Anda di halaman 1dari 5

Teori Perundang-Undangan - HKUM4404 - Tuton 3

1. Dalam prinsip pembagian kekuasaan negara kekuasaan tidak dibagi habis kepada
lembaga negara yang ada, melainkan kekuasaan itu dibagi oleh lembaga yang oleh
konstitusi diberikan kewenangan untuk membagi kekuasaan negara. Dalam prinsip
pembagian kekuasaan lebih mengedepankan adanya kekuasan tertinggi yang
mengatur dan menerima pertanggungjawaban atas pelaksanaan kekuasaan yang
diberikan. Salah satunya adalah Undang-Undang Dasar 1945 menganut prinsip
pembagian kekuasaan yang mengedepankan supremasi parlemen, maka prinsip
kekuasaan kehakiman yang bebas dan mandiri sebagaimana yang diatur dalam Pasal
24 Undang-Undang Dasar 1945.
a. Berdasarkan pada uraian di atas, analisislah pemaknaan kebebasan kekuasaan
kehakiman.

JAWAB:

Kebebasan kekuasaan kehakiman diatur dalam Pasal 24 Ayat (1) UUD NRI
1945 yang menyebutkan bahwa: Kekuasaan Kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan.

Dalam interpretasi historis, dapat diketahui bahwa ketentuan tersebut


dimaksudkan bahwa lembaga peradilan bebas dari intervensi lembaga
eksekutif atau lembaga dan perorangan. Prinsip yang terkandung di dalamnya
adalah bahwa kemerdekaan, kebebasan, atau kemandirian adalah bersifat
kelembagaan, yaitu lembaga peradilan. Merujuk pengertian kekuasaan
kehakiman dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman (UU KK) menyebutkan bahwa:

Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk


menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia.

Maksud dari kata merdeka memiliki konotasi makna tidak boleh terikat oleh
apa pun dan tidak ada tekanan dari siapa pun. Merdeka juga berarti suatu
tindakan tidak boleh digantungkan kepada apa pun atau siapa pun. Merdeka
juga memiliki arti leluasa untuk berbuat apa pun sesuai dengan keinginan dari
kebebasan itu sendiri. Apabila kata merdeka disifatkan kepada hakim,
sehingga menjadi kebebasan hakim dalam menjalankan tugasnya sebagai
hakim, maka dapat memberikan pengertian bahwa hakim dalam menjalankan
tugas kekuasaan kehakiman tidak boleh terikat dengan apa pun dan/atau
tertekan oleh siapa pun, tetapi leluasa untuk berbuat apa pun.

b. Berikan analisis pengujian perundang-undangan dalam perspektif pembagian


kekuasaan.

JAWAB:

Amendemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945 (UUD NRI 1945) mengubah lanskap kewenangan kekuasaan kehakiman
di Indonesia. Amendemen itu tidak lagi menempatkan Mahkamah Agung
(MA) sebagai pelaku tunggal kekuasaan kehakiman, melainkan, berdasarkan
Pasal 24 ayat (2) UUD NRI 1945 “kekuasaan kehakiman diselenggarakan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, dan
oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD
NRI 1945, salah satu kewenangan yang dimiliki MK adalah berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
dan mengikat untuk menguji Undang-Undang terhadap UUD NRI 1945.
Sementara itu, terhadap pengujian peraturan perundang-undangan di bawah
Undang-Undang terhadap Undang-Undang, kewenangannya diberikan kepada
MA. Dalam perspektif pembagian kekuasaan, kewenangan pengujian
perundang-undangan merupakan upaya untuk memberikan jaminan
konstitusional kepada warga negara agar kekuasaan yang ada tidak melanggar
hak-hak konstitusional warga negara maupun setiap orang.

Referensi:

Indrati, M. F., Sikumbang, S. M., Sjarif, F. A., Salampessy, M. Y., (2016), Teori
Perundang-Undangan, Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, hlm. 1.3.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman


2. Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 9 September 2002 No. 05.G/HUM/2001
tentang permohonan uji materiil yang diajukan Para Pemohon Drs.Ec.H. Arwan Karsi
MK, Ms dkk. (Ketua dan para wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat), terhadap
PP No. 110 Tahun 2000 tentang kedudukan keuangan DPRD. Para Pemohon
mendalilkan bahwa PP tersebut bertentangan dengan Undang-Undang No. 4 Tahun
1999 tentang Susduk MPR, DPR, DPRD Pasal 34 ayat (2), (3), (5) serta Undang-
Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 19 dan 2l yang
mengatur tentang penentuan anggaran DPRD adalah merupakan wewenang DPRD
yang bersangkutan, bukan diatur dengan PP. Permohonan ini dikabulkan dengan
menyatakan batal PP No. 110 Tahun 2000.

Berdasarkan pernyataan di atas, uraikan kedudukan perkara berdasarkan;

- pihak pemohon dan termohon


- perihal yang menjadi dasar permohonan
- hal-hal yang diminta untuk diputus

JAWAB:

Kedudukan perkara tersebut adalah sebagai berikut:

Pihak Pemohon

1) Drs. EC. H. ARWAN KARSI MK. MS, tempat /tanggal lahir Batang Kapas
20 April 1947 alamat Jalan Raya Nanggalo Gg Ikhlas 11/23 A Padang, Agama
Islam, Pekerjaan Jabatan Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat;
2) Drs. SYAHRIAL.SH. tempat/tanggal Lubuk Basung/27 Juli 1947, alamat Jin.
Elang II No. 15 Air Tawar Barat Padang, Agama Islam, Pekerjaan/Jabatan
Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat;
3) NY. TITI NAZIF LUBUK. tempat/tanggal lahir Bukittinggi/ 7 Oktober 1947,
alamat Jalan Cemara No. 12 Dangau Teduh Padang, Agama Islam,
Pekerjaan/Jabatan Wakil Ketua DPRD Propinsi Sumatera Barat;
4) MASFAR RASYID. SH. DT. RA.TO TUO, tempat /tanggal lahir Salo,
Kecamatan Baso Kabupaten Agam/30 Desember 1945, alamat Jalan Pakoan
lndah II No.90 Kamang, Agama Islam, Pekerjaan/Jabatan Wakil Ketua DPRD
Provinsi Sumatera Barat;
keempatnya bertindak untuk dan atas nama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi Sumatera Barat;

Pihak Termohon

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA beralamat di Jakarta Pusat, dalam hal ini


memberikan kuasa kepada Drs. Santoso, SH. dan kawan-kawan, Jaksa Pengacara
Negara, beralamat di Jalan Sultan Hasanuddin No. 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan;

selanjutnya disebut Tergugat

Perihal yang Menjadi Dasar Permohonan

Alasan-alasan hukum bagi Penggugat (Pemohon) menyatakan Peraturan Pemerintah


Nomor 110 Tahun 2000 bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi, khususnya UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,
DPR, dan DPRD dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah adalah sebagai berikut:

a) Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 Pasal 34 ayat (2), (3), (4), dan
(5), diketahui bahwa salah satu yang menjadi tugas dan wewenang DPRD
adalah menentukan anggaran DPRD yang pelaksanaannya diatur dalam
Peraturan Tata Tertib Dewan;
b) Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Pasal 19 dan 21, diketahui
bahwa salah satu yang menjadi hak DPRD adalah menentukan Anggaran
Belanja DPRD;
c) Bahwa dari ketentuan kedua Peraturan Perundang undangan yang telah
dikemukakan pada huruf a dan b di atas telah dapat diketahui secara hukum
bahwa untuk menentukan Anggaran DPRD adalah merupakan tugas,
wewenang dan hak DPRD, dimana pelaksanaannya diatur dengan Peraturan
Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan bukan dengan Peraturan
Pemerintah;
d) Bahwa dengan demikian Peraturan pemerintah No.110 tahun 2000 yang dibuat
dan dikeluarkan oleh Tergugat yang mengatur tentang kedudukan keuangan
DPRD secara hukum bertentangan dengan UU No. 4 tahun 1999 dan UU No.
22 tahun 1999;
bahwa berdasarkan fakta fakta hukum yang telah dikemukakan diatas, secara hukum
oleh karena PP No.110 tahun 2000 yang dibuat dan dikeluarkan oleh Tergugat
bertentangan dengan peraturan Perundang undangan yang lebih tinggi (UU No. 4
tahun 1999 dan UU No.22 tahun 1999), maka PP No.110 tahun 2000 patut dan
beralasan hukum untuk dinyatakan batal demi hukum dan bertentangan dengan TAP
MPR-RI Nomor III/MPR/2000, tidak sah dan tidak berlaku umum;

bahwa dengan dibuat dan dikeluarkan PP No. 110 tahun 2000 ini oleh Tergugat telah
menimbulkan Kecemasan dan Kekhawatiran Lembaga Legislatif yang merupakan alat
Kontrol dan Pengawasan terhadap Eksekutif, tentang akan timbulnya kembali
intervensi eksekutif terhadap legislatif yang akan membuat kemandulan atau
lemahnya Lembaga Legislatif sebagaimana masa lalu, sehingga untuk tidak
terulangnya kesalahan pada era Pemerintahan sebelumnya, patut dan beralasan
Penggugat mengajukan gugatan ini kepada Ketua Mahkamah Agung RI untuk
memperoleh keputusan menurut hukum;

Hal-Hal yang Diminta untuk Diputus

Penggugat memohon kepada Ketua Mahkamah Agung RI untuk memberi putusan


yang amarnya sebagai berikut:

1) Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;


2) Menyatakan PP No. 110 tahun 2000 bertentangan dengan peraturan
perundang undangan yang lebih tinggi yalmi UU No. 4 tahun 1999 dan UU
No. 22 tahun 1999;
3) Menyatakan PP No. 110 tahun 2000 tidak sah dan tidak berlaku untuk
umum serta memerintahkan Tergugat dengan segera mencabutnya;
4) Menghukum Tergugat membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini;

Anda mungkin juga menyukai