Anda di halaman 1dari 17

A.

Latar Belakang
Dalam bidang perekonomian banyak ditemukan banyak pelanggaran yang
menimbulkan kerugian. Pesatnya pertumbuhan suatu negara biasanya diikuti oleh
majunya keadaan suatu negara tersebut. Manusia adalah sebagai alat penggerak
negara dari aspek ekonomi, teknologi, bisnis, budaya, olahraga, dan lain-lain, baik
sebagai pelaku ataupun sebagai konsumen.
Manusia alamiah dan korporasi merupakan subyek tindak pidana. Namun demikian
antara manusia alamiah dan korporasi subyek tindak pidana mempunyai
perbedaan. Perbedaan antara sifat manusia dengan sifat korporasi mengakibatkan
tidak semua kejahatan dapat dilakukan korporasi.
Kejahatan di bidang perbankan adalah termasuk dalam kategori kejahatan kelas
elite (karena tidak semua orang dapat melakukannya). Kejahatan banyak
dilakukan karena lahir dan tumbuh seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

B. Pengertian Kejahatan Korporasi


Menurut Blacks Law Dictionary, korporasi adalah suatu yang disahkan atau tiruan
yang diciptakan oleh atau dibawah wewenang hukum suatu negara atau bangsa,
yang terdiri dalam hal beberapa kejadian tentang orang tunggal, adalah seorang
pengganti menjadi pejabat kantor tertentu, tetapi biasanya terdiri dari suatu
asosiasi banyak individu. Sedangkan kejahatan korporasi adalah segala tindak
pidana yang dilakukan oleh dan oleh karena itu dapat dibebankan kepada sebuah
korporasi karena kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pegawai dan karyawannya
(penetapan harga dan pembuangan limbah) seringkali dikenal sebagai kejahatan
kerah putih.
Sally A Simpson mengatakan bahwa perilaku sebuah korporasi atau para
pegawainya atas nama korporasi, dimana perilaku tersebut dilarang dan patut di
hukum oleh hukum. Dan terdapat 3 (tiga) point penting pada pendapa John
Braithwaite, yaitu:
a.
Tindakan ilegal dari korporasi dan agen-agennya berbeda dengan perilaku
kriminal kelas sosio-ekonomi bawah dalam hal prosedur administrasi. Oleh karena
itu, yang digolongkan kejahata korporasi tidak hanya tindakan kejahatan atas
hukum pidana, tetapi juga pelanggaran atas hukum perdata dan adinistrasi.
b.
Baik korporasi (sebagai subyek hukum perorangan) dan perwakilannya
termasuk sebagai pelaku kejahatan dimana dalam praktek yudisialnya, bergantung
pada antara lain kejahatn yang dilakukan, aturan, dan kualitas pembuktian dan
penuntutan.

c.
Motivasi kejahatan yang dilakukan oleh korporasi bukan bertujuan untuk
kepentingan pribadi (individu), melainkan pada pemenuhan kebutuhan dan
pencapaian keuntungan organisasi. Tidak menutup kemungkinan motif tersebut
ditopang pula oleh norma operasional (internal) dan subkultur organisasional.
B Clinard & Peter C Yeager mengatakan bahwa setiap tindakan korporasi yang biasa
dimana dibeeri hukuman oleh negara, entah dibawah hukum adaministrasi negara,
hukum perdata, atau hukum pidanan. Kejahatan korporasi merupakan bagian dari
kejahatan kera putih, namun lebih spesifik. Merupakan kejahatan terorganisasi
dalam hubungan yang kompleks dan mendalam antara seorang impinan eksekutif
dan manager dalam suatu tangan. Dapat juga berbentuk sebagai perusahaan
keluarga, namun tetap dalam kejahatan kerah putih. Adapun jenis-jenis korporasi,
yaitu:
1.
Korporasi publik, yaitu korporasi yang didirikan oleh pemerintah yang
mempunyai tujuan untuk memenuhi tugas-tugas administrasi di bidang urusan
publik. Contohnya, pemerintah kabupaten atau kota.
2.
Korporasi privat, yaitu korporasi yang didirikan utnuk kepentingan
privat/pribadi yang dapat bergerak di bidang keuangan, industri, dan perdagangan.
Korporasi privat ini sahamnya dapat dijual kepada masyarakat, maka ditambah
dengan istilah go public.
3.
Korporasi publik quasi, yaitu korporasi yang melayani kepentingan umum
(public service).
Bentuk-bentuk kejahatan korporasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) macam,
yaitu:
1.

Kejahatan korporasi di bidang sosial budaya

2.
Kejahatan korporasi yang menyangkut masyarakat luas dapat terjadi terhadap
lingkungan hidup, konsumen, dan pemegang saham.
3.
Kejahatan korporasi di bidang ekonomi, antara lain berupa perbuatan tidak
melaporkan keuntungan perusahaan sebenarnya, emnghindari atau memperkecil
pembayaran pajak dengan cara melaporkan data yang tidak sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya, persekongkolan dalam penentuan harga, memberikan
sumbangan kampanye politik secara tidak sah. Praktek pembeerian keterangan
yang tidak benar ddilakukan korporasi dengan modus transfer pricing, under
invoicing, dan window dressing. Kejahatan korporasi di bidang ekonomi terus
berkembang mengikuti perkembangan ekonomi masyarakat suatu bangsa.

C. Contoh Kasus Korporasi dalam Bidang Ekonomi/Perbankan

Kasus Pencucian Uang/Pembobolan Dana Nasabah Citibank


Setelah digegerkan oleh kasus Bank Century beberapa waktu lalu, kali ini Indonesia
kembali digegerkan dengan pembobolan dana nasabah Citibank. Direktorat Tindak
Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri menahan
tersangka Inong Malinda Dee berusia 47 tahun yang menjabat sebagai Senior
Relationship Manager di Citibank, karena diduga melakukan tindak pidana
perbankan dan pencucian uang dari uang nasabah yang dipegangnya. Dana
nasabah itu lalu dialirkan ke berbagai rekening milik Malinda maupun perusahaan.
Salah satu perusahaan yang menerima aliran dana itu yakni PT Sarwahita Global
Management. Pejabat Citibank yang diduga turut terlibat mendirikan PT Sarwahita
Global Management (SGM) bersama Malinda Dee telah diberhentikan sementara
waktu oleh pihak Citibank. Pejabat tersebut adalah Reniwaty Hamid.
Sementara itu, dua orang lainnya yang juga diduga turut mendirikan PT Sarwahita
Global Management yakni Gesang Situmorang dan Dennis Roy Sangkilawang sudah
tidak lagi menjadi pejabat Citibank. Gesang telah pensiun sementara Dennis telah
mengundurkan diri. Polri menetapkan status saksi pada Reniwati Hamid dalam
kasus pencucian uang dengan tersangka Malinda Dee. Polri mengaku masih fokus
kepada Malinda dan belum membidik direksi PT Sarwahita lainnya.
Malinda dilaporkan oleh Citibank karena adanya pengaduan atau keluhan tiga
nasabah bank tersebut yang kehilangan uang, sehingga total kerugian sementara
yang di alami tiga nasabah sebesar Rp16,6 miliar. Wanita yang lahir di Pangkal
Pinang pada 5 Juli 1965, sudah 20 tahun bekerja di bank milik Amerika Serikat dan
telah tiga tahun melakukan aksi kejahatan perbankan tersebut. Citibank mengakui
terbongkarnya dugaan kejahatan pembobolan dana nasabah oleh Malinda Dee
bukan temuan audit internal perusahaan tapi laporan nasabah.
Direktur Kepatuhan Citibank Yesica Effendi menceritakan kronologi terbongkarnya
kasus ini bermula pada 9 februari 2001 di mana seorang nasabah menanyakan
kepada Malinda Dee tentang berkurangnya dana pada rekening oleh transaksi yang
tidak dikenali.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri, Irjen Pol Anton Bachrul
Alam mengatakan modus yang dilakukan Malinda dengan sengaja telah melakukan
pengaburan transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap beberapa slip
transfer. Seorang teller Citibank yang berinisial D telah ditetapkan sebagai
tersangka dan dua kepala teller Citibank Landmark yang berinisial W dan N sudah
dimintai keterangan, sementara pihak-pihak yang diduga terlibat kasus ini juga
terus dikejar. Sedangkan saksi-saksi yang telah diperiksa hingga kemarin ada 25
orang. Anton merinci saksi-saksi itu tiga orang nasabah Citibank yang melaporkan
aksi Malinda ke bank, 18 karyawan Citibank, dan sisanya berasal dari PT Sarwahita
Global Management.

Malinda mengatakan, Citibank telah menampung dana pencucian uang nasabah


Malinda selama 10 tahun. Dan selama itu pula para atasan Malinda di Citibank
cabang Landmark sangat mengetahui apa yang dilakukan Malinda terhadap uang
nasabahnya. Pasalnya Malinda menjadi perpanjangan tangan nasabah untuk
mencuci uang tabungan tersebut. Malinda akan menawarkan jasa lain dengan
memindahkan rekening nasabah ke bisnis lain seperti asuransi dan produk Citibank
lainnya.
Dari pencucian uang nasabah ke bisnis lain, nasabah akan mendapatkan
keuntungan. Kartu identitas (KTP) lebih dari satu jadi sarana Malinda Dee
melancarkan aksi penggelapan dana nasabah dan pencucian uang yang
dipraktikkan di delapan bank dan dua perusahaan asuransi. Kepala Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengatakan, pihaknya
menemukan 28 transaksi mencurigakan dengan rekening atas nama Malinda Dee,
tersangka penggelapan uang Citibank dan pencucian uang. Yunus Husein
sebelumnya membenarkan ada mantan pejabat yang dikerjai Malinda. Namun, sang
mantan pejabat yang kini telah pensiun itu tidak melapor ke polisi. Sementara itu,
Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo memilih merahasiakan identitas sang mantan
pejabat itu.
Berdasarkan keterangan Polri, ada 3 nasabah Malinda yang menjadi korban. Mereka
sudah menjalani pemeriksaan. Polri juga pernah menyampaikan total uang yang
dikuras, untuk sementara mencapai Rp 17 miliar. Polri juga sudah menyita 4 mobil
mewah dan rekening milik Malinda senilai Rp 11 miliar.
Malinda dijerat pasal pencucian uang dan penggelapan. Mobil mewah masingmasing mobil, Ferrari merah seri F430 Scuderria, Mercedez Benz warna putih
dengan seri E350 dua pintu dan Ferrari merah bernopol B 125 Dee seri California
dan telah dititipkan di Rumah Penitipan Barang Sitaan (Rupbasan). Mobil disita dari
apartemen Pacific Place dan di Capital Residence, mungkin ada satu mobil yang
dikejar yakni Alphard. Selain itu, diduga Malinda juga memiliki tiga unit apartemen
salah satunya di SCBD. Baik mobil mewah dan apartemen milik Malinda dibeli
secara kredit.

D. Pembahasan
Bank Indonesia (BI) menyatakan telah menghentikan untuk sementara (suspend)
penghimpunan nasabah baru di segmen prioritas Citibank Indonesia (Citi
Indonesia), yaitu Citigold Wealth Management Banking (Citigold). Hal itu dilakukan
sebagai sanksi administratif atas kasus pembobolan dana nasabah senilai Rp 17
miliar oleh seorang relationship manager (RM) bernama Melinda Dee (MD) alias
Inong Malinda.

Vice President Customer Care Citi Indonesia Hotman Simbolon mengakui, pihaknya
memang sudah menghentikan penghimpunan nasabah baru Citigold sesuai
permintaan BI. Selain karena adanya praktek kolusi untuk membobol dana nasabah,
sanksi tersebut juga diberikan atas kelalaian Citi Indonesia melakukan rotasi untuk
karyawannya. Berdasarkan permintaan BI, bank harus melakukan rotasi secara
berkala untuk menghindarkan potensi fraud.
Darmin mengatakan, suspend tersebut belum diketahui kapan akan dicabut, karena
masih menunggu hasil review BI dan penyelidikan pihak Kepolisian. Jika ditemukan
bukti-bukti lainnya yang semakin memberatkan, kata dia, sanksinya bisa berbeda
dan bisa lebih berat. Sebagai contoh, pencabutan izin bisnis private banking/priority
banking.
BI juga telah memanggil Chief Country Officer Citi Indonesia Shariq Mukhtar dan
pejabat-pejabat terkait. Selain itu, surat pembinaan atau teguran juga telah
diberikan agar tidak kembali merugikan nasabah. Dalam surat itu, BI juga meminta
Citi Indonesia melakukan perbaikan internal control, sekaligus meminta
penghentian penghimpunan nasabah prioritas baru.
Kasus di Citibank ini terjadi terutama karena tidak bekerjanya internal control.
Supervisi oleh atasan juga tidak optimal. Mereka juga tidak mengimplementasikan
rotasi karyawan secara berkala. Selain itu, dual control tidak dilaksanakan sesuai
dengan prosedur dan informasi yang baik kepada nasabah tidak berjalan, papar
Darmin.
Deputi Gubernur BI S Budi Rochadi dan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah samasama menegaskan bahwa, jika terbukti melanggar ketentuan yang berlaku,
manajemen Citi Indonesia bisa di-fit and proper test ulang. Namun Halim telah
mengakui, terdapat prosedur yang dilompati dalam kasus transfer dana tersebut.
Hal itu berarti terjadi penyalahgunaan wewenang oleh MD.
Terkait pengawasan BI secara umum terhadap individu bank masing-masing, kata
Darmin, salah satu potensi risiko yang perlu dicermati adalah operasional, terutama
standard operational procedure(SOP), sumber daya manusia (SDM), dan sistem
informasi. Untuk pengawasan terhadapnya, terutama perilaku pegawai dan
kelemahan SOP, secara berkala BI me-review hasil assesment terhadap laporan
pihak audit internal bank maupun eksternal, yaitu kantor akuntan publik, jelas
Darmin.

Priority Banking Rawan


Sebelumnya, Peneliti Eksekutif Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan
(DPNP) BI Ahmad Berlian mengatakan, priority banking memang cukup rawan
karena dalam segmen itu, nasabah menuntut kemudahan, sehingga menimbulkan

peluang untuk berbuat kejahatan. Sebab itu, BI tengah melakukan kajian untuk
menetapkan guidelines bagi segmen tersebut.
Banyak hal yang harus disempurnakan, apakah membatasi jumlah RM,
memberikan edukasi lebih banyak kepada nasabah, atau transparansi produkproduk yang ditawarkan. Setiap orang harus sadar apa yang dia beli dan bank wajib
men-declare tingkat risikonya, jelas Ahmad.
Dia juga tidak memungkiri potensi segmen tersebut digunakan sebagai pencucian
uang (money laundering), kendati BI telah mengaturnya dalam Peraturan Bank
Indonesia (PBI) tentang anti pencucian uang dan pembiayaan terorisme. Namun,
kata Ahmad, justru banyak pelaku pencucian uang yang tidak memilih segmen
priority banking dan lebih memilih segmen perbankan biasa.
E.

Kesimpulan

Kasus Citibank mencerminkan lemahnya pengawasan Bank Indonesia (BI) sebagai


Bank Central terhadap bank umum. Bank-bank umumpun sebaiknya mendapatkan
pengawasan yang ketat dari Bank Central.
Dengan kasus Citibank ini, menimbulkan dampak negativ terhadap citra perbankan
dan berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia jika dibiarkan berlarutlarut. Dari kasus Citibank yang dilakukan oleh Malinda Dee telah adanya
pelanggaran tindak pidana. Tindak pidana ini termasuk kejahatan korporasi
terhadap ekonomi/perbankan, yang dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
F.

Saran

Sebaiknya dalam menghadapi kasus Malinda Dee ini di perlukan kerjasama yang
baik antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sehingga tidak menimbulkan
pencucian uang seperti ini lagi. Dan internal controlnya pun harus berjalan dengan
baik.
Sebagai seorang atasan Citibank, sebaiknya lebih diperketat lagi aturan-aturan dan
pemberian ketegasan pemeriksaan kepada pegawai/karyawan yang bekerja di
Citibank untuk memeriksa secara detail data keuangan nasabah.

Sumber:

A. Latar Belakang

Saat ini di berbagai sektor perekonomian ditemukan banyak pelanggaran korporasi


yang telah menimbulkan banyak kerugian dan kerusakan. Walaupun terdapat
berbagai bukti yang menunjukkan adanya kejahatan korporasi, namun hukuman
atas tindakan tersebut selalu terabaikan. Kejahatan korporasi yang telah terjadi
pada berbagai perusahaan di masa lalu juga dapat terjadi kembali. Oleh karena itu,
perlu diketahui bagaimana cara untuk mencegahnya.

Banyak perusahaan yang dengan sengaja atau bahkan berulang-ulang melakukan


tindakan yang melanggar etika bisnis bahkan hukum yang berlaku. Pandangan
masyarakat terhadap kejahatan korporasi sangat berbeda dengan pandangan
mereka pada kejahatan jalanan. Padahal hampir pada setiap kejadian, efek dari
kejahatan korporasi selalu lebih merugikan, memakan biaya lebih besar, berdampak
lebih meluas, dan lebih melemahkan daripada bentuk kejahatan jalanan.

Kejahatan sesungguhnya tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan


masyarakat. Semakin maju dan berkembang peradaban umat manusia, akan

semakin mewarnai bentuk dan corak kejahatan yang akan muncul ke permukaan.
Begitulah setidaknya, ketika manusia belum menemukan alat canggih seperti
komputer, maka yang namanya kejahatan komputer tidak pernah dikenal. Baru
setelah komputer merajelela di berbagai belahan dunia, maka orangpun disibukkan
pula dengan efek samping yang ditimbulkannya yaitu berupa kejahatan komputer.

Demikian pula halnya dengan corak kejahatan di bidang perbankan, kejahatan


terhadap pencemaran lingkungan hidup, money laundering, kejahatan di bidang
ekonomi; korupsi dan lain-lain, semua kejahatan ini lahir dan tumbuh seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai oleh manusia. Kejahatankejahatan ini termasuk dalam kategori kejahatan kelas elite. Dikatakan elite,
karena tidak semua orang dapat melakukannya.

Kejahatan kelas elite ini tidak membutuhkan tenaga fisik yang banyak.
Kemampuan pikir merupakan faktor yang penting untuk mencapai hasil yang
berlipat ganda. Namun sayang, kejahatan jenis ini seringkali tidak terpantau dan
bahkan dalam banyak hal, aparat penegak hukum justru kalah terampil dari
pelakunya, baik itu yang berkenaan dengan objek yang menjadi sasaran kejahatan
maupun masalah pembuktian dalam proses peradilan.

B. Pengertian Kejahatan Korporasi

Kejahatan diartikan sebagai suatu perbuataan yang oleh masyarakat dipandang


sebagai kegiatan yang tercela, dan terhadap pelakunya dikenakan hukuman
(pidana). Sedangkan korporasi adalah suatu badan hukum yang diciptakan oleh
hukum itu sendiri dan mempunyai hak dan kewajiban. Jadi, kejahatan korporasi
adalah kejahatan yang dilakukan oleh badan hukum yang dapat dikenakan sanksi.
Dalam literature sering dikatakan bahwa kejahatan korporasi ini merupakan salah
satu bentuk White Collar Crime.

Menurut Sutherland, kejahatan kerah putih adalah sebuah perilaku kriminal atau
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang dari kelompok yang
memiliki keadaan sosio-ekonomi yang tinggi dan dilakukan berkaitan dengan
aktifitas pekerjaannya. Selanjutnya dijelaskan, bahwa kejahatan kerah putih (WCC)
sebagian besar berkaitan dengan kejahatan atau perusakan terhadap kepercayaan
yang ada. Kejahatan atau perusakan terhadap kepercayaan yang ada ini secara
lebih luas dibagi dalam dua bagian atau tipe. Tipe pertama, ialah penyajian atau

pengambaran yang keliru, dan yang kedua adalah duplikasi atau perbuatan
bermuka dua. Tipe yang pertama berhubungan erat dengan penipuan, pengecohan
atau diperbudaknya seseorang. Sedangkan tipe kedua berkaitan secara langsung
dengan pengkhianatan kepercayaan maupun penipuan yang secara langsung
dilakukan tetapi tidak kentara; tidak terlihat secara kasat mata, yaitu dengan cara
mengelabui korbannya. Prinsip yang utama dari tipe yang kedua ini adalah dengan
membuat sebuah penampilan yang baik (bonafide) kepada calon korban,
menampilkan diri sebagai seorang yang profesional atau bisnismen (usahawan)
namun dibalik itu adalah bertujuan untuk mengeruk keuntungan yang sebanyakbanyakanya dari calon korban, bagai musang berbulu domba.

C. Karakteristik Kejahatan Korporasi

Salah satu hal yang membedakan antara kejahatan korporasi dengan kejahatan
konvensional atau tradisional pada umumnya terletak pada karakteristik yang
melekat pada kejahatan korporasi itu sendiri, antara lain :
1. Kejahatan tersebut sulit terlihat ( Low visibility ), karena biasanya tertutup oleh
kegiatan pekerjaan yang rutin dan normal, melibatkan keahlian professional dan
sistem organisasi yang kompleks.
2.
Kejahatan tersebut sangat kompleks ( complexity ) karena selalu berkaitan
dengan kebohongan, penipuan, dan pencurian serta sering kali berkaitan dengan
sebuah ilmiah, tekhnologi, finansial, legal, terorganisasikan, dan melibatkan banyak
orang serta berjalan bertahun tahun.
3.
Terjadinya penyebaran tanggung jawab ( diffusion of responsibility ) yang
semakin luas akibat kompleksitas organisasi.
4.
Penyebaran korban yang sangat luas (diffusion of victimization ) seperti polusi
dan penipuan.
5. Hambatan dalam pendeteksian dan penuntutan ( detection and prosecution )
sebagai akibat profesionalisme yang tidak seimbang antara aparat penegak hukum
dengan pelaku kejahatan.
6. Peraturan yang tidak jelas (ambiguitas law ) yang sering menimbulkan kerugian
dalam penegakan hukum.
7.
Sikap mendua status pelaku tindak pidana. Harus diakui bahwa pelaku tindak
pidana pada umumnya tidak melanggar peraturan perundang undangan tetapi
memang perbuatan tersebut illegal.

D. Faktor-faktor Pendorong Kejahatan Korporasi

1. Persaingan
Dalam menghadapi persaingan bisnis, korporasi dituntut untuk melakukan inovasi
seperti penemuan teknologi baru, teknik pemasaran, usaha-usaha menguasai atau
memperluas pasar. Keadaan ini dapat menghasilkan kejahatan korporasi seperti
memata-matai saingannya, meniru, memalsukan, mencuri, menyuap, dan
mengadakan persekongkolan mengenai harga atau daerah pemasaran.

2. Pemerintah
Untuk mengamankan kebijaksanaan ekonominya, pemerintah antara lain
melakukannya dengan memperluas peraturan yang mengatur kegiatan bisnis, baik
melalui peraturan baru, maupun penegakkan yang lebih keras terhadap peraturanperaturan yang ada. Dalam menghadapi keadaan yang demikian, korporasi dapat
melakukannya dengan cara melanggar peraturan yang ada, seperti pelanggaran
terhadap peraturan perpajakan, memberikan dana-dana kampanye yang ilegal
kepada para politisi dengan imbalan janji-janji untuk mencaut peraturan yang ada,
atau memberikan proyek-proyek tertentu, mengekspor perbuatan ilegal ke negara
lain.

3. Karyawan
Tuntutan perbaikan dalam penggajian, peningkatan kesejahteraan dan perbaikan
dalam kondisi-kondisi kerja. Dalam hubungan dengan karyawan, tindakan-tindakan
korporasi yang berupa kejahatan, misalnya pemberian upah di bawah minimal,
memaksa kerja lembur atau menyediakan tempat kerja yang tidak memenuhi
peraturan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.

4. Konsumen
Ini terjadi karena adanya permintaan konsumen terhadap produk-produk industri
yang bersifat elastis dan berubah-ubah, atau karena meningkatnya aktivitas dari
gerakan perlindungan konsumen. Adapun tindakan korporasi terhadap konsumen
yang dapat menjurus pada kejahatan korporasi atau yang melanggar hukum,
misalnya iklan yang menyesatkan, pemberian label yang dipalsukan, menjual
barang-barang yang sudah kadaluwarsa, produk-produk yang membahayakan
tanpa pengujian terlebih dahulu atau memanipulasi hasil pengujian

5. Publik
Hal ini semakin meningkat dengan tumbuhnya kesadaran akan perlindungan
terhadap lingkungan, seperti konservasi terhadap air bersih, udara bersih, serta
penjagaan terhadap sumber-sumber alam. Dalam mengahadapi lingkungan publik,
tindakan-tindkaan korporasi yang merugikan publik dapat berupa pencemaran
udara, air dan tanah, menguras sumber-sumber alam.

E. Beberapa Contoh Bentuk Kejahatan Korporasi di Bidang Ekonomi

1. Defrauding Stockholder (menipu pemegang saham), contohnya tidak melaporkan


sebenarnya keuntungan perusahaan.
2. Defrauding the Public (menipu masyarakat), contohnya persekongkolan dalam
penentuan harga (fixing price), mengiklankan produk dengan cara menyesatkan
(misrepresentation product)
3. Defrauding the Government (menipu pemerintah), contohnya menghindari atau
memperkecil pembayaran pajak dengan cara melaporkan data yang tidak sesuai
dengan data yang sesungguhnya.
4. Endangering the Public Welfare (membahayakan kesejahteraan/keselamatan
masyarakat), contohnya kegiatan produksi yang menimbulkan polusi dalam bentuk
limbah cair, debu, dan suara.
5. Tax Crime, yaitu Pelanggaran terhadap pertanggung jawaban atas syarat-syarat
yang berkaitan dengan pembuatan laporan berdasarkan UU Pajak. Contohnya
pemalsuan laporan keuangan, pelanggaran pajak.
6. Window Dressing, yaitu tindakan mengelabui masyarakat yang pada umumnya
beruga kegiatan untuk menciptakan citra yang baik di mata masyarakat dengan
cara menyajikan informasi yang tidak benar.

F. Pembahasan Contoh Kasus Kejahatan Korporasi di Bidang Ekonomi

Kasus Iklan Nissan March


Iklan sebuah produk adalah bahasa pemasaran agar barang yang diperdagangkan
laku. Namun, bahasa iklan tidak selalu seindah kenyataan. Konsumen acapkali

merasa tertipu iklan. Salah satu contohnya terjadi pada April 2012 lalu, dimana
seorang konsumen yang merasa dikelabui saat membeli mobil bermerek Nissan
March. Konsumen tersebut memutuskan membeli mobil Nissan March karena
tertarik dengan jargon irit.

Tapi baru sebulan memakai mobil tersebut, si konsumen merasakan keganjilan


karena ia merasa jargon irit dalam iklan tidak sesuai kenyataan. Bahkan yang
terjadi sebaliknya, mobil tersebut boros bahan bakar. Konsumen mencoba
melakukan penelusuran dengan menghitung jarak tempuh kendaraan dan bensin
yang terpakai. Hasil penelusuran konsumen menemukan kenyataan butuh satu liter
bensin untuk pemakaian mobil pada jarak 7,9 hingga 8,2 kilometer (km). Hasil
deteksi mandiri itu ditunjukkan ke Nissan cabang Warung Buncit, tempat konsumen
membeli mobil dan ke Nissan cabang Halim.

Berdasarkan iklan yang dipampang di media online detik dan Kompas, Nissan March
mengkonsumsi satu liter bensin untuk jarak bensin 21,8 km. Informasi serupa
terdapat di brosur Nissan March. Karena itulah konsumen berkeyakinan membeli
satu unit untuk dipakai sehari-hari. Setelah pemberitahuan konsumen tersebut,
Pihak Nissan melakukan tiga kali pengujian. Konsumen tersebut hanya ikut dua kali
proses pengujian. Lantaran tak mendapatkan hasil, ia meminta dilakukan tes
langsung di jalan dengan mengikutsertakan saksi. Kasus ini akhirnya masuk ke
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta.

Konsumen yang merasa dirugikan tersebut meminta tanggung jawab PT Nissan


Motor Indonesia (NMI). Perjuangannya berhasil. Putusan BPSK 16 Februari 2012 lalu
memenangkan pihak konsumen. BPSK menyatakan NMI melanggar Pasal 9 ayat (1)
huruf k dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. NMI diminta
membatalkan transaksi, dan karenanya mengembalikan uang pembelian Rp150
juta.

Tak terima putusan BPSK, NMI mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan. Dalam permohonan keberatannya, NMI meminta majelis hakim
membatalkan putusan BPSK Jakarta.
Kuasa hukum konsumen berharap majelis hakim menolak keberatan NMI. Ia
meminta majelis menguatkan putusan BPSK. Ia memaparkan bahwa kliennya
kecewa dengan iklan produsen yang tak sesuai kenyataan. Sedangkan kuasa hukum
pihak NMI menepis tudingan pihak lawannya. Menurutnya, tidak ada kesalahan
dalam iklan produk Nissan March. Iklan dimaksud sudah sesuai prosedur, dan tidak

membohongi konsumen. Tapi pada akhirnya kasus ini tetap dimenangkan pihak
konsumen.

DAFTAR PUSTAKA
http://andyaksalawclinic.blogspot.com/2011/05/kejahatan-korporasi.html
http://rivvei.blogspot.com/2013/01/kejahatan-korporasi-dalam-perspektif.html#_
http://yeremiaindonesia.wordpress.com/tag/pengertian-kejahatan-korporasi/
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f8503fecc5fb/kasus-iklan-nissan-marchmasuk-pengadilan
(downloaded Tue, Nov 5th 2013 1:55 pm)

Kejahatan korporasi di bidang ekonomi, antara lain berupa perbuatan tidak


melaporkan keuntungan perusahaan yang sebenarnya, menghindari atau
memperkecil pembayaran pajak dengan cara melaporkan data yang tidak sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya, persekongkolan dalam penentuan harga,
memberikan sumbangan kampanye politik secara tidak sah. Praktek pemberian
keterangan yang tidak benar dilakukan korporasi dengan modus operandi transfer
pricing, under invoicing, over invoicing, dan window dressing. Kejahatan korporasi di
bidang ekonomi terus berkembang mengikuti perkembangan ekonomi masyarakat
suatu bangsa.

Contoh kasus korporasi dalam bidang perbankan/ ekonomi. Pencucian uang.

Resume Kasus Pembobolan Dana Nasabah Citibank.


Setelah digegerkan oleh kasus Bank Century beberapa waktu lalu, kali ini Indonesia
kembali digegerkan dengan pembobolan dana nasabah Citibank. Direktorat Tindak
Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri menahan

tersangka Inong Malinda Dee berusia 47 tahun yang menjabat sebagai Senior
Relationship Manager di Citibank, karena diduga melakukan tindak pidana
perbankan dan pencucian uang dari uang nasabah yang dipegangnya. Dana
nasabah itu lalu dialirkan ke berbagai rekening milik Malinda maupun perusahaan.
Salah satu perusahaan yang menerima aliran dana itu yakni PT Sarwahita Global
Management. Pejabat Citibank yang diduga turut terlibat mendirikan PT Sarwahita
Global Management (SGM) bersama Malinda Dee telah diberhentikan sementara
waktu oleh pihak Citibank. Pejabat tersebut adalah Reniwaty Hamid. Sementara itu,
dua orang lainnya yang juga diduga turut mendirikan PTSarwahita Global
Management yakni Gesang Situmorang dan Dennis Roy Sangkilawang sudah tidak
lagi menjadi pejabat Citibank. Gesang telah pensiun sementara Dennis telah
mengundurkan diri. Polri menetapkan status saksi pada Reniwati Hamid dalam
kasus pencucian uang dengan tersangka Malinda Dee. Polri mengaku masih fokus
kepada Malinda dan belum membidik direksi PT Sarwahita lainnya. Malinda
dilaporkan oleh Citibank karena adanya pengaduan atau keluhan tiga nasabah
bank tersebut yang kehilangan uang, sehingga total kerugian sementara yang
dialami tiga nasabahsebesar Rp16,6 miliar. Wanita yang lahir di Pangkal Pinang
pada 5 Juli 1965, sudah 20 tahun bekerja di bank milik Amerika Serikat dan telah
tiga tahun melakukan aksi kejahatan perbankan tersebut. Citibank mengakui
terbongkarnya dugaan kejahatan pembobolan dana nasabah oleh Malinda Dee
bukan temuan audit internal perusahaan tapi laporan nasabah. Direktur Kepatuhan
Citibank Yesica Effendi menceritakan kronologi terbongkarnya kasus ini bermula
pada 9 februari 2001 di mana seorang nasabah menanyakan kepada Malinda Dee
tentang berkurangnya dana pada rekening oleh transaksi yang tidak dikenali.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat(Kadiv Humas) Polri, Irjen Pol Anton Bachrul
Alam mengatakan modus yang dilakukan Malinda dengan sengaja telah melakukan
pengaburan transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap beberapa slip
transfer. Seorang teller Citibank yang berinisial D telah ditetapkan sebagai
tersangka dan dua kepala teller Citibank Landmark yang berinisial W dan N sudah
dimintai keterangan, sementara pihak-pihak yang diduga terlibat kasus ini juga
terus dikejar. Sedangkansaksi-saksi yang telah diperiksa hingga kemarin ada 25
orang. Anton merinci saksi-saksi itu tigaorang nasabah Citibank yang melaporkan
aksi Malinda ke bank, 18 karyawan Citibank, dan sisanya berasal dari PT Sarwahita
Global Management. Malinda mengatakan, Citibank telah menampung dana
pencucian uang nasabah Malinda selama10 tahun. Dan selama itu pula para atasan
Malinda di Citibank cabang Landmark sangat mengetahui apa yang dilakukan
Malinda terhadap uang nasabahnya. Pasalnya Malinda menjadi perpanjangan
tangan nasabah untuk mencuci uang tabungan tersebut. Malinda akan
menawarkan jasa lain dengan memindahkan rekening nasabah ke bisnis lain seperti
asuransi dan produk Citibank lainnya. Dari pencucian uang nasabah ke bisnis lain,
nasabah akan mendapatkan keuntungan. Kartu identitas (KTP) lebih dari satu jadi

sarana Malinda Dee melancarkan aksi penggelapan dana nasabah dan pencucian
uang yang dipraktikkan di delapan bank dan dua perusahaan asuransi. Kepala Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengatakan,
pihaknya menemukan 28 transaksi mencurigakan dengan rekening atas nama
Malinda Dee, tersangka penggelapan uang Citibank dan pencucian uang.Yunus
Husein sebelumnya membenarkan ada eks pejabat yang dikerjai Malinda. Namun,
sang eks pejabat yang kini telah pensiun itu tidak melapor ke polisi. Sementara itu,
Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo memilih merahasiakan identitas sang eks
pejabat itu.

Berdasarkan keteranganPolri, ada 3 nasabah Malinda yang menjadi korban. Mereka


sudah menjalani pemeriksaan. Polri juga pernah menyampaikan total uang yang
dikuras, untuk sementara mencapai Rp 17 miliar. Polri juga sudah menyita 4 mobil
mewah dan rekening milik Malinda senilai Rp 11 miliar. Malinda dijerat pasal
pencucian uang dan penggelapan. Mobil mewah masing-masing mobil, Ferrari
merah seri F430 Scuderria, Mercedez Benz warna putih dengan seri E350 dua pintu
dan Ferrari merah bernopol B 125 Dee seri California dan telah dititipkan di Rumah
Penitipan Barang Sitaan (Rupbasan). Mobil disita dari apartemen Pacific Place dan di
Capital Residence, mungkin ada satu mobil yang dikejar yakni Alphard. Selain itu,
diduga Malinda juga memiliki tiga unit apartemen salah satunya di SCBD. Baik
mobil mewah dan apartemen milik Malinda dibeli secara kredit

Penyelesaian :
Bank Indonesia (BI) menyatakan telah menghentikan untuk sementara (suspend)
penghimpunan nasabah baru di segmen prioritas Citibank Indonesia (Citi
Indonesia), yaitu Citigold Wealth Management Banking (Citigold). Hal itu dilakukan
sebagai sanksi administratif atas kasus pembobolan dana nasabah senilai Rp 17
miliar oleh seorang relationship manager (RM) bernama Melinda Dee (MD) alias
Inong Malinda.
Kami sudah melakukan berbagai tindakan untuk mengkaji masalah ini, termasuk
mengenakan sanksi. Saat ini Citigold sudah di-suspend untuk penghimpunan
nasabah baru. Namun nasabah lama dan transaksinya tetap berjalan, kata
Gubernur BI Darmin Nasution dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi XI Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Rabu (6/4).

Vice President Customer Care Citi Indonesia Hotman Simbolon mengakui, pihaknya
memang sudah menghentikan penghimpunan nasabah baru Citigold sesuai
permintaan BI. Selain karena adanya praktek kolusi untuk membobol dana nasabah,

sanksi tersebut juga diberikan atas kelalaian Citi Indonesia melakukan rotasi untuk
karyawannya. Berdasarkan permintaan BI, bank harus melakukan rotasi secara
berkala untuk menghindarkan potensi fraud.

Memang kami tidak melakukan rotasi RM kami, karena sangat tidak mudah
memindahkan portofolio nasabah dari RM satu ke RM lainnya. Selain itu, banyak
nasabah yang ditangani MD tidak bersedia dipindahkan ke RM selain MD, jelas
Hotman.
Darmin mengatakan, suspend tersebut belum diketahui kapan akan dicabut, karena
masih menunggu hasil review BI dan penyelidikan pihak Kepolisian. Jika ditemukan
bukti-bukti lainnya yang semakin memberatkan, kata dia, sanksinya bisa berbeda
dan bisa lebih berat. Sebagai contoh, pencabutan izin bisnis private banking/priority
banking.

BI juga telah memanggil Chief Country Officer Citi Indonesia Shariq Mukhtar dan
pejabat-pejabat terkait. Selain itu, surat pembinaan atau teguran juga telah
diberikan agar tidak kembali merugikan nasabah. Dalam surat itu, BI juga meminta
Citi Indonesia melakukan perbaikan internal control, sekaligus meminta
penghentian penghimpunan nasabah prioritas baru.
Kasus di Citibank ini terjadi terutama karena tidak bekerjanya internal control.
Supervisi oleh atasan juga tidak optimal. Mereka juga tidak mengimplementasikan
rotasi karyawan secara berkala. Selain itu, dual control tidak dilaksanakan sesuai
dengan prosedur dan informasi yang baik kepada nasabah tidak berjalan, papar
Darmin.
Deputi Gubernur BI S Budi Rochadi dan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah samasama menegaskan bahwa, jika terbukti melanggar ketentuan yang berlaku,
manajemen Citi Indonesia bisa di-fit and proper test ulang. Namun Halim telah
mengakui, terdapat prosedur yang dilompati dalam kasus transfer dana tersebut.
Hal itu berarti terjadi penyalahgunaan wewenang oleh MD.
Terkait pengawasan BI secara umum terhadap individu bank masing-masing, kata
Darmin, salah satu potensi risiko yang perlu dicermati adalah operasional,
terutama standard operational procedure(SOP), sumber daya manusia (SDM), dan
sistem informasi. Untuk pengawasan terhadapnya, terutama perilaku pegawai dan
kelemahan SOP, secara berkala BI me-review hasil assesment terhadap laporan
pihak audit internal bank maupun eksternal, yaitu kantor akuntan publik, jelas
Darmin.
Priority Banking Rawan

Sebelumnya, Peneliti Eksekutif Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan


(DPNP) BI Ahmad Berlian mengatakan, priority banking memang cukup rawan
karena dalam segmen itu, nasabah menuntut kemudahan, sehingga menimbulkan
peluang untuk berbuat kejahatan. Sebab itu, BI tengah melakukan kajian untuk
menetapkan guidelines bagi segmen tersebut.
Banyak hal yang harus disempurnakan, apakah membatasi jumlah RM,
memberikan edukasi lebih banyak kepada nasabah, atau transparansi produkproduk yang ditawarkan. Setiap orang harus sadar apa yang dia beli dan bank wajib
men-declare tingkat risikonya, jelas Ahmad.
Dia juga tidak memungkiri potensi segmen tersebut digunakan sebagai pencucian
uang (money laundering), kendati BI telah mengaturnya dalam Peraturan Bank
Indonesia (PBI) tentang anti pencucian uang dan pembiayaan terorisme. Namun,
kata Ahmad, justru banyak pelaku pencucian uang yang tidak memilih
segmen priority banking dan lebih memilih segmen perbankan biasa. (grc)

Anda mungkin juga menyukai