Anda di halaman 1dari 5

Nama : Rendy Mario

NIM : 048409744

Soal Tugas Tutorial 2


Pajak Daerah di Indonesia: Antara Close List dan Open List System

Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia menemukan momentumnya pada masa reformasi,


yakni dengan disahkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang ini merupakan pintu gerbang reformasi di bidang birokrasi dan ekonomi.
Dengan berlakunya undang-undang ini, pemerintah daerah diberikan kesempatan untuk
mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam pelayanan umum kepada masyarakat serta
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Alokasi keuangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah merupakan konsekuensi logis dari
desentralisasi sistem pemerintahan yang dipilih oleh pemerintah. Di mana dalam desentralisasi
pemerintahan menghendaki adanya pemberian otonomi yang luas kepada pemerintahan di daerah
atau lokal untuk dapat mengelola sendiri sebagian urusannya.

Penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah otomatis akan diiringi dengan penyerahan
sumber keuangan daerah baik berupa pajak daerah dan retribusi daerah maupun berupa dana
perimbangan untuk menjalankan urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangannya.
Oleh karenanya daerah harus mempunyai sumber keuangan agar mampu memberikan pelayanan
dan kesejahteraan kepada rakyat di daerahnya.

Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan pemerintahan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah,
dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah.

Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah,
hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah. Tujuannya adalah untuk memberikan keleluasaan kepada
daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas
desentralisasi.

Dalam skema pengelolaan pajak daerah di Indonesia, pengaturan induknya ada di tingkat
undang-undang, yaitu Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (UU PDRD). Ini artinya, penetapan pajak berdasarkan undang-undang diselaraskan
dengan konstitusi negara yaitu UUD 1945. Hal ini bermakna bahwa timbulnya pajak-pajak
dan/atau pungutan lain hanya boleh ditetapkan berdasarkan undang-undang saja, tidak boleh
dengan peraturan lain.

Adam Smith’s Canon telah memberikan panduan dalam menyusun perundang-undangan pajak.
Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam menyusun undang-undang pajak, yaitu:
a. Syarat yuridis, syarat ini mengharuskan undang-undang pajak yang normatif harus
memberikan kepastian hukum dan keadilan di bawah prinsip equality dan equity.
b. Syarat ekonomis, pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada penguasa
tanpa imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk. Pajak dijadikan sebagai instrumen
ekonomi negara yang harus dikelola secara hati-hati oleh pemerintah.
c. Syarat finansial, pajak dipungut untuk mengisi anggaran keuangan negara.
d. Syarat sosiologis, pajak adalah gejala sosial, hanya ada dalam masyarakat. Untuk itu
pajak harus dipungut sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta memperhatikan keadaan
dan situasi masyarakat.
Sepanjang sejarah berlakunya pajak-pajak daerah di Indonesia, telah pernah dipraktikkan open
list system maupun close list system secara bergantian.

Pemerintah Indonesia tampaknya menyadari suatu paradigma besar dibalik euforia pemberian
otonomi luas kepada daerah. Kesadaran ini adalah kepentingan nasional yang lebih besar harus
lebih diutamakan daripada semangat kedaerahan yang cenderung partisan. Serta pada
kenyataannya daerah-daerah tersebut eksis dan menyatu membentuk wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Hal ini akan berarti bahwa apapun keadaan daerah-daerah itu akan
merepresentasikan wajah Indonesia.

Kesadaran inilah yang menjadi spirit dari pemberlakuan UU PDRD, Undang-undang No. 28
Tahun 2009. UU PDRD dirancang sebagai payung hukum bagi pelaksanaan pajak daerah di
Indonesia. Undang-undang ini membatasi jenis-jenis pajak apa saja yang boleh berlaku di daerah
otonom.

UU PDRD yang merombak prinsip-prinsip dalam ketentuan sebelumnya juga ingin memperluas
objek pajak daerah. Ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dan kemandirian daerah. UU PDRD menetapkan lima jenis pajak untuk provinsi dan
11 jenis pajak untuk kabupaten/ kota. Meningkat dari sebelumnya yang ada empat jenis pajak
provinsi dan tujuh jenis pajak kabupaten/kota.
Namun, UU PDRD menutup sama sekali inovasi daerah untuk menambah sendiri jenis pajak
yang baru. Dengan kata lain, pemerintah sekarang menerapkan close list system. UU hanya
memberikan diskresi kepada daerah dalam hal menetapkan tarif pajak yang berlaku. Itupun
dengan batasan ketat yang telah diatur oleh pemerintah.
Bahkan UU PDRD juga mengatur lebih lanjut detail substansi dan mekanisme pemungutan
setiap jenis pajak daerah. Hal ini mudah dipahami mengingat aspek kepastian hukum dan
harmonisasi berbagai pungutan di daerah harus menjadi prioritas dan tidak boleh menjadi faktor
penghambat kegiatan ekonomi dan investasi di daerah yang notabene masih wilayah NKRI.
Pemerintah telah memperhitungkan dengan cermat perkembangan global dan posisi Indonesia
saat ini. Sebagai negara yang sedang mengejar daya saing, Indonesia masih membutuhkan
banyak investasi dari luar guna memacu pertumbuhan ekonomi lebih cepat lagi. Oleh karena itu
segala hal yang dapat menghambat masuknya investasi perlu dikurangi bahkan dihilangkan.
Salah satu dari hambatan investasi itu adalah kebijakan perpajakan yang berlaku. Penilaian dari
investor luar mengenai faktor-faktor penentu kemudahan berusaha sekarang ini bukan lagi
dilakukan dengan cara membandingkan negara per negara, tetapi sudah masuk sampai ke kota-
kotanya. Oleh karena itu, perbaikan iklim investasi di tingkat nasional tidak akan berarti apa-apa
tanpa membenahi hambatan-hambatan yang ada di daerah.
Laporan Doing Business dari Bank Dunia (World Bank) mengenai profil ekonomi Indonesia
tahun 2019 dan 2020 seolah mengonfirmasi argumentasi di atas. Disebutkan bahwa peringkat
daya siang Indonesia dalam kemudahan bisnis tidak beranjak dari posisi 73 dari 190 negara.
Tetapi, perolehan skornya justru meningkat tipis dari 67,9 ke 69,6. Menariknya, aspek
perpajakannya menunjukkan perbaikan peringkat, naik dari 112 menjadi 81 dari 190 negara.
Tentu capaian ini tak terlepas dari upaya pemerintah dan segenap stakeholder yang telah bekerja
keras memperbaiki regulasi dan sistem perpajakan, baik di pusat maupun daerah.
Di mana kebijakan pajak daerah yang diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia haruslah
memperhatikan keseragaman, keselarasan, pembatasan, dan standardisasi baik dalam hal
penentuan objek, subjek, wajib pajak, tarif dan dasar pengenaan pajaknya, serta dalam hal teknis
pemungutan, pembayaran, pengawasan, pemberian sanksi, dan pemanfaatan/alokasinya.

Sumber: https://yoursay.suara.com/news/2020/11/28/191431/pajak-daerah-di-indonesia-antara-
close-list-dan-open-list-system

1. Bagaimana keterkaitan antara otonomi daerah dengan desentralisasi fiskal dan


pemungutan pajak daerah?

JAWAB

Desentralisasi fiskal berperan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia


sebab desentralisasi fiskal merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan oleh
pemerintah daerah untuk mempercepat terciptanya kesejahteraan masyarakat secara
mandiri sesuai dengan potensi daerah Desentralisasi adalah pelimpahan wewenang
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sedangkan otonomi daerah adalah hak
mandiri pemerintah daerah untuk mengatur wilayahnya. Maka hubungan keduanya
adalah persamaan dalam kegiatan atau kebijakannya Peraturan perundang-undangan yang
mengatur desentralisasi fiskal dan otonomi daerah di Indonesia mengalami
perkembangan. Peraturan perundang-undangan tersebut meliputi Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18, 18 A dan 18 B, Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1975 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah, Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang- Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah dan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Namun sampai saat ini belum ada
peraturan perundang-undangan yang secara lex specialis mengatur mengenai
desentralisasi fiskal dalam otonomi daerah. Desentralisasi fiskal berperan penting dalam
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sebab desentralisasi fiskal merupakan salah
satu sarana yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk mempercepat terciptanya
kesejahteraan masyarakat secara mandiri sesuai dengan potensi daerah. Namun masih
terdapat kendala yaitu pemanfaatan PAD, korupsi, pengawasan dari Pemerintah Pusat
dan kurangnya peran serta masyarakat.

2. Apa hal-hal yang melatarbelakangi perubahan kebijakan pemerintah mengenai pergantian


dari open list system menjadi close list system?

JAWAB

Jenis pungutan PDRD yang semula berdasarkan Undang Undang No.34 Tahun 2000 yang
bersifat open list, artinya daerah masih dapat menetapkan jenis pungutan selain yang
ditetapkan dalam Undang Undang sepanjang sesuai kriteria yang ditetapkan dalam
Undang Undang tersebut,dengan berlakunya UU No.28 Tahun 2009 diubah menjadi close
list, artinya Daerah hanya dapat melakukan pungutan terhadap jenis pungutan yang diatur
dalam UU No. 28 Tahun 2009, atau yang diatur dalam Peraturan Pemerintah terkait
retribusi tambahan Bertitik tolak dari pengalaman dan praktek UU PDRD sebelumnya,
maka pada tanggal 15 September 2009 Pemerintah melakukan penyempurnaan regulasi
dan kebijakan pungutan daerah dengan cara menetapkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-undang ini menggantikan UU PDRD yang
lama, yaitu UU Nomor 18 Tahun 1997 yang telah diubah dan ditambah dengan UU
Nomor 34 Tahun 2000. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara UU PDRD yang
lama dengan UU PDRD yang baru. Perbedaan tersebut antara lain terlihat dari adanya
pembatasan jenis pajak daerah dan/atau retribusi daerah yang dapat dipungut oleh daerah
(bersifat close list), adanya pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah
dibidang perpajakan dalam bentuk kenaikan tarif maximum, serta adanya sistem
pengawasan atas pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah yang semula bersifat
represif menjadi preventif dan korektif. Terkait dengan pola close-list system, jenis pajak
maupun jenis retribusi daerah yang dapat atau tidak diberlakukan oleh pemerintah daerah
dengan pertimbangan tertentu, adalah jenis pajak atau retribusi yang ditetapkan dalam
UU Nomor 28 Tahun 2009 Pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam pemungutan
pajak menggunakan sistem open list yang didasarkan pada Undang-undang Nomor 34
Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemerintah melakukan
perubahan sistem pemungutan pajak dengan menetapkan Undang-undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mengubah peraturan
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah perubahan mendasar di dalam
pemungutan pajak daerah di kota Semarang setelah adanya perubahan sistem dari opened
list system menjadi closed list system dan pengaruhnya terhadap Pendapatan Asli Daerah

3. Apa yang dimaksud dengan open list system dan close list system?
JAWAB
opened list system, yaitu pemberian diskresi kewenangan daerah dapat memungut jenis pajak
selain yang tercantum di dalam Undang-undang sesuai dengan potensi dari masing-masing
daerah.
closed list system dimana pemerintah daerah hanya dapat memungut jenis pajak yang telah
tercantum di dalam Undang-undang saja. Konsekuensi ditetapkannya closed list system,
pemerintah daerah tidak dapat berbuat banyak dalam pembuatan jenis pajak baru karena harus
tunduk pada ketentuan yang ditentukan oleh Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

SUMBER:
BMP HKUM 4407
http://eprints.undip.ac.id/72314/

1.

Anda mungkin juga menyukai