Anda di halaman 1dari 6

ILMU PERUNDANG – UNDANGAN

TUGAS 3

1. Jelaskan perbedaan materi muatan antara Peraturan Presiden dan


Peraturan Pemerintah!

- Materi muatan Peraturan Presiden


Untuk melacak materi muatan peraturan Presiden kita dapat melihatnya dari dua
hal:
1. Keputusan presiden sebagaimana diatribusikan oleh Undang – Undang Dasar
1945. Adalah peraturan yang dibentuk oleh Presiden sebagai penyelenggara
kekuasaan pemerintah.
2. Secara hierarki keputusan berposisi setingkat lebih rendah dari peraturan
pemerintah.

Sehingga muatan keputusan presiden merupakan materi muatan sisa undang – undang
dan peraturan pemerintah (bersifat atribusi) serta muatan yang merupakan delegasi
dari undang – undang dan keputusan Presiden.

Peraturan presiden perubahan dari peraturan presiden didefinisikan dalam pasal 1 ayat
(6) Undang – Undang nomor 12 tahun 2011 sebagai Peraturan Perundang - undangan
yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah peraturan perundang –
undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pmerintah.
Dasar kewenangan Presiden untuk membentuk Peraturan Presiden adalah pasal 4 ayat
(1) Undang – Undang Dasar 1945. Perlu dipahami Peraturan Presiden dapat dibentuk
berdasarkan atribusi dari pasal 4 ayat (1) Undang – Undang Dasar 1945 maupun
berdasarkan delegasi dari Peraturan Pemerintah maupun Undang – Undang. Sifat
Peraturan Presiden juga tidak selalu sekali selesai, peraturan presiden dapat bersifat
umum dan berlaku terus menerus. Dalam hubungannya dengan ilmu perundang –
undangan justru yang dimaksud peraturan presiden adalah peraturan presiden yang
memeiliki keberlakuan umum dan terus menerus

- Materi Muatan Peraturan Pemerintah


Materi muatan pemerintah adalah keseluruhan materi muatan undang – undang
yang dilimpahkan kepadanya. Konsturuksi yang dibangun oleh ketentuan
pemerintah untuk menyelenggarakan ketentuan dalam undang – undang.
Pasal 5 ayat (2) Undang – Undang Dasar 1945 perubahan memberikan
kewenangan kepada Presiden membentuk Peraturan Pemerintah (PP) untuk
menjalankan Undang – Undang. Melihat pasal 7 ayat (1) Undang – Undang
Nomor 12 tahun 2011 yang memposisikan Peraturan Pemerintah dibawah
Undang – Undang serta rumusan pasal 5 ayat (2) Undang – Undang Dasar 1945
dapat ditarik kesimpulan Peraturan Pemerintah dibawah Undang – Undang
dibentuk untuk melaksakan Undang – Undang.
A.Hamid S Attamimi, mengemukakan beberapa karakteristik Peraturan
Pemerintah yaitu:
a. Peraturan pemerintah tidak dapat dibentuk tanpa terlebih dahulu ada undang
– undang yang menjadi induknya.
b. Peraturan pemerintah tidak dapat mencantumkan sanksi pidana apabila
undang – undang yang bersangkutan tidak mencantumkan sanksi pidana.
c. Ketentuan peraturan pemerintah tidak dapat menambah atau mengurangi
ketentuan undang – undang yang bersangkutan.
d. Untuk menjalankan, menjabarkan, atau merinci ketentuan undang – undang
peraturan pemerintah dapat dibentuk meski undang – undang tersebut tidak
memintanya secara logis.

2. Jelaskan alasan-alasan dimasukkannya kembali Ketetapan MPR dalam


hierarki peraturan perundang-undangan menurut UU Nomor 12 Tahun
2011!

Di Indonesia saat ini ketentuan mengenai pembentukan berbagai macam


Peraturan Perundang – Undangan tersebut diatur dalam Undang – undang
nomor 12 tahun 2011 menyebutkan jenis dan hierarki Peraturan Perundang –
undangan yaitu:

a. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


b. Ketepan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Undang – Undang /peraturan pemerintah pengganti undang –
undang
d. Peraturan Pemerintah
e. Peraturan Presiden
f. Peraturan Daerah Provinsi
g. Peraturan Daerah Kabupaten/kota.

Didalam Undang – Undang sebelumnya yaitu undang – undang nomor 10 tahun 2004
tentang pembentukan peraturan perundang – undangan, TAP MPR tidak dimasukan
kedalam hierarki peraturan perundang – undangan, namun dengan adanya perubahan
undang – undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang –
undangan, kembali memasukan TAP MPR kedalam hierarki peraturan perundang –
undangan. Dengan dimasukannya TAP MPR kembali kedalam hierarki peraturan
perundang – undangan berarti segala bentuk ketetapan MPR harus bersifat
pengaturan. Sedangkan TAP MPR dalam prakteknya bersifat penetapan terhadap
pemberhentian presiden. Keberadan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
pembentukan peratutan perundang – undangan mengakibatkan TAP MPR secara
otomatis menjadi rujukan dalam pembentukan dan penerapan ketentuan peraturan
perundang –undangan yang berada dibawahnya. Dalam hal ini UU/PERPU, PP,
Perpres, dan Perda. Sedangkan TAP MPR sendiri pengaturannya hanya bersifat
kedalam bukan keluar, karena dalam sidang umum MPR tahun 2003 telah diputuskan
bahwa TAP MPR tidak lagi mengatur keluar (mengikat publik), namun hanya berlaku
bagi intern MPR.

3. Jelaskan implikasi hukum ketika sebuah RUU yang sudah disetujui


bersama oleh Presiden dan DPR ternyata tidak ditandatangani oleh
Presiden!

Mengacu pada tata cara pengesahan rancangan undang – undang yang telah
disetujui bersama oleh DPR dan Presiden untuk disahkan menjadi undang –
undang

1. Pimpinan DPR menyampaikan kepada Presiden Rancangan Undang – Undang


yang telah disetujui bersama DPR dan presiden untuk di sahkan menjadi undang –
undang. Penyampaian rancangan undang – undang tersebut dilakukan dalam
jangka paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
2. Rancangan undang – undang yang telah disetujui bersama menjadi undang –
undang disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh )hari sejak Rancangan Undang – Undang
tersebut di setujui bersama oleh DPR dan Presiden.
3. Dalam hal RancanganUndang – Undang tersebut diatas tidak ditanda tangani oleh
Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh)hari sejak Rancangan Undang –
Undang tersebut disetujui bersama, maka Rancangan Undang – Undang tersebut
SAH menjadi undang – undang dan wajib diundangkan. Kalimat pengesahan
berbunyi: “ Undang – Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan pasal 20
ayat (5) Undang – Undang Dasar Negara RI Tahun 1945”. Kalimat tersebut harus
dibubuhkan pada halaman terakhir undang – undang sebelum pengundangan
naskah undang – undang ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

4. Jelaskan alur pembentukan Undang-Undang!

1. Perencanaan Pembentukan Undang – Undang


Perencanaan penyusunan Undang – undang dilakukan dalam bentuk suatu
legislasi nasional. Tahapan legislasi nasional dilingkungan pemerintah diatur lebih
lanjut dalam peraturan presiden Nomor 61 Tahun 2005 tentang tata cara
Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional, serta peraturan menteri
hukum dan hak asasi manusia nomor M.HH-01.PP.01.01 Tahun 2008. Adapun
tahapan legislasi nasional secara garis besar
a. Penyusunan dalam lingkungan pemerintah
- Penyusunan naskah akademik
- Menteri hukum dan hak asasi manusia meminta perencanaan undang – undang
dari menteri lain dan pimpinan lembaga pemerintahan non kementerian.
- Penyampaian perencanaan pembentukan rancangan undang – undang.
- Menteri hukum dan hak asasi manusia mengkoordinasikan pelaksana forum
konsultasi.
- Menteri hukum dan hak asasi manusia mengajukan permintaan persetujuan
presiden
- Menteri hukum dan hak asasi manusai melakukan koordinasi kembali
b. Penyusunan bersama dengan DPR

2. Penyiapan Rancangan Undang – Undang


Tahapan kegiatan persiapan pembentukan undang – undang diajukan oleh
presiden secara garis besar ditentukan sebagai berikut:

a. Penyusunan rancangan undang – undang


- Menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non kementrian menyiapkan
rancangan undang – undang sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawab
- Pembentukan panitia antar kementrian yang keanggotaan nya terdiri atas unsur
kementrian, dan lembaga pemerintah non kementrian yang terkait dengan
subtansi rancangan undang – undang.
- Penyampaian perumusan akhir rancangan undang – undang kepada
pemrakarsa.
- Penyebar luasan rancangan undang – undang.
-
b. Pengharmonisan dan pemantapan Rancangan Undang – Undang.
Menteri hukum dan hak asasi manusia mengkoordinasikan pengharmonisan,
pembulatan, dan penetapan konsepsi Rancangan Undang – undang. Apabila
terdapat perbedaan dalam pertimbangan mentri/lembaga terkait tidak memberikan
hasil, menteri Hukum dan Hak asasi Manusia melaporkan secara tertulis
permasalahan kepada presiden untuk memperoleh keputusan. Perumusan ulang
Rancangan undang – undang dilakukan pemrakarsa bersama sama dengan
mentri Hukum Dan Hak Asasi Manusia.

c. Penyempurnaan Rancangan Undang – undang


- Pemrakarsa menyampaikan rancangan undang – undang kepada presiden
Apabila rancangan undang – undang hasil pengharmonisan , pembulatan, dan
pemantapan konsepsi tersebut sudah tidak memiliki permasalahan lagi
pemrakarsa mengajukan rancangan undang – undang tersebut kepada presiden
guna penyampaiannya kepada DPR dan tembusan nya disampaikan kepada
Menteri Hukum Dan Hak asasi Manusia.
- Apabila presiden berpendapat bahwa rancangan undang – undang masih
mengandung permasalahan, presiden menugaskan mentri hukum dan hak asasi
manusia dan pemrakarsa untuk mengkoordinasikan kembali penyempurnaan
rancangan undang – undang,

d. Pengajuan Rancangan Undang – Undang kepada Pimpinan DPR

3. Pembahasan Rancangan Undang – Undang


a. Rancangan Undang – undang usul Prakarsa Pemerintah
DPR mulai membahas rancangan undang – undang yang diajukan oleh
presiden dalam jangka waktu 60 (enam puluh ) hari sejak surat presiden
diterima.
b. Rancangan Undang – Undang usul Prakarsa DPR
- Presiden menugaskan menteri
- Menteri yang ditugasi menyiapkan dan pendapat pemerintah
- Penyampaian pandangan dan pendapat serta daftar inventarisasi masalh
kepada presiden.
- Presiden menunjuk menteri untuk mewakili dan menyampaikan penunjukan
tersebut kepada pimpinan DPR.

4. Pengesahan

Mengacu pada tata cara pengesahan rancangan undang – undang yang telah
disetujui bersama oleh DPR dan Presiden untuk disahkan menjadi undang –
undang

a. Pimpinan DPR menyampaikan kepada Presiden Rancangan Undang – Undang


yang telah disetujui bersama DPR dan presiden untuk di sahkan menjadi undang –
undang. Penyampaian rancangan undang – undang tersebut dilakukan dalam
jangka paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
b. Rancangan undang – undang yang telah disetujui bersama menjadi undang –
undang disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh )hari sejak Rancangan Undang – Undang
tersebut di setujui bersama oleh DPR dan Presiden.
c. Dalam hal RancanganUndang – Undang tersebut diatas tidak ditanda tangani oleh
Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh)hari sejak Rancangan Undang –
Undang tersebut disetujui bersama, maka Rancangan Undang – Undang tersebut
SAH menjadi undang – undang dan wajib diundangkan. Kalimat pengesahan
berbunyi: “ Undang – Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan pasal 20
ayat (5) Undang – Undang Dasar Negara RI Tahun 1945”. Kalimat tersebut harus
dibubuhkan pada halaman terakhir undang – undang sebelum pengundangan
naskah undang – undang ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

5. Pengundangan
Undang – Undang yang telah disahkan harus diundangkan dengan menempatkan
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. pengundangan tersebut
dimaksudkan agar setiap orang mengetahui undang – undang tersebut.
Penjelaan undang – undang dimuat dalam tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia dilaksanakan oleh menteri hukum dan Hak Asasi Manusia.

Anda mungkin juga menyukai