Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

“White collar crime” atau Kejahatan Kerah Putih sering kita dengar dalam kehidupan
sehari-hari bahkan mungkin sudah bosan kita mendengar dan membahasnya. Pelakunya yang
biasa kita sebut dengan koruptor atau orang yang mencuri sesuatu yang bukan menjadi
haknya mungkin saat ini berkeliaran bebas menggunakan uang yang diperolehnya dengan
cara yang tidak benar. Kejahatan Kerah Putih memiliki tiga unsur yaitu adanya perbuatan
yang melawan hokum (illegal acts), dilakukan oleh orang-orang dari dalam atau dari luar
organisasi dan dilakukan untuk memperoleh keuntungan pribadi (Ida dan Indianik, 2015)

Kejahatan Kerah Putih dibagi menjadi dua proses menurut Carole, Michael dan Louie
(2013). Proses yang pertama adalah Proses yang sah dan diikuti dalam dunia bisnis
sedangkan proses yang kedua adalah proses yang tidak sah dan “parasit” pada proses yang
pertama. Dengan demikian penting untuk dianalisa bagaimana pelaku kejahatan kerah putih
mengeksploitasi system dan proses bisnis yang sah dalam melakukan kejahatan kerah putih.

Kejahatan Kerah putih identik dengan pejabat atau pegawai negri bahkan identik
dengan orang-orang yang berpendidikan yang menyalahgunakan keuangan Negara dalam
pelaksanaan tugas mereka. Salah satu pokok mengapa kejahatan kerah putih di negara kita
yang tampil dengan banyak wajah sehingga sulit diberantas adalah karena esensi kedaulatan
rakyat tidak pernah ditegakkan, karena hukum harus dapat menjamin hak-hak demokratis
seluas-luasnya (Fransiska, 2013).

Banyakya kasus mengenai Kejahatan Kerah Putih di Indonesia, membuat aksi


terhadap pemberantasan Kejahatan Kerah Putih mulai banyak dilakukan hal ini ditandai
dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi pada 29 November 2003 berdasarkan
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

1
Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga yang independen dan bebas
dari pengaruh kekuasaan manapun dan bertanggung jawab terhadap publik. Meskipun
demikian, dengan adanya pembentukan Komisi Pemberantasan Korupisi masih banyak
tindakan Kejahatan Kerah Putih yang terjadi di Indonesia dan para pelakunya masih
berkeliaran dimana-mana. Lemahnya lembaga-lembaga pemberantasan kejahatan kerah putih
dan lembaga audit di Indonesia tidak menimbulkan efek jerah bagi para pelaku kejahatan.
Hal ini disebabkan karena lemahnya hukum yang berlaku di Indonesia, sistem pengendalian
intern yang kurang efektif dan juga kurangnya peran akuntan publik dalam menyikapi
kecurangan yang dilakukan.

Topik mengenai Kejahatan Kerah Putih di Indonesai menjadi menarik untuk diangkat
dalam penulisan karya ilmiah ini. Hal ini dikarenakan banyaknya kasus-kasus mengenai
kejahatan kerah putih yang terjadi di Indonesia dan kurang efektifnya lembaga-lembaga yang
dibentuk oleh pemerintah untuk menangani masalah kejahatan kerah putih di Indonesia. Oleh
karena itu, penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui pengertian mengenai
kejahatan kerah putih, mengetahui penyebab terjadinya kejahatan kerah putih, mengetahui
dampak dari kejahatan kerah putih, dan mengetahui bentuk-bentuk kejahatan kerah putih.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari Kejahatan Kerah Putih ?


2. Apa yang menyeabkan terjadinya  Kejahatan Kerah Putih ?
3. Bagaimanakah dampak dari Kejahatan Kerah Putih ?
4. Apa saja bentuk –bentuk Kejahatan Kerah Putih ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Kejahatan Kerah Putih.


2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya  Kejahatan Kerah Putih.
3. Untuk mengetahui dampak dari Kejahatan kerah Putih.
4. Untuk mengetahui bentuk –bentuk Kejahatan Kerah Putih

2
1.4 Manfaat

Agar  kita dapat memahami seluk beluk Kejahatan Kerah Putih serta keberadaannya 
serta bentuk dan dampaknya bagi masyarakat . Dengan itu maka kita kita paham bahwa
Kejahatan Kerah Putih ini suatu kejahatan dan sedini mungkin kita dapat mencegah dan
menghindarinya.

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian White Collar Crime

Menurut (Edwin dalam Fransiska: 2013) Kejahatan kerah putih adalah kejahatan
yang dilakukan oleh orang kehormatan dan status sosial yang tinggi dalam pekerjaannya.
Selanjutnya (Fransiska: 2013) menjelaskan kejahatan kerah putih hampir sama dipersepsikan
dengan kejahatan korporasi karena yang dilakuakn dengan cara penipuan, penyuapan,
penggelapan, kejahatan komputer, pelanggaran hak cipta, pencucian uang, pencurian
identitas, dan pemalsuan uang. Pelaku kejahatan kerah putih, seperti korupsi, sering
menyimpan aset dan kekayaan yang dicuri mereka di luar negeri. Mereka melakukan ini agar
penegak hukum di negara tempat tindak kejahatan tersebut dilakukan tidak memiliki akses ke
aset dan kekayaan menurut, (Hikmawanto).

Kejahatan kerah putih juga bisa diartikan dengan fraud atau kecurangan, menurut (Ida
dan andianik: 2015) fraud merupakan penipuan yang sengaja dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang sehingga menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan
tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. white collar crime sendiri
mulai dipopulerkan oleh Edwin H. Sutherland pada tahun 1939, saat berbicara di depan
pertemuan tahunan American Sociological Society ke-34 di Philadelphia tanggal 27
Desember, yang dia istilahkan sebagai perbuatan kejahatan oleh orang yang terhormat dan
memiliki status tinggi serta berhubungan dengan pekerjaannya (Munir Fuady dalam
Fransiska: 2013)

2.2 Penyebab White Collar Crime


Menurut (Fransiska: 2013) Penyimpangan/kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu
sebagai berikut :
1. Faktor subjektif adalah faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan
yang dibawa sejak lahir).

4
2. Faktor objektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan).

Untuk lebih jelasnya, berikut diuraikan beberapa penyebab terjadinya penyimpangan


seorang individu (faktor objektif), yaitu :
1. Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan. Seseorang yang tidak
sanggup menyerap norma-norma kebudayaan ke dalam kepribadiannya, ia tidak dapat
membedakan hal yang pantas dan tidak pantas. Keadaan itu terjadi akibat dari proses
sosialisasi yang tidak sempurna, misalnya karena seseorang tumbuh dalam keluarga
yang retak (broken home). Apabila kedua orang tuanya tidak bisa mendidik anaknya
dengan sempurna maka anak itu tidak akan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai
anggota keluarga.

2. Proses belajar yang menyimpang. Seseorang yang melakukan tindakan menyimpang


karena seringnya membaca atau melihat tayangan tentang perilaku menyimpang. Hal
itu merupakan bentuk perilaku menyimpang yang disebabkan karena proses belajar
yang menyimpang. karier penjahat kelas kakap yang diawali dari kejahatan kecil-
kecilan yang terus meningkat dan makin berani/nekad merupakan bentuk proses
belajar menyimpang.

3. Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial. Terjadinya ketegangan antara


kebudayaan dan struktur sosial dapat mengakibatkan perilaku yang menyimpang. Hal
itu terjadi jika dalam upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh
peluang, sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah perilaku
menyimpang.

4. Ikatan sosial yang berlainan. Setiap orang umumnya berhubungan dengan beberapa
kelompok. Jika pergaulan itu mempunyai pola-pola perilaku yang menyimpang, maka
kemungkinan ia juga akan mencontoh pola-pola perilaku menyimpang.

5. Akibat proses sosialisasi nilai-nilai sub-kebudayaan yang menyimpang. Seringnya


media massa menampilkan berita atau tayangan tentang tindak kejahatan (perilaku

5
menyimpang) Hal inilah yang dikatakan sebagai proses belajar dari sub-kebudayaan
yang menyimpang.

Menurut (Ida dan Indianik: 2015) Kecurangan umumnya terjadi karena tiga hal utama,
yaitu: adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan, adanya kesempatan yang bisa
dimanfaatkan serta adanya pembenaran terhadap tindakan tersebut
Salah satu kejahatan yang tergolong ke dalam white collar crime adalah tindakan pidana
korupsi, menurut Prof. Dr. Bahruddin Lopa (dalam Fransiska, 2013) penyebab
dimungkinkannya tindak pidana korupsi di indonesia ada 11 faktor penyebabnya, yaitu :
a. Kerusakan moral
b. Kelemahan sistem
c. Kerawanan kondisi sosial ekonomi
d. Tindakan hukum yang belum tegas
e. Seringnya pejabat meminta sumbangan kepada para pengusaha
f. Pungutan liar
g. Kekurangan pengertian tentang tindak pidana korupsi
h. Penyelenggaraan permintaan dan pembangunan yang serba tertutup
i. Masih perlunya mekanisme kontrol DPR
j. Masih lemahnya perundang-undangan yang ada
k. Gabungan dari beberapa faktor yang juga menyebabkan terjadinya perbuatan korupsi.

2.3 Dampak dari Kejahatan kerah Putih


Banyak yang beranggapan bahwa kejahatan jalanan lebih berbahaya bila
dibandingkan dengan kejahatan kerah putih, namun sebenarnya bila dilihat dari dampak yang
ditimbulkan, korban dari kejahatan kerah putih lebih banyak dan kerugian material yang
diakibatkan juga lebih besar, meski tidak karena korban dari jenis kejahatan ini tidak
merasakan dampaknya secara langsung (Miryadi, 2011).
White collar crime atau Kejahatan Kerah Putih seperti korupsi sering diidentikkan
dengan pejabat atau pegawai negeri yang telah menyalahgunakan keuangan negara, dalam
perkembangannya saat ini masalah korupsi juga telah melibatkan anggota legislatif dan
yudikatif, para banker dan konglomerat, serta juga korporasi. Hal ini berdampak membawa
kerugian yang sangat besar bagi keuangan negara. Saat ini orang sepertinya tidak lagi merasa

6
malu menyandang predikat tersangka kasus korupsi sehingga perbuatan korupsi seolah-olah
sudah menjadi sesuatu yang biasa/lumrah untuk dilakukan.
Dampak lain dari Kejahatan Kerah Putih adalah menyebabkan kerugian Negara
sehingga menghambat program pembangunandan juga merugikan masyarakan luas
(Fransiska, 2013). Dampak lain dari Kejahatan Kerah Putih adalah perusahaan dirugikan jika
salah satu karyawan perusahaan melakukan kejahatan kerah putih khususnya kecurangan
laporan keuangan dimana terjadi rekayasa terhadap laporan keuangan perusahaan untuk akun
penjualan, persediaan, pajak dan lain-lain sehingga perusahaan kehilangan kepercayaan dari
publik (Charole, Michael dan Louie, 2013)

2.4 Bentuk-Bentuk Kejahatan Kerah Putih

A. The ACFE membagi Fraud (Kecurangan) dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan
perbuatan (dalam Ida dan Indianik, 2015) yaitu:
1. Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation)
Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta
perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena
sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value).

2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement)


Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif
suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya
dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan
keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah
window dressing.

3. Korupsi (Corruption).

Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak
lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di
negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran
akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini
sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan
(simbiosis mutualisma). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang / konflik

7
kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah / illegal
(illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (econom extortion).

B. Jo Ann Miller, seorang kriminolog dari Purdue University merinci pengkategorian


Kejahatan Kerah Putih menjadi 4 (empat) jenis (dalam Fransiska, 2013) yaitu:
1. Organizational Occupational crime (Kejahatan yang dilakukan oleh organisasi atau
perusahaan).
2. Government Occupational Crime (Kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah atau atas
nama pemerintah).
3. Professional Occupational crime (Kejahatan yang berkenaan dengan profesi).
4. Individual Occupational Crime (Kejahatan yang dilakukan secara individu).

C. Edelhertz, membuat pembagian white collar crime dalam 4 (empat) bagian,(dalam


Fransiska, 2013) yaitu:

1. Kejahatan yang dilakukan oleh perorangan yang dilakukan secara individu dalam situasi
yang khusus atau ad hoc (contohnya pelanggaran pajak, penipuan kartu kredit).
2. Kejahatan yang dilakukan dalam rangka melakukan pekerjaannya dan dilaksanakan oleh
mereka yang menjalankan suatu bisnis, pemerintahan atau lembaga lainnya dengan
melanggar kewajiban untuk loyal maupun kesetiaan kepada majikan atau nasabah
(contohnya penggelapan, pencurian oleh karyawan, pemalsuan daftar pengupahan).
3. Kejahatan sesekali terhadap dan dalam rangka melaksanakan bisnis tetapi tidak merupakan
kegiatan utama bisnis (contohnya penyuapan)
4. White collar crime sebagai bisnis atau sebagian kegiatan pokok (merupakan kejahatan
profesional yaitu kegiatan seperti penipuan dalam asuransi kesehatan, kontes pura-pura,
pembayaran palsu.

D. Fransiska (2013) membagi Kejahatan Kerah Putih menjadi 3 bagian yaitu :

1. Pemalsuan surat
Kejahatan pemalsuan surat diatur dalam KUHP melalui pasal 263 s/d pasal 276, bahwa
barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menerbitkan sesuatu hal.
Sesuatu perikatan atau sesuatu pembebasan hutang, atau yang boleh dipergunakan sebagai
keterangan bagi sesuatu perbuatan dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain
menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli, dan tidak palsu diancam jika pemalsuan
tersebut dapat menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama
6 bulan.

8
2. Korupsi
Kejahatan korupsi diatur dalam UU No. 3 / 1971 jo UU No. 20 / 2001 tentang Tindak Pidana
Korupsi, adapun yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi adalah sebagaimana yang
diatur dalam pasal 1 UU tersebut, salah satu contoh misalnya yang disebutkan dalam pasal 1 (1)
sub b yang selengkapnya berbunyi “barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu badan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan-kesempatan atau sarana-
sarana yang ada padanya karena jabatan / kedudukan yang secara langsung atau tidak langsung
dapat merugikan keuangan negara, dan / atau perekonomian negara.”
3. Penyuapan
Penyuapan diatur dalam UU No. 11 / 1980 tentang Tindak Pidana Suap, pada pasal (2) disebutkan
“barang siapa member atau menjanjikan sesuatu dengan seseorang dengan membujuk supaya
orang lain itu berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangannya atau
kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan
hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 15.000.000 (lima
belas juta rupiah).
Fransiska (2013) juga menyebutkan bahwa Kejahatan Kerah Putih dikategorikan dalam 2
(bentuk) yakni ; occupational crime, yakni kejahatan yang mengarah pada pelanggaran yang bersifat
nasional untuk memperkaya ataupun menguntungkan diri sendiri dengan mengutamakan pekerjaan
yang sah dan corporate criminal behavior, menunjuk pada kejahatan yang dilakukan dalam suatu
bisnis atau usaha oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan organisasi / perusahaan yang
mempekerjakannya.

2.5 Contoh Kasus Kejahatan Kerah Putih di Indonesia


( Kejahatan Kerah Putih-Proyek Hambalang)
Sumber : https://meirianie.wordpress.com/2013/01/19/kejahatan-kerah-putih-proyek-
hambalang/

Kejahatan yang pelakunya melibatkan kalangan kelas menengah ke atas, baik dalam
strata sosial ekonomi maupun birokrasi, semakin marak terjadi. Jika dicermati, jenis
kejahatan yang dikenal sebagai kejahatan kerah putih (white collar crime) ini dampaknya
jauh lebih besar ketimbang jenis kejahatan konvensional. Dampak kerugiannya bisa
menjangkau skala yang sangat luas, satu negara bahkan seluruh dunia bisa terkena
dampaknya. Umumnya, kejahatan ini menimbulkan kerugian puluhan miliar hingga triliunan
rupiah, dan bisa berdampak sistemik.

9
Bentuk-bentuk kejahatan kerah putih biasanya mencakup pencucian uang,
pembobolan bank, rekayasa laporan keuangan, bidang perpajakan, transaksi elektronik, dan
korupsi anggaran publik. Selain di bidang ekonomi, kejahatan kerah putih juga dapat berupa
kejahatan terhadap lingkungan. Apa yang dilakukan oleh penjahat kerah putih selalu sejalan
dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Oleh karenanya, kejahatan kerah putih
umumnya baru terbongkar setelah menimbulkan banyak korban. Sebab, tak mudah
mengendusnya, karena sifatnya yang melebur dalam sistem, sehingga korban dan publik tak
bisa melihatnya secara kasat mata.
Terkait dengan maraknya kejahatan “kerah putih” salah satu contoh yang masih
hangat untuk dibicarakan yaitu mengenai Proyek Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Prestasi Olahraga Nasional Hambalang di Bogor, Jawa Barat. Dalam laporan investigatif
yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan terhadap proyek tersebut, BPK menyimpulkan
ada indikasi penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan dan penyalahgunaan
kewenangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara Rp 243,66 miliar. Temuan
investigatif ini mengonfirmasi sebuah kejahatan korupsi yang dilakukan terstruktur dan
sistematis. Penyangkalan yang selama ini dilakukan pihak yang dituding bertanggung jawab
terbantah. Puluhan nama dalam laporan itu diduga ikut bertanggung jawab atas kasus korupsi
proyek Hambalang pejabat setingkat menteri, bupati, birokrasi, hingga pihak swasta atau
perusahaan.
Dilacak ke belakang, dugaan korupsi dalam proyek Hambalang adalah efek domino dari
pengungkapan korupsi dalam proyek Wisma Atlet. Kedua kasus ini setidaknya memiliki
kemiripan karena berada dalam ranah korupsi di sektor pengadaan infrastruktur. Dalam
struktur korupsi pengadaan, kelompok bisnis atau korporasi menjadi alat bagi elite politik
untuk menjarah uang rakyat. Motif ekonomi dengan memanfaatkan ruang politik tampaknya
menjadi strategi jitu para koruptor.
Hambalang menjadi contoh konkret pola korupsi yang sangat rapi. Indikasi suap
dalam memuluskan pengalokasian anggaran untuk proyek ini begitu terbuka lebar. Aliran
uang yang diduga kepada beberapa pejabat dan politikus adalah bentuk dari upaya
memperkaya diri atau kelompok secara tidak sah. Dampak negatif yang ditimbulkan akibat
kejahatan ini bagi perekonomian Indonesia setidaknya berkisar pada dua hal: aspek kerugian
keuangan negara dan buruknya infrastruktur publik yang dihasilkan. Kedua dampak ini harus
diterjemahkan sebagai kerugian bagi publik karena uang yang dikorupsi adalah hasil pajak
publik.

10
Sebagai kejahatan yang struktural, korupsi di pengadaan sesungguhnya bukanlah
kejahatan yang berdiri sendiri. Tahapan korupsi dilakukan sejak di penganggaran, lelang,
hingga pelaksanaan kegiatan pengadaan. Walaupun audit investigasi BPK hanya dilakukan
terhadap proyek yang telah berjalan, pola dan tahapan korupsinya mengindikasikan bahwa
proyek ini bermasalah sejak di proses penganggaran. Jamak diketahui bahwa setiap proyek
infrastruktur yang dibiayai negara tak pernah luput dari praktik suap menyuap. Munculnya
istilah fee atau uang lelah di kalangan DPR memperkuat dugaan: praktik ini terjadi.
Korupsi proyek Hambalang adalah korupsi ”berjemaah”: semua pihak yang disebutkan di
dalam audit menjalankan perannya masing-masing. Dimulai dari penyiapan lahan untuk
pembangunan, termasuk perizinan, persetujuan teknis pengadaan (lelang dan kontrak tahun
jamak), pencairan anggaran, hingga penetapan pemenang lelang yang dilakukan di luar
prosedur baku. Korupsi secara bersama-sama dalam proyek Hambalang menunjukkan tipe
korupsi yang terorganisasi. Kelompok penguasa berkolaborasi dengan kepentingan bisnis
melakukan kejahatan. Modus kejahatan korupsi semacam ini hanyalah modifikasi dan
replikasi atas kejahatan korupsi pada Orde Baru.
Dahulu penguasa dan kroninya menggunakan pengaruhnya menjalankan bisnis dan
memperoleh keuntungan: semuanya dikendalikan oleh pusat kekuasaan pada saat itu. Di era
pasca-Reformasi, kejahatan tetap dilakukan penguasa dan kelompok bisnisnya. Dengan pola
yang agak berbeda, mereka berupaya menyamarkan hubungan antara penguasa dan kelompok
bisnis dengan berbagai cara. Namun, ini akan tetap terbukti sebagai sebuah ”persekongkolan”
manakala bukti-bukti dalam proses hukum menerjemahkan bahwa kelompok penguasa dan
bisnis saling berkolaborasi.
Ini tentu saja tidak memungkiri keberadaan kelompok bisnis yang masih memegang
prinsip bisnis yang bersih. Oleh karena itu, pentingnya peranan perusahaan yang tertib
dilestarikan dan kontribusi kelompok bisnis semacam ini sangat penting tidak hanya demi
pengungkapan kasus tetapi juga mendorong menciptakan proses bisnis yang bersih.
Menertibkan kasus korupsi Proyek Hambalang ini memang tidak semudah yang kita
bayangkan . banyak sekali pihak yang terkait bahkan disebutkan bahwa tindakan korupsi
yang dilakukan secara ‘berjamaah’. Menurut saya, proses penanganan atau penuntasannya
yaitu dengan mengidentifikasi semua pihak yang bertanggung jawab dan menyiapkan bagian
khusus dari KPK sebagai tim ivestigasi terhadap personal yang terlibat tanpa sepengetahuan
dari pihak-pihak yang terkait. Disamping itu, hukum akan tindak korupsi harus benar-benar
ditegakkan dan diberi sangsi yang berat, hal ini sangat kurang diterapkan dinegara ini.

11
Bahkan alangkah lebih baik lagi adanya sangsi tembak supaya pribadi lepas pribadi sadar
betapa kejujuran perlu di junjung tinggi dalam pemerintahan.

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kejahatan kerah putih (white collar crime) merupakan bentuk kejahatan yang
terorganisir dan unsur-unsur dikatakan sebagai tindak pidana sudah terpenuhi dalam bentuk
kejahatan white collar crime. Kejahatan Kerah Putih merupakan suatu bentuk kejahatan
yang tersembunyi, sulit dideteksi karena white collar crime ini biasanya dilakukan oleh para
pejabat  kelas atas / orang terhormat didalam pemerintahan yang mendapatkan kepercayaan 
dari masyarakat. Selain white collar crime ada juga  Blue collar crime , biasanya sebutan
untuk kejahatan yang pelakunya kelas bawah / lingkungan pejabat dibawah. Faktor penyebab
utamanya disebabkan karena alasan ekonomi dan untuk memperkaya diri atau orang tertentu
dan kelompoknya. Sehingga sedikit ada kesempatan yang unvisibility akan digunakan untuk
melakukan kejahatan. Akibat yang ditimbulkan pun secara langsung terhadap kehidupan
ekonomi masyarakat ( korban), sosial, budaya, dan politik yang tidak sehat. Seperti yang
sekarang ini kita hadapi bersama adalah korupsi. Korupsi ini merupakan salah satu bentuk
dari white collar crime , dimana kejahatan ini akan memiliki dampak yang sangat besar sekali
terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan politik suatu Negara.

12
Gambar 1 : Model Kejahatan Kerah Putih (Carole, Michael dan Louie, 2015)

13
14
DAFTAR RUJUKAN

Carole Gibbs, Michael B. Cassidy, dan L ouie Rivers. (2013). “A Routine Activities Analysis
of White-Collar Crime in Carbon Markets”. Law & Policy, Vol. 35, No. 4. The
University of Denver/Colorado Seminary. Hal. 341-374

Fiona Haines. (2014). “ Corporate fraud as misplaced confidence? Exploring ambiguity in


the accuracy of accounts and the materiality of money “. Theoretical Criminology
2014, Vol. 18 (1). Universitas of Mealbourne Australia. Hal. 20-37.

Fransiska Novita Eleanora. (2013). “ White Colar Crime Hukum dan Masyarakat”. Forum
Ilmiah Volume 10 Nomer 2. Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular Jakarta. Hal.
242-251.

https://meirianie.wordpress.com/2013/01/19/kejahatan-kerah-putih-proyek-hambalang. Diakses pada


5 Januari 2016.

Ida Nurhayati dan Indianik Aminah. (2015). “Metode Penelitian Kualitatif Menggunakan
Teknik Survei Pengakuan Diri Para Pelaku ( Dalam Konteks Kepatuhan Oleh Bankir
Sebagai Pencegah Fraud Perbankan )”. Epigram Vo. 12 No 1. Universitas Indonesia
Depok. Hal 65-72.

Michael D. Ricciuti, Mark A. Rush, and Patrick C. McCooe. (2015). “White Collar Crime in
2015”. Vol. 22, NO. 5

15

Anda mungkin juga menyukai