Anda di halaman 1dari 2

1.

Bagaimana keterkaitan antara otonomi daerah dengan desentralisasi fiskal dan pemungutan pajak
daerah?
jawaban : dikutip dari tesis Wafia Silvi, mahasiswi S2 Ilmu Hukum Universitas Gajah Mada,
tentang pengaruh penambahan jenis pajak dan penerapan sistem closed list dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di kabupaten Sleman dan Kulon
Progo terhadap pelaksanaan otonomi daerah dan konsep desentralisasi fiskal di Indonesia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris. Data
sekunder dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara studi kepustakaan yang terdiri
atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, sedangkan data primer
dalam penelitian hukum empiris dilakukan dengan cara wawancara. Data yang diperoleh kemudian
dianalisis secara deskriptif kualitatif. Pengalihan atau penyerahan kewenangan pemungutan dan
pengelolaan PBB-P2 di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulon Progo berdampak pada
peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu, pengalihan PBB-P2 juga memberikan
kewenangan penuh kepada daerah untuk meningkatan pelayanan PBB, pemutakhiran data objek
dan subjek PBB atau dengan kata lain, daerah mampu melaksanakan intesifikasi dan ekstensifikasi
PBB-P2 yang sebelumnya tidak dapat dilaksanakan karena masih dikelola oleh pemerintah pusat.
Pendaerahan PBB-P2 kepada pemerintah daerah kabupaten atau kota merupakan langkah yang
tepat dalam konteks devolusi perpajakan mengingat sifat dan karakterisitik objek PBB-P2 serta
merangsang kepekaan pemerintah daerah dalam menangkap dan memecahkan permasalahan yang
terjadi di daerahnya. Menilai keotonomian daerah tidak hanya dapat dilihat melalui besaran PAD.
Kebijakan desentralisasi fiskal dimaksudkan untuk mendorong kemandirian keuangan daerah
sehingga penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat berjalan secara otonom. Desentralisasi fiskal
harus dibarengi dengan adanya pergeseran taxing power atau kekuasaan perpajakan dari pemerintah
nasional ke pemerintah daerah.

2. Apa hal-hal yang melatarbelakangi perubahan kebijakan pemerintah mengenai pergantian dari
open list system menjadi close list system?
jawaban : Saat berlakunya UU 18/1997, pemerintah pusat menerapkan open list system untuk
menentukan jenis pajak daerah yang dapat dipungut. Penerapan open list system dapat dibuktikan
dengan ketentuan Pasal 2 ayat (3) UU 18/1997 yang menyatakan selain jenis pajak daerah yang
sudah diatur, pemerintah dapat menetapkan jenis pajak baru melalui peraturan pemerintah.
Jenis pajak baru tersebut dapat ditentukan sepanjang memenuhi 6 syarat. Pertama, bersifat sebagai
pajak dan retribusi. Kedua, objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan
kepentingan umum.
Ketiga, potensinya memadai. Keempat, tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif. Kelima,
memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. Keenam, menjaga kelestarian
lingkungan.
Meskipun diberi keleluasaan dalam menentukan jenis pajak tersebut, pemerintah pusat tetap
menentukan beberapa jenis pajak yang dapat dipungut pemerintah daerah.
Untuk jenis pajak provinsi, pemerintah secara implisit menerapkan close list system. Karena tidak
terdapat ketentuan yang memperbolehkan pemerintah provinsi untuk menetapkan jenis pajak
daerah provinsi lainnya selain yang telah diatur dalam UU 34/2000.
Sementara itu, penentuan objek pajak daerah kabupaten atau kota dilakukan dengan berpegang
pada open list system. Karena sesuai dengan Pasal 2 ayat (4) UU 34/2000, jenis pajak daerah
kabupaten atau kota dapat dapat ditetapkan jenis pajak lainnya selain 7 objek pajak kabupaten atau
kota yang telah diatur dalam UU 34/2000.

3. Apa yang dimaksud dengan open list system dan close list system?
jawaban : opened list system adalah pemberian diskresi kewenangan daerah dapat memungut jenis
pajak selain yang tercantum di dalam Undang-undang sesuai dengan potensi dari masing-masing
daerah.

Pemungutan pajak daerah berdasarkan UU 28/2009 menganut close list system yang artinya adalah
pemerintah daerah dilarang memungut pajak selain jenis pajak yang telah disebutkan dan
ditentukan dalam Pasal 2 ayat (3) UU 28/2009.

sumber referensi :
BMP Hukum Pajak dan Acara Perpajakan Universitas Terbuka
"Penerapan Open List dan Close List System dalam Rezim Pajak Daerah". Baca selengkapnya:
https://news.ddtc.co.id/penerapan-open-list-dan-close-list-system-dalam-rezim-pajak-daerah-32801

Anda mungkin juga menyukai