Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 2

MUHAMMAD SOETRISMAN

031351269

Dalam perkara perjanjian berupa Shareholders Agreement (SHA) tertanggal 31 Juli 2013. Dalam
SHA ditegaskan setiap perselisihan dan hal yang berhubungan harus diselesaikan melalui SIAC.
Bahkan arbitrase berwenang bukan hanya mengadili substansi pokok perselisihan, tetapi juga hal
lain yang berhubungan dengan SHA.

Kuasa hukum penggugat, Radhie N. Yusuf, tak menampik adanya klausula arbitrase dalam
perjanjian. Tetapi, tegas dia, klausula arbitrase hanya berlaku antara para pihak yang melakukan
perjanjian. Para pihak dalam perjanjianlah yang menggunakan forum arbitrase dalam
penyelesaian sengketa mereka. “Kata kunci, ada perjanjian di antara para pihak, isinya ada
klausul arbitrase. Nah, antara ABNR, PP (Philip Payne) dan RN (Ricky S. Nazir) kan tidak
pernah ada perjanjian. Jadi, gimana bisa ada klausul arbitrase?” ujar Radhie melalui pesan
singkatnya.

Dalam salinan dokumen persidangan terungkap tergugat berharap agar eksepsi absolut diputus
lebih dahulu sebelum pokok perkara dan pembuktian. Para tergugat mengingatkan sudah ada
sejumlah putusan pengadilan atau yurisprudensi yang intinya menyatakan pengadilan negeri tak
berwenang memeriksa dan memutus perkara jika ada klausula arbitrase.

Selain meminta majelis mengabulkan dalil mengenai klausula arbitrase tersebut, tergugat
meminta agar hakim menyatakan para Penggugat tidak memiliki kedudukan hukum untuk
mengajukan gugatan a quo karena surat gugatan didasarkan pada lima tagihan (invoice) yang
ternyata tidak satu pun dibayar oleh penggugat. Untuk tagihan pertama senilai AS$25.323,54
yang ditagihkan ke PT Harsco Dana Abadi masih berupa draft atau konsep. Sama halnya dengan
tagihan dalam jumlah yang sama yang ditagihkan kepada PT Anugrah Tunas Asia juga masih
berupa draft atau konsep. Tagihan ketiga sebesar AS$67.136,84 ditagihkan kepada PT Moriss
Energi, bukan dialamatkan kepada para Penggugat. Begitu pula pada invoice keempat dan
kelima yang masing-masing berjumlah AS$4.753,62 serta AS$1.209,08 juga ditagihkan kepada
PT Moriss Energi, bukan para penggugat. Oleh karena itu Penggugat dianggap tidak
mempunyai legal standing dalam perkara a quo.

Sumber : hukumonline
Soal :

1. Jelaskan apa saja kelebihan dalam menyelesaikan sengketa melalui jalur arbitrase!

Jawab :

 Efisien Waktu.
 Hemat Biaya.
 Bersifat Rahasia.
 Putusan bersifat mengikat dan final.
 Keahlian dan kepekaan para arbiter.
 Penggunaan dan Peran Pengacara.

2. Apabila dalam suatu kontrak tidak mencantumkan klausul penyelesaian sengketa melalui
arbitrase, apakah para pihak dapat mengajukan penyelesaian melalui jalur arbitrase?
Jelaskan!

Jawab :

Arbitrase
Arbitrase menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU 30/1999”) adalah cara penyelesaian
suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Para pihak adalah
subyek hukum, baik menurut hukum perdata maupun hukum publik.[1]
 
Adapun yang disebut dengan perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa
klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak
sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak
setelah timbul sengketa.[2]
UU 30/1999 mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam
suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara
tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau yang
mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase
atau melalui alternatif penyelesaian sengketa.[3]
 
Selain itu Pasal 7 UU 30/1999 mengatur bahwa para pihak
dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara mereka untuk
diselesaikan melalui arbitrase.
 
Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan
diselesaikan melalui arbitrase dan para pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter
berwenang menentukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika
hal ini tidak diatur dalam perjanjian mereka. Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa
melalui arbitrase dimuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak.[4]
 
Selain itu apabila disepakati penyelesaian sengketa melalui arbitrase terjadi dalam bentuk
pertukaran surat, maka pengiriman teleks, telegram, faksimili, e-mail atau dalam bentuk
sarana komunikasi lainnya, wajib disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para
pihak.[5]
 
Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang
perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan
dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.[6] Sedangkan sengketa yang tidak
dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-
undangan tidak dapat diadakan perdamaian.[7]
 
Menyelesaikan Sengketa dengan Perjanjian Arbitrase
Jadi menjawab pertanyan Anda, penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan
apabila telah ada suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu
perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian
arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Artinya selama ada
perjanjian arbitrase sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase, baik itu berupa klausula
suatu perjanjian sebelum timbul sengketa maupun perjanjian khusus arbitrase yang dibuat
setelah ada sengketa.
 
Hal serupa juga disampaikan oleh Husseyn Umar, Ketua Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI) dalam artikel Makin "Ngetrend", Ini 5 Kelebihan Penyelesaian
Sengketa Melalui Arbitrase, nyawa dari arbitrase adalah perjanjian arbitrase. Perjanjian
arbitrase akan menentukan apakah suatu sengketa bisa diselesaikan melalui arbitrase, di
mana diselesaikannya, hukum mana yang digunakan, dan lain-lain. Perjanjian arbitrase
bisa berdiri sendiri atau terpisah dari perjanjian pokonya.

3. Sengketa apa saja yang dapat diajukan penyelesaiannya melalui jalur arbitrase? Jelaskan
disertai dengan contoh kasus!

Jawab :

Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam
suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian
arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.[3]
 
A dan B telah sepakat agar penyelesaian sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui
arbitrase. Jika timbul situasi sengketa dikemudian hari, maka arbiter berwenang menenetukan
dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini tidak
diatur dalam perjanjian mereka.[4]
 
Arbiter berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU 30/1999 didefinisikan sebagai berikut:
 
Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang
ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan
mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase.
 
Namun sebelumnya jika terjadi sengketa, Anda sebagai pemohon dapat memberitahukan dengan
surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mail atau dengan buku ekspedisi kepada termohon
bahwa syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau termohon berlaku.[5]
 
Surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase memuat dengan jelas:[6]
a. nama dan alamat para pihak;
b. penunjukan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku;
c. perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa;
d. dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada;
e. cara penyelesaian yang dikehendaki; dan
f. perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau apabila tidak pernah
diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang
dikehendaki dalam jumlah ganjil.
 
Dalam kasus Anda, ketika A meninggal dunia, Anda sebagai anak tetap bisa menggunakan
arbitrase sebagai jalur penyelesaian sengketa terhadap B dengan dasar sebagaimana diatur
dalam Pasal 10 UU 30/1999 berikut:
 
Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh keadaan tsb di bawah ini:
a. meninggalnya salah satu pihak;
b. bangkrutnya salah satu pihak;
c. novasi;
d. insolvensi salah satu pihak;
e. pewarisan;
f. berlakunya syarat2 hapusnya perikatan pokok;
g. bilamana pelaksanaan perjanjian tsb dialih tugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak
yang melakukan perjanjian arbitrase tsb; atau
h. berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
 
Dari alasan ini berarti Anda tetap berhak untuk menyelesaikan sengketa dengan pihak B melalui
arbitrase.
 
Bagaimana dengan B yang tetap ingin menggunakan jalur Pengadilan Negeri? Hal tersebut
nyatanya ditiadakan oleh Pasal 11 ayat (1) UU 30/1999 yang berbunyi sebagai berikut:
 
Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan
penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan
Negeri.
 
Sehingga Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu
penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal tertentu yang
ditetapkan dalam UU 30/1999.[7]

Anda mungkin juga menyukai