Anda di halaman 1dari 3

1.

Bagaimana keterkaitan antara otonomi daerah dengan desentralisasi fiskal dan pemungutan pajak
daerah?

2. Apa hal-hal yang melatarbelakangi perubahan kebijakan pemerintah mengenai pergantian dari open list
system menjadi close list system?

3. Apa yang dimaksud dengan open list system dan close list system?

Jawab :

1. keterkaitan antara otonomi daerah dengan desentralisasi fiskal dan pemungutan pajak daerah yaitu
desentralisasi fiskal dan otonomi daerah merupakan 2 hal yang berkaitan erat. Terutama bila bicara tentang
pajak daerah. Sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tentu sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan penerimaan pajak pusat dan daerah. Salah satu jenis sinergi yang dimaksud adalah dalam
mengoptimalkan pertukaran dan pemanfaatan data atau informasi perpajakan. Jadi, mengacu pada Pasal 1
angka 7 UU No. 32 Tahun 2004, desentralisasi berarti penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Senada dengan desentralisasi tersebut, aspek pembiayaan juga
ikut terdesentralisasi. Implikasinya adalah daerah dituntut untuk bisa membiayai secara mandiri biaya
pembangunannya. Oleh karena itu, pelimpahan tugas yang diemban oleh pemda dalam otonomi harus
disertakan dengan pelimpahan keuangan.

Salah satu wujud pelaksanaan otonomi daerah dalam aspek pengelolaan keuangan daerah disebut sebagai
otonomi fiskal atau desentralisasi fiskal. Dengan kata lain, desentralisasi fiskal sebagai pemberdayaan
masyarakat melalui pemberdayaan fiskal pemda. Atau sederhananya, desentralisasi fiskal adalah
penyerahan kewenangan fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Fiskal sendiri berarti
terkait urusan pajak atau pendapatan publik. Dengan begitu, desentralisasi fiskal diatur pemerintah daerah
dalam kewenangannya mengatur keuangan daerah termasuk pemungutan pajak.

Pelaksanaan desentralisasi fiskal terjadi secara resmi pada era Reformasi, tepatnya dimulai sejak 1 Januari
2001. Prosesnya diawali dengan pengesahan Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah (PKPD). Hingga kini, kedua regulasi tersebut telah melalui beberapa kali revisi hingga yang
terakkhir adalah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Awalnya, pelaksanaan kebijakan ini di Indonesia bertujuan untuk menciptakan aspek kemandirian di daerah.
Sebagai konsekuensinya, daerah akan menerima pelimpakan kewenangan di segala bidang, kecuali
kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, serta
keagamaan. Pelimpahan kewenangan tersebut diikuti dengan penyerahan sumber-sumber pendanaan
berupa basis-basis perpajakan maupun bantuan pendanaan melalui mekanisme Transfer ke Daerah sesuai
dengan asas money follows function.

Manfaat Desentralisasi Fiskal


Adapun manfaat yang diterima dari penerapan desentralisasi fiskal di Indonesia adalah sebagai berikut:
 Desentralisasi akan lebih bisa menyukseskan tujuan pembangunan melalui pemberian hak kontrol
kepada masyarakat yang mempunyai informasi dan inisiatif untuk membuat keputusan yang sesuai
dengan kebutuhan mereka.
 Pemberian tanggung jawab dan kewenangan yang lebih kepada daerah dapat meningkatkan
kualitas dan efisiensi layanan publik.
 Kesinambungan kebijakan fiskal secara makro.
 Mengoreksi ketimpangan vertikal antara pusat dan daerah.
 Mengoreksi ketimpangan horizontal antar daerah.
 Meningkatkan akuntabilitas, efektivitas & efisiensi pemerintah daerah.
 Meningkatkan kualitas pelayanan publik.
 Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan.

Contoh Desentralisasi Fiskal


Salah satu komponen belanja negara yang memiliki peran sangat penting dalam instrumen kebijakan fiskal
adalah transfer ke daerah dan dana desa (TKDD). Hal ini dipercaya dapat memperkuat implementasi
desentralisasi fiskal guna mempercepat pembangunan daerah dengan tujuan utama; meningkatkan kualitas
pelayanan publik (public service delivery) dan kesejahteraan masyarakat (social walfare).
Dalam struktur belanja negara pada APBN, TKDD terdiri menjadi 2 bagian besar, yakni:
 Transfer ke Daerah (TKD): Dialokasikan untuk daerah provinsi, kabupaten dan kota.
 Dana Desa: Diberikan kepada desa.
Kesimpulan
Desentralisasi fiskal merupakan penyerahan kewenangan fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah yang mana nantinya dimanfaatkan oleh setiap daerah untuk pembangunan. Seperti meningkatkan
kualitas dan efisiensi layanan publik yang sudah ada maupun baru ingin dibangun.

2. Hal-hal yang melatarbelakangi perubahan kebijakan pemerintah mengenai pergantian dari open list
system menjadi close list system. Latar belakang perubahan sistem presidensial ke parlementer merupakan
usulan KNIP untuk mengurangi kekuasaan presiden sebagai satu-satunya pemegang kekuasaan tertinggi di
negara serta memberikan kedaulatan kepada rakyat sebagai cerminan atas demokrasi Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945, pemerintahan dipimpin oleh Presiden Soekarno
dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Pada masa itu, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan
Presidensial di mana Presiden bertindak sebagai kepala negara dan pemerintahan. Hingga pada tanggal 11
November 1945, BP-KNIP mengeluarkan mosi tak percaya pada Sistem pemerintahan Presidensial yang ada
terhadap kabinet melalui usulan dari BP-KNIP kepada pemerintah yang disiarkan dalam pengumuman Badan
Pekerja KNIP No. 5 tahun 1945 yang berbunyi, “Supaya lebih tegas adanya kedaulatan rakyat dalam susunan
pemerintahan Republik Indonesia, maka berdasarkan pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar yang
dirubah, badan Pekerja dalam rapatnya telah membicarakan soal pertanggungjawaban para Menteri kepada
Badan perwakilan Rakyat (menurut sistem sementara kepada Komite Nasional Pusat)”, Selain alasan diatas
perubahan sistem pemerintahan dianggap sebagai cermin demokrasi Indonesia waktu itu, serta untuk
mengurangi kekuasaan presiden sebagai satu-satunya pemegang kekuasaan tertinggi di negara, karena
dengan keharusan presiden untuk melapor atau bertanggung jawab kepada parlemen menunjukkan bahwa
presiden tidak absolut sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.

Menanggapi hal tersebut, akhirnya Pemerintah Indonesia pada 14 November 1945 akhirnya mengeluarakan
maklumat yang berisi tentang perubahan sistem pemerintahan Indonesia, yang semula presidensil menjadi
parlementer. Tentunya hal ini membuat nantinya pemerintahan (Perdana Menteri bersama Kabinet)
bertanggung jawab kepada parlemen (KNIP) yang berfungsi sebagai badan legislatif bukan pada Presiden
lagi. Pengumuman maklumat ini kemudian ditindak lanjuti oleh KNIP untuk segera mengusulkan Sutan
Sjahrir sebagai Perdana Menteri pertama Indonesia atau yang lebih dikenal Kabinet Sjahrir I.

Namun Perubahan Pemerintahan ini melalui Maklumat 14 November 1945 jelas-jelas melanggar konstitusi
karena bertolak belakang dengan UUD 1945 yang berlaku saat itu. Dan seiring berjalannya waktu, Indonesia
merasa tak cocok dengan sistem ini. Hal ini dibuktikan dengan sering jatuh bangunnya kabinet yang
membuat pemerintahan kurang stabil dan membuat pembangunan terhambat. Dengan demikian, latar
belakang perubahan sistem presidensial ke parlementer merupakan usulan KNIP untuk mengurangi
kekuasaan presiden sebagai satu-satunya pemegang kekuasaan tertinggi di negara serta memberikan
kedaulatan kepada rakyat sebagai cerminan atas demokrasi Indonesia.

3. Maksud dengan open list system dan close list system yaitu :

opened list system, yaitu pemberian diskresi kewenangan daerah dapat memungut jenis pajak selain yang
tercantum di dalam Undang-undang sesuai dengan potensi dari masing-masing daerah.
close list system artinya bahwa pemerintah daerah hanya dapat memungut jenis pajak dan retribusi daerah
sebagaimana yang tercantum dalam UU dimaksud.

Open list system mengandung arti bahwa pemerintah daerah diberikan kewenangan menetapkan dan
memungut jenis pajak baru selain dari yang disebutkan oleh undang-undang bilamana diperlukan.

Sedangkan close list system bermakna sebaliknya, yakni pemerintah daerah hanya boleh memungut jenis-
jenis pajak yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

Open list system memberikan kewenangan yang sangat besar dan luas kepada pemerintah daerah untuk
menentukan jenis pajak sesuai kondisi dan kemampuan daerahnya. Di satu sisi, sistem ini dapat lebih efektif
untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah. Namun di sisi lain, sistem ini mengorbankan aspek kepastian
hukum dan bisnis yang lebih luas.

Sementara close list system, akan membuat pemerintah daerah tampak kurang kreatif dan kemungkinan
kehilangan peluang untuk berinovasi meningkatkan penerimaan daerahnya. Namun sistem ini memberikan
kepastian hukum dan berusaha yang lebih besar karena ketundukannya kepada pemerintah pusat.

Anda mungkin juga menyukai