Terbitnya surat berharga dilatarbelakangi oleh transaksi misalnya antara penjual dan pembeli
yang telah mengadakan kesepakatan bahwa dalam melaksanakan pembayaran akan dibayar
tidak secara tunai, melainkan dengan menerbitkan surat berharga. Jadi surat berharga yang
diterbitkan oleh pembeli sebagai penerbit itu, mempunyai nilai atau harga sebesar yang
diperjanjikan dalam transaksi yang telah mereka adakan sebelumnya. Timbulnya kewajiban
membayar dengan menerbitkan surat berharga karena adanya perjanjian terlebih dahulu di
antara para pihak, yang mana perjanjian tersebut disebut „perikatan dasar . Tanpa ‟ adanya
perikatan dasar tidak mungkin diterbitkan surat berharga.
Pengertian Surat-Surat Berharga
Surat berharga merupakan sebuah dokumen yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai
pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran sejumlah uang sehingga berfungsi sebagai alat
bayar yang di dalamnya berisikan suatu perintah untuk membayar kepada pihak-pihak yang
memegang surat tersebut.
1. Menurut isi perikatan dasarnya, menggolongkan surat atas tunjuk dan atas pengganti
menjadi 3 golongan yaitu :
c. Surat berharga yang mempunyai sifat tagihan hutang (utang piutang) misalnya:
wesel, cek, surat aksep, promis, kwitansi.
a. Surat berharga yang dikenal dalam lembaga keuangan bank misalnya : sertifikat
deposito, simpanan giro dan cek.
b. Surat berharga pada lembaga keuangan non bank misalnya : efek (pasar modal),
interbank call money .
Surat Berharga
- Berharga bagi setiap orang
- Bersifat obyektif
- Dapat diperdagangkan
seperti wesel, cek, aksep, obligasi, ceel, konosemen
a. Surat wesel : dalam Buku I title ke 6 bagian 1-12 Pasal 100-173 KUHD
2. Pengaturan surat berharga di luar Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yaitu: Bilyet
Giro:
a. Surat Edaran Bank Indonesia nomor SE 4/670/UPPB/PbB mengatur tentang bilyet
giro
“Ratna Waliliong melaporkan Imelda dan Reinaldo, tersangka dugaan kasus penipuan lewat
bilyet giro kosong berbandrol 2,5 Miliar pada 24 Agustus 2011 di Direskrimum Polda Sulut.
Imelda menawarkan jasa kepada Ratna Waliliong untuk menjualkan berlian milik pelapor.
Pada transaski pertama, pembayaran hasil penjualan berlian tersebut pun berjalan lancar
dengan jumlah pembayaran Rp 1 miliar. Pembayaran pun dilakukan dengan menggunakan
bilyet giro. Mei 2011 ketika jumlah berlian yang di ambil telah mencapai nilai Rp 3,2 miliar
terlapor hanya sanggup membayar Rp 700 juta, sedangkan sisanya Rp 2,5 miliar oleh terlapor
coba dilunasi dengan memberikan 45 lembar bilyet giro. Setelah dikliring Bilyet Giro
tersebut ditolak Bank dengan keterangan saldo tidak cukup. Belakangan ketahuan rekening
bilyet giro Reinaldo Sanyoto telah ditutup. Berdasarkan laporan itu, Polda Sulut mengusut
dan berhasil mengungkap tiga tersangka termasuk oknum sopir Imelda dan Reinaldo yakni
SN alias Stanly ikut ditetapkan tersangka karena disebut-sebut membantu terjadinya tindak
pidana.”
Aspek pidana dari penarikan bilyet giro kosong berdasarkan pengaturan UU No. 17 Tahun
1964 tentang Larangan Penarikan Cek Kosong (“UU Cek Kosong”), yang secara khusus
menyatakan bahwa tindak pidana penarikan cek kosong adalah kejahatan (Pasal 3 UU Cek
Kosong). Pengaturan UU Cek Kosong ini menyebabkan perbedaan aspek pidana dari
penarikan cek kosong dengan penarikan bilyet giro kosong. Berdasarkan UU Cek Kosong,
penarikan cek kosong yang dianggap sebagai tindak pidana ekonomi diancam dengan sanksi
pidana yang berat, yaitu hukuman mati, pidana seumur hidup, atau pidana penjara 20 tahun.
Ancaman pidana yang berat itu ternyata menimbulkan keengganan masyarakat menggunakan
cek dalam lalu lintas pembayaran.