Anda di halaman 1dari 11

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS TERBUKA
2021

IDENTITAS DAN DESKRIPSI MATA KULIAH

Nama : BILLYO RENTAS


NIM : 041236472
Nama Mata Kuliah : HUKUM PIDANA
Kode Mata Kuliah : HKUM4203
SKS : 4 SKS
Semester :4
Tugas :1
Tugas.1

1. Berikan pendapat mengenai  Definisi dan pembagian hukum pidana!


2. Berikan pendapat mengenai   Definisi, Objek dan tujuan ilmu hukum pidana!
3. Berikan pendapat mengenai  Tugas, Tujuan dan Fungsi Hukum Pidana!
4. Apakah Tujuan Pidana berhubungan dengan pemidanaan, jelaskan!

Jawaban
1. Mengenai apa itu hukum dan mengenai apa itu pidana telah diuraikan di atas
secara gamblang. Namun, pengertian hukum pidana tidak sesederhana
menggabungkan antara pengertian hukum dan pengertian pidana. Secara singkat
Moeljatno memberi pengertian hukum pidana sebagai bagian dari keseluruhan
hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar dasar dan mengatur
ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang dengan disertai
ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan. Kapan dan dalam hal apa
kepada mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan sanksi pidana
dan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan (Moeljatno,
2008: 1).

Berdasarkan pengertian tersebut maka secara umum hukum pidana dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil.
Hukum pidana materiil sepanjang menyangkut ketentuan tentang perbuatan
yang tidak boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang
siapa yang melakukan, sedangkan hukum pidana formil berkaitan dengan dalam
hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan
sanksi pidana dan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan.

Menurut Eddy O.S Hiariej, hukum pidana didefinisikan sebagai bagian aturan
hukum dari suatu negara yang berdaulat, berisi perbuatan yang dilarang, disertai
dengan sanksi pidana bagi yang melanggar, kapan, dan dalam hal apa sanksi
pidana itu dijatuhkan dan bagaimana pemberlakuan pelaksanaan pidana
tersebut dipaksakan oleh negara. Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh
Moeljatno maupun Eddy O.S Hiariej, pengertian hukum pidana yang dimaksud
adalah hukum pidana dalam arti luas yang meliputi hukum pidana materiil
maupun hukum pidana formil. Dalam percakapan sehari-hari, terminologi
hukum pidana' lebih mengacu kepada hukum pidana materiil. Sementara itu,
hukum pidana formil biasanya disebut dengan hukum acara pidana.

Dapatlah dikatakan bahwa pengertian hukum pidana dalam arti sempit hanya
meliputi hukum pidana materiil, sementara pengertian hukum pidana dalam arti
luas meliputi, baik hukum pidana materiil maupun hukum pidana formil. Hukum
pidana materiil biasanya merujuk kepada Kitab Undang Undang Hukum Pidana
(KUHP), sedangkan hukum pidana formil mengacu kepada Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana atau KUHAP.

Hiariej, Eddy O.S (2020:1.12-1.13)

Sumber :
Hiariej, Eddy O.S. 2020. Materi Pokok Hukum Pidana. Tanggerang Selatan :
Universitas Terbuka.

2. Definisi ilmu hukum pidana


Secara singkat Jan Gijssels mengatakan bahwa Ilmu hukum adalah ilmu yang
bersifat menerangkan atau menjelaskan tentang hukum.
Ilmu hukum pidana adalah ilmu pengetahuan mengenai suatu bagian khusus dari
hukum, yakni hukum pidana. Pengetahuan hukum pidana secara luas meliputi:
1. Asas-asas hukum pidana
2. Aliran-aliran dalam hukum
3. Teori pemidanaan
4. Ajaran kausalitas
5. Sistem peradilan pidana
5. Kebijakan hukum pidana
6. Perbandingan hukum pidana

Asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan
pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan
yang konkrit yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum. Prinsip
hukum tersebut selanjutnya terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan
putusan hakim dalam bentuk hukum positif dan dapat ditemukan dengan
mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut. Ditegaskan lagi oleh
Sudikno Mertokusumo bahwa asas hukum bukanlah kaedah hukum yang konkrit,
melainkan merupakan latar belakang peraturan yang konkrit dan bersifat umum
atau abstrak (Sudikno Mertokusumo). Demikian pula menurut van Eikema
Hommes yang menyatakan bahwa asas hukum tidak boleh dianggap sebagai
norma-norma hukum yang konkrit akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-
dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku.

Berbeda dengan bidang hukum lainnya, sebagian besar asas hukum pidana
merupakan peraturan hukum konkrit. Hal ini berkaitan dengan asas legalitas
dalam hukum pidana. Asas-asas hukum pidana sebagian besar tertuang dalam
Buku Kesatu KUHP yang berisi ketentuan-ketentuan umum. Kendatipun
demikian ada juga asas hukum pidana yang tidak merupakan peraturan hukum
konkrit namun bersumber dari doktrin atau ilmu hukum pidana.
Objek Ilmu Hukum Pidana
Objek ilmu hukum pidana adalah aturan-aturan hukum pidana yang berlaku di
suatu Negara. Tegasnya, objek ilmu hukum pidana adalah aturan-aturan pidana
positif yang berlaku di suatu negara. Pertanyaan lebih lanjut, apakah yang
dimaksudkan dengan aturan-atutran atau ketentuan pidana.

van Hattum dan van Bemmelen memberi cakupan mengenai aturan atau
ketentuan pidana meliputi kitab undang-undang hukum pidana, seluruh undang-
undang hukum pidana yang tertulis, umum maupun khusus, baikperundang-
undangan yang dikodifikasi ataupun tidak dikodifikasi. Ketentuan atau aturan
pidana di sini tidak hanya dalam pengertian formal tetapi juga dalam pengertian
materiil (Hattum, 1953: 55), Ketentuan atau aturan pidana dalam pengertian
formal berarti pembentukannya dilakukan oleh Dewan perwakilan Rakyat dan
Pemerintah, sedangkan ketentuan atau aturan pidana dalam pengertian materiil
berarti segala sesuatu yang bersifat mengikat yang berisi sanksi pidana dan
keberlakuannya dapat dipaksakan. Ketentuan atau aturan pidana dalam
pengertian materiil termasuk di dalamnya adalah ketentuan pidana yang
terdapat dalam Peraturan Daerah, baik provinsi maupun kabupaten atau kota.
Dengan demikian dalam konteks Indonesia yang menjadi objek ilmu hukum
pidana dalam pengertian yang luas adalah:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang meliputi asas-asas hukum pidana,
kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
3. Undang-Undang Pidana di luar kodifikasi atau KUHP.
4. Ketentuan Pidana yang terdapat dalam Undang-Undang lainnya 5. Ketentuan
pidana yang terdapat dalam Peraturan Daerah.

Objek ilmu hukum pidana yang demikian masih berada dalam tataran dogmatik
hukum, yaitu pengetahuan terkait hukum positif. Selain dogmatik hukum yang
juga merupakan objek ilmu hukum pidana adalah teori hukum pidana yang
cakupannya antara lain adalah aliran-aliran hukum pidana, teori pemidanaan
dan lain sebagainya.

Tujuan Ilmu Hukum Pidana


Gustav Radbruch dalam Vorschule der Rechtsfilosofie, menyatakan,
"Rechtswissenschaft its die wissenschaft vom obyektiven sinn des positiven
rechts". Artinya, ilmu pengetahuan hukum bertujuan untuk mengetahui
objektivitas hukum positif. Dengan demikian, tujuan ilmu hukum pidana adalah
untuk mengeathui objektivitas dari hukum pidana positif. Dalam konteks teori,
objektivitas hukum pidana positif dapat dilihat dari substansi hukum pidana
positif yang mengatur mengenai perbuatan-perbuatan yang dilarang. Terkait
perbuatan-perbuatan yang dilarang, ada yang bersifat sebagai rechtsdelicten
dan ada yang bersifat sebagai wetdelicten.
Rechtsdelicten secara harafiah berarti pelanggaran hukum. Perbuatan.
perbuatan yang dilarang sebagai pelanggaran hukum sejak semula dianggap
sebagai suatu ketidakadilan oleh karena itu perbuatan tersebut dilarang
Perbuatan-perbuatan sebagai rechtsdelicten biasanya lahir dari norma agama
dan norma kesusilaan. Sebagai contoh larangan membunuh, larangan mencuri,
larangan menipu dan lain sebagainya. Perbuatan-perbuatan tersebut dilarang
dalam kitab suci semua agama. Hukum pidana kemudian mempositifkan
larangan tersebut dalam undang-undang disertai dengan ancaman pidana yang
tegas dan keberlakuannya dapat dipaksakan oleh negara.

Wetdelicten secara harafiah berarti pelanggaran undang-undang. Perbuatan-


perbuatan tersebut dilarang oleh pembentuk undang-undang dengan melihat
perkembangan masyarakat. Sebagai misal dalam undang undang lalu lintas.
Setiap orang orang yang mengendarai sepeda motor di jalan raya harus
menggunakn helem atau setiap orang yang mengendarai mobil harus
menggunakan sabuk pengaman. Jika tidak menggunakan helem atau tidak
menggunakan sabuk pengaman maka diancam dengan pidana denda.
Wetdelicten tidak berasal dari norma agama.

Objektivitas lainnya dari hukum pidana positif adalah terkait penegakan hukum
pidana itu sendiri. Artinya, perbuatan-perbuatan yang dilanggar dalam hukum
pidana materiil harus dapat dikenakan tindakan oleh negara. Aparat penegak
hukum yang bertugas menegakkan hukum pidana positif dari segi suprasturktur
maupun dari segi infrastruktur telah memadai. Dari segi suprastruktur artinya
institusi tersebut telah mapan dan dilengkapi oleh tugas kewajiban dan
kewenangan menurut undang-undang, sedangkan dari segi infrastruktur berarti
sarana dan prasaran untuk bekerjanya aparat penegak hukum telah tersedia.

Hiariej, Eddy O.S (2020:1.30-1.36)


Sumber :
Hiariej, Eddy O.S. 2020. Materi Pokok Hukum Pidana. Tanggerang Selatan :
Universitas Terbuka.

3. Tugas, Tujuan dan Fungsi Hukum Pidana


Secara umum hukum pidana berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat
agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum Tirtaamidjaya
menyatakan maksud diadakannya hukum pidana adalah untuk melindungi
masyarakat (Poemnomo, 1982: 23) Mamisia dalam usaha untuk memenuhi
kebutuhan dan kepentingan hidupnya yang berbeda-beda terkadang mengalami
pertentangan antara satu dengan yang lainnya, yang dapat menimbulkan
kerugian atau mengganggu kepentingan orang lain. Agar tidak menimbulkan
kerugian dan mengganggu kepentingan orang lain dalam usaha memenuhi
kebutuhan hidupnya tersebut maka hukum memberikan aturan-aturan yang
membatasi perbuatan manusia sehingga ia tidak bisa berbuat sekehendak
hatinya.

Fungsi/tugas hukum pidana. Fungsi/tugas hukum pidana ada dua macam:

1. Untuk menakut-nakuti setiap orang agar mereka tidak melakukan perbuatan


pidana (fungsi preventif).
2. Untuk mendidik orang yang telah melakukan perbuatan yang tergolong
perbuatan pidana agar mereka menjadi orang yang baik dan dapat diterima
kembali dalam masyarakat (fingsi represif).

Jadi, dapat disimpulkan tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi


masyarakat. Menurut para ahli tujuan hukum pidana adalah :
1. Memenuhi rasa keadilan (Wirjono Prodjodikoro)
2. Melindungi masyarakat/social defence (Tirtaadmidjaya)
3. Melindungi kepentingan individu (HAM) dan dengan negara (Kanter dan
Sianturi)
4. Menyelesaikan konflik (Barda Nawawi) kepentingan masyarakat

Tuan Pidana (Menurut literatur Inggris R3D):


1. Reformation, yaitu memperbaiki atau merehabilitasi penjahat menjadi orang
baik dan berguna bagi masyarakat. Namun, ini tidak menjamin karena masih
banyak juga residivis.
2. Restraint, yaitu mengasingkan pelanggar dari masyarakat sehingga timbul rasa
aman masyarakat.
3. Retribution, yaitu pembalasan terhadap pelanggar karena telah melakukan
kejahatan.. 4. Deterrence, yaitu menjera atau mencegah sehingga baik
terdakwa sebagai individual maupun orang lain yang potensi menjadi penjahat
akan jera atau takut untuk melakukan kejahatan, melihat pidana yang
dijatuhkan kepada terdakwa.
Menunn Sudarto fungsi hukum pidana itu dapat dibedakan sebagai berikut
(Sudarto, 1990: 11-12):

1. Fungsi yang umum Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari hukum,
oleh karena itu.
Fungsi hukum pidana juga sama dengan fungsi hukum pada umumnya, yaitu
untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau untuk menyelenggarakan tata
dalam masyarakat. Menurut Sudarto, fungsi umum hukum pidana adalah
untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata dalam
masyarakat. Berisi ketentuan hukum pidana yang berlaku untuk seluruh
lapangan hukum pidana, baik yang terdapat dalam KUHP maupun diluar
KUHP, kecuali ditentukan lain. Bagian umum ini, dalam KUHP dimuat dalam
Buku I KUHP (Aturan Umum), Pasal 1-103. Mengatur tentang ketentuan
tentang batas berlakunya KUHP, pidana, hal yang menghapuskan,
mengurangkan atau memberatkan pidana, percobaan, penyertaan,
perbarengan daluarsa dan sebagainya. Pasal 103 merupakan aturan penutup
yang mengatur tentang dapat dibuatnya UU pidana lainnya diluar KUHP.

2. Fungsi yang khusus


Fungsi khusus bagi hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan
hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya
(rechtsguterschutz) dengan sanksinya berupa pidana dan sifatnya lebih tajam
jika dibandingkan dengan sanksi yang terdapat pada cabang hukum lainnya.
Dalam sanksi pidana itu terdapat suatu tragic (suatu yang menyedihkan)
sehingga hukum pidana dikatakan sebagai "mengiris dagingnya sendiri atau
sebagai pedang bermata dua yang bermakna bahwa hukum pidana
bertujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan hukum (misalnya:
nyawa, harta benda, kemerdekaan, kehormatan), namun jika terjadi
pelanggaran terhadap farangan dan perintahnya justru mengenakan
perlukaan (menyakiti) kepentingan (benda) hukum si pelanggar Dapat
dikatakan bahwa hukum pidana itu memberi aturan-aturan untuk
menaggulangi perbuatan jahat Dalam hal ini perlu diingat pula, bahwa
sebagai alat social control fungsi hukum pidana adalah subsidar (Remmelink,
2003: 15), artinya hukum pidana hendaknya baru diadakan (dipergunakan)
apabila usaha-usaha lain kurang memadai.
Adami Chazawi menyebutkan bahwa sebagai bagian dari hukum publik maka
hukum pidana berfungsi:
1. Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan atau perbuatan perbuatan yang
menyerang atau memperkosa kepentingan hukum tersebut.
Kepentingan hukum (rechtsbelang) adalah segala kepentingan yang
diperlukan dalam berbagai segi kehidupan manusia baik sebagai pribadi,
anggota masyarakat maupun anggota suatu negara, yang wajib dijaga dan
dipertahankan agar tidak dilanggar/diperkosa oleh perbuatan-perbuatan
manusia. Semua ini ditujukan untuk terlaksana dan terjaminnya ketertiban di
dalam segala bidang kehidupan.

Di dalam doktrin hukum pidana Jerman, kepentingan hukum (rechtsgut)


itu meliputi (Satochid Kartanegara):
a. Hak-hak (rechten)
b. Hubungan hukum (rechtsbetrekking)
c. Keadaan hukum (rechtstoestand)
d. Bangunan masyarakat (sociale instellingen)

Kepentingan hukum yang wajib dilindungi itu ada tiga macam, yaitu:
a. Kepentingan hukum perorangan (individuale belangen), misalnya
kepentingan hukum terhadap hak hidup (nyawa), kepentingan hukum atas
tubuh, kepentingan hukum akan hak milik benda, kepentingan hukum
terhadap harga diri dan nama baik, kepentingan hukum terhadap rasa
susila, dan lain sebagainya.
b. Kepentingan hukum masyarakat (sociale of maatschappelijke belangen),
misalnya kepentingan hukum terhadap keamanan dan ketertiban unum,
ketertiban berlalu-lintas di jalan raya, dan lain sebagainya. Kepentingan
hukums negara (staatsbelangen), misalnya kepentingan hukum terhadap
keamanan dan keselamatan negara, kepentingan hukum terhadap negara-
negara sahabat, kepentingan hukum terhadap martabat kepala negara dan
wakilnya, dan sebagainya (Chazawi, 2007: 16-17).

Ketiga kepentingan hukum di atas saling berkait dan tidak bisa dipisahkan.
Contoh kepetingan hukum yang diatur dalam hukum pidana materil (KUHP)
larangan mencuri (pasal 362), larangan menghilangkan nyawa (Pasal 338).
Pasal 363 melindungi dan mempertahankan kepentingan hukum orang atas
hak milik kebendaan pribadi dan Pasal 338 adalah melindungi dan
mempertahankan kepentingan hukum terhadap hak individu nyawa orang.
Untuk melindung kepentingan hukum di atas adalah melalui sanksi
pidana/straf (hukuman penjara). Misalnya Pasal 362 KUHP dapat diancam
hukuman penjara maksimum 5 tahun dan Pasal 338 dapat diancam hukuman
penjara maksimum 15 tahun, dan sebagainya.

2. Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara menjalankan


fungsi perlindungan atas berbagai kepentingan hukum.
Dalam mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi, dilakukan oleh
negara dengan tindakan-tindakan yang sangat tidak menyenangkan,
tindakan yang justru melanggar kepentingan hukum pribadi yang mendasar
bagi pihak yang bersangkutan, misalnya dengan dilakukan penangkapan,
penahanan, pemeriksaan sampai kepada penjatuhan sanksi pidana kepada
pelakunya. Kekuasaan yang sangat besar ini, yaitu kekuasaan yang berupa
hak untuk menjalankan pidana dengan menjatuhkan pidana yang menyerang
kepentingan hukum manusia atau warganya ini hanya dimiliki oleh negara
dan diatur di dalam hukum pidana itu sendiri terutama di dalam hukum
acara pidana, agar negara dapat menjalankan fungsi menegakkan dan
melindungi kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum pidana dengan
sebaik baiknya (Chazawi, 2007: 20).
3. Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara
melaksanakan fungsi perlindungan atas kepentingan hukum (Chazawi, 2007:
21).
Kekuasaan negara yang sangat besar dalam rangka menegakkan dan
melindungi kepentingan hukum itu dapat membahayakan dan menjadi
bumerang bagi warganya, negara bisa bertindak sewenang-wenang jika tidak
diatur dan dibatasi sedemikian rupa sehingga pengaturan hak dan kewajiban
negara mutlak diperlukan.
Menurut Jan Remmelink hukum pidana (seharusnya) ditujukan untuk
menegakkan tertib hukum, melindungi masyarakat hulum. Manusia satu
persunu di dalam masyarakat saling bergantung, kepentingan mereka, dan
relasi antarmereka ditentukan dan dilindungi oleh norma-norma. Penjagaan
tertib sosial ini untuk bagian dalam masyarakat, tanpa dengan sengaja
menimbulkan penderitaan (Hamzah, 1995:9-10).

Selanjutnya, Van Bemmelen menyatakan bahwa hukum pidana itu


merupakan ultimum remidium (obat terakhir). Sedapat mungkin dibatasi,
artinya kalau bagian lain dari hukum itu sudah tidak cukup untuk
menegakkan norma-norma yang diakui oleh hukum, barulah hukum pidana
diterapkan. Ia menunjuk pidato Menteri Kehakiman Belanda Modderman
yang antara lain menyatakan bahwa ancaman pidana itu harus tetap
merupakan suatu ultimum remidium. Setiap ancaman pidana ada
keberatannya, namun ini tidak berarti bahwa ancaman pidana akan
ditiadakan, tetapi selalu harus mempertimbangkan untung dan rugi ancaman
pidana itu, dan harus menjaga jangan sampai terjadi obat yang diberikan
lebih jahat daripada penyakit (Hamzah, 1995: 10).

Hiariej, Eddy O.S (2020:2.2-2.27)

Sumber :
Hiariej, Eddy O.S. 2020. Materi Pokok Hukum Pidana. Tanggerang Selatan :
Universitas Terbuka.

4. Tujuan Pidana Berhubungan Dengan Pemidanaan


Tujuan hukum pidana memberi sistem dalam bahan-bahan yang banyak dari
hukum yaitu azas-azas dihubungkan satu sama lain sehingga dapat dimasukkan
dalam satu sistem. Penyelidikan secara demikian adalah dogmatis yuridis.
Peninjauan bahan-bahan hukum pidana terutama dilakukan dari sudut
pertanggung jawaban manusia tentang perbuatan yang dapat dihukum (Kansil,
1993: 97).

Pada prinsipnya sesuai dengan sifat hukum pidana sebagai hukum publik tujuan
pokok diadakannya hukum pidana ialah melindungi kepentingan kepentingan
masyarakat sebagai suatu kolektiviteit dari perbuatan-perbuatan yang
mengancamnya atau bahkan merugikannya baik itu datang dari perseorangan
maupun kelompok orang (suatu organisasi). Berbagai kepentingan bersifat
kemasyarakatan tersebut antara lain ialah ketentraman. ketenangan, dan
ketertiban dalam kehidupan masyarakat (Kholiq, 2002: 15). Salah satu
kesimpulan dari seminar kriminologi ke-3 1976 di Semarang antara lain, hukum
pidana hendaknya dipertahankan sebagai salah satu sarana untuk social defense
yaitu untuk perlindungan masyarakat (Prasetyo dan Barkatullah, 2005: 52).

Tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan orang perseorangan


(individu) atau hak-hak asasi manusia dan masyarakat, serta negara. Di Indonesia
(yang mengalami penjajahan oleh bangsa asing berkali kali) setelah merdeka,
sudah seharusnya bila hukum pidana Indonesia (bukan hukum pidana di
Indonesia) disusun dan dirumuskan sedemikian rupa agar semua kepentingan
negara, masyarakat, dan individu sebagai warga negara dapat diayomi dalam
keseimbangan yang serasi berdasarkan Pancasila. Dengan demikian, tujuan
hukum pidana Indonesia adalah pengayoman semua kepentingan secara serasi.

Hiariej, Eddy O.S (2020:2.13)


Sumber :
Hiariej, Eddy O.S. 2020. Materi Pokok Hukum Pidana. Tanggerang Selatan :
Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai