Anda di halaman 1dari 2

Hukum Pidana

1. Jelaskan serta berikanlah contoh dari sebuah peristiwa yang menggambarkan pengertian
dari Hukum Pidana Material dan Hukum Pidana Formil!
Jawab :
Menurut E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, dalam bukunya yang berjudul Asas-Asas
Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya (hal. 237), cara membedakan delik formil
dan delik materil dalam hal perumusannya, yaitu:“Pada delik formil, yang dirumuskan
adalah tindakan yang dilarang (beserta hal/keadaan lainnya) dengan tidak mempersoalkan
akibat dari tindakan itu. Misalnya pasal: 160 Kitab Undang Undang Hukum Pidana
(“KUHP”) tentang penghasutan, 209 KUHP tentang penyuapan, 242 KUHP tentang
sumpah palsu, 362 KUHP tentang pencurian. Pada pencurian misalnya, asal saja sudah
dipenuhi unsur-unsur dalam pasal 362 KUHP, tindak pidana sudah terjadi dan tidak
dipersoalkan lagi, apakah orang yang kecurian itu merasa rugi atau tidak, merasa terancam
kehidupannya atau tidak. Sedangkan delik material selain dari pada tindakan yang terlarang
itu dilakukan, masih harus ada akibatnya yang timbul karena tindakan itu, baru dikatakan
telah terjadi tindak pidana tersebut sepenuhnya (voltooid). Misalnya: pasal 187 KUHP
tentang pembakaran dan sebagainya, 338 KUHP tentang pembunuhan, 378 KUHP tentang
penipuan, harus timbul akibat-akibat secara berurutan kebakaran, matinya si korban,
pemberian sesuatu barang.”
Lebih jauh dijelaskan oleh Mr. Drs. E. Utrecht, dalam bukunya Rangkaian Sari
Kuliah Hukum Pidana II (hal. 257), dalam hal delik aduan diadakan tidaknya tuntutan,
terhadap delik itu digantungkan pada ada tidak adanya persetujuan dari yang dirugikan,
yaitu jaksa hanya dapat menuntut sesudah diterimanya aduan dari yang dirugikan. Selama
yang dirugikan belum memasukkan aduan maka jaksa tidak dapat mengadakan tuntutan.

2. Fungsi/Tugas Hukum pidana dikenal juga dengan istilah Fungsi Preventif dan Fungsi
Represif. Buatlah kesimpulan saudara tentang fungsi-fungsi tersebut, kemudian berikan
masing-masing contohnya!
Jawab:
Pengendalian preventif memiliki tujuan untuk melakukan langkah pencegahan
terhadap berbagai pelanggaran norma, sedangkan pengendalian represif miliki tujuan
untuk penindakkan terhadap pelanggaran norma, agar menimbulkan efek jera buat para
pelakunya. Dari keduanya dapat disimpulkan bahwa tujuan pengendalian sosial adalah
untuk menciptakan sebuah kedamaian di masyarakat dan menciptakan kehidupan yang
rukun di lingkungan masyarakat. Konflik sosial memang seringkali terjadi di lingkungan
masyarakat dan konflik sosial membuat banyak sekali permasalahan, hal ini dapat dicegah
serta ditindak dengan adanya pengendalian sosial.
Pengendalian preventif diterapkan untuk mencegah terjadinya pelanggaran norma
sosial dan pengendalian represif diterapkan sebagai langkah penindakkan terhadap sebuah
pelanggaran norma. Langkah pencegahan memang harus dilakukan, agar perilaku
masyarakat menjadi lebih teratur dan memiliki kontrol dalam setiap tindakannya. Bagi
masyarakat yang terlanjur melakukan pelanggaran norma, perlu ada penindakkan yang
jelas pada setiap pelanggaran dan setiap masyarakat yang berulah akan merasakan efek
jera. Kedua pengendalian sosial ini sangatlah tepat dan menjadi jenis pengendalian sosial
yang banyak diterapkan di Indonesia.
3. Berdasarkan pengertian kata “perbuatan” dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP sebagai definisi
asas legalitas, maka dalam hukum pidana dikenal beberapa rumusan delik. Berikan
kesimpulan saudara tentang rumusan delik tersebut yang dikaitkan dengan kata
“perbuatan” dalam pasal 1 ayat (1) KUHP tersebut, kemudian berikanlah masing-masing
contohnya!
Jawab:
Makna yang terkandung dalam asas legalitas adalah suatu perbuatan dapat dipidana
hanya jika diatur dalam perundang-undangan pidana, kekuatan ketentuan pidana tidak
boleh diberlakukan surut. Dari beberapa perbedaan makna dari asas legalitas, dapat
disimpulkan bahwa pada prinsipnya makna asas legalitas: pertama, tidak ada perbuatan
yang dilarang dan diancam dengan pidana sebelum dinyatakan dalam suatu aturan undang-
undang; kedua. Semua perbuatan yang dilarang harus dimuat dalam rumusan delik yang
sejelas-jelasnya; ketiga, aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut. Makna
sebagaimana tersebut diatas merupakan asas legalitas formil, seperti dirumuskan dalam
Pasal 1 ayat (1) KUHP. Asas ini menekankan, bahwa dasar untuk menentukan dapat
tidaknya suatu perbuatan dianggap sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana harus
terlebih dahulu diatur dalam undang-undang. Menurut Barda Nawawi, penerapan asas
legalitas dalam KUHP warisan Belanda dalam konteks ke-Indonesiaan (sistem hukum
nasional) seharusnya juga jangan diartikan semata-mata sebagai
kepastian/kebenaran/keadilan formal (UU), tetapi harus lebih menukik pada
kepastian/kebenaran/keadilan nilai-nilai substantif. Dalam pembaharuan hukum pidana
kedepan, sumber hukum atau landasan legalitas untuk menyatakan suatu perbuatan sebagai
tindak pidana,tidak hanya didasarkan pada asa legalitas formal, tetapi juga didasarkan pada
asas legalitas materiel, yaitu dengan memberi tempat kepada hukum yang hidup atau
hukum tidak tertulis

4. Apakah Tujuan Pidana berhubungan dengan pemidanaan, jelaskan!


Jawab:
Dalam pembaruan hukum pidana Indonesia adalah sistem pemidanaan struktural.
Ini merupakan hal yang sebetulnya patut dimasukkan dalam konsep pembaruan hukum
pidana. Barda Nawawi mengistilahkan sebagai kebijakan integral dalam penanggulangan
kejahatan untuk menyebut pentingnya sistem pemidanaan struktural, yang mengandung
arti pula kebijakan integral dalam sistem pemidanaan. Permasalahan yang timbul adalah
bagaimana sistem pidana dan pemidanaan dalam KUHP Sekarang serta melihat Sistem
Pidana Dan Pemidanaan Dalam Konsep KUHP Baru Sebagai Bagian Dari Pembaharuan
Hukum Pidana Indonesia. Sedangkan metode penelitian Jenis penelitian yang dilakukan
adalah penelitian hukum Yuridis Normatif yang bersifat tentang apa yang menjadi konsep
sistem pemidanaan dalam pembaharuan hukum pidana di Indonesia yakni dengan
mengumpulkan data secara normatif dan apa yang ada dalam Undang-undang terkait
dengan hukum pidana.

Anda mungkin juga menyukai