Anda di halaman 1dari 6

Tugas.

1. Contoh Kasus :

PT. Hancur Lebur membuka sebuah anak Perusahaan bernama PT. Hancur Bersama dengan
saham mayoritas 95%.

PT. Hancur bersama bergerak di bidang penjualan komputer yang harganya sangat murah.
Karena penjualan PT. Hancur Bersama meningkat tajam dalam 3 bulan, maka harga sahamnya
pun naik dari semula Rp. 100 per lembar menjadi Rp. 800 per lembar saham. Dengan kondisi
tersebut PT. Hancur Lebur melepas sahamnya ke pasar saham. Pada Faktanya PT. Hancur Lebur
melakukan kecurangan dengan melakukan subsidi Harga Komputer yang dijual oleh PT. Hancur
Bersama untuk meningkatkan harga sahamnya. Setelah saham dibeli oleh pihak luar harga saham
menjadi anjlok Rp. 50 per lembar!

Analisis kasus diatas dan uraikan analisis anda tindak pidana pasar modal yang terjadi
disertai dasar hukumnya!

2. Sebuah perusahaan Kapal Laut yang mendistribusikan Oli Bekas dan zat berbahaya antar
pulau. Suatu ketika karena tidak menaati prosedur, Oli bekas dan zat berbahaya yang diangkut
tumpah sebanyak 200.000 liter ke pinggir pantai yang merupakan kawasan pemukiman nelayan.
Atas kejadian tersebut para nelayan yang sedang melaut dan masyarakat kawasan pantai
mengalami penyakit kulit berbahaya.

Berikan analisis anda atas contoh kasus diatas apakah ada tindak pidana yang terjadi atas
tumpahnya oli bekas dan zat berbahaya berdasarkan kasus diatas ? dan uraikan
pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh perusahaan diatas!

3. Serang, 17 Februari 2020 - Dalam kurun waktu 2019-2020, Penyidik Kanwil DJP Banten
bersama-sama Polda Banten dan Kejaksaan Tinggi Banten telah melakukan penyidikan terhadap
empat tersangka tindak pidana perpajakan dengan inisial ES, TK, IH, dan JDG.

Tersangka ES, IH dan JDG telah disangka menerbitkan dan/atau menggunakan Faktur Pajak
yang Tidak Berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya (TBTS) atau yang lebih dikenal dengan
Faktur Pajak Fiktif. Modus yang dilakukan oleh para tersangka adalah dengan mengaku sebagai
konsultan pajak dan menawarkan kepada perusahaan-perusahaan bahwa mereka dapat membantu
mengurangkan pembayaran pajak dengan memakai dokumen yang dianggap dapat
mengurangkan pembayaran pajak (PPN).
Karena keterbatasan pemahaman mengenai pajak para pemilik perusahaan dan percaya bahwa
para tersangka adalah orang yang mengerti pajak, maka para pengusaha percaya bahwa dokumen
yang diberikan oleh tersangka adalah benar dan tidak ada permasalahan dalam pelaporan
perpajakannya.

Adapun tersangka TK ditengarai melaporkan jenis kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan
kenyataan yang sebenarnya serta tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar
sehingga menimbulkan kerugian bagi negara. Tersangka TK berkedudukan sebagai direktur PT
PH, menggunakan perusahaan tersebut untuk menjual gudang atau kavling untuk gudang namun
tidak memenuhi kewajiban PPh dan PPN terutang.

Modus tersangka adalah dengan melaporkan kegiatan usaha PT PH sebagai perusahaan yang
bergerak dalam bidang usaha jasa pemeliharaan dan pengamanan lingkungan sehingga selama
bertahun-tahun lolos dari pengawan kantor pajak yang menaunginya. Pengalihan Hak atas Tanah
dan atau Bangunan atas gudang dan/atau kavling untuk gudang dapat terus terjadi sampai dengan
pembuatan dokumen Akta Jual Beli oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) karena Tersangka
membuat seolah-olah pajak penghasilan yang terutang atas transaksi tersebut sudah dibayar.
Dengan tidak dilaporkannya transaksi ini, otomatis PPN terutangnya juga tidak dilaporkan ke
kantor pajak.

Atas perbuatan tersangka ES menimbulkan kerugian terhadap negara sebesar Rp5.905.763.662,-


(lima milyar sembilan ratus lima juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu enam ratus enam puluh
dua rupiah). Atas perbuatan tersangka IH menimbulkan kerugian terhadap negara sebesar Rp
1.805.870.731 (Satu Milyar Delapan Ratus Lima Juta Delapan Ratus Tujuh Puluh Ribu Tujuh
Ratus Tiga Puluh Satu Rupiah).

Sedangkan atas perbuatan tersangka JDG menimbulkan kerugian terhadap negara sebesar
Rp2.283.525.428,- (dua milyar dua ratus delapan puluh tiga juta lima ratus dua puluh lima ribu
empat ratus dua puluh delapan rupiah). Begitu pula atas perbuatan tersangka TK telah
menimbulkan kerugian Negara sebesar lebih dari Rp 3.000.000.000,- (Tiga miliar rupiah).
Ancaman hukuman pidana maksimal atas modus seperti ini adalah ancaman hukuman pidana
penjara 8 tahun.

Berkat kerjasama antara penegak hukum Kanwil DJP Banten, Polda Banten, dan Kejaksaan
Tinggi Banten, berkas perkara atas tersangka ES, TK, IH dan JDG sudah dinyatakan lengkap
oleh Jaksa Peneliti (P-21). Terhadap tersangka ES sudah divonis pidana penjara selama 3 (tiga)
tahun dan denda sebesar Rp4.730.755.030,- (empat miliar tujuh ratus tiga puluh juta tujuh ratus
lima puluh lima ribu tiga puluh rupiah) oleh Pengadilan Negeri Serang.  Untuk tersangka TK
masih dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang. Untuk tersangka IH dan JDG
sudah dilakukan penyerahan tahap tersangka dan barang bukti.

Keberhasilan Kanwil DJP Banten dalam menangani tindak pidana di bidang perpajakan ini
sekaligus menunjukkan keseriusan dalam melakukan penegakan hukum dalam bidang
perpajakan di wilayah provinsi Banten yang akan memberikan peringatan bagi para pelaku
lainnya dan juga untuk mengamankan penerimaan negara demi tercapainya pemenuhan
pembiayaan negara dalam APBN.  Sumber : https://pajak.go.id/id/siaran-pers/kanwil-banten-
sukses-ungkap-empat-kasus-tindak-pidana-perpajakan

 Jika membaca berita diatas, Penyidik Kanwil DJP Banten Bersama penyidik Kejati dan
penyidik Polda telah melakukan penyidikan kepada para tersangka. Berikan analisis anda
mengapa  pegawai  Pajak dapat menjadi penyidik atas tindak pidana perpajakan serta
uraikan unsur-unsur tindak pidana perpajakan!

Jawaban:

1. Tindak pidana pasar modal yang terjadi berdasarkan kasus di atas PT. Hancur Lebur
melakukan kecurangan dengan melakukan subsidi Harga Komputer yang dijual oleh PT. Hancur
Bersama untuk meningkatkan harga sahamnya. Kejahatan dalam pasar modal yang terjadi diatur
dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal sebagai induk dari berbagai peraturan yang
ada di dalam transaksi pasar modal. PT. Hancur Lebur telah melukukan tindak pidana pasar
modal yaitu Manipulasi Pasar .

Manipulasi pasar yaitu kegiatan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai
kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek di bursa efek atau memberi pernyataan
atau keterangan yang tidak benar atau menyesatkan sehingga harga efek di bursa terpengaruh.
Ketentuan tentang manipulasi pasar diatur dalam Pasal 91, 92 dan 93 UUPM.

Ada beberapa bentuk manipulasi pasar yang sering terjadi, di antaranya:

 Marking the close, yaitu merekayasa harga saham saat atau mendekati penutupan
perdagangan hari itu, agar harga pembukaan esok hari sesuai dengan skenario–bisa lebih
tinggi, lebih rendah, ataupun tetap, sesuai kebutuhan suatu pihak. Cara manipulasi pasar
ini diantaranya memanfaatkan waktu kritis saat fase sebelum penutupan pasar (pre
closing), karena saat itu tidak ada yang bisa melihat data pasar, baik harga maupun
jumlah saham yang ditransaksikan. Di saat itulah, terjadi manipulasi.
 Wash sale, yaitu tindakan mempengaruhi harga saham dengan cara melakukan transaksi
saham tersebut sendiri antara orang yang di dalam suatu kelompok, kenyataannya tidak
ada perubahan atau perpindahan kepemilikan saham.
 Corner a market, yaitu tindakan memonopoli terhadap saham tertentu oleh satu pelaku
pasar, sehingga investor lain tidak dapat melakukan transaksi terhadap saham tersebut.
Hal ini sebenarnya bisa saja legal, tetapi ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Jika tidak
sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku ini, maka corner a market menjadi suatu
bentuk kejahatan.
 Front running, yaitu tindakan mendahului untuk melakukan transaksi saham di pasar
modal sebelum waktunya, agar mendapatkan keuntungan lebih banyak.
 Supply dan demand semu, yaitu pembeli dan penjual saham emiten tertentu untuk
“janjian” bertransaksi di satu waktu yang sama. Serupa dengan wash sale.
2. Berdasarkan kasus dia atas tumpahnya oli bekas dan zat berbahaya ke laut akibat tidak
menaati prosedur meupakan Tindak pidana di bidang lingkungan hidup. Di atur dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH)

Strict liability adalah Sistem pertanggungjawaban mutlak, penyimpangan dari sistem ganti rugi
penuh absolute liability, dikenal dalam hukum perdata dengan menggunakan pola dasar
perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian pada pihak lain tortius liability sistem
ini berdasarkan adanya pertanggungjawaban berdasarkan pada kesalahan liability based on fault.
Berdasarkan asas hukum ini bilamana orang akan menuntut ganti kerugian, maka ia
berkewajiban terlebih dahulu membuktikan bahwa tindakan pihak lain yang menimbulkan
kerugian kepadanya.

Kelalaian (culpa), kelalaian (culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan, bagaimanapun juga
culpa dipandang lebih ringan dibanding dengan sengaja, oleh karena itu delik culpa, culpa itu
merupakan delik semu (quasideliet) sehingga diadakan pengurangan pidana. Delik culpa
mengandung dua macam, yaitu delik kelalaian yang menimbulkan akibat dan yang tidak
menimbulkan akibat, tapi yang diancam dengan pidana ialah perbuatan ketidakhati-hatian itu
sendiri, perbedaan antara keduanya sangat mudah dipahami yaitu kelalaian yang menimbulkan
akibat dengan terjadinya akibat itu maka diciptalah delik kelalaian, bagi yang tidak perlu
menimbulkan akibat dengan kelalaian itu sendiri sudah diancam dengan pidana.

Ketika konsep strict liability ditelaah lebih mendalam, maka sedikitnya ada dua pandangan yang
saling bertolak belakang tentang hal ini. Pertama, sebagian pakar menyatakan bahwa
pertanggungjawaban berdasar tanggung jawab mutlak adalah pertanggungjawaban pidana tanpa
kesalahan (liabilitiy without fault). Dengan demikian, konsep ini adalah konsep Hukum Pidana
Materiil, yaitu seseorang dikatakan bertanggung jawab atas suatu tindak pidana (actus reus)
sekalipun tidak ada niat jahat atau kesalahan pada dirinya (mens rea). Kedua, strict liability
dipandang sebagai konsep Hukum Pidana Formil, yaitu kegiatan yang menimbulkan kerugian
lingkungan hidup yang terjadi di areal kerjanya menjadi tanggung jawabannya, tanpa lebih jauh
membuktikan pembuktian unsur kesalahan. Kesalahan (mens rea) yang bersangkutan tetap ada
dan harus ada, hanya saja dianggap telah terbukti adanya, sepanjang tidak dapat dibuktikan
sebaliknya. Tindak pidana di bidang lingkungan hidup telah diatur secara khusus dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH) bila terjadi tindak pidana yang tidak diatur dalam UUPPLH barulah ketentuan KUHP
diberlakukan.17 Pengaturan pengelolaan limbah pada UUPPLH pada Pasal 102 : Pasal 102
UUPPLH Bahwa setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Pasal tersebut merupakan delik
formil. Pada Pasal 102 UUPPLH, asal pelakunya tidak memiliki surat izin pengelolaan limbah
B3 dan tanpa perlu mempersoalkan adanya akibat dari perbuatan itu, maka pelakunya sudah
dapat dipidana.

3. Pegawai  Pajak dapat menjadi penyidik atas tindak pidana perpajakan dikarenakan
pengumpulan dari bukti dan petunjuk-petunjuk lainnya dapat membuat suatu tindak pidana
di bidang perpajakan menjadi lebih jelas atau ditemukan titik terangnya sehingga dapat
membantu petugas yang berwenang dalam penyidikan untuk menemukan tersangka dari
kasus tindak pidana perpajakan.

Pasal 1 angka 31 menjelaskan bahwa penyidikan pajak atau lebih tepatnya disebut dengan
penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan merupakan suatu rangkaian tindakan atau
kegiatan yang dilakukan oleh penyidik untuk dapat mencari dan mengumpulkan bukti-bukti
yang kuat.

Unsur Pidana Perpajakan

1. Adanya unsur pidana perpajakan yakni setiap orang baik pribadi maupun badan;
2. Adanya unsur pidana perpajakan “karena kealpaan”:
1. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
2. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidak benar;
3. Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban
merahasiakan;
4. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau
seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat;
3. Adanya unsur pidana perpajakan “dengan sengaja”:
1. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau
tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak;
2. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib
Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
3. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
4. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya
tidak benar atau tidak lengkap;
5. menolak untuk dilakukan pemeriksaan
6. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu
atau dipalsukan seolaholah benar, atau tidak menggambarkan keadaan
yang sebenarnya;
7. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen
lain;
8. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau
diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia
9. tidak menyetorkan pajak yang
10. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib
Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
11. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan
pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak
berdasarkan transaksi yang sebenarnya;
12. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak;
13. dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi
keterangan atau bukti yang tidak benar;
14. Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
15. Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
16. tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur
Jenderal Pajak;
17. menyalahgunakan data dan informasi perpajakan;
4. Adanya unsur dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara;
5. Adanya ancaman pidana.

Sumber :

- https://www.pajakku.com/read/60f13fde58d6727b1651ad78/Mengenal-Penyidikan-
Tindak-Pidana-di-Bidang-Perpajakan
- https://langitbabel.com/mengupas-unsur-pidana-perpajakan/
- file:///C:/Users/POLDA%20NTT/Downloads/1066-Article%20Text-4956-1-10-
20190824%20(4).pdf
- file:///C:/Users/POLDA%20NTT/Downloads/Jurnal%20-%20tanggung%20jawab
%20hukum%20pencemaran%20dan%20pengrusakan%20lingkungan,%20-
%20Patawari.pdf
- file:///C:/Users/POLDA%20NTT/Downloads/1066-Article%20Text-4956-1-10-
20190824.pdf
- https://syariahsaham.id/inilah-3-jenis-kejahatan-di-pasar-modal-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai