis
2. Berupa larangan terhadap berbuatan tertentu
3. Di sertai ancaman berupa pidana
4. Dan mengatur mekanisme bagaimana cara menjatuhkan sanksi pidana
tersebut.
3. Pembagian Hukum Pidana
Pembagian Hukum Pidana dapat dikelompokkan sebagai berikut :15
1) Berdasarkan wilayah berlakunya :
(a) Pidana umum (berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, KUHP dan
Undang-undang tersebar di luar KUHP)
(b) Hukum Pidana Lokal (Perda untuk daerah-daerah tertentu)
2) Berdasarkan bentuknya :
(a) Hukum Pidana tertulis terdiri dari dua bentuk, yaitu :
 Hukum Pidana yang dikodifikasikan yaitu Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP); dan
 Hukum Pidana yang tidak dikodifikasikan (tindak pidana khusus yang
diatur dalam undang-undang tersendiri seperti UU Tindak Pidana
Ekonomi, UU Pemberantasan Tindak Pidana/korupsi, Uang, UU
Kekerasan dalam Rumah Tangga, dan sebagainya).
(c) Hukum Pidana tidak tertulis (Hukum Pidana Adat) adalah hukum yang
berlaku hanya untuk masyarakat-masyarakat tertentu. Dasar hukum

13
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002),
hal. 2
14
Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, (Rineka Cipta, Jakarta, 1991), hal. 4
15
Drs. Adami Chazawi, Pembelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Raja Grafindo Persada, 2013,
Jakarta) hal. 8

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
6 / 20
keberlakuannya pada zaman Hindia Belanda adalah Pasal 131 IS
(indische staatregeling) atau AB (Algemene Bepalingen van Wetgeving).
Pada zaman UUDS Pasal 32, 43 Ayat (4), Pasal 104 Ayat (1), Pasal 14,
Pasal 13, Pasal 16 Ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan
kehakiman dalam Pasal 5 Ayat (1), UU Darurat No. 1 Tahun 1951 dalam
Pasal Ayat (3 sub b).
(d) Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus
(a) Hukum pidana umum adalah ketentuan-ketentuan hukum
pidana yang berlaku secara umum bagi semua orang.
(b) Hukum pidada khusus adalah ketentuan-ketentuan hukum
pidana yang pengaturannya secara khusus yang titik berat pada
golongan tertentu (militer) atau suatu tindaka tertentu, seperti
pemberantasan tindak pidana ekonomi, korupsi. Khususannya
meliputi tindak pidananya (desersi atau insubordinasi dalam
tindak pidana di kalangan militer) dan acara penyelesaian
perkara pidananya (in absensia, pembuktian terbalik dalam
tindak pidana korupsi).
(e) Hukum Pidana Materil dan Hukum Pidana Formil
(a) Hukum pidana materil adalah hukum yang mengatur atau
berisikan tingkah laku yang diancam pidana, siapa yang dapat
dipertanggungjawabkan dan berbagai macam pidana yang
dapat dijatuhkan.
(b) Hukum pidana formil (hukum acara pidana) adalah seperangkat
norma atau aturan yang menjadi dasar atau pedoman bagi
aparat penegak hukum dalam hal ini polisi, jaksa, hakim dalam
menjalankan kewajibannya untuk melakukan penyidikan,
penuntutan, menjatuhkan dan melaksanakan pidana dalam
suatu kasus tindak pidana.
4. Sumber Hukum Pidana
Sumber hukum pidana secara umum dapat dijumpai dari beberapa sumber
hukum, dianataranya adalah sebagai berikut:

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
7 / 20
1) KUHP (Wet Boek van Strafrecht) sebagai sumber utama hukum pida-na
Indonesia terdiri atas :
(a) Tiga Buku KUHP, yaitu Buku I Baguan Umum, Buku II tentang
Kejahatan, Buku III tentang Pelanggaran.
(b) Memorie van Toelichting (MvT) atau penjelasan terhadap KUHP.
Penjelasan ini tidak seperti penjelasan dalam perundang-unda-ngan
Indonesia. Penjelasan ini disampaikan bersama rancangan KUHP pada
tweede kamer (parlemen Belanda) pada tahun 1881 dan diundangkan
tahun 1886.
2) Undang-undang diluar KUHP yang berupa tindak pidana khusus, se-
perti UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Narkotika, UU Kekerasan dalam
Rumah Tangga (KDRT).
3) Beberapa yurisprudensi yang memberikan makna atau kaidah hukum
tentang istilah dalam hukum pidana, misalnya perbuatan apa saja yang
dimaksud dengan penganiayaan sebagaimana dirumuskan Pasal 351
KUHP yang dalam perumusan pasalnya hanya menyebut kualifikasi
(sebutan tindak pidananya) tanpa menguraikan unsur tindak pidananya.
Dalam salah satu yurisprudensi dijelaskan bahwa terjadi penganiayaan
dalam hal terdapat perbuatan kesengajaan yang menimbulkan perasaan
tidak enak, rasa sakit dan luka pada orang lain. Selain itu Pasal 351 ayat
(4) KUHP menyebutkan bahwa penga-niayaan disamakan dengan
sengaja merusak kesehatan orang lain. Yurisprudensi Nomor
Y.I.II/1972 mengandung kaidah hukum tentang hilangnya sifat
melawan hukum perbuatan yakni bahwa suatu tinda-kan pada umumnya
dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum bukan hanya berdasarkan
asas-asas keadilan atau asas-asas hukum yang tidak tertulis dan bersifat
umum sebagaimana misalnya 3 faktor yakni, negara tidak dirugikan,
kepentingan umum dilayani, terdakwa tidak mendapat untung.
4) Di daerah-daerah perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang dan
tercela menurut pandangan masyarakat yang tidak diatur dalam KUHP.
Hukum adat (hukum pidana adat) masih tetap berlaku sebagai hukum

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
8 / 20
yang hidup (The living law). Keberadaan hukum adat ini masih diakui
berdasarkan UU Darurat No. 1 Tahun 1951 Pasal 5 Ayat (3) Sub b.
Seperti misalnya delik adat Bali Lokika Sanggraha sebagaima
dirumuskan dalam Kitab Adi Agama Pasal 359 adalah hubungan cinta
antara seorang pria dengan seorang wanita yang sama-sama belum
terikat perkawinan, dilanjutkan dengan hubungan seksual atas dasar
suka sama suka karena adanya janji dari si pria untuk mengawini si
wanita, namun setelah si wanita hamil si pria memungkiri janji untuk
mengawini si wanita dan memutuskan hubungan cintanya tanpa ala-san
yang sah. Delik ini hingga kini masih sering diajukan ke penga-dilan.
5. Fungsi Hukum Pidana
Secara garis besar dapat di jelaskan bahwa fungsi hukum pidana dapat di
bagi menjadi 3, diantaranya yaitu:
1) Fungsi melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang
menyerang atau memeperkosa Kepentingan hukum (rechtsbelang)
adalah segela kepentingan yang diperlukan dalam berbagai segi
kehidupan manusia baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, maupun
anggota suatu negara, yang wajib di jaba dan di pertahankan agar
tidak di langgar/diperkosa oleh perbuatan-perbuatan manusia. 16semua
ini di tujukan untuk terlakssana dan terjaminya ketertiban di dalam
segala bidang kehidupan.
Dalam doctrin hukum pidana Jerman, kepentigan hukum itu meliputi: 17
1. Hak-hak (recthen);
2. Hubungan hukum (rechsbeterkking);
3. Keadaan hukum (rechtstoestand);
4. Bangunan masyarakat (social instelligen)
Selanjutnya, kepentingan hukum yang wajib di lindungi itu ada tiga macam,
diantaranya:
1. Kepentingan hukum perorangan (individuale belangen), misalnya
kepentingan hukum terhadap hak hidup (nyawa) kepentingan hukum
atas tubuh, kepentingan hukum atas hak milik benda, kepentingan
16
Ibid hal. 16
17
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana, Bagian I (Balai Lektur Mahasiswa, 1955) Hal. 16

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
9 / 20
hukum atas harga diri dan nama baik, kepentingan hukum terhadap
rasa susila, dan lain sebagainya.
2. Kepentingan hukum masyarakat (sociale of maatscbappijke belangen),
misalkan kepentingan hukum terhadap keamanan dan ketertiban
umum, ketertiban lalu lintas di jalan raya, dan lain sebagainya.
3. Kepentingan hukum negara (staatsbelagen) misalkan kepentingan
hukum terhadap keamanan dan keselamatan negara, kepentingan
hukum terhadap negara-negara sahabat, kepentingan hukum terhadap
martabat kepala negara dan wakilnya.
1) Memberi daar legitimasi bagi negara dalam rangka negara
menjalankan fungsi mempertahankan kepentingan hukum yang
di lindungi
Fungsi hukum pidana yang di maksut ini tiada lain memberi
dasar legitimasi bagi negara agar dapat menjalankan fungsi
menegakkan dan melindungi kepentingan hukum yang di
lindungi oleh hukum pidana tadi dengan sabaik-bainya.
2) Fungsi yang ke-3 adalah mengatur dan membatasi kekuasaan
negara dalam rangka negara menjalankan fungsi
mempertahankan kepentingan hukum yang di lindungi.
Dalam menjalankan fungsi hukum pidana yang disebutkan ke-
dua, hukum pidana telah memberikan hak dan kekuasaan yang
sangat besar kepada negara agar dapat menjalankan fungsi
mempertahankan kepentingan hukum yang di lindungi dengan
sebaik baiknya.
6. Sejarah Hukum Pidana
Seperti kita ketahui bersama, bahwa produk hukum kita adalah warisan dari
kolonialisme Belanda, di mana kita di jajah lama oleh negara kincir angin
tersebut. Oleh karenanya perlu kiranya mahasiswa semua memahami betul asal-
usul hukum di indonesia, dari mana sumbernya, apa filosofi hukumnya hingga
nilai-nilai apa yang terkandung dalam hukum tersebut.
Sejarah hukum pidana Indonesia secara umum tidak dapat dilepaskan dari
keberadaan masyarakat Indonesia, masyarakat Indonesia yang terbagi dalam

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
10 / 20
banyak kerajaan, masyarakat Indonesia di bawah jajahan Belanda dan masyarakat
Indonesia setelah masa kemerdekaan. Hukum pidana modern Indonesia dimulai
pada masa masuknya bangsa Belanda di Indonesia, adapun hukum yang ada dan
berkembang sebelum itu atau setelahnya, yang hidup dimasyarakat tanpa
pengakuan pemeritah Belanda dikenal dengan hukum adat.18
Masa penjajahan Belanda pemerintah Belanda berusaha melakukan
kodifikasi hukum di Indonesia, dimulai tahun 1830 dan berakhir pada tahun 1840,
namun kodifikasi hukum ini tidak termasuk dalam lapangan hukum pidana.
Dalam hukum pidana kemudian diberlakukan interimaire strafbepalingen. Pasal 1
ketentuan ini menentukan hukum pidana yang sudah ada sebelum tahun 1848
tetap berlaku dan mengalami sedikit perubahan dalam sistem hukumnya.
Walaupun sudah ada interimaire strafbepalingen, pemerintah Belanda
tetap berusaha menciptakan kodifikasi dan unifikasi dalam lapangan hukum
pidana, usaha ini akhirnya membuahkan hasil dengan diundangkannya koninklijk
besluitn 10 Februari 1866. wetboek van strafrech voor nederlansch indie (wet-
boek voor de europeanen) dikonkordinasikan dengan Code Penal Perancis yang
sedang berlaku di Belanda. 19 Inilah yang kemudian menjadi Wetboek van
Strafrecht atau dapat disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang
berlaku sampai saat ini dengan perubahan-perubahan yang dilakukan oleh
pemerintah Republik Indonesia. 20
Pada Waktu Indonesia merdeka untuk menghindari kekosongan hukum
berda-sarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 semua perundang-undangan
yang ada masih berlaku selama belum diadakan yang baru. Untuk mengisi keko-
songan hukum pada masa tersebut maka diundangkanlah Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1946 tentang berlakunya hukum pidana yang berlaku di Jawa dan
Madura (berdasarkan Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1946 diberlakukan juga
untuk daerah Sumatra) dan dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 73 Tahun
1958 untuk diberlakukan untuk seluruh daerah Indonesia untuk mengha-pus
dualsme hukum pidana Indonesia. Dengan demikian hukum pidana yang berlaku

18
Prof. Dr. Andi Sofyan, S.H., M.H. Bahan Ajar Hukum Pidana, (Pustaka Pena Press, jakarta,
2016) hal 10
19
Ida Bagus Surya Darma Jaya, Hukum Pidana Materil & Formil : Pengantar Hukum Pidana,
USAID-The Asia Foundation-Kemitraan Partnership, Jakarta, 2015, hal. 13
20
ibid

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
11 / 20
di Indonesia sekarang ialah KUHP sebagaimana ditetapkan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 beserta
perubahan-perubahannya antara lain dalam Undang-Undang 1 Tahun 1960
tentang perubahan KUHP, Undang-Undang Nomor 16 Prp Tahun 1960 tentang
Beberapa Perubahan dalam KUHP, Undang-Undang Nomor 18 Prp. Tahun 1960
tentang Perubahan Jumlah Maksimum Pidana Denda Dalam KUHP, Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang Penambahan Ketentuan-Ketentuan
Mengenai Pembajakan Udara pada Bab XXIX Buku ke II KUHP.21

7. Ilmu Hukum Pidana


Ilmu hukum pidana dapat dibedakan antara ilmu hukum pidana dalam arti
sempit dan dalam arti yang luas. Dalam arti yang sempit, ilmu hukum pidana
merupakan bagian dari ilmu hukum yang pada dasarnya mempelajari dan
menjelaskan perihal hukum pidana yang berlaku atau hukum pidana positif dari
suatu negara (ius constitutum(, jadi bersifat dogmatis. Bahan kajian ilmu hukum
pidana dalam arti sempit adalah hukum positif yang sedang berlaku. 22
Sejatinya hukum pidana terdiri dari norma-norma. Doktrin hukum pidana
bahkan doktrin hukum pada umumnya sangat berpengaruh dan bahkan menjadi
landasan dibentuknya norma hukum pidana. Oleh sebab itu, dalam hal ini tugas
dari ilmu hukum pidana adalah berusaha merumuskan dan menjelaskan asas-asas
yang menjadi dasar bagi norma-norma yang berlaku, baik mengenai aturan
umumnya maupun aturan khusus mengenai tindak pidananya, mencari dan
menetapkan hubungan antara asas yang satu dengan asas yang lainya, kemudian
meyatukanya dalam sebuah sistem yang bulat. Semua itu diperlukan untuk dapat
menjelaskan perihal norma-norma yang sedang berlaku tadi.23
Sedangkan dalam arti luas hukum pidana tidak saja terbatas pada kajian
dogmatis sebagaimana yang diterangkan diatas. Ilmu hukum pidana tidak hanya
mempelajari dan menjelaskan secara sistematis norma-norma hukum yang sedang
berlaku saja, tetapi juga meliputi hal-hal berikut ini.

21
S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya, Alumni Ahaem-Petehaem, Jakarta,
1986, hal 15
22
Drs. Andami Chazawi, Op.cit, Hal 21
23
ibid

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
12 / 20
1. Bidang-bidang mengapa norma yang berlaku itu di langgar, kajian
tidak berfokus pada norma saja, tetapi pada sebab-sebab mengapa
norma itu di langgar, kemudian bagaimana upaya agar norma itu tidak
di langgar. Kajian bidang ini kini telah merupakan ilmu tersendiri
yang disebut kriminologi.
2. Selain bidang diatas, kajian ilmu hukum pidana adalah tentang hukum
yang akan di bentuk atau hukum yang di harapakan kedepan (ius
constituandum)
Walaupun kriminologi telah diakui sebagai kajian ilmu tersendiri, tetap
tidak lepas dari ilmu hukum pidana, bahkan sebagai ilmu pembantu atau
melengkapi ilmu hukum pidana amat berguna dalam praktek menerapkan norma
hukum pidana oleh pengadilan dalam usaha mencapai keadilan. Keadilan
disamping kepastian hukum dalam arti ketepatan dalam penerapan hukum
merupakan tujuan utama dari mempelajari ilmu hukum pidana.
8. Ilmu Pembantu Hukum Pidana
Sejatinya Hukum pidana pada dasarnya merupakan hukum atau ketentuan-
keten-tuan mengenai kejahatan dan pidana. Sedangkan objek kriminologi sebagai
ilmu pembantu hukum pidana adalah orang yang melakukan kejahatan itu sendiri
sebagai gejala dalam masyarakat .24
Kriminologi menurut Sutherland adalah ilmu yang mempelajari tentang
kejahatan, penjahat, dan reaksi masyarakat terhadap kejahatan.14Tugas ilmu
pengetahuan hukum pidana adalah menjelaskan (interpretasi) hukum pidana,
mengkaji norma hukum pidana (konstruksi) dan penerapan ketentuan yang
berlaku terhadap suatu tindak pidana yang terjadi (sistematisasi). 25
Hukum pidana memiliki hubungan dengan kriminologi tentu tidak dapat
dipungkiri beberapa sarjana seperti Simons dan Van Hamel bahkan mengatakan
kriminologi adalah ilmu yang mendukung ilmu hukum pidana. Alasan-alasan
yang dikemukakan, penyelesaian perkara pidana tidak cukup mempelajari pe-
ngertian dari hukum pidana yang berlaku, mengkonstruksikan dan mensistema-
tiskan saja, tetapi perlu juga diselidiki penyebab tindak pidana itu, terutama
mengenai pribadi pelaku. Selanjutnya perlu dicarikan jalan penanggulangannya.
24
Prof. Dr. Andi Sofyan, S.H., M.H., op.cit, hal 14
25
S.R. Sianturi, op.cit, hlm . 33

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
13 / 20
Selain kriminologi ada sosiologi, antropologi, pisikologi dan beberapa ilmu
lainnya yang berperan dalam hukum pidana. Sosiologi kriminal menyelidiki faktor-
faktor sosial seperti misalnya kemakmuran rakyat, pertentangan kelas di lapangan
sosial dan ekonomi, penggangguran dan sebagainya yang mempe-ngaruhi
26
perkembangan kejahatan tertentu di daerah tertentu. Antropologi kriminal
menyelidiki bahwa manusia yang berpotensi berbuat jahat mempunyai tanda-
tanda fisik tertentu. Lambroso mengadakan penelitian secara antropologi
mengenai penjahat dalam rumah penjara. Kesimpulan yang ia dapatkan bahwa
penjahat mempunyai tanda-tanda tertentu, tengkoraknya isinya kurang (pencuri)
daripada orang lain, penjahat pada umumnya mempunyai tulang rahang yang
lebar, tulang dahi yang melengkung ke belakang dan lain-lain. 27Psikologi kriminal
mencoba memberikan pemahaman bahwa ada faktor kejiwaan tertentu yang
mempengaruhi seseorang untuk berbuat kejahatan, mulai gangguan dari tingkat
yang paling rendah sampai pada tingkat yang paling tinggi (kleptomania, pedo-
pilia, neurose, psikopat dan lain-lain). 28
Selain itu di samping kriminologi ada viktimologi yakni ilmu yang
mengkaji tentang peran korban dalam suatu kejahatan. Viktimologi berkembang
selaras dengan perkembangan teori-teori dalam viktimologi tentang peranan
korban. Hans von Hentig (1941), Mendelsohn (1947) memberikan pemahaman
kepada kriminologi bahwa munculnya kejahatan tidak hanya dapat dilihat dari
faktor-faktor empiris yang terdapat pada diri pelaku kejahatan tetapi peranan
korban harus dipandang sebagai faktor simultan dan sangat signifikan terhadap
timbul-nya kejahatan. Perkembangan viktimologi semakin pesat dan berkembang
menjadi ilmu yang mempunyai objek kajian yang lebih luas yakni bagaimana
memberikan perlindungan terhadap korban dalam sistem peradilan pidana,
perkembangan model-model perlindungan korban bahkan pemahaman korban
juga meliputi victim abuse of power (korban penyalahgunaan kekuasaan) seba-
gaimana diatur dalam Declatarion of Basic Principle of Juctice for Victim of
Crime and Abuse of Power MU PBB 40/34 1985.

26
Utrecht, Hukum Pidana I, (Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1986,) hal.143
27
W.A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, (PT. Pembangunan, Djakarta, 1970,) hal 99
28
Gerson W. Bawengan, Pengantar Psikologi Kriminil, (PT. Pradnya Paramita, Jakarta,) 1991,
hal. 119

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
14 / 20
9. Simpulan
Setelah di kemukakan beberapa sub materi diatas, ada beberapa pion
penting yang hendak di sampaikan dalam simpulan ini, dianataranya sebagai
berikut:
 Hukum pidana adalah keseluruhan hukum yang mengadakan dasar-dasar
dan aturan-aturan untuk :
1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,
yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa
pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut (Tindak
pidana/ hukum pidana materil)
2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan (pertanggungjawaban pidana/
hukum pidana materil)
3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilak-sanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan tersebut (hukum acara pidana/hukum pidana formil)
 Pembagian Hukum pidana dapat dibedakan atas hukum pidana
umum dan hukum pidana lokal, hukum pidana tertulis dan hukum
pidana tidak tertulis, hukum pidana umum dan hukum pidana
khusus, hukum pidana materil dan hukum pidana formil.
 Sumber hukum pidana meliputi : a) perundang-undangan
terkodifikasi baik dalam KUHP beserta penjelasannya (Memorie
van Toelichting) maupun undang-undang khusus di luar KUHP
seperti UU Pemberantasan tindak Pidana Korupsi, UU Narkotika
dan lain-lain, b) Beberapa Yurisprudensi, c). Hukum pidana adat
berdasarkan UU Darurat No.1 tahun 1951 Pasal 5 ayat (3) sub b Jo
UU No 1 Tahun 1961.
 Sejarah hukum pidana tidak terlepas dari sejarah penjajahan di
Indonesia. Sebagai jajahan Perancis, pembentukan dan
pemberlakukan hukum pidana Belanda tidak terlepas dari esensi
Code Penal Perancis yang terbentuk pada tahun 1810

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
15 / 20
(pemerintahan Napolion) sebab Belanda merupakan salah satu
Negara jajahan Perancis sehingga pada tahun 1811 Perancis
memberlaku-kan Code Penal-nya sebagai pengganti Crimineel
Wetboek Voor Het Koning-krijk Holland yang sebelumnya berhasil
dibuat oleh Belanda pada tahun 1795. Code Penal ini masih
berlaku terus hingga 1886 dengan beberapa pe-rubahan yang salah
satunya penghapusan pidana mati (dengan undang-undang 17
September 1870 stb No. 162). Tahun 1881 hukum pidana nasio-nal
Belanda terwujud dan mulai berlaku pada tahun 1886 dengan nama
Wet-boek Van Strafrecht, seiring berkembangnya sejarah
kemerdekaan Indone-sia, untuk mengisi kekosongan hukum maka
diundangkanlah UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum
Pidana Jo UU No. 73 Tahun 1958.
 Ilmu pembantu hukum pidana antara lain kriminologi (ilmu tentang
kejahatan dan penjahat), sosiologi kriminal (ilmu tentang realitas
sosial yang mempe-ngaruhi terjadinya kejahatan), antropologi
kriminal (ilmu tentang tanda-tanda fisik seorang penjahat),
psikologi kriminal (faktor kejiwaan yang mempe-ngaruhi orang
berbuat jahat) dan viktimologi (ilmu tentang peranan korban dalam
suatu kejahatan).

C. Latihan

1. Ilmu pembantu hukum pidana diantaranya adalah


a. Ilmu penyelidikan
b. Ilmu Kriminologi
c. Ilmu Penyidikan
2. diantara sumber hukum pidana ialah sebagai berikut?
a. Memorie van Toelichting
b. Buku Karangan Pfoesor Meljatno
c. Pembukaan UUD 1945
3. Berdasarkan sejarah, hukum pidana kita berasal dari?

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
16 / 20
a. Jepang
b. Inggris
c. Belanda
4. Hukum pidana sejatinya mengatur tentang?
a. Pola perilaku manusia
b. Kekerasan
c. Hubungan manusia dengan manusia
5. Sejatinya fungsi hukum pidana adalah untuk?
a. Melindungi kepentingan hukum yang hendak di perkosa
b. Mensejahterakan masyarakat
c. Meningkatkan kewaspadaan bersama
D. Kunci Jawaban
1. B
2. A
3. C
4. A
5. A

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
17 / 20
E. Daftar Pustaka
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Sinar Baru.
Bandung, 1984),
Ida Bagus Surya Darma Jaya, Hukum Pidana Materil & Formil : Pengantar
Hukum Pidana, USAID-The Asia Foundation-Kemitraan Partnership,
Jakarta, 2015,
S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya, Alumni
Ahaem-Petehaem, Jakarta, 1986,
Sudarto, Hukum Pidana I, (Yayasan Sudarto, Semarang, 1990)
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, (Erlangga, Jakarta, 2001),
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2002)
Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, (Rineka Cipta, Jakarta, 1991),
Drs. Adami Chazawi, Pembelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Raja
Grafindo Persada, 2013, Jakarta
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana, Bagian I (Balai Lektur Mahasiswa,
1955)
Prof. Dr. Andi Sofyan, S.H., M.H. Bahan Ajar Hukum Pidana, (Pustaka
Pena Press, jakarta, 2016)
Ida Bagus Surya Darma Jaya, Hukum Pidana Materil & Formil :
Pengantar Hukum Pidana, USAID-The Asia Foundation-Kemitraan
Partnership, Jakarta, 2015, hal. 13
S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya, Alumni
Ahaem-Petehaem, Jakarta, 1986, hal 15
Utrecht, Hukum Pidana I, (Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1986,)
W.A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, (PT. Pembangunan,
Djakarta, 1970,)
Gerson W. Bawengan, Pengantar Psikologi Kriminil, (PT. Pradnya
Paramita, Jakarta,) 1991,
https://brainly.co.id/tugas/13584253 di akses pada 8 september 2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
18 / 20
https://id.wikipedia.org/wiki/Norma_hukum di akses pada 08 september
2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
19 / 20

Anda mungkin juga menyukai