Anda di halaman 1dari 4

Nama : Syahril Ariyanto

NIM : 043420413
Prodi : S1 Ilmu Hukum
UPBJJ-UT SAMARINDA

Tugas 3 Hukum Pidana


Pertanyaan:

1. Pada umumnya, satu perbuatan dapat dipidana jika tindak pidana yang dilakukan telah
selesai diujudkan. Artinya perbuatan yang dilakukan oleh pelaku telah memenuhi
unsur tindak pidana. Namun demikian, dapat saja seorang pelaku dikenakan tindak
pidana meskipun perbuatan itu belum selesai dilakukan.
2. Jelaskan pendapat Saudara tentang perbuatan yang dapat dipidana meskipun
perbuatan itu belum selesai diujudkan. Dan apa syarat-syarat dari perbuatan
tersebut? Alasan apa yang menjadi dasar, bagi pembentuk undang-undang untuk
memberi pidana terhadap perbuatan yang belum selesai diujudkan tersebut?
3. Jelaskan bagaimana pendapat Saudara terhadap adanya pembatasan pemberian
pidana, atas perbuatan percobaan melakukan perbuatan pidana!
4. Balmon adalah seorang karyawan pada sebuah percetakan digital. Keahliannya dalam
hal desain grafis sudah tidak diragukan lagi. Pada 30 Januari 2020 Balmon membuat
desain uang rupiah yang sangat mirip dengan aslinya, kemudian dengan
menggunakan printer keluaran terbaru yang canggih, Balmon pun mencetak uang
hasil desainnya. Karena melihat hasilnya sangat mirip dengan rupiah sungguhan,
Balmon mencetak lima lembar uang seratus ribu rupiah. Pada tanggal 2 Februari 2020
uang itu ia gunakan untuk berbelanja di sebuah toko. Karena merasa ketagihan, pada
15 Februari  2020 Balmon kembali mencetak dengan jumlah yang lebih besar, yaitu
senilai sepuluh juta rupiah, kemudian pada 20 Februari 2020 Balmon membelikan
handphone keluaran terbaru pada salah satu outlet handphone. Karena outlet tersebut
memiliki alat pendeteksi uang palsu, akhirnya aksi yang dilakukan Balmon ketahuan.
Balmon pun diserahkan kepada polisi. Kepada polisi Balmon mengakui semua
perbuatannya. Uraikanlah perbuatan pidana yang dilakukan oleh Balmon disertai
dasar hukumnya, jelaskanlah perbarengan tindak pidananya, kemudian tentukanlah
ancaman pidana maksimalnya menurut KUHP!

Jawaban:

1. ASAS LEGALITAS Orang tidak akan dipidana jika ia melakukan perbuatan yang
belum ada peraturan yang melarang perbuatan tersebut, Orang tidak akan dipidana
walaupun ia melakukan perbuatan yang sudah ada peraturan yang melarangnya tetapi
larangan dalam peraturan tersebut tidak ada ancaman sanksi pidananya. Pendeknya
dapat dikatatakan setiap orang tidak dapat dipidana atas perbuatannya kecuali: 

 Ada undang undang yang melarang perbuatan;


 Larangan tersebut disertai sanksi pidana;
 Undang undang tersebut sudah ada sebelum perbuatan dilakukan

apa yang dibahas di atas dalam hukum pidana dikenal dengan istilah ASAS LEGALITAS
(principle of legality), dalam bahasa latin dikenal dengan (Nullum delictum nulla poena sine
praevia lege poenali) yang artinya "tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana
yang mendahuluinya". 
Asas legalitas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
bahwa: "Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan pidana yang telah ada". ketentuan asas legalitas dalam Pasal 1 ayat (1)
KUHP ini lebih menegaskan lagi keberlakuan asas legalitas tidak hanya pada hukum positif
tetapi lebih ketat lagi bahwa bentuk hukum positif itu berupa undang undang bukan sekedar
Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri atau Peraturan Daerah. Pernah kejadian Peraturan
Pemerintah juga mengatur Tindak Pidana yaitu pada Peraturan Pemerintah RI No 45 tahun
2004 (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 147) tentang Perlindungan Hutan, namun
telah dirubah dan dihilangkan ketentuan terkait pidana nya dengan Peraturan Pemerintah RI
Nomor 60 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004
Tentang Perlindungan Hutan.
2. secara subjektif, orang telah mempunyai niat jahat untuk melakukan kejahatan yang telah
memulai melaksanakannya dan secara objektif perbuatan orang itu telah membahayakan
kepentingan hukum yang dilindungi oleh undang-undang.  Selain itu juga, percobaan
terhadap kejahatan perlu dipidana agar niat orang tidak berkembang lebih jauh dengan
diwujudkan sedemikian rupa ke dalam pelaksanaan. Menurut Jonkers tujuannya adalah untuk
memberantas kehendak yang jahat yang ternyata dalam perbuatan-perbuatan yang diancam
pidana.
·         Adanya niat (voornemen)
·         Adanya permulaan pelaksanaan (begin van uitvoering).
·         Pelaksanaan tidak selesai bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri
Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan yang juga berfungsi sebagai penemu yang dapat
menentukan mana yang merupakan hukum dan mana yang bukan hukum. Seolah-olah Hakim
berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan legislatif yaitu badan pembentuk per Undang-
undangan. Pasal 21 AB menyatakan bahwa hakim tidak dapat memberi keputusan yang
akan berlaku sebagai peraturan umum. Sebenarnya hukum yang dihasilkan hakim tidak
sama dengan produk legislatif. Hukum yang dihasilkan hakim tidak diundangkan dalam
Lembaran Negara. Keputusan hakim tidak berlaku bagi masyarakat umum melainkan hanya
berlaku bagi pihak-pihak yang berperkara. Sesuai pasal 1917 (2) KUHPerdata yang
menentukan “bahwa kekuasaan keputusan hakim hanya berlaku tentang hal-hal yang
diputuskan dalam keputusan tersebut.

3. penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana percobaan, di mana dengan
metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Penerapan hukum Pidana Materil
terhadap Percobaan melakukan Tindak Pidana memenuhi rumusan pasal 53 KUHPidana yang
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: - Niat sudah ada untuk berbuat kejahatan; -
Orang sudah memulai berbuat kejahatan itu; dan - Perbuatan kejahatan itu tidak jadi sampai
selesai oleh karena terhalang oleh sebab-sebab yang timbul kemudian tidak terletak dalam
kemauan penjahat itu sendiri. 2. Dipidananya percobaan terdapat dua pandangan yang
subjektif yang menganggap bahwa orang melakukan percobaan itu harus di pidana oleh
karena sifat berbahayanya orang itu. Dan pandangan yang objektif yang menganggap bahwa
dasar untuk memidana percobaan disebabkan karena berbahayanya perbuatan yang di
lakukan.

4. Pasal 36 (1) Setiap orang yang memalsu Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) Setiap orang yang
menyimpan secara fisik dengan cara apa pun yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah). (3) Setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang
diketahuinya merupakan Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). (4) Setiap orang yang membawa
atau memasukkan Rupiah Palsu ke dalam dan/atau ke luar Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

Sumber: BMP 4203/Hukum Pidana

Anda mungkin juga menyukai