Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 2

HUKUM PAJAK DAN ACARA PERPAJAKAN


HKUM4407

OLEH :
NAMA : NIKO PRATAMA
NIM : 048744594

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TERBUKA
1. Bagaimana keterkaitan antara otonomi daerah dengan desentralisasi
fiskal dan pemungutan pajak daerah?
Desentralisasi fiskal merupakan konsekuensi dari pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia. Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan sesuai dengan kepentingan
masyarakat daerah tersebut.
Desentralisasi fiskal adalah proses distribusi anggaran dari tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, dengan
tujuan untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik
sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, desentralisasi fiskal
berperan penting sebagai sarana mempercepat terciptanya kesejahteraan
masyarakat secara mandiri sesuai dengan potensi daerahnya masing-masing.
Kendati demikian, sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang
secara lex specialis mengatur mengenai desentralisasi fiskal dalam otonomi
daerah.
Konsep desentralisasi fiskal ini erat kaitann dengan keberadaan pajak
daerah dan juga konsep otonomi daerah. Secara konseptual, membahas persoalan
pajak daerah terasa tidak lengkap jika tidak disertakan konsep desentralisasi
fiskal.
Begitu juga dengan konsep otonomi daerah yang juga penting untuk dikemukakan
dalam upaya membumikan persoalan pajak daerah terutama kinerjanya yang
selama ini masih jauh dari potensinya. Padahal secara kelembagaan telah terjadi
perubahan yang tergolong sangat mendasar di berbagai sisi khususnya yang
berkaitan dengan hubungan kewenangan pemerintahan. Begitu juga secara sistem
atau model tata kelola pemerintahan yang dianggap semakin baik dan
mengedepankan apa yang disebut atau populer dengan istilah atau konsep tata
kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Menurut Dillinger (dalam Sidik, 2001) desentralisasi fiskal merupakan
pelimpahan wewenang dalam mengelola sumber-sumber keuangan yang
mencakup:
a. Self-financing atau cost recovery dalam pelayanan publik terutama melalui
pengenaan retribusi daerah.
b. Co financing atau coproduction, dimana pengguna jasa berpartisipasi dalam
bentuk pembayaran jasa atau kontribusi tenaga kerja.
c. Transfer dari pemerintah pusat terutama berasal dari Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), sumbangan darurat serta pinjaman daerah
(sumber daya alam).
Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat
melaksanakan otonomi, Pusat melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah.
Salah satu kebijakan tersebut adalah menetapkan UU No.34 Tahun 2000 tentang
perubahan atas UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
Pemberian kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah
tersebut diharapkan dapat lebih mendorong Pemerintah Daerah untuk terus
berupaya untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya yang
berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah.
Untuk itu, Pemerintah Daerah dalam melakukan pungutan pajak harus
sesuai dengan fungsinya. Fungsi pajak bagi negara di antaranya sebagai berikut:
1) Sebagai sumber pendapatan negara terbesar (fungsi budgetair), digunakan
untuk membiayai seluruh kegiatan penyelenggaraan negara.
2) Sebagai alat pengatur kegiatan ekonomi (fungsi regular), dengan pajak
pemerintah dapat mengatur kegiatan konsumsi dan produksi melalui
PPnBM dan PPN.
3) Sebagai alat pemerataan pendapatan masyarakat, masyarakat yang
berpenghasilan tinggi dikenakan pajak penghasilan yang tinggi pula dan
sebaliknya.
4) Sebagai alat keseimbangan keuangan (fungsi moneter).
5) Sebagai alat pengalokasian sumber-sumber dana bagi kepentingan umum
(fungsi alokasi).
6) Sebagai alat kebijakan pemerintah dalam memperluas kesempatan kerja,
stabilisasi harga barang, dan menjamin peningkatan pertumbuhan ekonomi
yang mantap (fungsi stabilitas).
Memang salah satu ukuran keberhasilan dalam melaksanakan otonomi daerah dari
aspek keuangan daerah adalah terletak pada keberhasilannya dalam mengelola
setiap sen dana yang dikelola oleh daerah tersebut. Ketika sebuah daerah berhasil
meningkatkan penerimaan daerah, khususnya yang berasal dari pajak daerah,
maka daerah tersebut bisa dinyatakan berhasil dalam melaksanakan otonomi luas
yang menjadi tanggung jawabnya. Pastinya bukan pekerjaan mudah untuk meraih
prestasi atau kinerja berupa peningkatan penerimaan daerah yang berasal dari
pajak daerah atau komponen penerimaan yang tergolong sebagai pendapatan asli
daerah seperti yang berasal dari retribusi daerah atau penerimaan lain yang masuk
kategori PAD
2. Apa hal-hal yang melatarbelakangi perubahan kebijakan pemerintah
mengenai pergantian dari open list system menjadi close list system?
Dengan berlakunya UU 34/2000, pemerintah menerapkan open list system
dan close list system dalam penentuan objek pajak daerah secara bersamaan.
Untuk Jenis pajak provinsi pemerintah, secara implisit menerapkan close
list system. Dalam konteks ini, tidak terdapat ketentuan yang memperbolehkan
pemerintah provinsi untuk menerapkan jenis pajak daerah provinsi lainnya selain
yang telah diatur dalam UU 34/2000.
Sementara itu, penentuan objek pajak daerah kabupaten/kota dilakukan
dengan berpegang pada open list system. Sebab, sesuai dengan pasal 2 ayat 4 UU
34/2000, jenis pajak daerah kabupaten / kota dapat ditetapkan jenis pajak lainnya
selain 7 objek pajak kabupaten / kota yang telah diatur dalam UU 34/2000.
Penetapan jenis pajak lainnya dapat dilakukan apabila memenuhi 8 syarat
secara kumulatif :
1) bersifat pajak bukan retribusi
2) objek pajak terletak atau terdapat diwilayah daerah kab/kota yang
bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta
hanya melayani Masyarakat di wilayah daerah kab/kota yang
bersangkutan
3) objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan
kepentingan umum.
4) objek ajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan / atau objek
pajak pusat
5) potensinya memadai
6) tidak memberikan dampak ekonomi yang negative
7) memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan Masyarakat.
8) menjaga kelestarian lingkungan

3. Apa yang dimaksud dengan open list system dan close list system?
Open list system adalah pemerintah provinsi dan kabupaten / kota dapat
menetapkan dan memungut jenis pajak baru diluar objek yang telah ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan.
Sedangkan close list system adalah pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota dilarang memungut pajak daerah selain jenis pajak yang telah
disebutkan dan ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA

BMP HUKUM PAJAK DAN ACARA PERPAJAKAN HKUM 4407

Anda mungkin juga menyukai