diharapkan dapat berlangsung dengan baik, fair dan proporsional sesuai kesepakataan
para pihak. Terutama pada perjanjian yang bersifat komersial, Perjanjian melahirkan
perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-
masing pihak. Dengan demikian suatu kesepakatan berupa perjanjian pada hakikatnya
adalah mengikat, bahkan sesuai dengan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, kesepakatan ini
membuatnya.1
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Keabsahan perjanjian
ditentukan oleh syarat sah perjanjian yang telah ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab
perjanjian adalah perjanjian menjadi tidak sah, dan perjanjian tersebut dapat
dibatalkan atau batal demi hukum. Yang dimaksud dengan pembatalan perjanjian pada
dasarnya adalah suatu keadaan yang membawa akibat suatu hubungan kontraktual
atau perjanjian itu dianggap tidak pernah ada. Pembatalan perjanjian sendiri diakui dan
di atur dalam KUHPer tepatnya dalam Pasal 1446 sampai Pasal 1456. Namun tidak
1
R.Subekti, (2005) Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, Hlm 43
membawa akibat perjanjian dianggap tidak pernah ada tentu saja menimbulkan akibat
Akibat terhadap perjanjian yang dapat di batalkan adalah salah satu pihak dapat
meminta pembatalan perjanjian. Perjanjian akan tetap mengikat para pihak apabila
tidak dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan.
Hak untuk meminta pembatalan perjanjian, menuntut pemulihan bahkan hak untuk
menuntut ganti rugi merupakan hak bagi para pihak yang merasa dirugikan, sedangkan
pihak lainnya yang telah terlanjur menerima prestasi dari pihak lain wajib
hukum adalah perjanjian dianggap batal atau bahkan perjanjian dianggap tidak ada dan
tidak pernah terjadi dari awal. Konsekuensi lanjutan dari pembatalan perjanjian adalah
apabila setelah pembatalan salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya untuk
mengembalikan apa yang telah diperolehnya maka pihak lain dapat mengajukan
Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga; tak
dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur
dalam Pasal 1317". Pasal 1315 KUHPerdata menegaskan: “Pada umumnya seseorang
tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Namun
kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau
suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu”.
Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk
diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang
Suatu perjanjian tidak diperkenankan merugikan pihak ketiga, hal ini sesuai
dengan Pasal 1340 KUH Perdata “Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihakpihak
yang membuatnya”. Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak
ketiga; tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal
yang diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata". Pihak ketiga adalah mereka yang bukan
merupakan pihak dalam suatu perjanjian dan juga bukan penerima/pengoper hak
(rechtsverkrijgenden), baik berdasarkan alas hak umum maupun alas hak khusus. 5
4
Niru Anita Sinaga, (2018) “Peranan Asas-Asas Hukum Perjanjian Dalam Mewujudkan Tujuan
Perjanjian”, Binamulia Hukum Vol. 7 No. 2, Desember 2018
5
Budiono Kusumohamidjojo, (2015) “Perbandingan Hukum Kontrak (Compartive Contract Law) ”,
Mandar Maju, Bandung,
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Miru, (2007) “Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak”, Jakarta: PT. Raja
Agus Yudha Hernoko, (2010), Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Niru Anita Sinaga, (2018) “ Peranan Asas-Asas Hukum Perjanjian Dalam Mewujudkan