Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS KASUS

TERKAIT MENGENAI

PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN JASA KONSTRUKSI

Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Proyek

Dosen Pengampuh : Nana Adriana, S.E., Ak., M.Acc

Disusun Oleh :

Winda Riskianita (18030126P)

Kelas : VII A (PAGI)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERTIBA

PANGKALPINANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa saya juga mengucapkan terima kasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan materi maupun
pemikirannya.

Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, saya yakin masih banyak


kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pangkalpinang, 28 September 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategi dalam pencapaian berbagai
sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Dalam melakukan
suatu konstruksi biasanya dilakukan sebuah perencanaan terpadu. Hal ini terkait dengan
metode penentuan besarnya biaya yang diperlukan, rancang bangun, dan efek lain yang
akan terjadi saat pelaksanaan konstruksi. Dalam suatu penyelenggaraan usaha jasa
konstruksi, terdapat kemungkinan bahwa masyarakat atau konsumen mengalami kerugian
sebagai akibat dari penyelenggaraan pekerjaan konstruksi tersebut. Serta Tujuan
penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan mengenai perlindungan konsumen yang
direncanakan adalah untuk meningakatkan martabat dan kesadaran konsumen, dan secara
tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya
dengan penuh rasa tanggung jawab. Dalam hal ini, penulis akan membahas salah satu
kasus yang terkait dengan UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan UU No.8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Jasa Konstruksi dan Perlindungan Konsumen?
2. Bagaimana contoh kasus yang terkait dengan UU tentang Jasa Konstruksi dan UU
tentang Perlindungan Konsumen ?
3. Apa saja hal-hal yang menyebabkan kecelakaan dalam konstruksi ?
4. Apa saja tahapan-tahapan yang perlu dilakukan sebelum melaksanakan pengerjaan
proyek konstruksi?
5. Bagaimana cara mengatasi atau mencegah agar tidak lagi terjadi kecelakaan proyek
konstruksi seperti contoh kasus di atas ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian dari Jasa Konstruksi dan Perlindungan Konsumen
2. Untuk mengetahui contoh kasus yang pernah terjadi terkait dengan UU tentang Jasa
Konstruksi dan UU tentang Perlindungan Konsumen
3. Untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan kecelakaan dalam pengerjaan proyek
4. Untuk mengetahui tahapan-tahapan yang perlu dilakukan sebelum melaksanakan
pengerjaan proyek
5. Untuk mengetahui cara mengatasi atau mencegah kecelakaan proyek konstruksi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Jasa Konstruksi dan Perlindungan Konsumen


Menurut Undang-undang tentang Jasa konstruksi, “Jasa Konstruksi” adalah layanan jasa
konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan
konstruksi dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. “Pekerjaan
Konstruksi” adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau
pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal,
elektrikal dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan
suatu bangunan. Dan pengertian Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

2.2 Kasus

Kecelakaan proyek double-double track (DDT) memakan korban jiwa hingga empat
orang. Penyedia jasa konstruksi proyek ini terancam kena sanksi pidana bila terbukti ada
kelalaian.

tirto.id - Insiden kecelakaan dalam pengerjaan proyek kembali terjadi, Minggu


(4/2/2018). Kali ini, insiden terjadi di proyek pembangunan double-double track (DDT)
atau jalur dwiganda kereta api Jakarta-Cikarang dan menewaskan empat orang.

Kecelakaan ini merupakan yang kesekian kali terjadi di proyek-proyek infrastruktur era
pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Sebelumnya girder Tol Depok-
Antasari roboh dan beton jatuh di Tol Becakayu, juga kecelakaan konstruksi proyek LRT
dan lainnya.

Insiden ini membuat pihak konsorsium kontraktor proyek atau penanggung jawab (PJ)
penyedia jasa konstruksi proyek yakni PT Hutama Karya, PT Modern Surya Jaya, dan PT
Mitra Engineering Grup, mendapat sorotan lantaran. Kecelakaan proyek ini berpotensi
menjadi masalah pidana bila terbukti ada unsur kelalaian.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai kecelakaan di
proyek infrastruktur ini mirip dengan robohnya mezanin di Bursa Efek Indonesia atau
dinding roboh di Apartemen Pakubuwono Spring. Menurut Fickar, insiden ini bisa jadi
dipicu human error atau engineering error. Bila ada perencanaan yang baik potensi
bencana bisa dihindari.

Fickar menyebut, penanggung jawab penyedia jasa konstruksi bisa pidana jika terbukti
ada kelalaian. Namun, Fickar menyebut, hukuman buat penanggung jawab bisa lepas jika
memang insiden itu murni tanpa kesengajaan.

“Kalau bukan human error berarti kecelakaan kerja [tidak bisa dipidana],” ucap Fickar.

Aturan Hukum dan Bukti


Pernyataan Fickar soal potensi pidana bukan isapan jempol. Pasal 359 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP) menjelaskan soal kelalaian yang bisa menyebabkan
kematian orang lain. Dalam aturan itu disebutkan, siapa pun yang karena kesalahannya
menyebabkan kematian orang lain, maka bisa dihukum penjara paling lama lima tahun.

Selain pasal 359, ada pasal 201 KUHP yang mengatur soal rusaknya bangunan yang
menyebutkan bahwa seseorang dapat dipidana penjara 4 bulan 2 minggu jika karena
kesalahannya menyebabkan gedung atau bangunan dihancurkan.

Selain KUHP, ada Pasal 60 UU Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi pengganti
UU 18/1999. Dalam pasal 60 disebutkan penyelenggaraan jasa konstruksi yang tidak
memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan, pengguna jasa
atau penyedia jasa (kontraktor) dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap kegagalan
bangunan.

Pakar hukum pidana dari Universitas Sumatera Utara Mahmud Mulyadi sependapat
dengan Fickar, tapi harus ada bukti kuat supaya potensi pidana diungkap. Ia menegaskan,
kecelakaan kerja yang terjadi karena bencana alam tentu tidak bisa dikenakan pidana, tapi
apabila ada kesalahan manusia, harus ada pihak yang dimintai pertanggungjawaban
hukum.
“Polisi harus berdasar keterangan dari ahli bangunan,” katanya.
Menurutnya, kecelakaan kerja bisa dikategorikan kesalahan manusia ketika terjadi
kesalahan prediksi saat pembangunan. “Ini harus dilihat penyebabnya dulu,” katanya.
Secara dasar hukum, insiden proyek DDT memang bisa ditarik ke ranah pidana. Namun,
polisi masih menyelidiki insiden ini. Polisi butuh sedikitnya tiga hari, buat menentukan
ada tidaknya tindak pidana dalam kecelakaan yang menewaskan empat orang.

Hingga hari ini, Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri masih mengambil barang bukti
dan menggelar olah tempat kejadian perkara dengan dibantu Polres Jakarta Timur. Dalam
penyelidikan ini, kepolisian juga sudah memeriksa delapan saksi untuk memastikan
penyebab kecelakaan. Tersangka yang dianggap bertanggungjawab juga belum
ditemukan.

“Kami [masih] melihat, adakah kelalaian yang dilakukan pekerja, atau pimpinannya,”
kata Kasat Reskrim Jakarta Timur, Sapta Maulana Marpaung di tempat kejadian.

Rangkaian Kecelakaan
Insiden sejenis sudah terjadi beberapa kali. Dengan demikian kasus terbaru ini harusnya
jadi pelajaran bagi otoritas terkait untuk mengevaluasi proyek infrastruktur secara
menyeluruh. Jangan sampai kejadian serupa terulang dengan memperhatikan betul
seluruh aspek.

Pada 22 Januari lalu, konstruksi bangunan Light Rapid Transit (LRT) yang
menghubungkan Kelapa Gading-Velodrome di Kayu Putih, Jakarta Timur juga roboh.
Lima orang terluka tertimpa reruntuhan. Pada 20 hari sebelumnya, atau pada 2 Januari
2018, girder atau balok beton di jalan Tol Antasari-Depok juga mengalami kejadian
serupa, untungnya tak ada korban.

Ini belum termasuk kejadian-kejadian di luar Jakarta, seperti kasus robohnya beton ketika
sedang dipasang di proyek Tol Pemalang-Batang, Desember tahun lalu.
2.3 Faktor penyebab terjadinya kecelakaan konstruksi

Dari kasus diatas ada beberapa faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja konstruksi
adalah akibat dari beberapa hal berikut :

 Tidak dilibatkannya tenaga ahli K3 (Keamanan,Kesehatan dan Keselamatan)


konstruksi dan penggunaan metode pelaksanaan yang kurang tepat.
 Lemahnya pengawasan K3
 Kurang memadainya kualitas dan kuantitas ketersediaan peralatanpelindung diri
 Kurang disiplinnya para tenaga kerja dalam mematuhi ketentuan mengenai K3.
 Kondisi tersebut mengakibatkan sering terjadi kecelakaan kerja yang pada umumnya
disebabkan oleh kesalahan manusia atau human error baik aspek kompetensi para
pelaksana maupun pemahaman arti penting penyelenggaraan K3.

Kondisi tersebut mengakibatkan sering terjadi kecelakaan kerja yang pada umumnya
disebabkan oleh kesalahan manusia atau human error baik aspek kompetensi para
pelaksana maupun pemahaman arti penting penyelenggaraan K3.

Hambatan pelaksanaan K3(Keamanan,Kesehatan dan Keselamatan) tersebut antara lain:

 Terbatasnya persepsi tentang K3


 Kurang perhatian dan pengawasan
 Ada anggapan K3 menambah biaya
 Tanggung jawab K3 hanya pada kontraktor saja
 Kurang aktifnya perusahaan asuransi terhadap K3

Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko
kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada
proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek
konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi
cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang
tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih.Ditambah dengan
manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah,akibatnya para pekerja bekerja dengan
metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi.
2.4 Tahapan Proyek Konstruksi

Secara garis besar tahapan proyek konstruksi dapat dibagi menjadi :

1. Tahap perencanaan (planning)

Rekruitment konsultan (MK, perencana) untuk menterjemahkan kebutuhan


pemilik, membuat TOR, survey, feasibility study kelayakan proyek, pemilihan
desain, schematic design, program dan budget, financing. Disini merupakan
tahap pengelolaan (briefing), studi, evaluasi dan program yang mencakup hal-
hal teknis ekonomis, lingkungan, dll

Hasil dari tahap ini adalah

 Laporan survey
 Studi kelayakan
 Program dan bugdet
 TOR (Term Of Reference)
 Master plan

2. Tahap perancangan (design)

Tujuan dari tahap ini adalah :

 Untuk melengkapi penjelasan proyek dan menentukan tata letak,


rancangan, metoda konstruksi dan taksiran biaya agar mendapatkan
persetujuan dari pemilik proyek dan pihak berwenang yang terlibat.
 Untuk mempersiapkan informasi pelaksanaan yang diperlukan,
termasuk gambar rencana dan spesifikasi serta untuk melengkapi
semua dokumen tender.
3. Tahap pengadaan/pelelangan

Tujuan dari tahap ini adalah untuk menunjuk Kontraktor sebagai pelaksanan
atau sejumlah kontraktor sebagai sub-kontraktor yang melaksanakan
konstruksi di lapangan.

4. Tahap pelaksanaan (construction)

Tujuan dari tahap pelaksanaan adalah untuk mewujudkan bangunan yang


dibutuhkan oleh pemilik proyek dan sudah dirancang oleh Konsuktan
Perencana dalam batasan biaya dan waktu yang telah disepakati, serta dengan
kualitas yang telah disyaratkan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
merencanakan, mengkoordinasikan, dan mengendalikan semua operasional di
lapangan.

2.5 Cara mecegah kecelakaan proyek konstruksi


1. Menugaskan kepada personil khusus yang bertanggung jawab memanajemen
kecelakaan, kesehatan serta kebersihan lingkungan kerja (K3)
2. Memasang rambu-rambu peringatan semisal benda jatuh, awas listrik, awas lubang
Void, serta rambu proyek yang lainnya.
3. Menggunakan alat keselamatan kerja sebagai perlindungan diri semisal Sepatu Safety
(Safety Shoes), sabuk pengaman, Helm proyek atau Safety Helmet (Helm Safety)
serta penutup kuping sebagai pelindung diri terhadap suara bising mesin.
4. Memberikan penyuluhan sesering mungkin dengan mengumpulkan seluruh pekerja
sehingga bisa mengarahkan serta mengingatkan mengenai bahaya kecelakaan proyek
serta himbauan supaya untuk berhati-hati dalam bekerja.
5. Menutup lubang Void serta memberi Ralling sementara di pinggirnya, pemasangan
Ralling pun dipasang di area tepi struktur gedung supaya pekerja aman dari bahaya
jatuh dari ketinggian.
6. Mewajibkan serta menugaskan personel khusus guna mengontrol pekerja apakah
sudah mengenakan alat pengaman diri (APD) atau belum.
7. Membersihkan area kerja sesering mungkin, sebab selain menimbulkan suasana kerja
yang menyenangkan juga akan terhindar dari risiko terkena benda berserakan yang
bisa membahayakan kaki.
8. Pada pekerjaan bidang pengecoran beton mesti dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu
apakah bekisting telah terpasang kuat atau belum serta sambungan besi ruangan sudah
terpasang dengan benar atau belum.
9. Menyediakan area khusus untuk merokok supaya pekerja tidak merokok di sembarang
tempat yang bisa mengakibatkan kebakaran.
10. Memasang Alat Pemadam Api Ringan (APAR) pada area proyek yang dianggap
menimbulkan terjadinya kebakaran.
11. Menaruh semua perlengkapan serta peralatan proyek dengan rapi serta aman dan tidak
berserakan.

Banyak sekali hal lain yang bisa dilakukan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja. Dibutuhkan bermacam kreativitas serta inovasi pada setiap bahaya yang
bisa terjadi sehingga bisa diantisipasi.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan :

Kasus yang terjadi di Indonesia umumnya terjadi karena lemahnya pengawasan pada proyek
konstruksi. Kurang disiplin nya tenaga kerja dalam mematuhi ketentuan K3, kurang
memadainya kuantitas dan kualitas alat perlindungan diri di proyek konstruksi, metode
pelaksanaan konstruksi yang kurang tepat mengakibatkan gedung runtuh yang menewaskan
banyak korban.

3.2 Saran :

Dalam melakukan pengadaan suatu proyek konstruksi memang diperlukan persiapan yang
sangat matang dan terus melakukan evaluasi agar terhindar dari risiko yang tidak diinginkan
serta tidak terdapat korban jiwa. Meskipun membutuhkan waktu yang panjang dalam proses
perencanaannya, yang terpenting adalah tidak adanya pihak yang dirugikan serta tercapainya
tujuan suatu proyek.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.hukumproperti.com/rangkuman-peraturan/aspek-hukum-jasa-konstruksi-
berdasarkan-undang-undang-nomor-18-tahun-1999-tentang-jasa-konstruksi/. Diakses pada
tanggal 28 September 2019

https://tirto.id/insiden-kecelakaan-proyek-ddt-berpotensi-jadi-kasus-pidana-cEjR. Diakses
pada tanggal 28 September 2019

https://mediakonsumen.com/undang-undang-perlindungan-konsumen. Diakses pada tanggal


28 September 2019

https://iksanteguhpramono.wordpress.com/2018/01/07/pengertian-jasa-konstruksi/. Diakses
pada tanggal 28 September 2019

https://news.ralali.com/cara-mencegah-kecelakaan-proyek-konstruksi/. Diakses pada tanggal


28 September 2019

https://www.indonesiasafetycenter.org/knowledge-test/construction-safety/faktor-faktor-
penyebab-kecelakaan-konstruksi. Diakses pada tanggal 28 September 2019

https://irandrisuharto.wordpress.com/2015/10/13/tahap-tahap-proyek/. Diakses pada tanggal


28 September 2019

Anda mungkin juga menyukai