Anda di halaman 1dari 6

JAWABAN TUGAS 2

NAMA : SUHERI
NIM : 042427975
MATAKULIAH : HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pertanyaan 1: Analisislah hukum perlindungan konsumen dalam hukum


perdata dan publik !

PP PSTE sendiri merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun2008


tentang Informasi dan Transaksi Elekronik (“UU ITE”) sebagaimana telah diubah
oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU
19/2016”).

Transaksi Jual Beli/Belanja Online Menurut UU Perlindungan Konsumen Dengan


pendekatan UU Perlindungan Konsumen, kasus diatas dapat simpulkan sebagai
salah satu pelanggaran terhadap hak konsumen, antara lain hak atas informasi
yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
dan hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.

Di sisi lain, kewajiban bagi pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Terkait dengan persoalan
diatas, lebih tegas lagi Pasal 8 ayat (1) huruf f UU 8/1999melarang pelaku
usaha untuk memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.

Ketidaksesuaian spesifikasi barang yang terima dengan barang tertera dalam


iklan/foto penawaran barang merupakan bentuk pelanggaran/larangan bagi pelaku
usaha dalam memperdagangkan barang. Selaku konsumen sesuai Pasal
4 huruf h UU 8/1999 tersebut berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Sedangkan, pelaku usaha itu sendiri sesuai Pasal 7 huruf g UU 8/1999
berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.

Persetujuan untuk membeli barang secara online dengan cara melakukan klik
persetujuan atas transaksi merupakan bentuk tindakan penerimaan yang
menyatakan persetujuan dalam kesepakatan pada transaksi elektronik. Tindakan
penerimaan tersebut biasanya didahului pernyataan persetujuan atas syarat dan
ketentuan jual beli secara online yang dapat kami katakan juga sebagai salah satu
bentuk Kontrak Elektronik. Kontrak Elektronik dianggap sah apabila :

a. terdapat kesepakatan para pihak;


b. dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. terdapat hal tertentu; dan
d. objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Kontrak Elektronik setidaknya-tidaknya memuat data identitas para pihak;

a. objek dan spesifikasi;


b. persyaratan Transaksi Elektronik;
c. harga dan biaya;
d. prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak;
e. ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat
mengembalikan barang dan/ atau meminta penggantian produk jika
terdapat cacat tersembunyi; dan
f. pilihan hukum penyelesaian Transaksi Elektronik.

Dengan demikian, dapat menggunakan instrumen UU ITE dan/atau PP PSTE


sebagai dasar hukum dalam menyelesaikan permasalahan. Pelaku usaha yang
menawarkan produk melalui sistem elektronik wajib menyediakan informasi yang
lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang
ditawarkan. Pelaku usaha wajib memberikan kejelasan informasi tentang
penawaran kontrak atau iklan.

Jika Barang yang Diterima Tidak Sesuai dengan yang Diperjanjikan pelaku usaha
wajib memberikan batas waktu kepada konsumen untuk mengembalikan barang
yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kontrak atau terdapat cacat tersembunyi.
Selain itu, apabila ternyata barang yang Anda terima tidak sesuai dengan foto pada
iklan toko online tersebut (sebagai bentuk penawaran), Anda juga dapat
menggugat penjual secara perdata dengan dalih terjadinya wanpretasi atas
transaksi jual beli yang dilakukan.
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Jika salah satu dari 4 macam kondisi tersebut terjadi, maka secara perdata dapat
menggugat penjual online dengan dalih terjadi wanprestasi (misalnya, barangyang
Anda terima tidak sesuai dengan spesifikasi barang yang dimuatdalam display
home page/web site).

Hukum publik dalam perlindungan konsumen adalah hukum yang mengatur


hubungan antara Negara dan alat-alat perlengkapannya atau Hubungan antara
Negara dengan perorangan. Termasuk Hukum publik dan terutama dalam
kerangka Hukum konsumen dan/atau Hukum Perlindungan Kosumen merupakan
Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana, Hukum Acara Perdata dan/atau
Hukum Acara Pidana dan Hukum Internasional Khususnya Hukum Perdata
Internasional.

Diantara Hukum Publik tersebut terdapat pula Hukum Administrasi Negara, Hukum
Pidana, Hukum Perdata Internasional, Hukum Acara Perdata serta Hukum Acara
Pidana yang paling banyak pengaruhnya dalam pembentukanHukum Konsumen.

Pertanyaan 2: Menurut Anda apa keterkaitan hukum perlindungan konsumen


dengan hukum publik dan hukum privat? berikan contoh konkritnya.

Ada sebagian pakar mengatakan bahwa hukum konsumen tergolong sebagai


cabang hukum ekonomi. Penggolongan demikian bisa dibenarkan berhubung
masalah yang diatur dalam hukum konsumen adalah mengenai hal- hal yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan barang dan atau jasa.

Ada pula yang mengelompokkan hukum konsumen kepada hukum bisnis atau
hukum dagang, karena dalam rangkaian pemenuhan kebutuhan barang dan atau
jasa selalu berhubungan dengan aspek bisnis atau transaksi perdagangan.
Demikian pula digolongkan sebagai cabang dari hukum perdata disertai alasan
bahwa hubungan antara konsumen dengan produsen atau pelaku usaha dalam
aspek pemenuhan barang dan atau jasa tersebut lebih merupakan hubungan-
hubungan hukum perdata belaka.

Akan tetapi terlepas dari klaim penggolongan cabang-cabang hukum tersebut di


atas, jika ingin menelusuri hukum konsumen maka akan ditemukan berbagai
ruang-ruang wilayah hukum yang berlainan satu sama lain yang dapat menjadi
kawasan hukum konsumen. Wilayah hukum tersebut dapat dikelompokkan dalam
tiga bidang. Ketiga bidang tersebut adalah sebagai berikut:

a. Bidang Hukum Privat

b. Bidang Hukum Publik

c. Bidang yang mencakup Hukum Privat dan Hukum Publik

Kawasan-kawasan yang dimasuki hukum konsumen dalam hukum privat adalah


Hukum perdata, khususnya mengenai perikatan, yakni mengatur aspek- aspek
kontraktual antara konsumen dan pelaku usaha. Sealnjutnya Hukum bisnis atau
hukum perdata. niaga, khususnya mengenai pengangkutan, hak atas kekayaan
intelektual (HAKI), monopoli dan persaingan usaha, asuransi, dan lain-lain.

Jika diamati, terlihat jelas betapa bidang-bidang hukum yang merupakan


kombinasi antara hukum privat dengan hukum publik begitu banyak cabangnya.
Hal itu menandakan bahwa baik hukum publik maupun hukum privat lebih banyak
terkodifikasi dalam KUHP, KUHPerdata, KUHDagang. Sementara itu jika diamati,
perkembangan demi perkembangan hingga kita kini memasuki globalisasi, sudah
tidak memungkinkan kodifikasi

tersebut mampu menampung perkembangan tersebut. Perkembangan demikian


mengakibatkan timbulnya ekstensifikasi hukum-hukum baru secara pesat, seperti
terdapat dalam bidang ini tersebut di atas. Tampaknya dengan melihat trend
yang demikian, sistem kodifikasi tidak bisa dikembangkan atau dipertahankan lagi,
karena pola-pola perubahan tidak akan bisa dikejar oleh hukum melalui sistem
kodifikasi. Menurut Mariam Darus25," pembaruan hukum dapat dicapai lewat
sistem kompilasi, khususnya di bidang hukum ekonomi, dimana hal itu dilakukan
berdasarkan sistem.

Pertanyaan 3: Uraikan peraturan perundang-undangan secara formal dan


materiil mengenai perlindungan konsumen !

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)


merupakan dasar hukum perlindungan konsumen di Indonesia. Namun demikian,
pemberlakuan UUPK tidaklah menghapuskan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang sebelumnya telah ada yang juga memberikan perlindungan hukum
kepada konsumen. Hal ini berdasarkan Ketentuan Peralihan Pasal 64 UUPK yang
menyatakan bahwa segala ketentuan peraturan perundang-
undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada saat undang-
undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara
khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UUPK. Artinya
bahwa UUPK masih mengakui keberadaan peraturan perundang-undangan yang
telah ada yang juga bertujuan untuk melindungi konsumen. Hal ini sesuai dengan
penjelasan umum UUPK yang menyatakan bahwa undang-undang tentang

Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari
hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada
terbentuknya undang-undang tentang Perlindungan konsumen ini telah ada
beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen.
Beberapa undang-undang tersebut antara lain, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUH Perdata), Undang-Undang No. 10 Tahun 1961 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1961 Tentang
Barang, Undang-Undang No. 2 Tahun 1966 Tentang Hygiene, Undang- Undang
No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Undang-Undang No. 15 Tahun 1985
tentang Ketenagalistrikan, Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, dll.

Selain itu, UUPK juga masih memberikan ruang untuk pengaturan atau peraturan
perundang-undangan baru yang bertujuan untuk perlindungan konsumen di
Indonesia. Hal ini sesuai dengan Penjelasan Umum UUPK yang menyatakan
bahwa di kemudian hari, masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang-
undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuanketentuan yang melindungi
konsumen. Dengan demikian, Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini
merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum
di bidang perlindungan konsumen.

Setelah pemberlakuan UUPK, terdapat beberapa peraturan perundangundangan


baru yang juga bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen, antara lain
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 21
Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang No. 33 Tahun2014
Tentang Jaminan Produk Halal. Keberadaan undang-undang yang baru ini juga
terintegrasi dengan UUPK sebagai undang-undang payung dalam perlindungan
konsumen di Indonesia

Berdasarkan uraian di atas bahwa pengaturan mengenai perlindungan konsumen


tidak hanya di dasarkan pada undang-undang yang secara khusus mengatur
perlindungan konsumen, yakni Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Namun, juga meliputi peraturan perundang- undangan
yang sifatnya umum, yang juga mengatur mengenai masalah perlindungan
konsumen.
Sumber :

- Buku materi pokok HKUM4312/3sks/modul 1-9


- http://repository.ut.ac.id/4102/1/HKUM4312-M1.pdf
- https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16175/pelayanan-publik-
berbeda-dengan-perlindungan-konsumen?page=3
-

Anda mungkin juga menyukai