Jawaban :
Halo Tutor, saya Joice Wangania ijin untuk menyampaikan jawaban saya terkait diskusi
pada sesi ini.
Kebebasan hakim untuk melakukan interpretasi sesuai dengan rasa keadilan dijamin
oleh hukum dan perundang-undangan. Interpretasi hukum dengan metode ini bersifat
responsive sehingga interpretasi banyak dilakukan secara posteriori (from what comes
later) untuk menemukan rasa keadilan yang berbeda antar masyarakat dan selalu
berubah. Kedua Metode Interpretasi tersebut sangat dipengaruhi oleh dua teori hukum
yang dominan hingga saat ini antara Legal Positivist yang lebih pada metode
conservative dengan Legal Realist/Empirics yang lebih menekankan pada metode
creativity. Dikarenakan perbedaan pandangan terhadap kedua metode interpretasi ini,
lahirlah metode ketiga dengan menggabungkan keduanya yang sering disebut sebagai
a Janus-faced concept yang pada dasarnya adalah: Interpretasi model ini
menginterpretasikan konsep hukum dengan asumsi bahwa terdapat makna yang asli
atau original yang merupakan dasar untuk menginterpretasikan konsep hukum tersebut
dimana interpretasi yang valid harus bermanfaat untuk mewujudkan rasa keadilan yang
berkembang.
Pada metode ini membedakan interpretasi yang hanya mendasarkan pada makna
murni (original) atau hanya sebuah inovasi atau kreativitas baru, namun membuat
sesuatu yang berbeda dari makna original atau aslinya melalui proses kreativitas.
Dalam praktek metode interpretasi hukum ketiga ini banyak dipergunakan sepanjang
interpretasi tersebut diterima dan terbuka untuk dievaluasi oleh orang lain. Metode ini
juga memungkinkan dipergunakan baik oleh para penganut Legal Positivism maupun
Legal Realism.
Sumber :
BMP HKUM4401/INTERPRETASI DAN PENALARAN HUKUM