Petunjuk
1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.
1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran
atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
Selasa, 27 Desember 2022
2. Pertanyaan:
a. Bagaimana analisis Saudara mengenai keberlakuan Hukum Tertulis dan Hukum Tidak
Tertulis di Indonesia.
b. Bagaimana analisis Saudara tentang Pasal 5 ayat (1) UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Jawaban:
a. Hukum tertulis merupakan jenis hukum yang dicantumkan atau ditulis dalam perundang-undangan.
Sementara hukum tak tertulis ialah hukum yang berjalan dan tumbuh dalam kehidupan masyarakat
atau adat dalam praktik. Contoh hukum tertulis adalah UUD 1945, keputusan presiden, KUHP, dan
lain-lain. Hukum tertulis Hukum tidak tertulis adalah hukum yang berlaku serta diyakini oleh
masyarakat dan dipatuhi, akan tetapi tidak dibentuk menurut prosedur yang formal, melainkan lahir
dan tumbuh di kalangan masyarakat Hukum tidak tertulis diakui keberlakuannya sebagai hukum yang
hidup dan memiliki daya ikat beserta sanksi. Hukum tidak tertulis tetap diakui oleh bangsa dan negara
karena hukum tidak tertulis berupa suatu konvensi ketatanegaraan atau kebiasaaan kenegaraaan yang
mana aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara. Hukum
tidak tertulis ini juga memiliki ketentuan sanksi-sanksi yang dapat diberlakukan kepada orang-orang
yang melanggar norma. Sanksi tersebut dapat berupa hukuman sosial, kurungan, denda atau yang lebih
berat dikeluarkan dari suku adat tersebut.
b. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya
Negara Hukum Republik Indonesia. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan
kehakiman Pasal 5 ayat (1) menegaskan: “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.” dalam sistem
kekuasaan kehakiman
menurut Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 (1) Dalam memeriksa dan memutus perkara,
hakim bertanggung jawab atas penetapan dan putusan yang dibuatnya. (2) Penetapan dan putusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada
alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar.Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan
kehakiman Pasal 5 ayat (1) menegaskan: Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Pasal tersebut,
mengarahkan kepada hakim bahwa hakim harus mampu memahami latar belakang, sosiologi hukum
dan antropologi budaya yang ada dalam suatu daerah. Sebab, berbagai kepercayaan dan nilai-nilai
nyatanya hingga kini masih hidup, dipercayai, dipraktekkan dan dianggap sebagai hukum disejumlah
daerah.
3. Pertanyaan :
Bagaimana analisis Saudara tentang penerapan aliran Positivisme Hukum di Indonesia beserta ciri-cirinya.
Jawaban:
Dengan UUD 1945 sebagai dasar negara yang didalamnya termuat cita negara hukum Pancasila, maka
dengan sendirinya Positivisme hukum di Indonesia adalah positivism hukum yang tidak memandang
hukum sebagai perintah penguasa berdaulat atau hukum dipisahkan dari moral dan agama. Saat ini hukum
di Indonesia berada pada landasan filsafat positivisme yang merupakan kepanjangan tangan dari ajaran
Cartesian-Newtonian. Sesungguhnya positivisme hukum merupakan aliran pemikiran yang memperoleh
pengaruh kuat dari ajaran positivisme (pada umumnya). Positivisme adalah suatu aliran dalam filsafat
hukum yang beranggapan bahwa teori hukum itu dikonsepsikan sebagai ius yang telah mengalami
positifisasi sebagai lege atau lex, guna menjamin kepastian antara yang terbilang hukum atau
tidak.Paradigma positivisme membawa pengaruh terhadap ilmu hukum, yaitu aliran positivisme. Menurut
aliran positivisme, ilmu hukum memiliki karakteristik spesialistis, sistematis, logikal, rasional, prosedural,
mekanistis, objektif, dan impersonal. Di Indonesia, aliran positivisme hukum telah terintegrasi dengan
sistem hukum yang berlaku. Hal ini terlihat dari sistem hukum Indonesia yang mengadopsi sistem hukum
Eropa yang merupakan sistem hukum positif. Sebagai contoh, di Indonesia terdapat peraturan perundang-
undangan yang merupakan sumber hukum utama, seperti UU, PP, dan Perpres. Selain itu, Indonesia juga
memiliki lembaga-lembaga hukum yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa hukum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ciri-ciri penerapan aliran positivisme hukum di Indonesia antara lain:
a. Adanya peraturan perundang-undangan yang merupakan sumber hukum utama.
b. Lembaga-lembaga hukum yang bertugas menyelesaikan sengketa hukum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Penekanan pada aspek yuridis atau formil dari hukum, yang berarti bahwa yang dianggap penting
adalah bagaimana suatu peraturan hukum tertulis, bukan makna atau tujuannya.
d. Ketidakberlakuan norma hukum yang tidak tertulis atau tidak tercantum dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
4. Pertanyaan:
Berikanlah analisis Saudara mengenai perbedaan pengaturan pekerja outsourcing di dalam UU
Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja (Omnibuslaw).
Jawaban:
UU Cipta Kerja mengubah istilah outsourcing dari penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lain menjadi alih daya. Dalam UU Cipta Kerja, tidak ada lagi batasan terhadap jenis pekerjaan
yang bisa di-outsourcing. Outsourcing dalam UU Cipta Kerja dikenal dengan istilah alih daya. PP No.35
Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan
Pemutusan Hubungan Kerja (PP PKWT-PHK) menyebutkan perusahaan alih daya adalah badan usaha
berbentuk badan hukum yang memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan tertentu berdasarkan
perjanjian yang disepakati dengan perusahaan pemberi pekerjaan. Sebelumnya, dalam UU Ketenagakerjaan
mengatur batasan jenis kegiatan yang dapat dikerjakan oleh buruh outsourcing. Misalnya, tidak boleh
melaksanakan kegiatan pokok atau berhubungan langsung dengan proses produksi; buruh outsourcing
hanya mengerjakan kegiatan penunjang atau tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Tapi,
dalam UU Cipta Kerja menghapus batasan tersebut. Jika dilihat secara ringkasnya dalam UU tenaga kerja
outsourcing adalah karyawan yang statusnya bukan dari perusahaan pengguna, melainkan dari tenaga kerja
pihak lain. Sehingga tenaga kerja tersebut berasal dari perusahaan pihak ketiga yang bekerja untuk
menyelesaikan pekerjaan tertentu yang diminta oleh perusahaan lain. Menurut pasal 64 UU tenaga kerja
outsourcing nomor 13/2003 ini bisa digunakan untuk melakukan sebagian pekerjaan di perusahaan. Dalam
UU tenaga kerja outsourcing, pekerjaan yang bisa dilakukan oleh outsourcing hanya jenis pekerjaan yang
diluar kegiatan utama atau yang tidak berhubungan dengan proses produksinya kecuali jika untuk kegiatan
penunjang, akan tetapi dalam Pasal 66 UU Cipta Kerja, tidak ada batasan pekerjaan seperti apa yang
dilarang untuk dilakukan pekerja outsourcing. Dalam pasal tersebut hanya menyebutkan bahwa pekerjaan
outsourcing didasarkan pada adanya perjanjian PKWT dan PKWTT. Dengan adanya revisi tersebut
memungkinkan bagi perusahaan outsourcing untuk mempekerjakan pekerja dengan berbagai tugas.
Termasuk untuk pekerja lepas dan pekerja paruh waktu.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA